Anda di halaman 1dari 14

Si gadis hujan

Fatima azzahra
10
Tentang pengharapan,kecewa, dan dilema

Hujan

Pagi ini begitu dingin, angin yang berhembus sangat menusuk tulang. Key duduk
sendirian di kursi panjang yang sedikit basah terkena tetesan hujan. Ia mengepit buku
du tangannya dengan eret untuk sedikit menghilangkan hawa dingin yang menusuk tulang.
Dalam suasana yang seperti ini, Key tidak ditemani androidnya lagi karena sekolah
barunya tidak mengizinkan. Hal ini sangat membosankan bagi Key yang terbiasa
membawa androidnya kemana pergi. Detik demi detik dilalui Key dengan keadaan seperti
itu. Sampai terdengan seseoang memanggil namanya dari dalam kelas. “Keynaya
Abyatnafiza! Kelas anda di sepuluh lima. Kelasnya paling ujung disamping kantin dan
pohon besar itu ya”. Tanpa mengucapkan terima kasih, Key langsung menuju kelas yang
tdak diharapkannya itu. “ahh, kelas ujung”.

Beberapa hari Key hanya clengak-clengok sendiri meratapi nasibnya yang belum
memiliki teman. Sebenarnya bukan belum punya, tapi ia sendiri malas merespon niat baik
orang. Siang itu Key duduk sendiri dibawa pohon besar disamping kelasnya. Cahaya
matahari masuk dicelah-celah daun yang rimbun. Key masih ingin hidup sendiri di
sekolahnya. Dari kejauhan, Key memperhatikan teman-temannya yang sedang berkumpul
dan tertawa satu sama lain. Key tidak berniat sedikitpun untuk bergabung. Diantara
perkumpulan itu, mata Key menangkap seorang sosok yang rasanya pernah ia kenal. “Tapi
siapa ya? Ah, mungkin salah orang”.

Setelah kejadian itu, tanpa disadari Key selali memperhatikan gerak-gerik laki-
laki itu sambil membanyangkan dimana sebelumnya mereka bertem. Berhari-hari Key
membuntuti laki-laki itu. Entah apalah yang ada di pikiran Key sehingga ia menghabiskan
waktunya hanya untuk orang yang belum tentu ia kenal. Kenapa ia penasaran sekali laki-
laki itu.

Hari itu, adalah hari yang tidak perah ia sangka Key akan ada dalam hidupnya.
Pagi itu hujan rinai. Lagi-lagi Key duduk sendirian dibawah pohon besar disamping
kelasnya. Ia menatap ke langit dan tak sengaja wajah laki-laki itu terlintas di benaknya.
Tapi, Key tersadar. Tiga hari belakangan ia tidak melihat sosok yang selalu dibuntutinya.
Key kembali menyusun hipotesis. mungkin dia sakit”. Dan ternyata hipotesis Key salah.
Suara seorang wanita yang tidak dikenal itu memecahkan lamunannya. “Ini ada surat dari
Steef, ia sudah pindah tiga hari yang lalu dan ia memintaku untuk memberi ini padamu”.
Wanita itu langsung pergi sementara Key masih termenung memegang suratnya. “Steef?
siapa dia”. Buru-buru Key membuka dan membaca suratnya
“Key, kamu pasti sudah mengerti siapa aku, walaupun kita belum berkenalan. Aku
harus ikut orangtuaku ke Prancis. Aku tau kamu selalu mengikuti aku, karena aku selalu
mencari tau tentangmu. Anak misterius yang membuat aku penasaran. Rasanya aku
pernah melihatmu. Hmm, mungkin di dalam mimpi. Maaf ya, aku membawa beberapa
barangmu. Aku menemukan pensil milikmu di bawah pohon besar, dan aku menemukan
kalung Eiffel di kursi biasa tempatmu memperhatikan gerak gerikku”.

Sontak air mata di pipi Key sudah berlinang, ia tidak menyangka akan terjadi hal
seperti ini. Didalam surat itu, juga terdapa lukisan Eiffel buatan Steef yang bertulisan
“Aku tunggu kamu disini”. Key tersenyum didalam tangisnya. Ia tak sabar bertemu Steef
kembali meskipun dalam waktu yang sangat lama.

Fatamorgana

Sore itu, dengan cepatnya aku melangkahkan kakiku menuju sebuah ruang
berbentuk kotak. Aku melewati lorong-lorong yang sangat sepi. Hingga aku berhasil
mencapai tempat yang kutuju, tak ada siapa-siapa disana. Hanya ruangan kosong dengan
isinya yang sudah berantakan. Aku merasa aura aneh didalam ruangan itu. Dibuat seakan-
akan aku dapat kembali pada masa lalu. Kupandangi tiap-tiap sudut ruang kosong itu.
Dengan perlahan aku memasuki. Mataku tertuju pada kaca yang berjejer di dinding-
dinding ruangan. Aku teringat satu hal, saat pertama kalinya aku memasuki ruangan ini,
ruang kecil yang dulunya adalah kelasku sendiri. Lewat kaca itu, aku bisa untuk pertama
kalinya mengenal 23 temanku yang lain. Ya, itu adalah saat pembersihan kelas pertama
kalinya. Aku memilih untuk membersihkan kaca karna bagiku, itlah pekerjaan yang paling
menyenangkan. Aku merasakan betapa ramainya kelas saat itu. Semua orang sibuk
mengerjakan tugas masing-masing sambil bertannya nama teman disekitarnya. Saat
itulah, untuk pertama kalinya aku merasakan sesuatu yang menyenangkan saat berada
disana, dutempat itu, bersama mereka, apa yang menarikku merasa nyaman.

