Anda di halaman 1dari 6

Naskah cerpen

THE DAY AFTER SHINES

NIKITA SIWA A
XI MIPA 5
Semakin lama seseorang menyembunyikan sesuatu, maka akan semakin sulit untuk
mengungkapkannya kelak. Sama hal nya dengan sebuah luka, semakin lama kita menghindar dan
menyimpannya rapat rapat, maka kemungkinan akibatnya akan lebih sakit lagi dari sebelumnya.
Nama ku Yuuko. Aku kembali terbangun dari mimpi burukku ini. Ini bukanlah kali pertama aku
mengalaminya, melainkan ini sudah tahun ke 4 aku mengalami mimpi yang membuat keringatku
ini keluar mengalir deras. Bukan mimpi yang menyeramkan tetapi mimpi ini lebih seperti teka
teki yang membuat kepalaku sakit saat harus mengalami mimpi itu kembali.
“Hahh…kayaknya, aku harus ngambil minum dulu kebawah.” Ucap ku yang melihat gelas di
samping kasurku kosong tanpa air. Airnya sudah habis. Tak ada pilihan lain selain mengisi
kembali air di lantai bawah. “Tuhan jahat banget ya sama aku? Kayaknya aku mau tidur tenang
aja susah…”
Sejak dulu aku memang tak pernah merasa hidupku bahagia. Aku selalu merasa bahwa tuhan tak
adil terhadap diriku. Ditambah lagi, setelah kedua orang tuaku bercerai dan aku pun terpaksa
tinggal di luar negeri. Mamaku menikah lagi dan belum lama aku mendapat kabar bahwa papaku
juga telah meninggal dunia. Aku benar benar tak punya siapa siapa lagi.
Sejak kecil, aku juga mempunyai penyakit yang tak bisa disepelekan. Itu adalah sakit jantung.
Itu memang parah hingga aku tak bisa beraktifitas sebagai mana mestinya orang lain. Namun, 4
tahun lalu aku berhasil melakukan operasi jantung. Meskipun begitu, aku masih bertanya
mengapa orang yang mendonorkan jantung ini mau mendonorkan jantungnya, kepada orang
yang bahkan tak menginginkan hidup seperti ku ini.
Pagi ini, aku hanya bangun dengan perasaan yang amat menggantung. Tanpa sebuah pencerahan
maupun jawaban dari semua rangkaian cerita dikepalaku ini. Tak ada luka, namun rasanya amat
terasa sakit. Kepala ini terlalu berisik bahkan dadaku terasa berat sekalipun hanya untuk
mengambil napas dan menghembuskannya kembali. Hanya ada sebuah bayangan di kepalaku.
Sebuah tempat yang tak ku kenal namun terasa familiar dibenakku. Dan ya, ada seseorang di
mimpiku itu. Bukan pertama kalinya aku memimpikan hal yang sama seperti ini.
Tiba tiba sebuah tekad muncul dalam diriku. Aku berniat mencari tau tentang tempat itu.
Mencari semua jawaban dari teka teki mimpiku selama ini. Mengingat kondisi tempat di mimpi
itu, rasanya itu bukanlah di Australia, tempat ku tinggal saat ini. Tak ada tempat seperti itu disini.
Melainkan, satu satunya daerah yang sangat mirip dengan tempat di mimpiku itu adalah tempat
aku dibesarkan dulu, indonesia. Aku harus kembali kesana untuk beberapa saat.
Setelah beberapa waktu kemudian…
Pesawat yang kutumpangi melandas di tanah, tempatku lahir dan dibesarkan dulu. Rasanya tak
terlalu banyak perubahan disini, hanya beberapa gedung gedung tinggi yang semakin banyak dan
juga jalanan nya lebih padat dibandingkan dulu. Transportasi umum nya juga mengalami sedikit
perubahan dari masa ke masa. Tak banyak kenangan yang kuingat semenjak kejadian 4 tahun
lalu. Tapi inilah tujuanku datang kesini. Untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi sesaat
sebelum aku mendapatkan donor jantung dari orang yang bahkan tak kukenal. Aku sangat yakin,
bahwa hal hal ini juga punya hubungan dengan mimpiku selama ini.
