Anda di halaman 1dari 12

Nama : Irfan Enha Prasetya

No. Absen : 16

Kelas : XI MIPA 8

Hutan dan Misterinya

Malam hari itu, hujan mengguyur seisi kota. Sesekali petir menggema ditengah
sunyinya malam. Hewan-hewan meringkuk mencari tempat berteduh. Tidak ada yang tertarik
beraktivitas ditengah hujan seperti ini, begitu pula denganku. Aku lebih memilih membaca
novel dengan tenang di dalam kamarku ditemani kucing kesayanganku.

Rumahku berada di pinggir kota. Hanya ada 3 rumah lain yang berdiri di samping kiri
dan kananku. Selebihnya hanyalah hutan yang gelap. Orang-orang lebih memilih tinggal di
kota daripada membangun rumah dipinggir hutan seperti rumahku.

Namaku adalah Moe. Aku adalah siswi SMA kelas 11. Ayahku bernama Ben, dia
adalah seorang dokter. Sementara ibuku bernama Lily. Dia menghilang sudah lama, tak ada
yang tau keberadaannya. Dia dulunya juga seorang dokter seperti ayah. Anak kedua dari dua
bersaudara. Kakakku bernama Yuki, seorang mahasiswi. Dia sekarang sedang berkuliah di
luar kota. Jadi dirumah hanya ada aku, dan ayahku. Dan jangan lupakan kucingku. S

Saat itu, aku sedang membaca novel di kamarku. Selama beberapa hari ini sering
terjadi hujan deras, seperti sudah jadwalnya. Siang panas, dan malam hujan.

Pukul 8 malam, saat sedang asyik membaca novel dikamarku.

Tok!

Sebuah suara membuyarkan fokusku. Aku yakin sekali baru saja mendengar suara.
Aku lalu mengalihkan pandangan ke luar jendela. Kosong. Tidak ada siapapun.

“Kira-kira itu apa ya Bil?” aku bertanya kepadaku kucingku. Kunamakan dia Billy.

Yang ditanya hanya mengeong pelan sambil mengibaskan ekornya.

Aneh sekali. Rasanya aku mendengar sesuatu. Tapi sejenak kulupakan itu. Ah,
mungkin hanya ranting yang terinjak oleh hewan. Tak lama kemudian aku sudah fokus ke
novelku.
TOK!

Aku terperanjat kaget. Kali ini cukup keras dan jelas. Tidak salah lagi, ada yang
melempar batu ke jendelaku. Aku langsung mengecek keluar jendela. Lagi-lagi kosong, tidak
ada siapapun diluar. Aku tidak langsung menyerah, aku mencoba mengecek sekali lagi.
Hingga pandanganku tertuju pada sesuatu di bawah jendelaku. Samar-samar terlihat kilatan
cahaya keemasan dari sana.

Aku langsung keluar dari kamarku dan menuruni tangga ke bawah. Kebetulan ayahku
sedang berada di ruang keluarga yang letaknya dekat dengan tangga.

“Mau kemana Moe? kenapa terburu-buru?” tanya ayahku keheranan.

“Pulpenku terjatuh” Jawabku.

“Oh, pakailah payung, diluar sedang hujan”

“Ya” jawabku singkat.

Semoga saja ayahku tidak bertanya lagi. Karena orang mana yang membuka
jendelanya di tengah hujan lebat seperti ini.

Dengan cepat kuambil payung yang diletakkan di pinggir pintu rumahku. Aku lalu
berjalan menembus hujan demi memastikan kilauan cahaya apa yang kulihat.

“Itu dia” gumamku

Aku menemukan batu sebesar genggaman tangan. Dan di sebelahnya ada pin
berwarna keemasan. Kilauan cahaya tadi ternyata berasal dari sana. Aku lalu megambilnya
dan membersihkannya sebentar. Pin itu cukup ringan. Ukurannya hampir sama dengan
recehan 500 rupiah. Ada secuil kertas yang menempel di dalam pin tersebut.

Aku kembali lagi masuk ke rumah. Kuletakkan payung kembali ke asalnya. Dengan
sedikit berlari aku menaiki tangga untuk kembali ke kamarku.