Lamunanku pecah ketika kertas-kertas kartu yang kami sebut remi berterbangan
diterpa angin hingga menyenggol kepalaku. Ku ambil kartu yang berlambang joker itu.
Aku seakan terbawa lagi ke masa lalu. Ditempat aku berdiri sekarang, tepatnya dikelas
bagian belakang, adalah tempatku dan beberapa teman lainnya untuk mengisi waktu
luang. Kartu remi inlah salah satu benda yang menemani kami disaat-saat jam kosong.
Walaupun kami memainkannya bukan pada jam pelajaran, tapi tetap saja sekolahku ini
menganggap benda itu adalah benda haram. Intinya, bagian belakang kelas inilah tempat
yang tepat saat tak ada lagi kegiatan. Lagi-lahi aku terbawa masa lalu. Aku merasakan
pecah tawa teman-temanku saat kami mulai memainkan kartu remi ini. Aku tudak kalah
heboh, walaupun kemampuanku standar. Saat itu, kami mulai untuk saling mengakrabkan
diri, dan memulai perjuangan kebersmaan kami. Saat itu juga, hatiku mulai tertancap
lebih kuat ditempat ini. Namun aku masih bingung, hal seperti apa yang membuatku
teerlalu seperti ini.

Tik-tok-tik-tok. Bunyi sekring yang menandakan listrik padam itu membuatku


kembali tersadar. Kali ini, terlintas dimataku sebuah benda hitam berbentuk kotak. Aku
melangkahkan kakiku ke sudut belakang kelas, ke tempat benda itu berada. “mungkin
sudah rusak”, pikirku dalam hati. Untuk sekian kalinya, pikiranku melayang lgi ke masa
lalu. Benda hitam itu juga salah satu saksi bisu kebersamaanku bersama teman-teman
berkumpul duduk di depannya dengan posisi yang kamu suka. Ada yang duduk tepat di
dpannya, ada yang melihat dari jauh, sedangkan aku memilih duduk diatas meja dan
mencari tempat yang sesuai dengan mataku. Aku teringat lagi, berbagai macan ekspresi
kami saat menonton tayangan dari benda ini. Tangisan bersama, tawa bersama, bahkan
jungkrak-jingkrak bersama. Disinilah saatnya kami sudah menyatu bagaikan saudara.
Saudara yang tidak seayah dan tidak seibu.

Rasa panas yang berasal dari air mata pipiku telah membawaku kembali ke
kenyataan. Kenyataan bahwa aku hanya sendiri ditempat ini, di sebuah kelas yang
sekarang tidak dipakai lagi. Kenyataan bahwa sumua telah lalu itu sudah hilang. Mereka
semua telah pergi ketempat yang mereka inginkan. Tapu aku belum menemukanapa yang
aku cari sehingga kakiku membawa kesini. Aku tatap lgi satu persatu benda-benda
dikelas itu. Berharap menemukan sesuatu yang aku cari. Dan terlintaslah dimataku tiga
buah kursi disudut belakang kelas. Kursi itu memang sengaja diletakkan disana untuk
tempat peristirahatan dan tempat duduk saat jam istirahat. Tiba-tiba dengan tidak
sengaja, mengalunlah lagu “Hujan” di benakku. Aku makin masuk kemasa laluku, tepatnya
ditempat itu. Saat itu, aku duduk di salah satu kursinya. Duduk sendiri, dngan memegang
novel “Love letter” milikku. Tanpa kupersilahkan, seorang laki-laki tiba-tiba duduk
dikursi sebelahku. Ia menyetel gitarnya dan langsung menyanyikan lagu hujan dari band
utopia diiringi gitar klasiknya. Aku bingung, apa yang ia lakukan?. Dia adalah satu-satunya
anggota kelas yang tidak akrab denganku. Ia adalah orang yang sulit untuk bisaku
mengerti.. dan tepat dihari itu, adalah hari terakhir kami dikelas karena besoknya kami
akan menuju perguruan tingi masing-masing. Fokusku membaca novel terpecah ketika
alunan gitarnya begitu merdu mengiringi nanyiannya. Hatiku mrtasakan getaran yang
aneh. Kagum? Mungkin. Aku termenung, teringat segala hal tentang aku dan si pemetik
gitar sambil trus berpura-pura membaca novel. Aku teringat si pemetik gitar selalu
memperhatikanku tanpa aku sadari. Kala itu juga beberapa kali seseorang meletakkan
surat dilaciku dengan inisial “hujan” dalam suratnya. Aku menduga-duga, aoakah orang
misterius itu adalah si pemetik gitar, atau kejadian hari terakhir itulah hanyalah
kebetulan. Ia masih mealunkan lagi hujannya ketika aku bangkit dari kursi dan ingin
mengambil tasku untuk pulang. Si pemetik gitar tidak berhenti. Ia juga bagai terhipnotis
dengan alunan gitarnya sendiri, begitu fokus hingga tak menyadari kepergiaanku.
Kepergian yang lama hingga entah kapan kami bisa bertemu kembali. Sampai dirumah,
alunan gitar itu masih terpikir tentang si pemetik gitar. Dan, sangat tidak kuduga, surat
dengan pengirin “hujan” itu ada lagi. Dan mungkin untuk terakhir kalinya. Isinya masih
sama, tentang rasa kgumnya padaku. Dan didalamnya juga berisi lirik lagu hujan seperti
yang aku dengar dari pemetik gitar yang mencintai hujan itu.

