Anda di halaman 1dari 50

1

2
Rabu, 06 Desember 2017

Ku buka gorden jendela kamarku. aku heran, mengapa pagi ini langit seperti sedang
muram tak seperti biasanya. Mentari yang biasanya mengintipku dari jendelapun, kini tak
muncul. Juga entah kenapa, hatiku pagi ini sama seperti langit itu. Muram. Pagi ini malas
seperti terus menghantuiku, ingin sekali rasanya menghabiskan hari dengan tetap bermalas-
malasan di atas ranjang.

Driid..driid..driid..

Pak Rudi : Yang belum ulangan perbaikan IPA ditunggu jam 08 : 00 di Laboratorium
komputer

Notifikasi di handphone itu membuat ku bangkit dari ranjang. Sambil mengumpat dalam hati,
aku beranjak dari kamar, pergi ke kamar mandi lalu siap-siap berangkat ke sekolah dengan
berat hati.

********

Alumni IX-B 2016/2017

Rani: Hey katanya Naura meninggal, bener gak sih?

Salsa: Cepet kesini, jasadnya udah mau dibawa pulang ke rumah duka

Riri: Jangan becanda deh lo sa

Salsa: Buat apa sih gue bencandain hal beginian, kalo gak percaya dateng aja

Salsa: Kata neneknya, Naura belom meninggal tapi masih koma, kalo kalian bener-bener
temennya cepetan sini kita ke rumah sakit bareng-bareng, gak boleh banyak alesan. Gue
minta sekarang juga kita kumpul dulu di rumah Naura

********

3
Trenggg..

Suara monitor menandakan waktu ulangan perbaikan mata pelajaran IPA selesai. Ah
ingin sekali aku keluar ruangan dari tadi karena memang 30 menit sebelum waktu habis aku
sudah menyelesaikan semua soal-soal tersebut, dan bahkan telah membacanya berulang kali
sampai-sampai aku sudah muak. Dipenghujung waktu, karena muak. Aku hanya termenung,
berhalusinasi seperti biasanya, karena memang disaat sedang bosan aku suka sekali
berhalusinasi. Namun kali ini rasanya khayalanku hambar tak seperti biasanya.

" Lihat aku ,lihat aku "

Handphoneku seakan berbicara bahkan melambai-lambai menggoda ku untuk


membukanya. Ingin sekali ku membuka handphone yang ada di tas yang bernuansa merah
maroon itu. Namun aku menahan diri,mencoba meneruskan imajinasiku yang entah kemana
agar bosan ku kala itu lenyap seperti terhempas angin, dan tak kembali lagi.

"Yesss akhirnya keluar juga" Kataku dalam hati, sambil menenteng tas ransel berjalan keluar
ruangan. Sesampainya di pintu keluar,aku teringat dengan handphon yang sedari tadi berbisik
menggoda ku untuk mengambilnya

" Laa!!! " Seru vina padaku dengan nada membentak namun dengan mata yang sudah
berkaca-kaca

Aishhh gagal lagi ku tengok handphone..

" Laa, jangan kaget yaa.. " lanjutnya. Mata yang tadinya berkaca-kaca itu kini pecah
mengeluarkan bulir-bulir air mata yang tak lama kemudian deras walaupun telah dia tahan
semampunya

Rasa penasaran pun mulai timbul dan semakin menjadi. Dan entah kenapa, aku malah
panik dibuatnya namun ku coba untuk biasa dan menenangkan Vina agar ia bisa melanjutkan
perkataanya yang serentak terhenti.

"Laa,naura udah gak ada" ucapnya dengan nada pelan,sambil tersedu.

4
Serentak saat itu,dada ku sesak seperti dihantam batu besar. Tak ada kata yang keluar
dari bibirku, dan tanpa sadar pipiku sudah dibanjiri oleh butir-butir airmata yang langsung
deras. Dengan refleks, ku buka handphone ku yang sedari tadi ingin ku lihat. Ku buka
aplikasi chatting, ternyata grup chatting yang biasanya sepi seperti tak berpenghuni tiba-tiba
sekarang ramai. Tak ku hiraukan hal itu, karena yang ku tuju hanya kontak Naura.

" Raaaa.."

" Ra, jawab aku sekali saja "

" Raaa, katakan bahwa yang mereka beritahu padaku itu bohong "

" Raaaaa,jawab aku "

Tak ada jawaban sedikitpun. Yang ada dalam benakku kala itu adalah aku tak akan percaya
pada siapapun, sebelum aku melihat sendiri secara langsung jasad Naura di hadapanku.

" Ayo la, kita ke rumah Naura. Yang lain udah nunggu" ajak Vina sambil menggandeng ku
berjalan meniti anak tangga satu demi satu.

Di jalan menuju rumah Naura, tak henti ku berharap" Raa,kamu pasti kuat " gumam
ku dalam hati sambil terus berdoa. Berharap bahwa Naura bisa bertahan dan melawan
penyakitnya.

Di halaman rumah Naura, sekumpulan orang yang sudah tak asing lagi ku lihat
sedang duduk dengan ekspresi yang sangat tidak menyenangkan. Diantara mereka, ada
seorang wanita tua yang sedang berderai air mata, dia adalah Nenek Naura.

Orang-orang yang dulu akrab bahkan seperti orang gila ketika satu sama lain
bertemu,kini hanya saling terdiam. Yang tadi gaduh di grup chatting sekarang malah seperti
orang asing. Tak ada perbincangan sedikitpun.

Tringgg..tringg..tringg..

Suara telepon genggam milik Nenek Naura, memecahkan keheningan saat itu.

5
"Jantungnya berdetak lagi " suara seorang wanita di telepon itu membuat semua orang yang
berada disana lega. Suasana yang tadinya tegang,berubah lebih tenang. Namun selang
beberapa menit dering telepon terdengar lagi

"Siapkan untuk pemakamannya disana" katanya sambil terisak dan langsung menutup
teleponnya,tanpa memberi kesempatan kepada lawan bicaranya untuk menjawab.

Hal itu terus terulang, bahkan sampai 4 kali. Semesta seperti ingin mempermainkan
perasaan orang-orang yang berada disana kala itu. Sampai akhirnya datang seorang laki-laki
dewasa berpakaian abu-abu yang tidak lain adalah ayah Naura. Ia langsung turun dari
motornya dan membuka helm yang ia kenakan.

" Siapkan pemakaman, jasadnya sedang di perjalanan " ujarnya dengan nafas yang tergopoh-
gopoh tak beraturan pada wanita tua yang sedari tadi menunggu Naura bersama kami.

Mataku menyipit ketika melihat mobil ambulance itu berhenti di depan pagar. Tak
lama, 2 orang berseragam rumah sakit pun turun dan langsung membuka pintu belakang
mobil yang ia kendarai. Dipangkunya tubuh jangkung yang ditutupi kain putih keluar dari
mobil dan langsung masuk ke dalam rumah, diikuti oleh seorang wanita dengan mata sembab
yang tidak lain adalah ibu Naura yang histeris menangis dan tak menghiraukan keadaan
disana.

Retina mataku membulat, melihat tubuh yang dipangku oleh pengemudi ambulance
itu. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari mengikutinya, memasuki ruangan rumah dan
ku dapati di sana sudah terlentang tubuh yang masih tertutup kain putih.

" Buka kainnya, kita harus segera memandikannya " ucap nenek Naura.

Perlahan, kain itu dibuka. Terlihat jelas dibaliknya wajah yang tak asing lagi bagiku.
Ya, itu Naura. Sahabatku. Tangisku kala itu semakin menjadi, yang ku harap, yang ku
doakan, dan yang ku tunggu sedari tadi kali ini sudah didepan mataku. Dia terlentang, tak
berdaya dan juga tak bernyawa.

6
Tubuh tinggi berisi,dengan rambut panjang berwarna hitam pekat itu kini mungil,
sangatlah kecil. Rambutnya pun kini tinggal setinggi bahu. Kemana saja aku selama ini?
Begitu banyak yang tak ku tahu dan yang ku lewatkan tentang mu, Ra.

Teman macam apa aku? Untuk hanya menanyakan kabarnya saja sudah jarang. Untuk
menengoknya juga seperti tidak pernah. Dan saat dia melawan sakit yang ia rasa, aku bahkan
tak pernah berada disisinya. Masihkah pantas orang sepertiku ini disebut teman? Ah raa,
maafkan aku..

Masih teringat dalam ingatanku, tepatnya sebulan lalu. Naura datang ke rumahku,
memaksa ku pergi menghabiskan waktu bersamanya. Ia ceritakan tentang penyakitnya, tak ku
lihat sedikitpun ia merasa terbebani dengan semua penyakit yang ia idap. Yang ku lihat hanya
Naura yang kuat, tangguh, tak mengeluh, bahkan tak mau kalah dengan penyakit itu.

Kau bilang kau sanggup. Kau bilang kau tak kan menyerah. Tapi sekarang apa?

Di hadapannya, dengan air mata yang terus terurai, ku maki diriku sendiri. Andai ku
tahu, bahwa waktu itu adalah hari terakhir ku bersamanya. Mungkin tak akan pernah aku
biarkan dia pulang begitu saja, mungkin akan ku beri semua yang dia mau kala itu, dan
bahkan mungkin akan ku peluk dia untuk terakhir kalinya.

"Ku mohon ra, bangun sebentar saja. Ingin ku sampaikan beribu maaf dan ucapan selamat
tinggal padamu untuk terakhir kalinya. Ku mohon ra, sedetik saja.. " rintihku dalam hati
sambil mengusap genangan air mata yang terus turun membasahi pipi.

