Anda di halaman 1dari 5

TITIK TEMU

By. Handika Rizky

Pagi yang cerah dengan burung berterbangan di atas awan putih menemani derap langkah
seseorang yang berniat menenangkan diri di taman belakang sekolah. Melewati lorong-lorong
sepi, mata tajamnya mengedar keseluruh arah setelah kakinya berhenti melangkah. Kedua
alisnya mengerut bingung, sebab mata hitam legam tersebut secara tak sengaja menangkap
sosok gadis berkucir kuda sedang duduk terdiam. Pikirannya yang tadi terhenti kini kembali
berfungsi, ia mengenali siapa gadis yang duduk sendiri di depannya saat ini. Kedua tangan
yang tadi berada dalam saku celana birunya ia keluarkan untuk mengambil dua benda sakral
dari dalam saku baju. Sebuah sticky notes dan pena berwarna hitam berada di genggaman
tangan.

Sosok itu pun menuliskan sebuah pesan, dengan tetap melangkah mendekati seorang gadis di
depannya tanpa suara. Pesan yang tidak bisa dikatakan singkat, mungkin terlalu panjang bagi
orang yang tidak suka untuk membaca.

Aku bukanlah daun yang gugur. Aku juga bukan partikel debu yang tertiup. Aku hanya
makhluk yang tuhan anggap sempurna. Manusia namanya. Makhluk yang suka membuat
banyak kisah dan berandai-andai menjadi tokoh utamannya. Iya, manusia. Seperti aku salah
satunya. Pernah berpikir juga untuk berpindah dunia, hidup diplanet yang berbeda. Namun
percuma, tak akan bisa. Takdir dan garis tuhan lebih indah, itu alasannya. Mungkin tidak
sekarang, tak apa tunggu saja. Bahagiamu sedang berjalan. Menghampiri dengan sebuah
tujuan. Melewati hamparan lautan. Memasuki gelapnya malam. Sebelum akhirnya memberi
cahaya sebaik senja.

Tulisnya dengan tangan bergetar, setelah ia merasa cukup untuk menyuarakan maksudnya
agar gadis di depannya dapat menemukan kembali dunianya bahkan senyumnya, ia pun
kembali berjalan mendekati sampai akhirnya memilih untuk berdiri di belakang gadis itu.
Menarik sticky notes yang berisi ungkapan perasaannya tadi, lalu menempelkan ke pipi gadis
itu. Tidak ada reaksi yang timbul atas perlakuannya, ia pun memilih pergi meninggalkan
seorang gadis yang setelah ia berbalik menatap kepergiannya yang semakin menjauh dengan
keadaan rapuh.

***

Keesokan harinya hal yang sama kembali terulang, sepertinya takdir sangat suka
mempermainkannya atau mungkin lebih suka membuat ia merasa tidak baik-baik saja. Bel
istirahat berbunyi sekitar sepuluh menit yang lalu dan selama itu ia memandang gadis
berkucir kuda yang ia temui di taman belakang kemarin. Penampilan saja yang berbeda,
kemarin dengan rambut yang gadis itu kuncir kuda, sekarang dengan rambut panjang yang
terurai lepas. Persamaannya hanyalah perlakuan gadis itu, duduk terdiam dengan kaki, sorot
mata sendu dengan buku terbuka di depannya.

Rasa itu kembali muncul, tanpa alasan pasti, tetapi intinya ia hanya sebatas ingin melindungi.
Tanpa berpikir lagi sosok itu mulai menulis pesan singkat, lebih singkat dari kemarin.

Jangan terus bersedih, wajah cantikmu diciptakan untuk menampilkan senyum indah yang
membuat siapa saja ikut bahagia. Apa kamu tidak merasa lelah? Aku saja yang melihatmu
seperti itu membuatku lemah, membuatku ingin memelukmu untuk melindungi tubuh
rapuhmu. Namun, memangnya aku ini siapa? Orang asing kan? Sudah cukup sadar sebelum
kamu tampar. Ini sepotong roti dan sebotol air putih, habiskan ya! Kalau sudah jangan
langsung kembali ke dalam kelas, di UKS saja, badanmu juga lelah, butuh tidur katanya.

Masih sama, ia pun menarik tulisan tersebut untuk kemudian ia tempelkan di halaman buku
yang terbuka serta meletakkan sekantong plastik hitam sebelum memilih melangkah
menjauhi perpustakaan.

***
Tiga bulan lamanya ia menghilang dari dunia, mencoba belajar tentang satu hal yang sudah ia
lupakan dari ingatan. Berniat menghilangkan pikiran orang lain tentang sebuah pertanyaan
mengapa ia tidak pernah berbicara? serta menenangkan jiwa raganya sebelum puncak
hidupnya ia rubah.