“key” aku terkejut, suara yang tidak asing itu menyadarkanku kembali dari
lamunan tentang si pemetik gitar. Aku membalikkan badan. Melihat sosok yang telah
lama aku nantikan. Kali ini aku mengerti, bahwa langkahku membawaku kesini untuk
bertemu orang yang selama ini kucari. Aku tersadar dari kebingunganku selama ini. Aku
sudah mengerti, rasa lega menghampiriku. Sesuatu yang membuat sangat nyaman berada
disini adalah dia. Dia si pemetik gitar yang mencintai hujan seperti mencintaiku.
Sekarang ia disini, kembali untuk menemuiku. “maafkan aku selama ini Steef”.

Putri hujan

Pagi ini terasa begitu sejuk, ditemani sisa-sisa hujan yang masih membasahi bumi.
Aku berjalan menuju halte bus untuk menunggu jemputan temanku. Duduk sendiri di
halte kecil ini membuatku teringat pada seseorang. Ya, seseorang, seseorang yang
sampai kini belum pernah kutemui di dunia nyata.

Namaku Keynaya, aku menyukai hujan, dan beberapa hari yang lalu usiaku
beranjak 19 tahun. Tidak seperti biasanya, ulang tahunku kali ini sangat bewarna, saking
bewarnanya, semua nya pun menjadi gelap seperti adukan banyak warna. Aneh bukan?
Hal-hal aneh pun menghampiriku di hariyang harusnya spesial ini.

Hari itu, tatkala usiaku sudah genap 19 tahun, aku sedang menikmati liburan
semester perkuliahan. Apgiku yang mestinya ceria, sudah dirusak oleh ayah dan ibuku
yang harus segera keluar kota karena urusan pekerjaan. Padahal harusnya mereka
memberi kue dan kejutan untukku. Tak pernah terbayangkan bagiku, bahwa aku harus
sendirian dirumah saat hari jadiku. Sesaat setelah mereka berangkat, aku mendapat
pesan dari Steef, yang mengajakku ketemu. Steef, ia adalah cowok satu-satunya yang
berhasil menaklukkan hatiku saat SMA. Aku juga menyukainya, hanya itu definisi
hubunganku dan Steef. Bahkan akhir-akhir ini, aku meragukan definisi tadi karena Steef
yang sudah jarang menanyakan kabarku. Tapi aku senang, hari itu dia kembali lagi dan
mengajakku bertemu. Sungguh tak kusangka, Steef memang sangat pandai memperbaiki
hariku. Tak menunggu lama, akupun mandi lagi (hal yang sangat malas aku alkukan di masa
liburan), lalu berdandan secukupnya namun tetap terlihat cantik. Udara pagi masih
terasa segar saat aku keluar dari rumah. Mentari belum terbit sepenuhnya, angin sepoi-
sepoi mengugurkan daun kering dari pohon. Hatiku terasa damai sekali. Aku duduk di
selasar rumah sambil memasang sepatu kets putih yang menurutku senada dengan dress
selututku yang bewarna dominan maroon. Steef dengan mobilnya saat aku merapikan
rambutku yang diikat kucir kuda. Ia keluar menyapaku, lalu mempersilahkanku memasuki
mobil. Ia masih sama, dengan style kemeja abu-abu dan celana levis panjangnya. Ia
mengajakku ke cafe ice cream yang dulu sering kami datangi. Seef terlihat berbeda, ia
mengucapkan selamat ulang tahun padaku dan obrolan kami selanjutnya hanya mengenang
masa-masa SMA. Saat ice cream ku sudah habis, Steef menatapku dengan serius,
seakan ada hal penting yang ingin ia katakan, namun masih tertahan. Tiba-tiba ia
memanggilku.

“Key....”

Aku menatapnya “ya? Ada apa Steef?”

Ia menunduk, lalu kembali menatapku dan melanjutkan “Key, aku akan pindah ke eropa”

Aku terdiam, suaraku tersedak “e-eeropa? A-aada apa?”

“ya, ayahku pindah kerja ke inggris, dan ia juga ingin aku melanjutkan kuliahku disana,
maafkan aku Key, aku rasa....”