Dengan mata kepala ku sendiri. Aku melihat tubuh yang sudah terbujur kaku itu
perlahan mulai di kafani. Dari mulai kaki, sampai ujung kepala tak ada yang terlewatkan.
Mata, hidung, dan telinganya pun ditutupi kapas. Dan saat itulah untuk terakhir kalinya, ku
bisa melihat secara langsung parasnya yang mungkin tak kan bisa ku lihat lagi esok dan
seterusnya.

Tubuh yang telah dikafani itu sekarang dipangku, dibawa pergi untuk di shalatkan.
Lalu setelahnya dimasukan kedalam keranda, untuk dibawa pulang. Namun kali ini tempat

7
pulang yang dituju bukan rumah seperti biasanya, melainkan pulang ke peristirahatan
terakhir yaitu liang lahat.

Dengan penuh hati-hati tubuh itu dimasukan kedalam liang lahat dan di adzani.
Kumandang adzan itu seperti mengundang air mataku yang mulai mengering untuk kembali
deras.

" Ini hanya mimpi, ku harap aku segera bangung dari mimpi buruk ini " gumamku dalam hati
sambil memejamkan mata, berharap agar saat ku membuka mata, semua yang terjadi hari ini

adalah mimpi, adalah khayalan, adalah halusinasiku saja.Namun saat kembali ku buka
mataku, tak ada yang berubah. Semuanya memang nyata, dan memang terjadi. Yang ku lihat
kala itu hanyalah gundukan tanah yang sedang ditaburi bunga.

Ingin sekali ku marah, namun aku tak tahu pada siapa harus ku luapkan amarahku.
Ingin sekali ku menjerit, berteriak sebisaku. Ingin sekali ku menyalahkan takdir yang seperti
tak berpihak padaku, juga pada Naura. Namun aku tak bisa, yang bisa ku lakukan hanyalah,
menangis. Menangisi kebodohanku sendiri, menangisi kepergian Naura.

Sampai detik ini, bahkan setelah melihatnya dengan mataku sendiri. Aku masih belum
bisa percaya dan belum bisa menerima bahkan mungkin tak bisa menerima kenyataan, bahwa
Naura sudah tiada.

" Udah la, gak ada gunanya lo nangis terus kayak gini. Sampe air mata lo kering juga, gak
bakal bisa buat Naura bangun lagi. Sekarang seharusnya kita ikhlas bukan malah kayak gini "
ujar Vina padaku.

Ku tengadahkan wajahku ke langit yang kala itu di selimuti oleh awan hitam. Sambil
menghela nafas panjang, aku memikirkan perkataan Vina padaku. Seperti cambukan,
perkataanya sangat menyakitkan namun setelahnya aku tersadar. Bahwa kematian memang
sudah takdir. Kapanpun dan dimanapun, ajal pasti menghampiri, dan tak bisa dihindari.
Bahwa semua yang bernyawa pasti mati. Bahwa semua ciptaan-Nya pasti berpulang.
Semuanya hanya soal waktu. Kita sebagai makhluk-Nya hanya tinggal menunggu.

8
Langit yang diselimuti awan hitam itu kini mulai mengeluarkan air. Ia seperti sudah
tak tahan lagi menahan awan hitam yang sedari siang menemaminya. Ku usap air mataku, ku
mulai mencoba menerima dan mengikhlaskannya.

" Sekarang kamu tak merasakan sakit itu lagi, iya kan Ra? Sekarang, tak perlu lagi kamu
manahannya, tak perlu lagi kamu merengek kesakitan, juga tak perlu lagi kamu keluarkan
semua air matamu itu untuk melawan sakitnya. Kini kamu sudah pulih Ra, kamu sudah
sembuh dari penyakitmu. Walau memang bukan dengan cara mengembalikan keadaan
tubuhmu seperti semula, namun Tuhan menyembuhkanmu dengan cara lain yakni dengan
cara merenggut nyawamu. Kini, beribu maaf ingin ku sampaikan padamu, maafkan aku yang
tak pernah berada di sisimu saat kau melawan penyakit itu. Maafkan aku yang sempat
memberatkanmu, karena tangisku. Aku sayang kamu, namun mungkin Tuhan lebih sayang
kamu. Walaupun sekarang dunia kita sudah berbeda, aku tetap sahabatmu. Ku harap kamu
pun sama, masih tetap menganggapku sahabatmu. Tunggu aku Ra, tunggu aku di Surga-Nya.
Mulai sekarang, aku ikhlas " Gumamku dalam hati sambil mengusap nisan bertuliskan nama
sahabatku.

Kini ku iklaskankan kepergiannya yang tanpa pamit itu..

9
TANAH
By : Ibnu Nafisah

Kembali
Tempat tergali
Pun kan pergi
Menemui cintanya di hati

Bila nanti tiba waktu


Ajal sebagai penentu
Kita bercakap
Berdekap

Tubuhmu
Timbuni rubuhku
Peluk berpagut desak
Akhiri jeritan dunia sesak

Ruang kosong tak isi


Hadirmu, diri mengisi
Menyatu padu
Beradu

Bertunas
Kan menetas
Kisah jadi asmara
Bumi serapat tanah menyapa

10
Tentang Penulis

Lala Laelatul M

lahir di Tasikamalaya, tanggal 21 Maret 2001. Anak


pertama dari tiga bersaudara itu kini duduk di kelas
XI jurusan Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran di
SMK Negeri Manonjaya. Gadis penyuka warna pink
itu bercita-cita menjadi seorang koki, impiannya itu
tumbuh karena ia terinspirasi dari neneknya yang
pandai sekali memasak.Ia bermimpi untuk memiliki
café dan toko kue suatu saat nanti.

Jejaknya dapat diikuti di akun Instagram

@lalalmmm_

11
12
Namaku Rian, siswa kelas IX di SMPN Tasikmalaya. Sekarang adalah tahun ajaran baru di
sekolahku. Saatnya melihat anak-anak baru di sekolah. Tapi aku tidak terlalu peduli dengan
hal itu, karena aku adalah tipe orang yang tidak terlalu suka bergaul dengan orang lain. Tapi
bukan berarti aku tidak memiliki teman, aku hanya suka menghabiskan waktuku sendirian.

Pagi itu cuaca sangat cerah, matahari bersinar, langit biru tak berawan, angin berhembus
pelan, burung-burung bernyanyi, memang suasana yang cocok untuk memulai kembali
kegiatan sekolah setelah libur semester kemarin. Aku berdiri di depan rumah menunggu
angkutan umum yang mengantarku ke sekolah. Sekolahku melarang siswanya membawa
kendaraan bermotor, karena memang kita belum cukup umur untuk mengendarainya. Aku
tak perlu belama-lama menunggu angkutan umum ini, karena biasanya pada pagi hari
banyak angkutan yang menuju ke sekolahku. Jarak antara rumah dan sekolahku tidak terlalu
jauh, cukup 15 menit naik angkutan umum ini, aku sudah sampai di sekolah.

Aku selalu datang pagi-pagi ke sekolah, karena aku sangat suka menikmati suasana sekolah
yang masih sunyi di pagi hari, aku suka duduk di teras kelas, sambil menikmati sinar
matahari pagi yang menyentuh lembut tubuhku. Pagi itu di sekolah hanya ada beberapa
orang saja yang sudah datang. Aku berjalan pelan menyusuri lorong kelas yang masih
kosong. Ruang kelasku terletak cukup jauh dari gerbang sekolah, jadi aku harus berjalan
cukup lama melewati kelas-kelas lain. Pada saat aku melewati lorong kelas VII, aku melihat
seorang gadis yang sedang duduk sambil membaca sebuah buku di teras salah satu kelas.
Aku tidak peduli dan terus melangkahkan kakiku. Pada saat aku sudah cukup dekat
dengannya, dia melihat ke arahku. Angin pagi berhembus diantara rambut hitamnya yang
panjang, matanya yang indah dan dihiasi kacamata berkilau karena matahari, dan juga
bibirnya yang kecil perlahan mulai tersenyum kepadaku. Untuk sesaat aku terdiam melihat
wajahnya.

"Kak." Sapanya kepadaku.

Aku membalas nya dengan senyuman, dan langsung berlalu meninggalkan gadis itu. Aku
belum pernah melihat gadis itu sebelumnya, sepertinya dia murid kelas VII yang baru
masuk. Aku tak bisa berhenti tersenyum sepanjang jalan menuju kelas.

"Dia cukup manis." Gumamku.

13
Eh! Tunggu dulu, kenapa aku berpikir begitu. Aku belum pernah berpikir seperti itu kepada
orang yang baru kutemui. Ayolah Rian, dia hanya anak baru, ucapku dalam hati sambil
memukul-mukul pipiku.

Pada saat dikelas, kegiatan pembelajaran berlangsung seperti biasa, seolah kejadian tadi
pagi terlupakan begitu saja dari benaku. Bel tanda istirahat berbunyi, semua orang di kelas
pergi keluar, didalam kelas, hanya tinggal aku seorang. Aku hanya menggeser-geser layar
smartphone ku. Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundakku.

"Rian, ke kantin yuk!"

Oh, ternyata Adit, dia adalah salah satu teman dekatku, dia juga duduk bersebelahan
denganku saat di kelas.

"Gak ah, gua gak lapar."

"Ayolah, temenin gua." Adit terus memaksaku.

"Ajak aja yang lain ah, gua lagi mager."

