Anda di halaman 1dari 4

Berkas Berkas Cahaya

Nama : Eka Sri Prayitno Putri

Kelas : XII IPS 2

No.Absen : 12
Cerita ini dimulai sang humani ingin berlari karena khawatir sang kala
tersebut terbangun beberapa kali dari akan mengetahui.
tidurnya semalam. Gelisah sekali dirinya.
Sepertinya pikirannya terantuk batu yang Tiada kurang dua atau tiga meter
besar, makanya sakit. Tak terima karena lagi sang humani akan menghampiri.
selalu terbangun saat gelapnya malam, ia Betapa senangnya. Sang humani terlalu
pun mengadu. Mengadu kepada gelap dan senang karena sebentar lagi akan bertemu
dinginnya sang kamar. Hingga ia terjebak dan berbincang hangat dengan sang
dalam sebuah perbincangan tanpa arah dan cahaya. Terlalu senang hingga ia tak
raga. Ia pun lelah mengadu tapi tiada yang menyadari sang kala telah memperhatikan
menanggapi. Lagian, siapa suruh. gerak-geriknya daritadi. Sang kala
Akhirnya ia pun kembali terlelap di memperhatikan dan merasa bertanggung
peraduannya setelah sekian kali terbangun jawab untuk mengembalikan humani
dan mencoba menyiksa dirinya dengan tersebut kembali ke dunia nyata. Sebelum
terus mengadu kepada gelapnya malam. sang humani sanggup berkata dan menyapa
ia dengan cepat mengambil sang berkas
Di antara keheningan malam cahaya. Membuat humani tersebut tertegun
tersebut ia antara sadar dan tidak sadar dan diam seribu bahasa. Keutuhan jiwanya
seperti melihat seberkas cahaya yang telah kini runtuh lagi menjadi puing-puing.
lama tak dilihatnya. Berkas cahaya yang Panas disekujur tubuhnya ia rasakan,
dulunya sering menemani dirinya ternyata indranya masih berfungsi di saat
menjalani hari, menumpahkan rasa, asa, seperti ini.
cita dan cinta. Akan tetapi, sekarang tidak
lagi. Berkas cahaya itu tak pernah ia Akhirnya ia sadar dan terbangun.
temukan lagi di sekitarnya semenjak saat Dilihatnya mentari pagi telah kembali dan
itu. Semuanya terjadi ketika sang kala menghantarkan panasnya menyelimuti
marah kepadanya karena berani seisi ruangan. Pantas saja tadi ia merasa
mempermainkannya. Wajar, sang kala panas di sekujur tubuhnya, sudah pagi
memang kejam kepadanya. rupanya. Pagi menjelang tanda ia harus
kembali beraktivitas. Terpaksa kali ini ia
Begitu senangnya ia ketika bangun dan bersiap diri mengatur
menemui sang berkas cahaya. Mendekatlah topengnya ke titik bahagia yang paling
ia kepada cahaya tersebut dengan penuh maksimum. Hanya dengan cara itulah ia
percaya diri, terjebak dalam ilusi bawah dapat menyembunyikan rasa sedihnya, rasa
sadarnya. Tak disangka retakan jiwa-jiwa sakitnya dan rasa kehilangannya.
humaninya yang telah hancur sepertinya Mengingat kembali kejadian tadi pagi
terangkai kembali. Terangkai satu persatu, membuatnya tertawa getir.
membuatnya utuh juga menjadikannya
seperti humani yang baru dilahirkan. “Semua telah kembali seperti sedia kala
Padahal belumlah ia bertemu dengan sang rupanya”
berkas cahaya. Perjalanan masih jauh dan
panjang untuk mencapainya. Ia terus saja
berjalan mendekat dengan hati-hati. Tidak
Berkas Berkas Cahaya