Napasku terasa sesak, ingin aku menangis rasanya, tapi logikaku menghampiri,
jika aku menangis dan terlihat sedih, Steef akan merasa bersalah, bahkan aku bukanlah
siapa-siapa yang berhak menentukan masa depannya. Aku hanya orang yang saat ini
menyukai dan bisa saja besok atau lusa hatiku berubah. Ia belum temtu jodohku. Aku
kembali tenang dan berfikir cepat untuk menjawab kata-kata Steef.

“aa, tidak, Steef, maksudku, kamu tidak perlu meminta maaf. Itu bukan salahmu, dan aku
akan baik-baik saja. Aku tahu kita akan tumbuh menjadi dua orang yang mungkin saja
berbeda nantinya. Tapi kamu tetaplah sahabatku. Kamu hebat! Jangan pernah merasa
bersalah. Semangat! Demi cita-cita!”

Mataku terasa pedih menahan nangis.

“Key, kamu tetap saja begitu, keras kepala untuk terlihat tegar, tapi itu yang aku sukai
darimu”. Mata Steef berkaca-kaca seraya mengatakan itu.

“ hahaha ayolah Steef, aku benar-benar akan baik-naik saja. Tapi aku tidak berjanji
menunggumu kembali ya...haha” aku pura-pura ketawa,(tertawa kosong) daan pura-pura
masih bisa bercanda, sedangkan Steef masih dengan muka menyesal dan merasa
bersalah.
"Benar Key, kamu tenang saja, dengan segala kesalahan Koo ini, aku tidak akan berani
memintamu untuk menungguku kembali. Carilah kebahagiaan barumu saat aku pergi nanti
Key, aku benar-benar minta maaf. Aku memang jahat."

Kata kata Steve yang terakhir benar benar membuat aku Terdiam, membuat aku
tak kuasa membalas perkataan nya. Semuanya hening, bagaikan waktu berhenti, tidak
mungkin itulah yang kami harapkan, satu menit keheningan ini dan kami sibuk merenungi
nasib masing masing. Air mataku masih ingin keluar, tapi tetap kutahan.

"Hmm Steef, Aku ada janji dengan teman kuliahku untuk ke toko buku di ujung jalan ini,
boleh kah aku pergi duluan?" Tentu saja aku tidak punya janji apa apa hari ini kecuali
dengan Steef. Benarkah? Bagaimana jika aku antar?

"Tidak perlu repot, aku sudah sangat senang traktir eskrim hari ini, kapan kamu pulang
jangan lupa kabari aku ya, sampai jumpa,"

Tidak lupa aku memberikan senyum terakhir aku untuk menguatkan Steef,
soalnya berkata bahwa aku baik baik saja. Senyum yang bahkan tidak mampu menguatkan
diri aku sendiri. Air mataku akhirnya keluar saat aku menutup pintu kaca cafe. Entah
terlihat atau tidak oleh Steef, aku terus berusaha menutupinya. Aku berjalan menyusuri
gang pinggir kota yang kemungkinan besar tidak akan dilalui oleh Steef saat ia pulang
nanti. Air mataku keluar sambil aku terus mencari tempat berdamai di siang terik yang
sesat itu. Aku berhenti di sebuah kursi taman di tepi sungai. Sambil terus menangis, aku
membuka Gadget berharap banyak ucapan selamat ulang dari sahabat-sahabatku.Tapi
nihil, semuanya sibuk dengan liburan masing-masing, lupa dengan hariku. Aku benar benar
sendiri. Butuh waktu lama hingga air mataku benar-benar habis. Hari sudah mulai sore,
matahari yang terik berganti dengan awan hitam kelabu. Perlahan rintik-rintik hujan
mulai turun. Tiba-tiba aku melihat sosok cwo tampan yang belum pernah kulihat, berdiri
ditengah hujan, mengadah kelangit seakan sengaja membasuh mukanya dengan air hujan.
Ia tersenyum padaku dan mengulurkan tangan tanpa berkata apapun. Aku menggapai
tanggannya, dan ia menarikku berlari kejalan raya yang saat itu terasa kosong.

"Tiiiiiiiinnnn!!!" suara seperti klakson mobil itu terakhir kali kudengar sebelum aku
merasa terlelap dalam pelukannya. Rasanya nyaman, dan aku enggan membuka mata.Aku
terbang dengan suara asing tidak memanggil namaku

"Put...putri.." kamu sudah bangun?" Peran aku membuka mata dan mendapati seorang
coba berbicara dihadapanku.

"Namaku key, bukan putri, kamu cowok yang menjadi mengajakku bermain hujan tadi
kan? Siapa kamu sebenarnya?"

Cowok itu tampak heran dan menatapku dengan iba.


"Begini kak kejamnya efek ramuan penyihir itu padamu putri,? Iya sungguh biadab!"