"Gua gak tahu temen gua pergi kemana, ayo cepetan." kata adit sambil menarik lenganku.

Aku menyerah, dan akhirnya aku ikut dengannya ke kantin. Dijalan menuju kantin aku masih
sibuk dengan smartphone ku, adit sudah beberapa kali mengajaku bicara, tapi aku
mengabaikannya, dan tiba-tiba. Brakk! Aku terjatuh kebelakang menabrak pintu kelas.
Rupanya ada seseorang yang tiba-tiba membuka pintu kelasnya.

"Ya ampun, maaf kak maaf, kakak gak apa-apa" ujar seorang gadis dari balik pintu, sambil
mengulurkan tangannya.

"Ah, iya gak apa-apa." Kataku sambil bangun, dan masih memegang kepalaku yang masih
sakit."

"Maaf ya kak, aku gak sengaja tadi."

"Iya." jawabku sambil tersenyum.

Aku memungut hp ku yang jatuh, dan membersihkan bajuku yang kotor terkena debu dari
lantai. Pada saat itu aku teringat sesuatu.

14
"Tunggu dulu, diakan gadis yang tadi pagi menyapaku." kataku dalam hati. Aku melihatnya
lagi untuk memastikan, dan ternyata benar, dia gadis yang sama. Aku cukup lama
memandanginya, aku ingin sekali bilang "eh, kamu yang tadi pagi kan?" Tapi tak bisa ku
ucapkan, mana mungkin dia mengingatku, pikirku dalam hati.

"Kak ?"

"Ah, iya" aku terbangun dari lamunanku, dan langsung memalingkan wajahku karena malu.

"Kakak beneran gak apa-apa, ada yang sakit gak?"

"Iya, aku gak apa-apa, udah dulu ya, aku ditunggu sama temanku."

"Oh, iya, maaf ya kak, sekali lagi."

Aku pergi meninggalkannya, dan menghampiri adit yang sudah menungguku dari tadi.

"Makanya, kalo jalan tuh lihat lihat, jangan lihat hp mulu."

"Berisik ah, temen jatuh bukanya nolongin malah ngeliatin doang."

"Dih, salah siapa mantengin hp mulu, eh ngomong-ngomong cewek tadi cakep juga tuh."

"Apaan sih, lu kalo urusan cewek emang paling cepet ya."

"Haha."

Tapi, apa yang dikatakan adit ada benarnya, dia gadis yang sangat manis, kulitnya putih
bersih, wajahnya cantik dilengkapi kacamata yang menghiasi matanya. Ah, kira-kira siapa ya
namanya, pikirku dalam hati.

"Woy, ngapain lu senyum-senyum sendiri." Adit membuyarkan lamunanku.

"Apaan sih lu, ngagetin aja."

"Ah, gua tahu, lu lagi mikirin cewek tadi ya?"

"Enggak tuh."

"Terus ngapain lu senyum-senyum sendiri?"

15
"Emm, gua cuma keinget sama artikel yang gua baca tadi kok."

"Alah, alesan aja lu."

Begitulah, hari itu kegiatan disekolah berlangsung seperti biasa. Setelah bel tanda pulang
berbunyi, aku pun pulang ke rumah, dengan membawa beribu pertanyaan di benaku
mengenai gadis itu. Aku tak pernah memikirkan seseorang hingga seperti ini, entah kenapa,
aku dibuat tertarik oleh gadis yang baru kutemui pagi tadi. Aku sudah bertemu dua kali
dengan gadis itu, itupun dengan cara yang cukup aneh. Bisakah itu semua disebut takdir,
entahlah akupun tak tahu. Namun yang pasti, aku mulai menyukai gadis itu.

Keesokan harinya, aku berangkat kesekolah seperti biasa, aku berangkat pagi-pagi dengan
harapan bisa bertemu lagi dengannya. Sesampainya disekolah aku langsung menuju ke arah
lorong tempat aku bertemu dengannya kemarin. Aku berjalan secara perlahan sambil
melihat kiri dan kanan, dan tanpa sadar aku sudah ada didepan kelasku. Dia tak ada, gadis
yang kemarin tidak ada di depan kelas tempat aku menemuinya kemarin. Aku mencoba
berjalan lagj ke arah gerbang untuk memastikan. Aku melihat ke kelas-kelas yang kulalui
sepanjang jalan, namun dia tetap tidak ada. Aku berjalan lunglai kembali ke kelas, aku
sangat kecewa karena tak bisa bertemu dengannya lagi pagi ini.

"Mungkin aku datang terlalu pagi." sesalku dalam hati.

Pada waktu istirahat, aku pergi berjalan-jalan di lorong kelas, aku berniat pergi ke kantin.
Entah kenapa, hari itu aku ingin pergi ke kantin melaui rute yang tidak biasa ku lewati. Dari
kejauhan aku melihat seorang gadis berjalan perlahan sambil membawa buku catatan yang
cukup banyak.

"Sepertinya dia bukan dari kelasku." kataku dalam hati. Aku tidak terlalu peduli dengan
gadis itu, aku berniat akan melewatinya dan langsung pergi ke kantin. Pada saat aku cukup
dekat dengan gadis itu, tiba-tiba ada seorang anak laki-laki yang berlari sangat kencang
kearah kami, dia sepertinya mencoba menghindari kami berdua, namun sayang, dia berlari
terlalu cepat, hingga dia menabrak pundak gadis itu, dan brak! Terbanglah semua buku
yang gadis itu pegang.

"Ah, maaf maaf." ucap laki-laki yang menabraknya tadi, itupun sambil terus berlari.

16
Aku melihat gadis itu tidak bisa berbuat apa-apa, dia hanya memunguti bukunya sang
berceceran di lantai. Orang-orang yang menyaksikan kejadian itu hanya bisa melihat gadis
itu, tanpa ada seorang pun yang menolongnya. Aku merasa kasihan melihatnya seperti itu,
lalu aku mencoba menghampirinya.

"Hey, kamu gak apa-apa."

"Iya, gak apa-apa kok." kata gadis itu sambil menyingkap rambutnya yang menutupi
wajahnya, lalu melihat kearahku. Mata kami saling bertemu, untuk sesaat kami saling
memandang satu sama lain, dan tiba-tiba kami berdua terkejut.

"Eh, kakak yang kemarin kan?"

Ternyata dia adalah gadis yang kemarin aku temui. Gadis yang kucari pagi tadi, dan juga
gadis yang sama yang membuatku kepikiran seharian kemarin. Ah, akhirnya aku dapat
bertemu dengannya lagi. Bagaimana mungkin kebetulan bisa seindah ini.

"Iya." jawabku sambil tersenyum.

"Sini, biar kubantu." kataku sambil membantunya memunguti bukunya yang berserakan.

"Ah, terima kasih kak, saya jadi ngerepotin nih."

"Gak apa-apa kok, aku juga lagi senggang, buku ini mau dibawa kemana?"

"Eh, gak usah kak, biar aku aja yang bawa, kan ini tugasku, masa jadi kakak yang bawa."

"Udah, gak apa-apa, jadi mau dibawa kemana nih?"

"Ruang guru kak, tapi yakin nih aku jadi gak enak loh."

"Iya, gak apa-apa."

Kami berdua pun pergi bersama ke ruang guru.

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bawa buku sebanyak ini sendirian?"

"Hari ini, cuma aku yang belum piket kelas"

"Loh, kok bisa?"

17
"Soalnya aku tadi kesiangan datang ke sekolah."

"Oh." Pantas saja aku tidak beretemu dengannya pagi tadi, pikirku dalam hati.

"Tapi teman kelasmu keterlaluan tuh, masa suruh kamu bawa buku sebanyak ini sendirian."

"Gak apa-apa kok, ini memang salahku, eh sudah sampai nih." Katanya ketika kita sudah
didepan ruang guru.

Sesudah dia menyimpan buku itu, kami berjalan meninggalkan ruangan itu.

"Kak, sepertinya aku mau menemui temenku dulu deh, kalau kakak mau kemana?"

"Kayaknya, aku mau langsung ke kelas deh, soalnya sebentar lagi mau masuk."

"Oh, ya sudah, sekali lagi terima kasih ya kak, karena sudah menolongku."

"Iya, sama-sama." Kataku sambil pergi meninggalkannya.

Dijalan menuju ke kelas, aku tak bisa berhenti tersenyum saat teringat kejadian tadi. Aku
sangat bahagia bisa berbicara dengan...Tunggu dulu, sepertinya aku melupakan sesuatu.
Aku seketika menghentikan langkahku, lalu aku memegang kepalaku. Saat itu aku teringat,
aku lupa menanyakan namanya. Aaah, kenapa bisa aku melupakan hal sepenting itu, dalam
waktu yang panjang tadi, kenapa aku tak bisa mengingatnya. Pada akhirnya, aku
menghabiskan hari itu dengan menyalahkan kebodohan diriku ini.

Sepulang sekolah, aku masih kesal karena kesalahanku tadi. Aku pergi keluar gerbang dan
berjalan kearah warung yang biasa kujadikan tempat untuk menunggu angkutan yang
mengantarku pulang. Dari kejauhan, aku melihat ada seseorang yang duduk dikursi panjang
depan warung itu. Aku sangat bahagia, begitu menyadari bahwa orang yang sedang duduk
itu adalah gadis itu, gadis yang kutolong waktu istirahat tadi. Aku lalu bergegas
menghampirinya, dan duduk didekatnya.

"Eh, kakak?"

"Hm, kamu? Kok kamu belum pulang?" kataku, pura-pura terkejut melihatnya disampingku.