Nama : Eka Sri Prayitno Putri

Kelas : XII IPS 2

No.Absen : 12
Cerita ini dimulai ketika orang bilang Satu-satunya yang tidak terlalu
udara pagi sangat sejuk untuk dihirup. Mereka kubenci adalah taman ini, dimana barisan
berkata tentang betapa tenangnya kehidupan pohon-pohon tinggi berjejer rapi di pinggir
saat menatap sang raja siang bangkit, tentang trotoar, dimana beberapa keluarga kecil sedang
garis jingga yang timbul karenanya, tentang bermain bersama seakan dalam adegan drama,
berkas-berkas cahaya yang membuat butir- dan dimana aku bisa memelankan langkah
butir debu berterbangan tergambar jelas. Tapi sedikit demi sedikit menatap kelopak bunga
tidak bagiku. Aku tak selalu berhasil indah setinggi perdu mengisi setiap celah
menikmati hal-hal seperti itu. Kucoba kosong di antara pohon-pohon tinggi itu.
memahami dari sudut pandang mereka, namun
aku tak sampai pada titik yang mereka sebut Kakiku berhenti di satu rumpun mawar
indah itu. Biasa saja. setinggi lutut. Kupandangi setiap kelopak
merah yang tersusun rapi dalam satu kuntum.
Dibandingkan pagi hari, aku lebih suka Beberapa daun kecil di bawahnya menambah
senja. Ah, klise. Mungkin mereka pikir begitu. cantik penampilannya. Warnanya yang berani
Tapi inilah aku. Di senja, aku merasa tak ada menarik sepasang bola mataku menatapnya,
beban yang harus kukhawatirkan. Aku bisa satu per satu, tangkai demi tangkai, mengamati
berjalan menyusuri setapak demi setapak jalan kelopak mana yang paling sempurna. Mataku
dengan perlaha, tanpa tergesa-gesa, hanya tertuju pada kesempurnaan kuntum satu
memikirkan semua yang telah terjadi. Taukah itu, bukan yang lain. Tidak juga pada hal lain
bagian mana yang paling kusukai ? Ya, saat disekitarnya. Lalu aku berjongkok sedikit,
ketika kekhawatiran di pagi hari yang penuh mendekati salah satu tangkai mawar dimana
dengan ketidakjelasan telah berlalu. kelopak terindah terdapat. Ku petik salah satu
Setidaknya itulah yang senja beri padaku. mahkota merahnya.

Sama seperti hari ini. Saat senja Lalu hening. Kami saling menatap satu
memberiku kepastian bahwa semua yang sama lain. Menganggukkan kepala bersamaan,
kukhawatirkan di pagi hari, telah benar-benar tanda bahwa pemikiran kami sama. Bibirnya
terjadi. Apapun yang terjadi, baik atau buruk menyunggingkan senyum manis, bibirku pun
yang kudapat. Itu tetap lebih baik, daripada melengkung ke atas, tersenyum bersamanya.
pagiku yang penuh dengan ketidakpastian akan Aku pun mengangguk dengan cepat.Tawa
asa atau sekedar harap. Senja memberiku renyah pun pecah di antara kami berdua.
pelajaran tentang segala yang telah kulalui. Ah, Entah kenapa.. dari sekuntum mawar bisa
begitu baiknya senja padaku. membuat kami beranalogi seperti ini.
membandingkan bagaimana mawar bisa
Senja ini, aku menyusuri jalan dengan menjadi cermin yang merefleksikan salah satu
santai. Menggenggam sebotol jus jeruk, bagian dari hidup.
berjalan dengan earphone menggatung
ditelinga. Deretan lagu-lagu secondhand Aku menatap ke timur. Horizon
serenade mengalun perlahan, mengalir berwarna jingga gelap mulai terbentuk. Disana
sebagaimana adanya, tapi tetap dalam senja melambaikan tangannya padaku.
temponya yang tegas. Selalu berhasil membuat Menyampaikan salam sampai jumpa-nya hari
senjaku lebih baik. Mataku memandang ke ini. Aku tersenyum. Senja memberiku satu
arah tak beraturan. Bola mata ini akan pelajaran lagi hari ini. Dari analogi sekuntum
memandang pada apa saja yang menariknya. mawar, dan duri yang kadang terlupa. Namun
Entah ke arah orang-orang yang berjalan tajam, karena dilupakan. Terimakasih senja ,
melaluiku atau berlawanan arah denganku. karena telah membiarkan sesuatu terjadi dan
Sesekali melihat ke seberang jalan, ah, berlalu padaku.
crowded. Aku tak benar-benar suka bagian ini.
Namun inilah jalan yang harus kulewati setiap
hari.

Anda mungkin juga menyukai