Aku tercengang mendengar kata katanya. Lebih lagi melihat ada sekelilingku aku
terbaring pada kursi rotan di sebuah tempat seperti bangunan lama ini hanya berdua
dengan cowok yang tidak jelas asal-usulnya? Aku liat bajunya dan bajuku seperti baju
pangeran dan putri dari negeri dongeng. Rambutku panjang dan kusut. Dan aku tidak
bahasa, pada rasanya tadi aku bermain hujan. Aku berusaha duduk dan memaku cowok
dihadapanku.

Hei kau! Jelaskan semua ini?? Apa yang sudah kau perbuat padaku? Dan kau siapa?
Mengapa kita hanya berdua di sini? Berpakaian seperti ini? Antarkan aku pulang! Ini
sama sekali tidak lucu!! Dasar orang aneh!!!

Cowo itu tersenyum manis padaku soalnya aku adalah seorang anak Kecil meronta Ronta
minta pulang.

"Begini putri selene, bisakah kau tenang dan mendengarkan penjelasanku? Aku bukan
orang jahat"

Aku pun termenung "Pu-putri selene? Namaku Key! Keynaya! "

Ia tersenyum lagi "kamu adalah Putri Selene De Firenze, pewaris tunggal kerajaan
Nutopia, dan kamu sudah berhari-hari disekap oleh penyihir di bentar tua ini. Laluaku,
pangera Lesslie Auditore, dari kerajaan Elsaqar, menemukanmu dalam keadaan tidak
berdaya, lalu menciummu hingga kamu bisa terbangun".

Aku langsung menamparnya"A-apa? Beraninya kau lancang menciumku? Apa tidak ada
cara lain untuk membangunkanku? Kita baru saja kenal! Bagaimana aku bisa percaya
dengan kata-katamu? Dan lalu kau seenaknya menciumku? Dasar pria mesum!!! ".

Ia tidak marah saat aku tampar, " Kita sudah kenal sejak kecil, Selene, dulu
kerajaan kita damai, hingga kita sudah saling jatuh cinta, kerajaan kita diadu domba oleh
penyihir itu, lalu penyihir bernama Merliana yang biadab itu menculikmu kesini dan entah
ramuan apa yang dibuatnya hingga kamu lupa segalanya. Pecayalah padaku Putri Selene,
aku akan membawamu pulang dan aku akan membantu mengembalikan ingatanmu. Lalu kita
akan menikah, kerajaan kita akan berdamai seperti dulu".

Wajahku terasa panas dan memerah. Menikah. Aku bahkan baru 19 tahun. Dan
aku akan menikah dengan pangeran tampan ini? Aku sungguh bingung apakah itu nyata
atau tidak. Ada banyak hal yang masih ingin aku tanyakan pada pangeran, tapi untuk saat
itu aku memilih untuk menuruti perkataannya. Ia memopongku kaluar dari benteng, dan
hutan lebat menantiku diluar. Ia lepas ikata kudanya pada sebuar pohon dan
menggendongku naik. Aku masih belum percaya. Naik kuda dengan seorang pangeran?
Sepeti ini pertama kalinya aku naik kuda. Kami melewati hutan lebat yang sunyi dan
mennyeramkan , sungai deras, bunga-bunga yang indah. Aku suka pemandangannya.
Sesekali pangeran bertanya apakah aku lelah dan ingin berhenti. Aku hanya menjawab
"berhentilah bila kau sudah merasa lelah, jangan tanyakan aku".

Saar matahari hampir condong ke barat, ia mengajakku untuk beristirahat.


Karena menurutnya perjalanan malam akan mengundang serigala hutan dan berung.
Danitu sangat mengerikan bagiku. Kami memilih tempat yang terlihat seperti goa untuk
beristirahat. Goa itu menghadap ke padang yang luas ditepinya banyak sekali bunga. Dari
perbukitan tempat kami berada juga terlihat air terjun dan matahari senja yang akan
tenggelam dengan hangatnya. Aku sungguh terpesona. Pangeran menatapku dengan
senyman yang entah mengapa membuatku percaya padanya. Kali ini aku membalasnya
senyumannya dengan hangat. Pangeran menumpuk kayu bakar lalu membakarnya dengan
api yang muncul daru telapak tangannya sendiru untuk menghangatkan badan dan
memberikan penerangan. Entah itu semua nyata atau bukan, yang penting aku ingin
menikmatinya. Lalu pangeran bercerita bagaimana masa kecil kami, kisah cinta kami,
hingga Merliana yang dulunya penyihir kerajaan Elsaqar, tiba-tiba mengadu domba dua
kerajaan yang dulunya sekutu hingga peperangan pecah diantara kerajaan kami.

" Lalu, bagaimana dengan penyihir itu sekarang? " Akupun semangat mendengar
ceritanya.

"Penyihirnya itu sudah ku bunuh dan dibakar oleh anak buahku" Aku terkejut. Mudah
sekali ia mengatakan 'membunuh'.

"Wahh kamu hebat sekali pangeran! "

Ia malu dengan pujianku "panggil saja aku Lesslie, kamu seperti orang baru saja"

Aku kembali tersenyum malu. Lagi-lagi pipiku terasa merah dan panas ditambah
banyangan api kayu bakar.

mana aku menemukan seseorang yang membuatku menyukai hangat senja. Seseorang
yang saat ini kabarnya hanya kuketahui lewat sosial media. "Kamu sebenarnya lebih
hebat Selene. Apakah penyihir itu juga membuatmu lupa dengan kekuatanmu? "

Rasanya setiap perkataan pangeran Lesslie selalu membuat terkejut.