"Aku lagi nunggu jemputan nih kak, kakak sendiri kok belum pulang."

18
"Aku juga lagi nunggu angkutan umum nih."

"Oh. Oh iya kak, aku kelupaan nih." katanya sambil mengulurkan tangan.

"Perkenalkan kak, namaku cindy, dari kelas VIIa."

Aku sangat terkejut, tidak disangka, dia memperkenalkan dirinya lebih dulu. Aku tak ingin
buang waktu, aku langsung menjabat tangannya.

"Namaku Rian, kelas XII a, salam kenal ya cindy."

"Iya kak, sama-sama, maaf ya kak, padahal aku sudah ngerepotin kakak tadi, tapi aku belum
kasih tahu namaku."

"Iya gak apa-apa."

"Eh, kamu lagi ngapain?"

"Aku lagi nyoba ngerjain soal dibuku kak"

"Oh, kamu rajin juga ya."

"Ah, enggak juga kok kak, cuma iseng-iseng aja sambil nunggu papa aku jemput."

"Coba sini aku lihat." Aku mencoba melihat soal yang dikerjakan cindy.

"Menghitung kecepatan, fisika ya?"

"Iya kak, tapi sebenarnya aku kurang ngerti kak hehe."

"Hmm, rumusnya sederhana kok." Aku mencoba mengisi satu soal yang ada dibuku cindy,
untungnya aku tidak terlalu payah dalam hitung-hitungan, jadi aku bisa dengan mudah
mengisinya.

"Oh, begitu, iya-iya aku paham kak, wah kakak hebat ya."

"Ah, enggak juga, lagian ini kan soal kelas VII masa aku gak bisa."

"Mmm, gimana kalau aku minta nomor WA kakak, karena sepertinya aku masih punya
banyak pertanyaan nih kak, soal pelajaran fisika ini, gimana, boleh gak?"

19
"Boleh kok." kataku sambil menunjukan nomorku. Disaat yang sama, ada sebuah motor
yang berhenti didekat kami berdua.

"Ayo dek." ujar seseorang yang mengendarai motor itu.

"Iya pa, tunggu sebentar." kata cindy sambil membereskan bukunya dan memasukannya
kedalam tas. Sepertinya itu papanya cindy.

"Kak, papaku udah jemput nih, aku duluan ya, nanti malam kalau ada yang gak ngerti aku
chat kakak ya." katanya sambil naik keatas motor, lalu pergi pulang bersama papanya. Au
terus memandanginya sampai dia menghilang dari pandanganku.

Malamnya, aku terbaring di kasurku, dengan smartphone disampingku. Aku sedang


menunggu pesan dari cindy, sambil memikirkan kejadian yang hari ini kualami. Hari ini aku
sangat bahagia, tak ku sangka aku bisa bicara banyak dengannya hari ini, dan akhirnya aku
bisa mengetahui namanya. Mungkin ini adalah hari terbaik dalam hidupku. Tiba-tiba
smartphone ku bergetar. Tak menunggu lama, smartphoneku langsung kusambar secepat
kilat, dan kulihat ada nomor tak dikenal mengirim pesan padaku, dengan isi pesan

"Kak, ini cindy." Begitu ku baca pesan itu aku langsung berguling-guling diatas kasurku
sambil tak berhenti memandangi pesan yang cindy kirim. Tak bisa ku gambarkan rasa
bahagiaku saat itu, untuk pertama kalinya, aku dikirimi pesan oleh orang yang kusukai.
Tanpa berlama-lama, pesannnya langsung kubalas.

"Iya cindy, kenapa?"

"Begini kak, sepertinya aku sudah paham tentang sola fisika tadi kak, soalnya kebetulan
ibuku tahu rumusnya."

"Oh begitu, bagus dong."

"Iya kak, terima kasih ya tadi udah mau ngajarin aku."

"Iya sama-sama."

"Oh iya, kakak lagi ngapain."

"Lagi tiduran aja kok, kamu lagi apa?"

20
"Aku lagi nonton tv kak."

Percakapanku dengan cindy berlangsung cukup lama malam itu. Kami membahas macam-
macam tentang diri kita masing-masing. Hari demi hari berlalu, hubunganku dengan cindy
semakin dekat seiring berjalannya waktu. Aku setiap hari bertemu dan mengobrol
dengannya di sekolah, malamnya aku saling berbalas pesan dengannya. Kehidupanku
menjadi lebih indah semenjak aku kenal dengannya.

Tak terasa, sudah 1 bulan sejak aku mengenal cindy. Aku dengannya sudah sangat akrab
saat ini. Selama ini, aku belum pernah akrab pada seseorang hingga seperti ini, tak heran
cindy adalah gadis yang baik, siapapun pasti menyukai gadis seperti cindy, termasuk aku.
Lama-lama timbul suatu rasa dihatiku, rasa yang terasa asing di hatiku, rasa yang belum
pernah kurasakan sebelumnya, aku jatuh cinta pada cindy. Ini adalah pertama kalinya, aku
merasakan apa itu cinta. Bisa dibilang bahwa cindy adalah cinta pertamaku.

Suatu hari, aku sedang duduk sendirian di kelas pada saat istirahat. Aku sedang berpikir, apa
yang harus kulakukan pada perasaanku saat ini. Apakah aku harus mengungkapkannya, tapi
bagaimana caranya? Haruskah seperti di film-film?

"Cindy, aku mencintaimu. Kamu mau gak jadi pacarku?"

Apakah aku harus bilang seperti itu pada cindy? Hanya memikirkannya saja, dadaku serasa
mau meledak.

"Haaaaaah" aku menghela nafas.

Tiba-tiba ada yang memukul pundakku.

"Oy, kenapa lu, sakit? Nafas lu gitu amat?"

"Bikin kaget aja lu dit, gak kok gua gak apa-apa." Ternyata dia adit, memang sudah jadi
kebiasaanya kali ya, selalu ngagetin orang, pikirku dalam hati.

"Kenapa bro, lagi banyak pikiran ya?"

"Mau tau aja lu."

21
"Gini bro, kalo emang ada yang mau lo omongin, ya tinggal lu omongin, jangan lo pendem
sendirian aja. Aku selalu ada untukmu."

"Apaan sih lu, jijik gua dengernya tau gak." Kataku sambil tertawa.

Tapi yang dikatakan adit ada benarnya juga, aku harus mengatakan perasaan ku ini pada
cindy. Karena tiada cara lain agar rasa cintaku sampai padanya.

Pulang sekolah, aku sudah mempersiapkan diri untuk menyatakan cintaku pada cindy.
Apapun yang terjadi, pokoknya hari ini cintaku harus tersampaikan, kataku dalam hati. Dari
kejauhan aku melihat cindy di lorong menuju gerbang, kebetulan saat itu sekolah sudah
cukup sepi, jadi aku berteriak memanggil cindy.

"Cindy." Teriaku sambil berlari kecil ke arahnya.

"Eh, kak rian, ada apa kak?"

Jantungku berdegup kencang saat di depan cindy, aku sangat malu bercampur ragu saat itu,
tapi apa boleh buat, sudah terlalu jauh untuk mundur, kataku dalam hati.

"Emmm, kamu lagi sibuk gak?"

"Enggak kak, emangnya kenapa?"

"Hmm.. Itu.. Ada yang mau aku bicarain nih."

"Oh gitu, kebetulan dong aku juga mau bicara nih sama kakak."

"Oh, yaudah, kalo gitu kamu dulu aja."

"Eh, gak apa-apa nih kak?"

"Iya gak apa-apa." Lagi pula aku perlu mengatur kembali nafasku yang sudah tak karuan ini,
ucapku dalam hati.

"Begini kak, sebenarnya aku ditembak sama cowok yang aku suka kemarin, dan sekarang
kami sudah pacaran." Katanya sambil tersenyum padaku.

22
Aku terkejut mendengar apa yang dikatakan cindy. Senyum yang tadinya terukir diwajahku,
berubah menjadi kesedihan dalam sekejap. Dadaku terasa sesak, perkataan cindy bagaikan
sembilu menembus jantungku. Untuk sesaat, aku tidak bisa berkata-kata.

"Kak?"cindy membangunkan ku dari lamunan.

"Ah iya, hmm, bagus dong kalau kamu udah jadian, apalagi sama cowok yang kamu suka,
selamat ya." Aku mencoba menegarkan hatiku, aku memaksakan untuk senyum saat bicara
dengannya, karena aku tak ingin dia mengetahui kesedihan ku.

"Iya kak, terima kasih ya."

"Ngomong-ngomong, kenapa kamu bilang padaku?"

"Kakak, adalah teman baik ku. Aku ingin kakak yang pertama kali tahu kalau aku pacaran."

Entah kenapa, hatiku terasa sangat sakit saat dia mengatakan hal itu. Aku sudah tidak kuat
lagi, aku ingin segera pergi dari hadapannya, karena aku sudah tidak bisa menyembunyikan
kesedihanku.

"Oh gitu, udah dulu ya, aku mau ke toilet dulu nih, sekali lagi selamat ya jangan lupa pajak
jadiannya ya." Kataku sambil menepuk pundak cindy, dan perlahan berlalu
meninggalkannya.

"Iya kak, aku traktir besok ya."

Aku hanya bisa membalasnya dengan lambaian tangan. Ditoilet aku bersandar di dinding
sambil menundukan kepalaku. Tanpa kusadari air mata perlahan mengalir dari mataku.
Hatiku hancur, begitu mengingat cindy sudah jadi milik orang lain.