“Sudah ketemu pulpennya?” tanya ayahku.

“Sudah” jawabku tanpa berhenti menaiki tangga.

Aku kembali lagi ke kamarku. Kututup lagi pintu kamarku lagi dan jendela yang tadi
masih terbuka.

“Lihat apa yang kutemukan Bil”


“Meong” kucing itu hanya menjawab singkat.

“Oke, mari kita lihat apa yang kutemukan”

Aku membaca tulisan di atas pin tersebut. Bunyinya adalah.

“Bukalah. Kau akan mengetahuinya”

Aku tidak terlalu paham maksudnya. Tetapi tulisan di kertas itu menyuruhku untuk
membuka sesuatu. Mungkin yang dimaksud adalah pin ini. Aku mengecek di pinggir pin itu.
Ada sebuah celah kecil disana. Kucoba membukanya. Agak susah, mungkin karena
engselnya sudah berkarat.

Perlahan, pin itu terbuka. Mungkin karena air hujan, ada sedikit air yang keluar dari
sana. Di dalamnya terdapat sebuah kertas yang sudah basah dan terdapat tulisan diatas kertas
tersebut. Aku lalu mengambil kertas tersebut dan membacanya.

“Selamat malam Moe, maaf mengganggumu malam malam begini. Ada hal penting
yang harus kusampaikan. Apa bisa kita bertemu besok pagi?

Aku kebingungan, isi kertas itu dengan jelas menyebut namaku. Dan menyuruhku
untuk bertemu? Bagaimana bisa aku bertemu dengan seseorang yang bahkan aku sendiri
tidak tahu siapa dia.

Hanya ada satu cara untuk mengetahui kebenarannya. Aku harus pergi dan menemui
seseorang itu.

Keesokannya, aku bangun pagi-pagi. Segera kusiapkan hal-hal yang harus kusiapkan.
Aku membawa sebuah pisau kecil untuk berjaga-jaga. Aku harus mengantisipasi
kemungkinan terburuk.

Ting tong

Pukul 7 tepat, ada yang menekan bel rumahku.

“Moe, tolong kau buka pintunya dulu” suruh ayahku yang sedang berada di belakang
rumah

“Ya” jawabku singkat.

Jantungku berdebar-debar. Dengan cepat aku menuruni tangga dan menuju ke pintu
depan. Kuraih gagang pintu dan membukanya.
Kosong. Tidak ada siapapun. Aku mengecek ke kanan dan kiriku. Tetap saja tidak ada
orang. Aneh, kenapa akhir-akhir ini situasi terasa ganjil. Tapi di bawahku ada sebuah amplop.
Aku lalu mengambilnya. Ada surat didalamnya..

Aku lalu membaca surat itu. Mungkin pengirimnya sama dengan surat yang kuterima
semalam.

“Terimakasih sudah membaca suratku kemarin. Aku sangat menghargainya.. Sesuai


isi suratku kemarin, apa kita bisa bertemu? Halte bus selatan kota. 30 menit setelah kau
membaca surat ini.”

Baiklah, lokasi sudah ditentukan. Aku kantongi surat itu kembali.

“Siapa tadi Moe?” ayahku bertanya kepadaku setelah selesai dengan urusannya di
belakang.

“Tidak tahu, mungkin saja anak tetangga yang nakal memencet bel” jawabku. Aku tak
ingin ayahku tahu bahwa aku baru saja mendapat surat dari orang yang tidak kukenal.

“Oh ya, apakah aku boleh pergi ke kota sebentar? Aku ingin membeli beberapa
barang” lanjutku.

“Ya, pulanglah sebelum tengah hari” jawab ayahku.

Oke, izin sudah kudapatkan. Aku pergi ke kamarku lagi. Berganti pakaian dan menuju
ke bawah lagi dan segera pergi ke kota.

Perjalanan 20 menit. Akhirnya aku sampai di tempat yang disepakati. Sebuah halte
bus yang sudah tidak digunakan lagi dan cukup sepi. Tidak ada siapapun disana. Aku lalu
duduk di bangku halte.