"Kekuatanku? Maksudmu? "

"Sudah kuduga, penyihir itu membuat lupa, tapi kuharap kekuatanku baik-baik saja. Asal
kamu tau, leluhurmu, Raja pertama kerajaan Nutopia, Hayden Miro, adalah seseorang
yang di berkati kekuatan dahsyat para dewa di masalalu, kekuatan itu diwariskan turun
temurun dalam garis keturunan kerajaan Nutopia, hingga saat ini kau warisi, kekuatanmu
disebut [creation] kau bisa mengubah air, terutamaair hujan,menjadi apapun yang kau
inginkan. Bahkan menjadi senjata. Bahkan pada tingkat tertingginya Raja Hayden konon
katanya bisa menciptakan apa saja hanya dari partikel air yang ada di udara".

Mataku tebelalak mendengarnya. Dan pangeran itu tertawa.

"Haha sudah, jangan kaget begitu, wajahmu lucu sekali kalau bagitu. Kamu memang sakti
Selene, ayobesok pagi kita coba kekuatanmu di air terjun. Dan sekarang lebih baik kamu
tidur".

Aku mengangguk dan tanpa sadar memilih bersandar di bahunya. Sangat nyaman, hingga
aku terlelap kembali.

Aku terbangun dalam keaadaan terbaring, matahari masuk melalui celah-celah


jendela. Aku tidak ada pangeran disampingku. Ternyata benar, semuaitu hanya mimpi
yang benar-benar terasa nyata. Yangandan kakiku sulit bergerak. Aku merasakan tangan
yang hangat menggenggamku tanganku. Ternyata ibu sedang tertidur sambul duduk di
samping ranjangku. Tangan kiriku di infus ayah tidur di sofa yang berseberangan dengan
ibu.

" Ibuuuu" Panggilku pelan tidak bwrdaya. Ibu bangun dan merasa lega.

"Key, sudah bangun? Maafkan ibu nak" Ucap ibuku sambil menangis. Tangis ibu juga
membangunkan ayah dan ayah langsung memelukku.

"Key!! “

Entah mengapa seketika akupun menangis dalam pelukan mereka. Danmasih


teringat jelas olehku, wajah pangeran Lesslie yang seolah-olah ia memang ada dalam
kenyataan. Aku merindukannya. Ibudan ayah memberitahu bahwa aku ditabrak mobil
saat melintasi jalan raya. Beberapa jam setelah aku siuman, teman-teman kudatang
meminta maaf dengan membawakan kue ulang tahun untukku. Mereka bilang Steef
sangat menyesal dan sayang sekali ia tidak dapat menunda keberangkatan pesawatnya
itu hari itu. Danyang membuatku terkejut, ibu bilang bawhwa aku sering menyebut
"pangeran" Sepanjang malam. Entah pangeran Lesslie itu benar-benar ada atau tidak
dalam kehidupan nyata, yangkelas aku bahagia pernag mengenalnya walaupun hanya dalam
mimpi. Tentu saja aku berharap bertemu dengannya didunia nyata.

“Hei Key! Ato naik, mengapa melamun?” teriak salah seorang temanku dari dalam mobol
memecahkan lamunanku tentang hari ulang tahunku yang aneh. Aku bangkit dari halte
dan masuk kedalam mobilnya.

“Bagaimana kondisimu Key? Tidak harus cek-up lagi kan?” salah seorang temanku
bertanya
“tidak,aku sudah merasa sehat... ahh tunggu,hentikan mobilnya!” seketika aku terkejut
melihat sosok cowok yang selama ini aku cari berjalan dengan santai di atas trotoar.
Temanku menghentikan mobilnya dan tanpa mengindahkan pertanyaannya, aku langsung
turun mengejar cowok itu.

“hey! Boleh aku tahu namamu?” sebenarnya aku merasa sangat tidak waras menyapa
cowok dengan secara seperti itu. Lelaki itu berhenti berjalan dan melihatku sinis. Ia
tidak menjawab, dan aku bertanya lagi.

“Kamu Lesslie kan?” ia terkejut mendengarku menyebut namanya.

“Bagaimana kau bisa tahu namaku?” ia masih saja dengan sinis.

“Aku Key, eh, maksudku, aku putri Selene, aku yakin kau juga memimpikan ini. Benar?”
kali ini Lesslie benae-benar terdiam dengan kata-kataku. Ia memandangiku dari atas
sampai bawah. Wajahnya memberi isyara bahwa ia merindukanku. Wajah sinisnya
mengganti menjadi berkaca-kaca. Namun sesaat wajah tampan itu kembali sinis.
Keraguaannya muncul lagi.

“kamu gila ya> aku tidak punya waktu mengurusi mimpi konyol itu. Dasar cewek aneh!!”