Terlihat sosok tampan dengan tubuh tinggi berdiri tegak di depan sebuah tiang bendera untuk
menjalankan hukumannya. Sosok itu adalah tokoh utama yang selama ini menjadi alasan
cerita ini dikembangkan, Oceana Bagaskara. Tidak hanya namanya indahnya, perilakunya
sama seperti sebuah laut yang tenang dengan sinar matahari memancarkan keanggunannya.
Terik matahari tak juga membuatnya menyerah untuk memilih mengistirahatkan tubuhnya.
Sebab rasa egoisnya terlalu besar, ia lebih memilih menjadi seseorang yang bertanggung
jawab dari pada berlari lagi untuk ke sekian kali.

Terlihat tangan seseorang dengan sebuah botol air mineral yang sengaja di tujukkan pada
Gaskara, mata tajam yang tadi menatap lurus ke arah bendera ia alihkan begitu saja. Sehebat
itu daya tarik mineral di depannya ini, kepalanya pun menoleh berniat menatap seseorang
pemilik tangan tersebut. Ia terkejut, ternyata seseorang itu adalah tujuan utamanya. Iya, gadis
yang tiga bulan lalu ia temui. Gadis yang merubah pendirian, merupah prinsip, bahkan
menghilangkan egonya.

Senyum yang sudah lama ia sembunyikan sekarang muncul tanpa sadar. Manis sekali,
sehingga membuat gadis di depannya pun ikut membalas senyumnya.

Istirahat di taman belakang terlihat nyaman, bagaimana? Aku temani, nanti aku dan kamu
duduk berdua. Menikmati awan biru dan mentari, ujar gadis itu. Tanpa perlu meminta
Gaskara menjawab, sosok itu dengan spontan menarik tangan yang tadi ia gunakan untuk
hormat. Terlihat lancang memang, atau mungkin lebih menjurus tidak sopan.

Berjalan berdua dengan tangan tetap saling menggengam dengan posisi yang sama, gadis
cantik itu di depan sedangkan Gaskara dibelakang. Sesampainya disana mereka pun langsung
mendudukkan diri di bawah pohon beringin, genggaman yang tadi saling tertaut kini telah
terlepas. Rasa canggung muncul setelahnya, namun mereka buang jauh-jauh agar
pembicaraan ini segera terlaksana.

Angin datang tiba-tiba, meniup daun kering yang telah jatuh dari batangnya menambah kesan
nyaman. Gaskara yang dari tadi terdiam karena sedang sibuk meneliti bahkan memahami
gadis di sampingnya saat ini yang sedang menutup mata menikmati indahnya bumi.

Terima kasih sebelumnya, untuk semangat yang kamu berikan melalui sebuah pesan. Maaf
jika kamu merasa tidak nyaman, aku hanya bingung bagaimana cara menyampaikan kata
terima kasih. Kamu tahu? Padahal kita tidak pernah saling mengenal, tetapi hingga saat ini
mengapa aku merasa jika pernah sedekat nadi? Lucu ya? Sama seperti reaksiku saat
mengetahui perlakuan anehmu. Memang masih jaman ya menyampaikan dengan rangkaian
kata yang tertulis? Padahal lebih mudah berbicara langsung. Oh ya, selama tiga bulan terakhir
aku selalu mencarimu, takut saja kamu pergi sebelum aku sempat mengucapkan kata terima
kasih. Jadi selama ini kamu dimana? Ku tanya pada semua orang, jawaban mereka selalu
sama. Kamu tau seperti apa? Kata mereka makhluk sepertimu tidak cocok untuk hidup di
bumi, karena kamu selalu menggunakan cara unik untuk berinteraksi, jelas gadis itu.

Sudah?

Belum, masih ada satu lagi, aku ingin mengenalmu lebih jauh, bisa?

Amaterasu Aileen Kalinda, di panggil Aileen. Amaterasu diambil dari bahasa Jepang yang
berarti nama dewi matahari yang menguasai surga, Aileen dari bahasa Skotlandia yang
berarti cahaya matahari, sedangkan Kalinda dari bahasa Sansekerta yang berarti matahari.
Nama kita sama, memacu pada satu titik, yaitu matahari. Kenalkan Oceana Bagaskara,
Gaskara nama singkatnya. Tangan yang sedari tadi ia gunakan untuk menumpu badan
tegapnya ia arahkan di depan Aileen. Senyum manis itu muncul lagi, untuk kali ini memang
keinginannya. Aileen masih terpukau atas perkataan Gaskara pun terdiam cukup lama.