Dan tepat 10 menit kemudian sebuah suara memanggilku.

“Moe”

Aku terperanjat karena terkejut. Bukan karena suara yang tiba-tiba memanggilku.
Tetapi lihatlah, siapa yang menemuiku.

“YUKI!?”
Yuki adalah kakakku, umurnya 22 tahun. Seharusnya dia sedang berada di
universitasnya dan menyelesaikan skripsinya. Bukan malah kembali ke kota dan malah
menemuiku.

“Kenapa kau disini? Dan.. dan.. itu berarti, kau adalah…”

“Ya, aku si pengirim surat” kakakku menjawab tanpa ekspresi.

“Tapi… tapi… kenapa?” tanyaku keheranan.

“Maaf, aku tak ingin ayah tau, dan juga aku tak ingin menemuinya. Jadinya aku diam-
diam memanggilmu”

Kakakku memang sering berselisih pendapat dengan ayah. Apalagi setelah ibu
menghilang. Ayahku sangat ingin kakak menjadi dokter sepertinya. Tetapi kakak lebih
menyukai untuk menjadi guru alih alih menjadi dokter.

“Ooh, aku mengerti. Jadi hal penting apa yang ingin kau bicarakan?” tanyaku

“Ini tentang ibu”

“Ibu? Kenapa dengan dia?”

“Aku akan menjelaskannya kepadamu. Ternyata ibu membuat suatu kontrak terlarang
untuk menyembuhkan ayah. Namun sebagai gantinya ibu dikunci ditubuh suatu monster.
Bisa dibilang ibu telah dikutuk”

“Dikutuk? Apa maksudmu? Ini hanya bercanda kan?” aku mencoba bergurau. Tidak
percaya apa yang dikatakannya.

Sebelum itu, 3 tahun lalu. Ayahku terkena penyakit misterius. Pada awalnya hanya
gejala biasa seperti panas dan pusing. Namun, keadaan itu semakin menjadi-jadi. Sudah
dicoba melakukan pengobatan dimana-mana namun tetap saja, hasilnya nihil. Tetapi seperti
sebuah keajaiban, tiba tiba ayahku sembuh. Namun sebagai gantinya ibuku tak pernah terlihat
lagi. Ayahku berpikir bahwa ibuku tidak kuat dengan kondisinya dan pergi bersama pria lain.

“Aku tak berbohong, aku serius mengatakannya. Ibu dikutuk” Tetapi eskpresi
kakakku terlihat serius. Tanpa senyum dan sangat dingin. Jadi mungkin saja yang
dikatakannya benar.

“Dan selanjutnya adalah kau Moe”


“Aku?”

“Ya, kita harus segera mengangkat kutukannya. Malam ini juga”

“Dikutuk? Berarti aku akan…” aku berkeringat karena takut. Jari-jariku tak bisa
berhenti bergetar.

“Tidak jika waktunya tepat.” kakaku menjawab.

“Tapi bagaimana caranya?” tanyaku

“Kutukan ini berasal dari hutan itu, sebenarnya aku sering pulang ke kota ini. Tetapi
aku tidak mampir ke rumah, maaf. Aku baru tau 3 hari yang lalu. Ibu menjalin kontrak
dengan sesosok monster didalam hutan itu.”

Aku tak bisa berkata-kata. Ini informasi baru sekaligus mengagetkanku. Dan disaat
yang bersamaan, aku dilanda rasa takut dan kegelisahan yang sangat hebat.

“Kita harus membatalkan kontrak itu, dan aku tau caranya. Ini, lihatlah” kakaku
menyodorkanku sebuah perkamen tua. Aku melihat sekilas. Di atas surat itu terdapat tulisan
yang tak aku mengerti dan simbol-simbol aneh

“Monster yang membuat kontrak dengan ibu itu sebenarnya memiliki tuan. Dia hanya
patuh dengan tuannya. Itu berarti secara tak langsung ibu menjalin kontrak dengan tuan dari
monster ini. Dan menurut catatan ini, untuk menjinakkan monster itu dan membatalkan
kontraknya hanya ada 1 cara. “

“Apa itu?” tanyaku

“Kita bisa meminta orang itu agar membatalkan kontraknya” kakakku menjawab.