"Mana mungkin cindy menyukaiku, aku terlalu banyak berharap." Kataku pelan, sambil
menghapus air mataku. Aku masih tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Tak
kusangka, kisah cinta pertamaku kandas sebelum dimulai.

Setelah kejadian itu, hubungan ku dengan cindy tidak terlalu dekat. Bukan karena aku
menjaga jarak, tetapi karena waktu yang biasanya dia habiskan bersamaku, sekarang dia
habiskan dengan pacarnya, aku hampir tidak pernah bicara lagi dengannya.

23
Hari-hari terus berlalu seperti biasa, kehidupan sekolahku berjalan sebagaimana mestinya.
Kehidupan sehari-hariku masih sama seperti biasa, namun saja sekarang aku melaluinya
tanpa bersama cindy, orang yang pernah kucintai sebelumnya. Hingga sekarang aku masih
belum bisa menghilangkan rasa cintaku padanya. Tidak heran, karena dia adalah cinta
pertamaku. Perasaan ini akan selalu tersimpan didalam lubuk hatiku. Dan juga perasaan ini,
mungkin takkan pernah tersampaikan. Biarlah, hanya aku dan Tuhan saja yang tahu.

Tamat

24
Tentang Penulis

Adrian Alinda Pratama

ini lahir di Tasikmalaya, 21 Juni 2002. Beralamat di Desa


Pasirbatang RT. 13/RW. 03, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten
Tasikmalaya. Pria penyuka Anime dan Manga Jepang ini
bersekolah di SMKN Manonjaya, kelas XII Jurusan OTKP. Dia
memiliki Motto hidup “Masalah tidak akan jadi masalah, selama
tidak ada yang mempermasalahkannya.”