Sesampainya di rumah lama, aku pun bergegas membuka gerbang nya. Rumah itu tak terlalu
indah seperti dulu. Rumput rumput liar mulai tumbuh, dan cat nya juga sudah mulai pudar akibat
sinar matahari.
“Sepertinya setelah papa meninggal…rumah ini gak ada yang mengurus lagi. Mungkin om Liu
juga terlalu sibuk untuk memanggil tukang kebun datang kerumah.”
Aku pun bergegas langsung menuju kamarku dahulu. Namun perhatianku teralihkan setelah
melihat sebuah bingkai foto seorang gadis yang tersenyum lebar sembari memegang sebuah
buket bunga ditangannya itu. Ya, itu aku.
“Haha. Masih disimpan juga rupanya, kukira sudah dibuang habis habis.” Aku bergumam
Aku pun melanjutkan langkah kakiku menuju kamarku. Lalu berbaring di atas kasur lamaku,
sambil melihat sarang laba laba yang sudah berkumpul di atap atap langit. Setelah beberapa saat
beristirahat di atas ranjang ku, aku pun membuka sebuah kotak peti yang ukurannya tak terlalu
besar tapi juga tak bisa dibilang kecil. Kotak itu bertuliskan namaku di atasnya, Yuuko.
Banyak tulisan tulisan surat didalamnya, obat obatan yang seharusnya sudah kadaluarsa, dan
juga satu kertas yang paling mencolok dibandingkan yang lainnya. Sebuah kertas bertuliskan,
“jangan sampai mati di tangan sendiri ya.” Aku pun seketika terdiam setelah membaca tulisan itu
berkali berkali. Sesakit apa luka yang aku punya hingga hatiku serapuh itu. Hingga jiwa ini
rasanya tak dapat hidup bebas dengan tubuh ini, semuanya terperangkap kedalam sebuah pikiran
yang gelap dan juga hati yang sudah mati.
Tak sengaja sebuah foto jatuh disaat aku hendak merapihkan kertas kertas tadi. Didalamya ada
aku dan juga seorang pria yang tak kuketahui siapa, karena bagian wajahnya terlihat sengaja
disobek. Terlihat dibelakang mereka terdapat sebuah pohon besar dan seharusnya foto itu
diambil saat kelulusan sma beberapa tahun lalu. Aku mencoba mengingat kembali siapa orang
itu dan juga momen apa lebih tepatnya itu. Tapi tak ada satupun memori yang melintas dikepala
ku, malahan kepalaku semakin sakit ketika mengingatnya kembali.
Aku pun pergi keluar rumah. Mencoba menghirup udara luar sembari mengingat ingat kembali
masa masa yang mungkin pernah ku lalui di tempat ini. Bukan mungkin, tapi seharusnya
memang pernah. Kulihat dari kejauhan sebuah jembatan. Tak banyak orang melintas di
sekitarnya. Aku ingat dulu aku sering berdiri di pinggir jembatan ini walau hanya sekedar
menikmati pemandangan di sekitarnya. Berdiam di tengah tengah waktu yang terus bergerak
tanpa henti ini. Tapi sepertinya banyak hal yang ku lupakan belakangan ini. Tubuhku dengan
spontan nya melewati besi besi pembatas jembatan ini. Aku berdiri tepat di luar bagian jembatan
kemudian berdiam disana. Percayalah aku tidak sedang ingin bunuh diri.
Tiba tiba saja seseorang meneriaki ku dengan sangat lantang.