“Malam ini Moe, pukul 10 malam. Aku akan menunggumu di depan rumah. Bawalah
alat seperlunya dan juga alat untuk melindungi diri” lanjutnya. Setelah mengatakannya
kakakku langsung memunggungiku dan pergi.

Aku terdiam cukup lama di halte itu. Ada banyak pikiran di kepalaku sekarang. Tetapi
yang penting, aku sangat takut dengan apa yang baru saja dikatakan kakakku.

Malam itu. Aku sudah membulatkan niat. Baiklah, jika ini memang harus dilakukan,
maka aku akan siap.
Jam demi jam berlalu. Pukul 10 malam. Cuaca di luar cukup mendukung. Tidak lagi
hujan seperti kemarin. Sesekali aku melihat keluar. Aku mengeluh pelan.

10 menit berlalu, ada kilauan cahaya dari arah hutan. Itu adalah cahaya senter, tidak
salah lagi, itu pasti kakak. Aku langsung mengambil ranselku dan pergi menuruni tangga.
Kebetulan ayah sedang pergi jadi aku bisa leluasa untuk keluar rumah. Sebelum aku keluar
aku mengunci rumah terlebih dahulu.

Aku lalu berlari ke arah hutan di depan rumahku. Kakakku berdiri di samping pohon
mengenakan pakaian serba gelap seperti jubah hitam, dan sepatu boots. Sementara itu di
tangan kanan tangannya memegang senter.

“Ayo, waktunya sebentar lagi” kakakku lalu berjalan ke arah hutan. Aku pun
mengikutinya dari belakang dengan jarak 3 meter.

Lengang. Senyap. Di sekitarku gelap. Hanya cahaya senter yang menerangi jalan.
Sesekali ada suara serangga dan ranting yang terinjak oleh sepatu.

30 menit berjalan. Kakakku berhenti. Di depanku ada sebuah pohon tua besar.

“Dia akan datang sebentar lagi”

Dan benar saja, seseorang datang. Tidak terlalu jelas, dia mengenakan pakaian serba
hitam.

“Keluarlah hai makhluk kegelapan, layanilah tuanmu ini” orang itu berbicara dengan
lantang.

Tiba-tiba saja, tanah bergetar. Aku panik, aku hampir berteriak karena ketakutan.
Namun di saat yang tepat kakakku langsung menutup mulutku. Kami lalu berpegangan
tangan agar tidak jatuh.

Lalu dari dalam pohon tua, keluarlah sebuah makhluk menyeramkan setinggi 2 meter.
Dia memiliki tangan yang panjang. Seluruh tubuhnya tertutup bulu. Sementara itu kedua
matanya berwarna merah

Jantungku berdetak kencang, Napasku menderu. Keringat membasahi tubuhku.


Namun, kakakku terlihat sangat tenang tapi tetap memasang wajah serius.
“Tak ada waktu lagi, sekarang atau tidak pernah. Pakailah ini” kakaku mengeluarkan
dua pasang sarung tangan. Dia memakai salah satunya dan memberikan sepasang lagi
kepadaku.

“Apa ini?” tanyaku keheranan.

“Sarung tangan itu bisa memberimu kekuatan, pakailah saja. Ayo keluar dari
persembunyian dan memulai perburuan" kakaku tanpa pikir panjang langsung pergi
menyergap musuh.

“Tunggu aku!” aku juga ikut keluar menyusul kakaku.

“HEY!” kakaku langsung berteriak. Sontak orang itu menoleh kepadaku.


Mengerikannya, dia seperti tidak memiliki wajah, hanya ada kegelapan yang menyelimuti
wajahnya. Rasanya sangat menakutkan.

Dia diam sejenak. Lalu kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Ternyata kau, anak dari Lily. Apa yang kau inginkan?" Orang itu berbicara dengan
suara beratnya dan tegas.

“Batalkan kontraknya, dan pergilah dari sini selamanya” kakakku menjawab juga
tidak kalah tegasnya.