Pangeran itu, maksudnya Lesslie, berlalu dan meninggalkanku. Memang konyol


rasanya melihatnta tidak berpakaian ala negri dongeng seperti dimimpi. Aku tersenyum
sendiri melihat teman-temanku yang terpana menyaksikan drama konyolku dan Lesslie
dari dalam mobil. Aku yakin, nanti akan bertemu lagi dengan pangeranku, pangeran
Lesslie.

“mungkin kini belum saatnya.” Kataku membatin.

Senja Yang Terselimui Hujan

Tiupan angin sepoi sore itu membuat jendela kamarku terbuka tertutup.
Suaranyameganggu pikiranku yang memang sudah terganggu dengan revisi tugas akhir
untuk wisudaku beberapa bulan lagi. Aku bagkit dari meja belajar dan berencana
menutup mengunci jendela itu agar tidak ada lagi yang mengacaukan pikiranku. Namun
hanya rencana saja. Perhatianku teralihkan pada daun maple yang berserakan di jalan
dan dihembus angin sore kesana kemari. Seakan ia sangat bahagia dibawa kemanapun
oleh angin. Daun itu juga tidak pernah marah saat angin memisahkannya dengan ranting-
ranting tempat ia berlindung. Aku tersadar, musim semi telah usai. Musim gugur akan
membawaku meninggalkan musim semi dan menyambut musim salju nantinya. Sore itu
terasa damai dan hangat. Warna alam yang sangat aku suka. Perpaduan warna daun maple
kering dan langit sore yang mengantarkan matahari manuju senja. "Senja". Tanpa sadar
aku menyebut kata itu. Kata yang memiliki arti yang sangat dalam bagi lubuk hatiku.
Ditepi jendela, sore itu, dengan angin bulan juni yang halus menyapa wajahku, aku
terbawa ke masa lalu, ketempat di mana orang-orang yang kusayangi berada, tempat
dimana aku menemukan seseorang yang menyukai hangatnya senja. Seseorang yang saat
ini kabarnya hanya kuketahui lewat sosial media.

Dengannya, disuatu sore bulan marer beberapa tahun yang lalu. Sore menuju
senja dengan sisa-sisa rinai hujan dan mentari yang mengintip dibalik awan hitam
sebelum ia kembali ke peraduan. Perpaduan wangi alam setelah hujan dengan wangi khas
parfumnya membuatku melayang, dan menjatuhkan hati padanya. Senja yang indah,
diatasmotornya, tanpa tujuan, hanyaada aku dan dia, lalu bahagia. Bagianku, ada semacam
magnet yang membuatku tidak ingin berpisah ketika sudah diatas motornya.
Jalananserasa hanya milik tawa kami berdua, mukayang basah terkena rinai seakan
pemicu tawa dalam setiap obrolan kami. Ia, Lesslie, laki-laki yang membuatkan zona
nyaman untukku, dan membuatku berat untuk keluar dari zona itu. Berbulan-bulan aku
dan Less menjadi begitu dekat. Iamembuatku lupa dengan kesedihan dan kesendirian
setelah Steef, orang yang lebih dulu menebar kebahagiaan dalam hidupku, pergi. Less
membuat hari-hariku kembali bewarna.

“mau kemana? "Katanya pada suatu sore.

" Kemanapun, aku mau" Jawabku padanya. Ia tersenyum dan langsung melajukan
motornya. Hari-hari berikutnya ia melontarkan pertanyaan yang sana, danjawabanku juga
tidak berubah. Entah kemana ia membawaku. Sesekali ia hanya keliling-keliling kota
menikmati lampu malam gedung-gedung tinggi. Sesekali ia membawaku ke tempat yang
tinggi atau ke pantai hanya untuk menikmati hangatnya senja. Kadang ia membawaku ke
pinggiran kota melihat aktifitas kapal-kapal pengangkut barang yang lampunya meremang
memadai air tenang pelabuhan

Beberapa saat, aku lupa akan Steef dan segala kesedihan karena hari-hariku
telah dipenuhi oleh segala hal tentang Less, hingga pada suatu waktu tiba-tiba aku
mendapatkan surat yang tidak terduga dari Steef. Iapergi dan menghilang karena jiwa
dan raganya harus teralihkan pada keluarganya yang kacau dan berantakan, begitucepat
berburyk sangkat disaat aku seharusnya memberi dukungan pada Steef. Aku malah
bersenang-senang dengan Less sementara Steef bimbang memikirkan bagaimana agar
aku bisa memaklumi keadaan.

Ketika itu aku kalut, rasanya kepalaku penuh dan tidan bisa berpikir jernih. Tidak
ada pilihan yang dapat kupilih. Setiap orang menyalahkanku. Dan mereka benar, akulah
terdakwah dari kasus rumit yang kualami saat itu. Hingga akhirnya aku memilih pergi.
Jauh dari masa lalu, jauh dari mereka yang kusayangi, menjadikan tempat ini sebagai
pelarian, kotayang dari dulu selalu aku impikan. Dan sekarang impianku untuk menetap
dan belajar di kota ini sudah terwujud, namun dengan hati yang tentu saja tidak tenang,
menjalani hari-hari penuh rindu pada masalalu. Entah harus senang atau sedih saat aku
menerima beasiswa pertukaran pelajaran ke negara impianku ini. Senang karena akhirnya
aku bisa meraih salah satu mimpiku, senang karena dengan ini aku bisa menjauhkan diri
dari masalah rumit dengan Steef dan Less, dan sedih karena jauh dari mereka yang aku
sayangi.