“Hei! Ngapain kamu di sana,jangan bunuh diri! Cepat keluar dari sana.” Betapa kagetnya aku,
dari posisi berdiri, tubuhku tiba tiba terjatuh dan berakir dalam posisi duduk seperti orang yang
ketakutan. Bagaimana tidak, orang yang meneriaku tadi berada di atas pohon tepat di samping
jembatan tadi. Jika dipikir dengan akal sehat, tak akan ada orang yang memanjat pohon hanya
untuk meneriaki orang yang seharusnya bisa dilakukan dari seberang jembatan. Benar benar
aneh. Tiba tiba saja pria itu turun ke bawah dengan mudahnya, kulitnya sangat pucat, bahkan aku
tak merasakan bahwa ada darah yang mengalir di tubuhnya itu. Tanpa basa basi dia menjulurkan
tangannya, yang berarti ingin menolongku. Namun anehnya, aku tak bias sedikitpun meraih
tanganya itu. Tanpa berpikir panjang aku tau kalau dia bukan manusia. Melainkan hantu.
Begitulah hari itu berakhir. Dengan jembatan dan seseorang yang tak kutehaui identitas aslinya.
Saat bangun keesokan paginya, tak pernah terbayangkan dibenakku, orang pertama yang kulihat
sangat bangun adalah pria yang kemarin ku temui. Dia berdiri di sudut kamar dekat dengan rak
rak buku lama ku, mencoba menghindariku. Aku mencoba mencubit tanganku untuk menyadari
anatara nyata dan dunia mimpi. Sial, cubitannya terasa sakit. Ini nyata. Sepertinya aku sudah
gila, kupikir ini bukanlah kenyataan mengingat aku bukan orang yang bisa melihat hantu.
Aku pun turun ke bawah, melakukan aktifitas yang biasa dilakukan semua orang di pagi hari.
Tak lupa dengan “dia” yang terus mengikuti ku kemana mana. Menyebalkan. Setelah semua
pekerjaan rumah selesai, aku berbaring di ruang tengah dan kemudian memberanikan diri
berbicara denganya. Aku mencoba protes dan menanyakan semua kebenaran tentang apa yang
telah terjadi. Tanpa kusadari, pembicaraan ku didengar oleh tukang kebun yang sedang
membersihkan halaman dekat dengan ruang tengah.
“Ngomong sama siapa dek Yuuko? Lagi telponan kah sama temennya?”
Aku pun kemudian terpaku diam, menyadari bahwa memang tak ada siapapun yang ku ajak
ngobrol disini. Dengan kata lain, memang tak ada orang yang menyadari keberadaan pria ini
selain aku. Dengan pikiran yang masih bingung dan sedikit terkejut, aku pun berlari ke kamar.
Betapa tak percayanya aku, bahwa yang kutemui ini benar benar hantu.
“Hahaha. Aku memang sakit, tapi bukan berarti mentalku bener benar serusak itu sampai bisa
nyiptain imajinasi kayak gini kan?” “Tapi, aku memang benar benar hantu Yuuko.”
Begitulah percakapan pertama ku dengannya. Tak ada penyebab yang jelas mengapa aku bisa
melihat mahluk yang tak kasat mata seperti ini. Dan anehnya, satu satunya yang bisa kulihat
hanyalah dia, hantu yang kini kupanggil, Eiji.
Tak disangka sangka semenjak kejadian itu, aku dan Eiji semakin dekat. Walau pada awalnya
ini memanglah hal aneh dan butuh banyak adaptasi yang keras untuk bisa hidup berdampingan
dengan seorang hantu. Kehadiran Eiji membuat ku tak merasakan kesepian lagi walau sejujurnya
ini memang masih terasa kesepian. Setidaknya kini, aku punya teman cerita terlebih di saat saat
keadaan ku memburuk. Aku punya teman cerita, rumah untuk pulang. Sedikit berlebihan dan
nyatanya ini terdengar gila. Tapi begitulah adanya.
“Eiji...kamu tau? Sampai sekarang aku masih nganggap kamu sebagai imajinasiku. Bukan nya
seorang hantu haha…kamu tau kenapa? Aku selalu ingin mati, mental ku benar benar buruk.