“Atau apa? Kalian akan dengan mudah dicabik-cabik oleh monsterku dalam waktu
kurang dari semenit”

Kakakku lalu mengangkat tangannya dan berkata “Kau pasti tau apa ini kan?”

Entah kenapa orang itu tiba-tiba sedikit ketakutan dan mundur 2 langkah. Dia seakan
tak percaya apa yang dilihatnya.

“Bagaimana kau bisa…”

“Itu tidak penting, sekarang hapus kontraknya dan pergilah selamanya”

Orang itu menimbang-nimbang sejenak. Menilai cepat situasi yang terjadi.

“SERANG MEREKA!” orang itu lalu memerintahkan makhluknya untuk menyerang.

Astaga! Aku berseru kaget.


“Tak akan kubiarkan” kakakku mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Sebuah asap
mirip bayangan mengepul diatasku. Sementara itu monsternya tetap buas berlari menyerang.

Itu hebat sekali. Asap itu lalu membentuk sebuah burung elang raksasa.

“Serang dia!” sekejap burung itu melaju dengan kecepatan tinggi menerjang monster
itu. Kedua kekuatan saling bertemu. Monster dan burung itu terus beradu kekuatan.

BOM!

Angin berhembus kencang. Aku mencoba bertahan di posisiku, memasang kuda-kuda.


Lalu akhirnya burung itu terhempas dan menghilang. Sementara itu monster tersebut
mengalami luka di tubuhnya.

Tidak cukup, monster itu memiliki kemampuan regenerasi yang cepat. Kakakku
langsung berlari. Dia mengangkat tangannya lagi. Sebuah cahaya menyilaukan keluar. Aku
bahkan sampai menutup mataku saking silaunya.

Sementara tangan kiri kakakku mengeluarkan tongkat seperti trisula. Dia langsung
mengincar monsternya.

“Moe, incar orang itu. Kau tau apa yang harus dilakukan!” kakaku berteriak
menyuruhku.

Aku daritadi diam menyaksikan pertarungan. Aku terlalu takut untuk bergerak. Di sisi
lain, aku ingin membantu kakakku. Lihatlah, kakakku mati matian bertarung dengan monster
itu agar aku bisa dengan mudah mengincar orang itu.

Baiklah. Aku menarik nafas sebentar. Lalu sejenak aku langsung berlari sekuat
tenaga. Orang itu terkejut, dia tak mengira aku akan terjun ke front pertempuran.

Aku mencoba mengangkat tanganku. Aku tadi melihat kakaku melakukannya.


Berharap juga bisa melakukan hal sama. Cahaya terang menyelimuti tanganku. Lalu sebauh
alat muncul dari alat itu.

Sekop? Astaga. Kenapa tidak pedang atau mungkin pistol saja sekalian.

Ah sudahlah. Jarakku dengan orang itu tinggal 5 meter. Aku sudah bersiap bertarung.
Orang itu mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya. Itu adalah sebuah pedang kecil. Dia
menghunuskan pedangnya. Siap meladeniku. Aku mengaduh pelan. Bisakah keadaan jadi
lebih buruk hah?
Ting ting!

Percikan api keluar saat sekopku bertemu dengan pedangnya. Sekopku langsung
terbelah jadi dua. Astaga! Pedang itu sangat tajam.

Aku berteriak. Orang itu mengayunkan pedangnya untuk kedua kalinya. Bisa bisa
tubuhku terbelah jadi dua dan mati disini. Aku memejamkan mataku.

Tang!

Sebuah tongkat keluar dari tanganku. Aku terkejut, begitu juga dengan orang itu.
Orang itu langsung mundur beberapa langkah.

“Moe, cepatlah kalahkan dia!” kakakku meneriakiku dari jauh. Keadannya tak lebih
baik dariku. Dia semakin tersudutkan. Tampaknya sarung tangannya tak bisa membantu lebih
banyak.

Baiklah, saatnya memasang mode serius. Tiba tiba sarung tangaku memancarkan
cahaya putih dan menyelimuti tanganku hingga ke siku. Tubuhku terasa sangat ringan. Aku
meraung dan mulai maju.

Tang!