25
26
Di kegelapan malam dengan ditemani nyanyian mahklum malam yang merdu, aku duduk
bersantai diteras rumah sambil menatap indahnya langit malam. Entah apa yang dipikirkanku,
aku hanya terdiam sambil tersenyum-senyum kecil sambil menatap bintang-bintang di langit.
Sedang asik-asiknya aku melamun, tiba-tiba terlihat benda bercahaya melintas di langit.
Seketika aku menghentikan lamunanku, tetapi aku menghiraukan hal tersebut. “Pakung itu
cuma asteroid atau benda langit yang jatuh”, gumamku dalam hati. Aku tidak terlalu tertarik
untuk mencari tahu apa sebenarnya benda yang melintas di langit itu dan lebih memilih untuk
melanjutkan apa yang sebelumnya aku pikirkan. Tak lama kemudian terdengar suara teriakan
seorang wanita dari dalam rumah, yang tak lain adalah ibuku “Aku cepat tidur sudah malam,
besokkan harus sekolah”. ”Iya sebentar”, jawabku. Aku pun bergegas beranjak kekamar tidur
untuk beristirahat.
****
Tok tok tok “Cepat bangun nanti terlambat ke sekolah”, ibuku berteriak dari luar kamar
sambil mengetok pintu kamarku. “Iya sebentar”, jawabku sambil masih mengantuk.
Kemudian aku segera bangkit dari tempat tidurku dan pergi ke kamar mandi. Selesai mandi
aku segera memakai seragam sekolahku dan kemudian menuju ruang makan. Dimeja makan
ibu sudah menyiapkan makanan kesukanku. Tak lama setelah selesai makan, teman-temanku
yaitu Kevin dan Angga datang menjemputku untuk berangkat ke sekolah sama-sama.Kami
bertiga sudah berteman sejak kecil, jadi tak heran kalau kami selalu berangkat ke sekolah
selalu bersama-sama. Karena jarak ke sekolah yang tak terlalu jauh kami berangkat ke
sekolah dengan jalan kaki. Selain jarak yang tak terlalu jauh menurutku berjalan kaki lebih
asik. Setibanya di sekolah keadaan sudah cukup ramai. Aku, Kevin dan Angga sekelas jadi
kami berangkat ke kelas bersama-sama. Saat proses pembelajaran di mulai, kami belajar
dengan serius.
Teet Teet Teet jam istirahat telah berbunyi. Aku, Kevin dan Angga bergegas menuju
perpustakaan sekolah. Disana aku mengambil komik kesukaanku dan memulai membaca
komik tersebut, termasuk Kevin dan Angga juga ikut membaca komik yang ku baca. Sedang
asik-asiknya aku membaca tiba-tiba aku merasa ingin ke toilet. Aku pun pamit dulu kepada
teman-temanku. Sepulang dari toilet ketika aku melintasi rak rak buku terlihat suatu ruangan.
Ruangan tersebut tak pernah aku lihat sebelumnya. Karena penasaran aku memberanikan diri
untuk masuk kedalam ruangan tersebut. Keadaan didalam ruangan tersebut cukup gelap,
karena kurangnya pentilasi dan tidak adanya lampu. Didalam ruangan tersebut hanyalah ada
rak-rak buku besar dengan buku-buku tua yang sudah kusam.Ketika aku berjalan menyusuri
rak-rak buku tersebut, tiba-tiba terlihat suatu benda bercahaya terbang melintas di hadapanku
27
meunuju ujung ruangan tersebut.Karena penasaran aku langsung mengejar benda tersebut.
Benda tersebut berbentuk seperti piring terbang milik makhluk luar angkasa, tetapi benda ini
tidak terlalu besar. Benda tersebut berhenti di salah satu sudut ruangan. Karena merasa takut,
aku hanya mengintip benda tersebut dari balik rak buku. Setelah lama memandangi benda
tersebut dan tidak ada reaksi apapun dari benda tersebut, akhirnya aku memutuskan
menghampiri benda tersebut meskipun dengan tubuh gemetaran karena ketakutan. Ketika aku
hendak menyentuh benda tersebut tiba-tiba benda tersebut berubah menjadi sebuah robot.
Karena terkejut, aku langsung lari dan keluar dari ruangan tersebut. Dengan nafas terengah-
engah aku segera menutup pintu ruangan tersebut dan kemudian bergabung kembli ke teman-
temanku.
“Kamu kemana aja sih Li, kok lama banget ke toiletnya?”, Tanya Kevin.
“Maaf, tadi aku ada urusan dulu jadi lama deh,” balas aku.
“Yaudah gak papa, yang penting kan sekarang aku sudah ada jadi mending sekarang kita
masuk ke kelas soalnya jam istirahat sudah habis, nanti kita kena marah lagi sama guru”, ajak
Angga.
Kami bertiga berjalan menuju ruangan kelas. Aku berjalan paling belakang, aku
masih tak percaya apa yang telah aku lihat tadi. Aku tidak menceritakan apa yang telah aku
lihat tadi, aku tidak ingin kalau teman-temanku meninggalkan pelajaran karena hanya ingin
melihat dan mencari tahu benda apa itu sebenarnya. Sesampainya di kelas, guru yang
mengajar sudah datang. Guru tersebut tidak memarahi kami karena pelajaran juga baru
dimulai. Saat pelajaran sedang berlangsung, Kevin yang duduk sebangku dengan ku melihat
kalau aku seperti tidak fokus memperhatikan kedepan.
“Hey Li, kamu kenapa sih kok dari tadi melamun aja?”, Tanya Kevin.
“Eh, gak kenapa-kenapa ko”, jawabku sambil terkejut.
“Alah jangan bohong deh kamu,jangan-jangan terjadi sesuatu ya pas kamu ke toilet tadi,”
Kevin kembali bertanya.
“Gak ada apa-apa kok, udah deh jangan dibahas lagi” kataku.
“Alah, kamu berbohong ya?”
“Udah jangan berisik nanti kita dimarahin lagi” ucapku sambil membuka buku dan kembali
memperhatikan ke depan.
Teet teet teet jam istirahat kedua telah berbunyi, semua anak-anak keluar dari kelas.
Kevin mengajakku untuk pergi ke kantin tetapi aku tidak mau.Angga datang menghampiri
Aku dan Kevin. Kevin bertanya kepadaku sebenarnya apa yang sudah terjadi. Akhirnya aku
menceritakan semua apa yang sudah terjadi. Selesainya aku menceritakan hal tersebut,
28
mereka berdua tidak ada yang percaya. Mereka menganggap kalau aku hanya berhalusinasi.
Karena tidak terima dibilang berhalusinasi, akhirnya aku mengajak mereka berdua untuk
memeriksa ke ruangan tadi dan mereka menyutujui keinginanku tersebut. Sesampainya kami
di tepat tersebut, di dalam ruangan tersebut tidak ada apa-apa. Tidak ada hal yang aneh
dengan ruangan tersebut. Kami neyelusuri seluruh ruangan tersebut, dan tidak ada apa-apa.
Disana tidak ada benda yang berubah menjadi robot seperti apa yang telah aku katakan.
Karena tidak ada hasil apa-apa, kami memutuskan untuk kembali ke kelas. Akan tetapi,
ketika kami hendak meningalkan rungan tersebut tiba-tiba terdengar suara aneh. Ketika kami
menghampiri sumber suara tersebut, kami terkejut dengan apa yang meereka lihat. Tepat
didepan kami berdiri sebuah robot canggih. Robot tersebut tidak terlalu besar, tubuhnya bulat
dan memiliki kaki yang beroda. Tangannya cukup panjang dan memiliki jari seperti manusia.
“Hallo” robot itu berbicara kepada kami bertiga.
“Hallo “ jawab kami bertiga sambil ketakutan.
“Kamu siapa dan dari mana kamu?” sambung Kevin.
“Namaku Metabhotdan aku berasal dari planet Ozora” jawab robot tersebut.
“Dimana itu,kok kami baru tahu ada nama planet itu?”, tanya Angga karena penasaran.
“Planetku berada jauh dari Galaksi Bima sakti, jadi kalian tidak akan tahu.” Robot itu
menjawb pertanyan dari Angga sambil menunjukkan letak planetnya dengan mengeluarkan
sejenis hologram dari dalam tubuhnya.
Kami bertiga kagum dengan teknologi yang ada pada robot tersebut. Di bumi belum
ada teknologi yng seperi itu. Robot itu kemudian kembali berbicara, namun dengan nada
yang lebih rendah seperti orang yang sedang sedih. Robot tersebut menceritakan kenapa dia
bisa ada disini. Dia memina tolong kepada kami agar kami mau membantu dia
menyelamatkan planetnya dari kehancuran. Awalnya aku dan teman-temannya tidak percaya
dengan apa yang dibicarakan oleh robot itu, namun setelah diperlihatkan videonya kami
merasa bahwa apa yang dibicarakan oeh robot tersebut benar. Tetapi, kami binung apa yang
harus kami lakukan. Kami hanyalah remaja kecil yang tidak tahu apa-apa. Aku mencoba
menjelaskan kepada robot tersebut bahwa bukannya kami tidak mau menolong robot tersebut,
tapi kami tidak bisa berbuat apa-apa. Dilihat dari video tersebut kami harus memiliki skil
berempur dan teknologi yang bagus untuk bisa membanu planet robot tersebut. Tak lama
kemudian, robot tersebut mengeluarkan tiga buah jam tangan. Robot tersebut menyuruh kami
memakai jam tangan tersebut. Ketika memakai jam tanagn tersebut tiba-tiba hal aneh terjadi.
Kami seperti measakan ada suatu energi yang masuk kedalam tubuh kami. Kami merasa
kalau kami mempunyai sebuah kekuatan yang sebelumnya tak pernah kami rasakan.
29
Kemudian robot tersebut menjelaskan kegunaan jam tangan tersebut. Dia menjelaskan
bahwa setiap jam tangan meiliki kekuatan yang berbeda namun tingkat kekuatannya sama
besarnya. Awalnya Aku ingin melepaskan jam tangan tersebut dan menolak untuk membantu
robot tersebut, karena aku pikir kami belum pantas mendapatkannya dan tidak akan sanggup
untuk menjalankan tugas tersebut. Teapi tiba-tiba robot tersebut mengeluarkan cahaya yang
sangat terang yang membuat mata kami silau dan ketika kami membuka mata, kami sudah
ada ditempat yang tidak kami kenali. Kami berada di sebuah tempat, yang mana tempat
tersebut tidak ada di bumi.
“Dimana kami?”, tanya ku sambil keheranan dan sedikit emosi.
“Planet Ozora”, jawab Metabhot.
“Kenapa kau membawa kami kesini?”, ucap Aku sambil marah-marah.
“Maafkan aku tapi ini adalah perintah langsung dari panglima pertempuran planet kami”
jawab robot tersebut sambil merasa bersalah.
“Maksudnya? “ Jossua bertanya.
“Kalian adalah remaja terpilih dari banyak remaja yang kami temui dari beberapa planet
diseluruh galaksi” ucap seorang pria bertubuh besar yang tiba-tiba muncul dari arah belakang
kami dengan ditemani dua orang seperti pengawal pribadi dibelakangnya .
“Tapi kami tidak bisa apa-apa, dan lagian kami cuba remaja bumi biasa” Aku kembali
berbicara.
“Kalian memang hanya remaja, tapi kalian mempunyai kelebihan masing-masing” uacap pria
iu.
“Kami sungguh tak paham dengan apa yang anda ucapkan” Aku kembali bertanya.
“Jam tangan yang kalian pakai, tidak semua orang mempunyai jam tangan tersebut.
Hanyalah orang-orang terpilihlah yang mempunyai jam tangan tersebut.”Jawabnya.
“Jam tangan tersebut memiliki kekuatan yang bisa membuat kalian menjadi lebih kuat dan
bisa memantu kami, jadi tolonglah, hanya kalian yang bisa membantu kami” sambung pria
tadi sambil bertekuk lutut dihadapanku dan teman-temanku.“
“Jangan seperti itu panglima” ucap seorang pengawalnya.
“Hah panglima?” Aku dan teman-temanku terkejut.
“Tidak apa-apa, aku rela seperti ini asalkan kalian mau membantu menolong planet kami ini”
ucap pria bertubuh besar itu yang tak lain adalah seorang panglima tempur.
“Baiklah, kami bersedia membanutu kalian” kataku.
“Apa, kok kamu gak nanyain hal ini ke kita sih,” tanya Kevin kepadaku.
“Yaudah kalau kalian gak mau biar aku saja yang membantu mereka.”jawabku.
30
“Terimakasih kamu mau membantu kami” Ucap sang panglima yang kemudian segera
berdiri.
Akhirnya Aku, Kevin dan Angga berunding terlebih dahulu dan keputusannya kami
siap membantu Planet Ozora. Selesai berbincang-bincang kami di bawa ke sebuah tempat.
Disana kami di berikan penjelasan mengenai kekuatan yang kami punya setelah memakai jam
tangan kekuatan pemberian Metabhotdan dilanjutkan dengan melatih kekuatan kami agar
menjadi lebih sempurna lagi. Selain itu kami juga diberi tahu misi kami disana. Misi kami
adalah membantu menangkap buronan di Planet Ozora yang kabur dan berniat
menghancurkan planet tersebut.
***
Sudah tiga hari kami tinggal di Planet ini. Kami ingin pulang tetapi kami juga telah
berjanji akan membantu Panglima serta rakyat Planet Ozora. Setelah semua persiapan yang
dilakukan pasukan Planet Ozora selesai dan kekuatan aku dan teman-temanku semakin kuat,
semuanya siap menangkap sang buronan no1 di Planet Ozora tersebut. Penangkapan tersebut
langsung dipimpin oleh Panglima Zeus. Pasukan planet Ozora dan Aku serta teman-temanku
segere berangkat ke tempat persembunyian buronan tersebut yang sebelumnya sudah di
ketahui lokasinya oleh tim pengintai. Setibanya disana pasukan tempur berangkat terlebih
dahulu masuk ke dalam tempat persembunyian buronan tersebut. Namun, entah apa yang
terjadi didalam sebuah bangunan terdengar suara dentuman yang sangat keras tedengar dan
tiba-tiba muncullah seorang pria bertubuh kekar dan tinggi dengan terdapat luka di
pipinya.Pria tersebut langsung memancarkan tembakan laser ke arahku dan teman-temanku.
Seperi sudah dalam posisi siap menagkas serangan,aku dan teman-temanku membentuk
sebuah pormasi dan berhasil menahan serangan itu dengan tameng yang kami bertiga buat.
Kami pernah mencobanya saat latiha. Tak lama setelah itu, Panglima Zeus memerintahkan
Aku dan teman-temanku untuk menyerang bersama-sama. Dengn membentuk sebuah
pormasi Aku, Kevin, Angga dan Panglima Zeus saling bergantian menyerang. Kami berlima
saling mengisi serangan dan pertahanan. Akan tetapi, setelah lama kami menyerang buronan
itu tak sedikitpun dia terluka meskipun sudah diserang habis-habisan. Malahan dia
menyerang balik dan semua yang ada dihadapannya tersapu bersih. Panglima Zeus pun yang
terkenal sangat kuat kini tak berdaya lagi. Dia terulai lemas karena terkena serangan si
buronan itu. Pada saat iu juga aku dan teman-temanku juga ikut terluka namun tak separah
itu. Kami bertiga segera bangkit dan membuat sebuah formasi lagi yang pernah kami lakukan
saat latihan. Kami langsung menyerang si buronan itu secara bergantian. Dan pada suatu
keadaan dimana Si buronan tersebut jatuh aku dan teman-temannya menggabungkan
31
kekuatan dan menghempaskan semua kekuatan yang ada ke arah si buronan tersebut.Duarrrr
suara tembakan yang kami pancarkan mengenai tepat ke tubuh si buronan tersebut. Tubuh si
buronan tersebut pun terpental jauh, tetapi dia tidak mati hanya saja dia terluka sangat parah
dan tidak kuat lagi untuk berdiri. Aku dan teman-temannya langsung terjatuh pingsan setelah
menembakkan tembakan tersebut. Si buronan tersebut segera dibawa kerumah sakit penjara
Planet Ozora. Sedangkan aku dan teman-temannya dibawa ke rumah panglima Zeus. Setelah
diobati aku dan teman-temanku satu persatu siuman, kemudian kami meminta kepada
panglima agar kami cepat bisa pulang. Panglima mengijinkannya asalkan keadan kami sudah
cukup baik, karena panglima tidak ingin membuat orang tua kami menjadi sedih karena
melihat kami dalam keadaan seperti ini. Setelah keadaan kami membaik kami diantarkan
pulang oleh Metabhot. Sebelum pulang aku hendak memberikan kembali jam tangan
kekuatan itu,tapi panglima menolaknya.
“Jam tangan itu milik kalian, jadi silahkan saja bawa pulang” kata sang Panglima
“Terimaksaih panglima” jawab Aku dan teman-teannya kompak.
“Tapi ingat, jaga jam tangan itu baik baik dan kalian harus berhati-hati karena sebenrnya ada
banyak orang jahat yang menginginkan jam tangan tersebut.” Ucap panglima memberikan
nasihat kepada Aku dan teman-emannya.
Kemudian seperti awal kami datang kesini, robot it mengeluarkan cahya dan membuat
mata kami silau. Ketika kami membuka mata, kami sudah tiba kembali di bumi, di ruangan
perpustakaan sekolah. Kami pun berjanji akan menjaga baik-baik jam tangan tersebut.