Aku pernah baca, disaat seseorang udah benar benar sakit jiwa nya, mereka akan membuat
imajinasi mereka sendiri. Pikiran mereka akan memunculkan hal hal yang sebenarnya gak
nyata.”
“Dasar Yuuko. Kamu kebanyakan baca cerita hoax di internet nih haha. Tapi Yuuko,
kenyataannya aku memang benar benar Cuma hantu. Kamu jangan tanya kenapa aku bisa
meningga, karena pada dasarnya gak ada orang yang ingin mati kayak kamu. hehe. Tapi yang
pasti dulu aku juga sama sepertimu Yuuko, sama sama manusia.” Terlihat jelas di wajah Eiji
bahwa dia benar benar sedih saat menceritakan hal itu. Tapi semua tertutupi dengan senyum
secerah sinar matahari yang dimilikinya itu. “Yuuko, aku punya permintaan, mau gak kamu
pergi bersamaku ke sekolah sma ku dulu..rasanya aku kangen sekali dengan sekolah ku dulu.
Walau sebagai hantu aku bisa pergi sendiri sih hehe…”
Aku pun menyetujui permintaan Eiji. Keeseokan harinya kami pun sampai di sekolah nijin high
school. Aku baru menyadari bahwa kita sekolah di sekolahan yang sama. Bahkan Eiji bilang
bahwa ia juga berada diangkatan yang sama denganku. Tapi mengapa aku tak mengenal dia.
Sebagai seseorang yang aktif, seharusnya aku mengetahui semua siswa siswi di sekolah ini dulu.
“Eiji, kenapa aku tak punya satupun memori tentangmu. Apakah kau mengenalku dulu saat
sekolah?” tak ada jawaban satu kata pun keluar dari mulut Eiji. Hanya senyuman tipis yang ia
siratkan membuatku tambah bingung. Kami melakukan banyak hal disekolah, berjalan jalan,
pergi ke ruangan kelas dulu, berbicara dengan guru, pergi ke kantin, melihat adik adik kelas yang
sedang beraktifitas di sekolah, bahkan kami juga pergi ke perpustakaan, tempat favorit ku dulu.
Semua nya kulakukan seperti saat sekolah dulu. Bahkan aku masih ingat bagaimana aku kesal
menunggu jemputan yang selalu terlambat menjemputku saat pulang dulu.
Tak habis disitu, aku dan Eiji pun pergi kebanyak tempat setelahnya. Kami pergi ke sebuah toko
buku dekat sekolah, pergi berjalan jalan di sebuah pusat perbelanjaan dan berakhir di jembatan
dekat rumah. Tempat pertama ku dan dia bertemu untuk pertama kalinya. Rasanya semua hal
yang kulakukan hari ini benar benar terasa familiar. Kami pun singgah sebentar, berdiri di
pinggir jembatan untuk menikmati waktu sejenak. “Eiji...hari ini aku bener bener bahagia.
Rasanya seperti ingin hidup 1000 tahun haha.” “Pertama kalinya kamu ngomong ini ya? Yuuko
bahagia terus yaaa….” “Oh ya Yuuko…sebentar lagi kamu harus kembali lagi kan ke
Australia?” “Iya Ei…kamu ikut sama aku
ya...semenjak ketemu kamu, kepala ku udah gak sering sakit.”
Tanpa mejawab apapun, Eiji langsung menatap ke atas langit. Benar benar terlihat bahwa dia
sedih, tapi tak lama kemudian dia tertawa kehadapanku. Itu benar benar terlihat bahwa ada
perasaan yang tak bisa ia ceritakan.
“Yuuko...nyatanya aku gak bisa ikut sama kamu. Aku juga harus pulang yuuko. Tapi kamu harus
tetep bahagia kayak gini ya…” tiba tiba saja sebuah mobil mendekat kearah mereka. Sambil
membunyikan klakson, mobil itu benar benar hendak menabrak mereka berdua. Dalam hitungan
detik tiba tiba saja, Eiji mendorong Yuuko. Hal yang tidak bisa dimengerti dengan akal sehat.