Kali ini tongkatku menang jauh. Pedang orang itu langsung terlempar jauh. Aku
memukulkan tongkatku ke arahnya. Orang itu langsung terpental jauh. Tampaknya keadaan
menjadi berbalik.

Tanpa menurunkan tempo aku langsung menyudutkannya.

Melihat tuannya terpojok. Monster itu mencoba menyelamatkan tuannya. Tapi kakaku
tak membiarkannya. Dari tangannya keluar tali yang langsung mencengkeram kakinya.
Monster itu terjatuh.

“Sekarang saatnya Moe!” kakaku memerintahku.

Aku mendekati orang itu yang sudah terbaring kesakitan lalu menodongnya dengan
tongkatku.

“Batalkan kontraknya dan kembalikan ibuku!” aku meneriakinya.

Orang itu hanya diam tak menjawab.

“AKU BILANG BATALKAN KONTRAKNYA!”


Kali ini aku serius. Aku memukulnya dengan tongkatku. Dia mengaduh kesakitan.
Lupakan dengan rasa kasihan. Aku akan melakukan segala cara untuk mengembalikan ibu.

“Peringatan terakhir dan selanjutnya adalah nyawamu” aku mengancam orang itu.

Setelah menimbang-nimbang situasi orang itu akhirnya mau mengangkat kutukannya.

“Baiklah” katanya.

“Maka lakukan. Sekarang juga” lanjutku.

Aku lalu mundur 2 langkah dan membiarkannya berdiri. Orang itu lalu membaca
mantra aneh. Aku sempat ragu dan ingin menyerangnya lagi. Tetapi tiba tiba saja monster itu
mengaung dan muncul cahaya menyilaukan di badannya.

Orang itu lalu mengeluarkan sebilah pisau kecil dari saku celananya.

“HEY!” aku sempat ingin menyerang orang itu. Tetapi dia malah melukai tangannya
sendiri. Keluar darah segar dari sana.

Orang itu lalu membuat lingkaran kecil dan simbol aneh di sekelilingnya. Lagi-lagi
dia membaca mantra aneh.

Monster itu semakin terang mengeluarkan cahaya. Dan tiba-tiba saja.

BOOM!

Cahaya itu seperti meledak dan menyilaukan sekitarku. Aku menutup mataku.

Mataku kembali terbuka. Mengerjap-ngerjap. Aku memandangi sekitarku. Hey, orang


itu melarikan diri. Sialan. Aku hendak berlari untuk mencarinya.

Tetapi tiba-tiba aku menghentikan langkahku. Aku melihat ke arah lainnya. Kakakku
bersama dengan seseorang. Aku mengucek-ucek mataku. Apa aku salah liat? Benarkah itu
dia?

Aku berlari ke arahnya. Lupakan orang tadi, Ada hal penting lainnya.

“Apakah… apakah ini benar dia?” aku bertanya tak percaya.

“Ya, kita berhasil. Ibu telah kembali" kakakku memandangiku sambil berkaca-kaca.

Aku lalu menangis. Menangis bahagia. Akhirnya kita berhasil. Ibu telah kembali.
Lihatlah, wajah ibuku masih cantik seperti biasanya. Rambutnya masih hitam seperti ibu
yang kukenal. Memang ibuku masih belum sadar. Tapi hanya butuh waktu saja dia akan
sadar dan kembali seperti semula. Kami lalu berpelukan pada malam itu.

Dua tahun kemudian.

Kami pindah ke kota. Ibu telah kembali normal seperti biasanya. Memang pada
awalnya ayahku tidak percaya dan terus berburuk sangka. Namun akhirnya dia bisa
menerima keberadaan ibu dan hidup bersama lagi.

Kakakku akhirnya menjadi guru seperti yang dia inginkan. Aku mendapatkan
beasiswa dan melanjutkan kuliah di luar negeri.

Sementara itu identitas orang itu masih menjadi misteri hingga hari ini. Namun tidak
kupermasalahkan. Asalkan ibu kembali dan kehidupan kembali seperti semula, aku sudah
sangat bersyukur.

Anda mungkin juga menyukai