SELESAI

32
TENTANG PENULIS

Rian Ahmad Sakum.

Lahir di Tasikmalaya pada tanggal 16 Oktober 2001.


Alamat di Kp. Lengkong Rt 05 Rw 02 Desa Tanjungsari Kecamatan Gunungtanjung.
Cita-cita saya ingin menjadi seorang Guru dan menjadi seorang programer.

Sekarang saya masih duduk di bangku sekolahan. Saya bersekolah di sebuah sekolah
kejuruan ternama didaerahku. Nama sekolahku yaitu SMK Negeri Manonjaya dan
sekarang saya masih kelas XI dengan mengambil jurusan rekayasa Perangkat Lunak.

33
34
Déjà Vu

Aku berdiri, berhadapan dengan seseorang yang seolah adalah bayanganku sendiri.
Namun dia bukanlah diriku, begitupun aku bukanlah dirinya. Kami saling menghadap dan
menatap, tetapi tidak satu pun kata terlontar di antara kami. Air mukanya nampak keruh,
dalam netra sayu miliknya tercermin kebencian, kupikir ia berusaha menahan amarah
hingga napasnya terengah-engah. Kedua netraku tertuju pada tangan kanannya yang
menggantung lemah disamping tubuhnya, kulihat sebuah belati digenggamnya dengan erat,
dan entah mengapa aku merasa hatiku tersayat.

Satu detik…

Dua detik…

Dan stab!!!, ia menikamkan belatinya padaku.

Pagi ini aku terbangun, lalu tersadar bahwa yang baru saja terjadi hanyalah puing-
puing dari serangkaian bunga tidur yang telah merasuk ke dalam tidurku lantas
menggoreskan segurat kegelisahan. Namun beberapa saat kemudian aku tak
menghiraukannya, memang seharusnya begitu bukan?

Namaku Meiko, kelas 12 SMA. Aku memiliki seorang kakak kembar, namanya
adalah Keiko. Hampir tidak ada hal yang dapat membedakan kami selain dari watak kami.

Wajahnya yang bulat, netra cokelatnya yang sayu, hidungnya yang mungil, bibirnya
yang tipis, rambut panjangnya yang hitam klimis, tubuhnya yang tak begitu tinggi, semuanya
nampak persis seperti milikku, “kami bagai pinang dibelah dua,” Mungkin ia pun akan
berkata begitu.

Kupikir kami terlahir untuk memiliki hal yang sama, bahkan kami menaruh hati pada
orang yang sama. Namun untuk pertama kalinya aku tersadar, terkadang takdir sedikit tidak
adil dan begitu memuakan. Kakakkulah yang berhasil mendapatkan hati Watari, lelaki yang
selama ini kucintai dalam diam.

“Mei, Watari mengungkapkan persaanya padaku. Aku tak menyangka dia juga
menyukaiku. Aku telah menemukan belahan jiwaku, dan aku harap kamu pun begitu,” ucap
Keiko dengan penuh kebahagiaan dan harap.

35
“Ahh begitu, aku turut bahagia. Hmm, jika soal itu entahlah, kita lihat saja apa yang
akan terjadi selanjutnya,” jawabku diiringi seulas senyum yang lebih getir daripada pahitnya
pil yang pernah kutelan. Percayalah, saat itu juga dengan susah payah aku berusaha untuk
membendung air mata dari pelupuk mataku yang memaksa keluar hanya untuk membuat
aliran sungai kecil di kedua pipiku.

Hari-hari kami jalani seperti biasa, namun kali ini Kei selalu berbicara mengenai
hubungannya dengan Watari. Aku ingin menutup mata dan juga telingaku, Kutak ingin
mendengar apa-apa lagi mengenai hal itu, itu membuat perasaanku terkoyak dan seakan
terbakar dalam api neraka yang abadi.

Di pagi yang muram aku menelusuri koridor yang menghantarkan aku pada kelasku,
ubin demi ubin kulewati. Tanpa disengaja aku berpapasan dengan Watari, orang yang aku
cintai yang sekarang telah menjadi pacar kakakku.

Dan bodohnya aku, aku tetap mencintainya walau aku tak berhak tuk mengatakannya.
Hanya dengan mengatahui bahwa dia bahagia bersama orang yang nampak sepertiku, itu
sudah cukup, meskipun kutahu itu adalah racun untukku. Tapi percayalah, aku bahkan rela
meneguk racun yang menjelma menjadi madu dibibir cangkir yang ia tuangkan.

“Kei…” seseorang dengan suara berat menyapa tepat di belakangku. Ya, suara itu
adalah suara milik Watari.

“Mei, namaku Mei,” aku memenggal ucapannya yang kurasa belum usai.

“Bagaimana kau bisa mencintai kakakku, jika membedakan kami saja kau tak
mampu?” Sambungku dengan perasaan yang tak menentu, entah itu kecewa, sedih, atau
mungkin bahagia.

“Ahh.. Mei, ada sesuatu yang ingin kubicarakan, sebenarnya ak-” Sebelum ucapannya
usai aku bergegas meninggalkannya.

Apakah kau tahu? berbicara dengan orang yang kau sukai itu sangatlah menyakitkan
jika kau tahu bahwa cintamu tak terbalas dan kau hanya bisa diam membisu meratapi cintamu
yang bertepuk sebelah tangan.

36
Tanpa disadari air mataku terurai ketika aku berjalan menjauh darinya. Aku sadar, aku
hanya seorang kutu buku yang selalu merasa tak pantas, bahkan sekadar untuk bernapas. Tak
seperti kakakku yang merupakan seseorang yang selalu dianak emaskan. Aku tahu itu tanpa
harus diberi tahu oleh siapa pun.

Tak lama aku tiba di kelasku. Jam pelajaran pertama akan dimulai lima menit
kemudian. Aku merogoh tasku, berusaha mencari buku catatan biologiku, namun aku tersadar
akan suatu hal, ada sesuatu yang janggal. Ternyata memang benar, tasku dan kakakku
tertukar. Namun yang kurasa janggal bukanlah itu. kami telah beberapa kali ceroboh hingga
tas kami tertukar.

Yang menutku janggal, mengapa sebilah pisau yang nampak tajam tersimpan dalam
tas kakakku? padahal membawa senjata dan benda tajam melanggar tata tertib sekolah, dan
aku yakin kakakku adalah orang yang haus akan peraturan. Sangat tidak mungkin jika dia
psikopat, apalagi seorang pembunuh berdarah dingin. Aku sangat mempercayai kakakku
lebih dari siapapun.

“Sudahlah, mungkin Kei membutuhkan pisau di pelajaran biologi,” ucapku pada


diriku sendiri, berusaha menyingkirkan pikiran dan prasangka buruk yang membelenggu
akalku.

Tanpa berpikir lebih panjang lagi, aku bergegas mengembalikan tas kami yang
tertukar.

“Kei, ini, tas kita tertukar,” sapaku pada Keiko seraya menyerahkan tas miliknya.

“Ahh, iya sepertinya tadi aku salah ambil, maaf,” jawabnya

“Jika aku boleh tahu, untuk apa kau membawa pisau, Kei?”

“P…pisau?, ahhh itu anu, emm…”

“Kenapa?”

“Aku , membutuhkannya untuk melakukan suatu hal,” jawab Kei seadanya. Tentu itu
tidak memuaskan rasa penasaranku. Namun sudahlah, apa gunanya aku terus menerus berada
dalam kecurigaan?

37
Usai sudah jam pelajaran untuk hari ini. seantero sekolah meriuh, memang euforia
sepulang sekolah tak akan pernah pudar dari tiap sanubari yang setiap harinya menerusuri
jalan simpang siur yang menghantarkannya ke sekolah. Kecuali aku, yang membenamkan
hasrat hidupku bersamaan dengan terbenamnya mentari sore ini.

Di senja ini, seseorang yang aku cintai dalam diam merenggut saudaraku ketika aku
pulang. Dan yang paling menyebalkan mengapa takdir selalu mempertontonkan hal yang tak
ingin kulihat?. Dari tempatku berpijak aku melihat dua punggung yang berjalan saling
beriringan, ya itu Keiko dan kekasihnya, Watari, orang yang aku cintai dalam diam.

“Aaaa, kiranya seperti apa rasanya bejalan berdampingan dengannya? Andai yang
berjalan disana adalah Meiko, bukan Keiko,” aku bergumam dalam hati seraya mengikuti
arah langkah mereka, lalu membayangkan bahwa yang tengah berjalan bersamanya adalah
aku.

Hari ini aku pergi untuk meminjam buku di perpustakaan kota, namun aku merasa ada
yang mengikutiku, aku berlari semampuku dengan kedua kaki lemahku. Ternyata benar, dua
orang yang tampak mencurigakan mengejarku. Kakiku tak bisa berlari lebih cepat lagi,
mereka berhasil menangkapku, aku dibekap dan di bius, ingatanku hilang dalam sekejap.

Gelap, disini gelap, tak ada remang cahaya yang menyinari tempat sempit melilit ini.

Hampa, tempat ini sesak dan hampa, aku tak bisa bernapas seolah ada sesuatu yang
mencengkram dan melilit paru-paruku dengan kuat.