Seorang hantu menyentuh tubuhku bahkan menolong ku. Itu pertama kalinya aku bisa
besentuhan dengannya. Aku selamat, tapi kepala ku terbentur aspal. Dimalam itu, hari paling
bahagia sekaligus hari paling sedih terjadi bersamaan. Malam itu juga adalah hari terakhir aku
melihat keberadaan nya, Eiji.
Sudah seminggu rasanya, aku terkapar di ranjang rumah sakit. Secara diam diam aku pergi ke
luar, menuju jembatan tempat pertama kali ku bertemu denga Eiji. Dengan kepala yang masih
diperban aku berteriak teriak berada di luar bagian jembatan berharap Eiji kembali datang
padaku. Tapi hasilnya nihil, aku benar benar merasa sedih berpikir bahwa tuhan benar benar tak
adil. memberiku kesedihan yang berlipat lipat. Tanpa berpikir panjang, aku pun melompat ke
bawah kearah sungai di bawah jembatan dengan perasaan yang putus asa.
Nyatanya tuhan memang tak mengizinkan ku untuk pergi secepat itu. Setelah tak sadarkan
selama 3 hari, tiba tiba saja seorang perempuan yang kira kira berumur 40 keatas mendatangiku,
sambil membawa sebuah kotak besar. Tanpa berbicara banyak, perempuan itu memberiku
sebuah foto dan juga mempersilahkan ku untuk membuka kotak itu. Banyak surat dan foto foto
didalamnya. Dalam sebuah foto terdapat 2 orang anak berfoto bersama di depan sebuah pohon
besar saat hari kelulusan. Itu aku dan juga… itu Eiji. Seketika aku benar benar mengingat
semuanya.
“Yuuko...selamat ulang tahun ya. Mungkin ini jadi ulang tahun terakhir kamu sama aku. Hehe.
Aku tau hidup kamu itu sulit Yuuko...tapi kamu hebat banget udah bisa bertahan sampai detik
ini. Bertahan terus ya. Walau kamu gak punya alasan untuk hidup sebelumnya, sekarang kamu
punya. Jika kamu gak bisa hidup untuk diri kamu sendiri, setidaknya bertahanlah hidup untuk ku
yang punya banyak impian ini... karena ada jantung aku di tubuh kamu Yuuko…jaga baik baik
jantung ini ya...kamu harus bahagia yuuko. Percayalah Eiji selalu nemenin Yuuko dari atas
langit. Eiji selalu saying Yuuko.” Begitulah isi surat yang ditulis Eiji 4 tahun lalu. Tepat saat kita
mengalami kecelakaan pada hari itu. Lagi dan lagi, Eiji selalu menyelamatkan hidup ku.
Tepat sebelum aku berangkat kembali ke Australia, aku mendatangi makam Eiji. Tempat
istirahatnya yang pailing abadi kini. Perasaan ini sungguh campur aduk. Hanya air mata yang
bisa mengespresikannya. “Ternyata kamu disini ya Eiji. Aku akhirnya menemukanmu. Makasih
untuk semuanya. Kamu tetap berada di tempat khusus di dalam hati ku Eiji. Baik baik disaana
ya…”
Keeseokan harinya, pesawat yang kutumpangi pun tiba di Australia. Sambil menghembuskan
napas yang dalam, aku mempersiapkan diri dihari yang baru ini. Sinar matahari yang kulihat ini
sugguh cerah dan hangat. Tanpa melupakan kenangan kenangan indah yang pernah ku lalui,
hangatnya sinar mentari itu benar benar persis seperti senyum 2 anak muda di foro yang
kuggenggam ini. Ya itu foto milikku. Di belakang nya tertuliskan, Yuuko dan Eiji.

Anda mungkin juga menyukai