"Hey Key! " Suara lembut yang akhir-akhir ini familiar ditelingaku memecahkan
lamunanku tentang laki-laki pemilih senja. Aku mecari asal suara dari luar jendela dan
memberikan senyum pada gadis manis berambut ikal yang sebaya denganku. Ia Diana,
teman seperjuanganku dari indonesia.

"Key, ayo jalan-jalan ke menara, kapanlagi menikmati hari pertama musim gugur dengan
langit senja yang indah seperti itu". Aku baru sadar ia sedang bergandengan dengan
seorang laki-laki yang ia kenalkan padaku sebagai kekasihnya. Oh, aku semakin rindu
dengan Less.

" Sepertinya au terlalu lelah setelah acara tadi Diana, kalian berdua nikmatilah
sore ini. Aku akan menyusul jika pangeran berkuda putih yang menjemputku" . Diana dan
kekasihnya tertawa mendengar ocehanku. Merekapun pamit dan berlalu. Tiba-tiba aku
teringat, coretanku pada kertas impian yang pernah kubuat dulu. Steef dan Less pernah
membacanya. Disana aku tuliskan, bahwa laki-laki yang kutemui di menara Eiffel pda hari
ulang tahunku yang ke 22 akan aku yakini sebagai jodohku. Dantepat hari ini usiaku 22
tahun. Terdengar seperti lelucon memang. Tapi tiba-tiba aku penasaran. Dan berharap
antara Steef atau Less mengingat tulisan itu. Dengan cepat kuambil baju hangat beserta
shall dan langsung berkemas. Kebetulan, kontrakanku dekat dengan menara Eiffel. Aku
telusuri jalanan berdaun dengan langakah kaki yang cepet. Degub jantungku memulai
terdengar kuat. Entah mengapa, aku terlalu berhara dengan lelucon yang kubuat sendiri.
Tidak butuh waktu lama bagiku untuk smpai di kaki menara. Disana sepi. Hany aada
beberapa petugas pembersih taman dan orang-orang yang ingin pulng kerumah. Nyaliku
ciut seketika. Tulisan itu hanya benar-benar lelucon. Tidak ada satupun dari mereka yang
mengingatku.

"Kring-kring" Tiba-tiba telfonku berbunyi. Nomornya tidak kukenal. Dengan


perasaan cemas aku terima panggilan itu. Terdengar suara isak tangis diseberang
telefon. "Key, tante harap ini kamu. Pagi ini Less minta izin untuk menemuimu. Tapi pada
jam 12 siang tadi. Kami mendapat kabar buruk bahwa pesawat yang ia tumpangi
mengalami kecelakaan.... dan Less.. tidak bisa diselamatkan Key... ". Isak tangis
kehilangan itu, tanpa sadar membuat air mataku jatuh. Tulangku rasanya tidak mampu
menopang badan. Hingga aku terhuyung ke salah satu kursi taman menara. Aku panik,
takut, seolah-olah akulah penyebabnya Less pergi. Bukan sekolah-olah, tapi memang
kenyataan. Pikiranku kacau, hatiku berkecamuk. Tidaktau apa yang bisa kulakukan. Laki-
laku pecinta senja itu ingat ulang tahunku, dania ingin menemuiku. Aku bahagia, tapi lebih
terpukul karena ia dapa benar-benar menemuiku sore ini.

Matahari sebentar lagi akan eprgi ke peraduannya. Aku masih duduk dikursi
taman, menimang-nimang apakah semua ini nyata atak tidak. Sore yang cerah berganti
mendung. Perlahan rinai hujan mulai turun dihari pertama musim gugur kali ini. Aku
tundukkan kepala, dan menopangkan tanganku pada paha. Nafasku masih sesak, ketika
kudengar suara yang berpacu dengan suara hujan memanggil namaku.

"Key, aku datang". Langsung kuangkat kepala dan menoleh ke arah suara. Laki-laki
itu kuyup ditengah hujan. Ia mengulurkan tangan padaku. Tanparagu aku sambut, dan ia
membawaku ketengah-tengah hujan. Tanpa berkata-kata, aku memeluknya erat,
menangis terisak, seolahtak ingin ia pergi untum kedua kalinya. Ia akhirnya benar-benar
datang menemuiku pada senja yang di selimuti hujan ini, disaat hatiku gundah setelah
menerima kabar tentang Less.

" Maafkan aku Steef, aku merindukanmu", ucapku disela tangisan. Disana aku tersadar,
impianku bukan lelucon hujan semakin lebat. Sementara aku masih dalam pelukannya
sampai air mataku berhenti mengalir.

Terima kasih atas segala rasa

Anda mungkin juga menyukai