Angin berhembus lebih kencang dari sebelumnya, gadis itu pun tersadar. Mata sipitnya
menatap lurus kearah tangan yang sedari tadi terulur di depannya, terlihat seperti enggan
bergerak atau kembali ke tempat semula. Secepat itu Aileen menyambut awal perkenalan
mereka.

Pertanyaan yang sebelumnya kuajukan belum kamu jawab, ujar Aileen sambil melepaskan
tangannya. Kamu tidak perlu tahu, sekarang aku sedang disini bukan? Menikmati awan biru
dan mentari seperti katamu.

Sepenting apa sehingga kamu menyembunyikannya begitu rapat?

Maksudmu?

Aku tahu selama ini kamu tertekan oleh masa lalu, jika berkenan kamu boleh
menceritakannya.
Kita kan teman.

Teman?

Iya teman, tadi kan sudah berkenalan.

Berkenalan bukan berarti harus teman, benar?

Kalau memang bukan teman, aku dan kamu ini apa?

Nanti akan ku jawab setelah kuungkap segalnya.

Baiklah, apa maksudmu kamu akan menceritakan segalanya?


Sepertinya tidak, singkatnya saja.

Jadi bagaimana? seru Aileen dengan semangat empat limanya. Posisi duduk mereka yang
awalnya sejajar pun berubah menjadi saling bersebrangan, dengan jarak lima puluh
centimeter memisahkan.

Dua tahun yang lalu aku mengalami sebuah kecelakaan yang menyebabkan adik kesayangan
meninggal. Aku merasa bersalah, hingga menutup diri dari dunia dengan cara bungkam dan
tidak mau berbicara. Bukan, aku tidak bisu. Hanya saja tidak berbicara selama dua tahun
terakhir membuatku sulit untuk mengatakan bahkan menyampaikan maksudku. Tetapi semua
berubah, setelah aku melihatmu tersenyum kala itu, cukup lama mungkin sekitar lima bulan
yang lalu. Saat aku ingin menuju perpustakaan untuk meminjam buku rumus matematika, aku
melihat seorang gadis membawa sebuah novel sedang berbicara dengan seseorang. Lalu gadis
itu tersenyum sangat senang, senyumnya mengingatkanku akan adik kesayanganku. Rasa
penasaran timbul begitu saja, setiap hari aku selalu mencari segala sesuatu tentangmu.
Termasuk arti dari nama cantikmu, sampai hari dimana tiga bulan yang lalu terjadi. Kau
kehilangan duniamu bahakan senyummu dan segala sesuatu atas itu adalah penyemangatku.
Aku pun memilih berbicara denganmu melalui pesan, tentu tidak ingin semua orang tau
tentang siapa aku dan semua masalah yang menghantuiku. Malam harinya aku berpikir untuk
pergi dari dunia ini dan mencari duniaku sendiri, sampai akhirnya aku menemukannya dan
kembali. Duduk disini bersamamu menikmati keinginanmu, jelas Gaskara.

Bolehkah aku bertanya? Dari mana kamu menemukan semua arti nama yang selama ini aku
saja tidak pernah mengerti? tanya Aileen dengan alis mengkerut.

Aku suka membaca, jadi aku mencarinya dari buku. Memangnya kenapa?

Tidak apa-apa, hanya saja aku masih bingung mengapa kau memilih untuk tidak berbicara
selama dua tahun terakhir?

Untuk satu ini aku lupa menjelaskan ya, maaf. Selama ini aku tetap berbicara selayaknya
manusia biasa, hanya saja melalui sebuah kisah aku berbicara.

Berarti kamu seorang penulis?

Mungkin, entahlah disebut batu juga terserah.

Sudah seperti ini juga masih bisa bercanda. Boleh kubaca karyamu? Salah satu saja, jika kau
memberi izin tentunya.

Nanti, setelah ku tulis tentang hari ini? Tangan Gaskara pun secara spontan mengelus rambut
Aileen.

Maksudmu?

Kisah yang kumaksud adalah kisah tentang aku dan kamu yang akan menjadi kita, tunggu
saja, akhirnya. Tangan yang Gaskara gunakan untuk mengusap rambut Aileen turun menuju
saku seragamnya, mengambil sticky notes dan menuliskan sebuah pesan.
Semesta, lihatlah gadis di sampingku sedang senang. Senyumnya yang sempat hilang telah
kau kembalikan kepada sang pemilik. Terima kasih, untuk segalanya. Aku juga senang hari
ini, doakan ya semoga ia dapat menerima kehadiranku sepenuhnya. Jawaban tentang
pertanyaan masa lalu telah ku temukan, titik penyelesaian telah ku dapatkan. Terima kasih
kembali, semesta.

Anda mungkin juga menyukai