13 Maret 1992
cinta ini…
apakah harus berhenti disini…
Sebutir tanya aku ajukan untukmu. Butuh berapa lama lagi engkau akan memilih ku lagi? Jika itu
sebuah jawaban, maka aku akan menunggumu. Meski raga ini semakin rapuh karena lelah
menunggumu.
Februari 1992
“ Aku tak akan pernah melepas mu
kau tahu setengah mati aku mendapatkan cinta mu “
Kata-kata itu dulu pernah kau tulis di diary biru ku. Dan aku masih percaya . Selalu percaya
tepatnya.
15 Desember 1991
Kau tahu, saat ini aku sedang merajut sebuah syal biru. Aku ingin kau memakai nya sewaktu
kamu berdinas. Angin laut tidak terlalu bagus untuk kesehatan mu.
Semoga kau menyukai nya J
Ntah sejak kapan aku mulai membaca diary kusam itu. Yang aku tahu diary itu penuh
dengan coretan,bau amis,sobekan disana-sini,dan bercak darah.
“Sial…” semua ini gara-gara nenek menyuruh ku mengambil sekop di gudang lama. Buku diary
terkutuk ini membawa aku dalam ketakutan dan selalu berhalunisasi.
“Wuzss…” angin kencang menghentikan keluhanku. Tiga detik kemudian angin tersebut
mereda, berganti jeritan panjang . Sontak aku berlari ke arah jeritan tersebut. Di sana. Di gudang
lama itu jeritan itu berasal.
Lima menit kemudian aku telah sampai di dalam gudang lama. Tak ada apa-apa. Yang ada hanya
lah sebuah diary kusam itu lagi. Tergeletak di atas meja rias tua. Dengan gemetar aku berusaha
mendekati diary itu.
Masih dengan tangan gemetar, aku memegang diary kusam itu. Perlahan aku buka halaman demi
halaman. “ Slurpp” aku seperti tersedot ke dalam satu pusaran.
Mendadak langkah ku terhenti. Di depan meja rias telah duduk seorang gadis cantik. Dia
menyisir rambutnya. Tetapi matanya melihat ke arah luar jendela.
Sejenak mataku berkeliaran memandang sekitar kamar. Begitu banyak wanita yang aku lihat.
“ i…i…tu….?” Bukan kah itu gadis yang di depan meja rias tadi. Bagaimana bisa dalam waktu
yang bersamaan gadis itu duduk membisu merajut sesuatu. “Dan…dan…” Bukan kah di sudut
sana juga gadis itu? Lalu siapa gadis yang sibuk menulis diary itu?
01 Juli 1992
ketika cinta menjadi sepi,
tak ada lagi yang diharapkan.
jelma rindu tak kan tergenapi lagi.
luluh bercampur sunyi.
segalanya terasa sia-sia.
pagi tadi kau datang mengantar undangan pernikahan mu.
kau sama sekali tak mengerti dengan aku, dan nyawa yang ada dalam perutku ini.
04 Juli 1992
Rasanya ingin ku akhiri hidup ini
namun, selaksa cinta ini
menghapus perihnya pengkhianatan mu
06 Juli 1992
rembulan kecil telah lahir
mengakhiri penantian ini
lalu
cinta ini…
apakah harus berhenti disini…
Aku membuka mata ku. Ini dimana? Ruangan ini begitu asing buat ku.
“ Bulan, kamu sudah siuman” suara lembut dari seorang yang sangat aku kenal.
“ nenek,aku dimana?” tanyaku lemas.
Belum sempat nenek menjawab datang seorang lelaki paruh baya berbadan tegap menghampiri
ku. Ku lihat ada penyesalan di wajah nya.
Aku berlari dari nenek dan laki-laki itu. Sekuat tenaga aku lari sekencang-kencangnya.
Tanpa melihat kiri kanan jejalanan. Aku merasa tubuh ku begitu ringan. Tahu-tahu aku telah
berada di rerumputan.Ku lihat di sampingku. Seorang laki-laki tergeletak berdarah. Siapa dia.
Apa yang telah terjadi.
Aku mengerti. Tak sepantasnya aku menghakimi laki-laki yang mengaku sebagai papaku.
Kisah mereka, biarlah menjadi milik mereka.
Tanpa sadar sesosok cantik berpakaian ala bidadari telah berada disamping ku .
Tersenyum. Menyuruh ku menutup mata ku. Dalam gelap ku lihat seorang laki-laki berdiri
diterangi cahaya . Dia adalah malaikat tadi. Ku buka mata ku. Bidadari tadi telah melayang
mundur. Sebelum menghilang dia mengangguk kan kepalanya kepadaku.
Aku menjadi tak mengerti. Apa hubungannya malaikat itu dengan semua ini. Tanpa
sengaja mataku tertuju pada sebuah buku yang telah terbuka.
“Diary itu lagi “ aku segera memungutnya. Ku baca beberapa baris