“Seseorang, siapapun itu, tolonglah aku!” Aku menjerit dalam hati

Tidak ada yang mendengar, rupanya aku benar-benar bodoh. Tak akan ada yang bisa
mendengar teriakanku, karena mulutku pun tersumpal. Tanganku terikat, begitupun kakiku,
aku meronta-ronta, namun percuma. Aku tengah dikunci dalam sesuatu berbahan besi. Aku
menebak, mungkin sekarang aku tengah berada di dalam lemari besi.

Dari dalam sini terdengar langkah kaki di luar sana, suara derap langkah yang tak
asing. Rupanya aku sangat mengenali langkah kaki itu. Ya itu Keiko, kembaranku.

“Kakak, tolong aku!” aku berteriak dalam hati, berharap teriakan itu sampai pada
Kei.

38
“Kau pikir aku akan menolongmu hah? Apakah kau tahu, aku tidak membutuhkan
adik kembar,” ketus kakak kembarku dengan nada membentak.

BRAKK!!!

pintu lemari dibuka dengan kasar oleh Keiko, sedangkan aku hanya bisa berdo’a
semoga tidak terjadi hal yang lebih buruk.

“Aku ingin seluruh dunia hanya untukku! Aku tidak sudi berbagi hal yang sama
dengan seseorang yang menyerupaiku,” ketus kakakku, emosi dan egonya sudah tak
terkendali.

Kei menodongkan sebuah belati padaku, seperti inikah akhir hidupku yang
menyedihkan?. Aku berdoa dan meronta hingga tali yang membelengguku terlepas lalu
menyingkirkan sesuatu yang menyumpal mulutku. Kuraih belati di tangan kembaranku dan
menghempaskannya menjauh dari tempat kami berpijak.

“Aku tidak menuntut kau tuk memperlakukanku sesuai keinginanku. Namun sadarlah,
kita ini saudara, kita berbagi darah yang sama walau dalam tubuh yang berbeda. Apakah
sepantasnya kau seperti ini?”

“Kau terlalu naif. Harusnya kau kesal dan membangkang ketika aku semena-mena
merenggut semua hak yang seharusnya untukmu, namun memang seperti itulah aku. Karena
itu aku tak ingin ada yang terluka lebih jauh lagi,” tempas Keiko dengan kepala yang
tertunduk, “Dan aku tak ingin kau terluka dan terus menderita karena aku, maka dari itu…
Aku harus membunuhmu,” sambungnya dengan nada yang lirih.

PLAKK!!!!

Aku mendaratkan sebuah tamparan tepat di pipi kiri kembaranku, bukan karena aku
membenci, namun aku hanya tak ingin dia berkata seperti itu.

“Bodoh!, Aku tak merasa demikian, aku tak terluka walau mungkin kau merasa
dirimu kejam. Karena aku menyayangimu apa adanya,” bentakku seraya meneteskan air mata
lantas memeluk kembaranku dengan erat.

Untuk sesaat keheningan menyapa kami, hingga kemudian kami sama-sama


menitikan air mata dan menangis sejadi-jadi. Bagaimanapun kakakku, aku akan selalu
mencintainya, bahkan ketika kami memperebutkan suatu hal yang sama

39
“Mei… Ma-maafkan kakakmu yang serakah dan pedengki,” Ucap Kei dengan suara
yang pilu.

“Ahh, tidak apa-apa Kei. Aku akan selalu menyayangimu sebagai kakakku, bahkan
ketika kita memperebutkan hal yang sama, aku harap itu tidak membuat kita tercerai berai,”
jawabku, dengan tangisan yang tak kalah derasnya dari Kei.

Aku menyayangi kakakku karena aku melihat diriku di dalam dirinya. Kakakku
adalah aku di tubuh yang lain, dan aku sangat menghormatinya.

Lemari di depan kami bergoyang lantas jatuh menimpa. Karena memang posisinya
agak miring dan condong kedepan. Aku yang kala itu membelakangi lemari terlambat
menyadarinya. Kakakku mendorongku hingga aku tersungkur.

BRAKK!!!!

Tubuh kakakku tertimpa lemari berbahan besi itu, darah bercucuran dari kepalanya.
Aku berteriak meminta pertolongan, namun tak ada siapapun yang datang untuk menolong.

“Mei, ma-maaf, teruslah hidup, kutitipkan Watari padamu,” ucap Keiko, rupanya itu
menjadi ucapan terakhirnya. Setelah itu nyawa kembaranku melayang meninggalkan
raganya. Aku tertegun kemudian menangis darah.

Waktu seakan terhenti dan tak akan pernah berjalan kembali. Takdir
memperlakukanku dengan begitu kejam. aku merasa tak dapat lagi melihat hari esok, namun
di sisi lain aku harus terus maju mengarungi lingkaran kehidupanku.

Tanpa ragu aku mengambil accecoris rambut yang selalu dikenakan Kei lantas
mengenakannya. Aku mulai menyamar menjadi kembaranku. Sekarang jasad tak benyawa
yang tertindih di sana adalah Meiko, dan yang berdiri dengan cipratan darah di sini adalah
Keiko, Kekasih Watari.

“Walaupun aku tak dapat menyampaikan perasaanku pada Watari sebagai Meiko,
namun kupikir aku bisa menjadi Keiko dan terus bersama Watari,” ucapku dengan penuh
keyakinan walau hatiku remuk. Kemudian aku berjalan keluar dari bangunan memuakan ini.

Dari ambang pintu keluar kulihat sosok Watari yang nampak kebingungan mencari
sesuatu. Lantas aku berlari ke arahnya dan bersikap layaknya Keiko, mendiang kakakku.

40
“Watari, Mei sudah pergi, di dalam sana ia terbunuh, aku tak bisa menolongnya,”
ucapku diiringi air mata yang berhasil lolos dari kedua netraku.

“Omong kosong! Sejak awal aku sudah mengetahui semua rencana dan niat jahatmu
untuk membunuh Meiko. Asal kau tahu, orang yang sebenarnya kucintai adalah Meiko, dan
niatku berpacaran denganmu hanyalah untuk menyelidiki niat jahatmu,” Ketus Watari dengan
nada marah. Hatiku tersentuh atas fakta yang sebenarnya, namun mengapa semuanya harus
berjalan seperti ini?

“Maaf, aku hanya tak ingin kau sedih, sebenarnya aku Me-“ Ucapanku terhenti ketika
aku merasakan benda tajam menghujam dadaku dengan kejam.

“Ini adalah pembalasan yang pantas untukmu!” Watari menikamkan pisau berbalut
kemurkaan.

Inilah takdir kami, sepasang kembar yang menyedihkan, dimana aku mencoba
membunuh perasaanku, dan kakakku mencoba membunuhku sedangkan orang yang kami
cintai berusaha membunuh kakakku.

TAMAT

41
Tentang Penulis

Novi Widy Astuti (Novi)


Gadis bertubuh kecil ini lahir di Tasikmalaya pada 26 November
2001. Merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Gadis kecil
yang memiliki hobi menggambar, menonton anime, dan malas-
malasan ini sangat terkagum dengan hal-hal yang berkaitan dengan
Negeri Sakura, mulai dari budaya hingga bahasa. Impiannya saat
ini adalah dapat meruskan pendidikannya dengan mengambil prodi
sastra Jepang.

42
43
“… mungkin di suatu tempat di dunia ini, hal itu mungkin terjadi…”.

Treng-treng-treng, bunyi bel sekolah menutup ucapan guru itu. “Huahh.. mana ada gerbang
ke dunia pararel, ngaco nih guru, ya jelas mustahil! Yang benar saja, mending gua main di
atap”, gumam Hanz, seorang murid laki-laki yang sangat disegani dan ditakuti banyak orang.

***

Sesampainya di atap, anak buah Hanz langsung menyambutnya.

“Halah.., ke mana aja kau Hanz? Tumben kali kau ikut pelajaran…”, ucap Danilo, tangan
kanan Hanz, sekaligus orang terdekatnya. “Oh iya Hanz, tadi ada anak bau kencur yang
nantangin kita buat rebut atap ini, katanya nanti pulang sekolah dia bakalan datang lagi sama
temen-temennya.”, sambung Danilo sambil menepuk punggung Hanz. “Hmmphh… siapa
takut!.”, sombong Hanz.

Sepulang sekolah orang yang menantang Hanz pun datang bersama teman-temannya.
Perkelahian untuk memperebutkan atap sekolah pun berlangsung sengit, hampir imbang
dengan Hanz sang penguasa sekola. Namun Martin orang yang menantang Hanz pun kalah
dengan sangat telak, pukulan terakhir Hanz yang cukup mematikan itu membuatnya terkapar
pingsan. Tetapi Hanz juga tidak pulang dengan badan mulus, ia babak belur hingga
membuatnya sulit untuk berjalan. Tak lama kemudian, mereka pun membubarkan diri.

***

Ketika Hanz berjalan pulang, ia sangat lemas setengah mati, kemudian ia pun
memutuskan untuk beristirahat di sebuah bangunan tua yang terbengkalai. Bangunan itu
diselimuti banyak kisah yang sangat ganjil, seringkali barang yang ada di sana menghilang
tiba-tiba, hingga membuat orang-orang takut untuk menghuni tempat itu, atau bahkan hanya
masuk ke dalam. Namun Hanz tidak menghiraukan semua cerita itu, mungkin salah satu
sebabnya adalah ia tak kuat lagi untuk berjalan pulang. Hanz yang begitu kelelahan dan tak
kuat menahan rasa sakit yang sangat, akhirnya ia pingsan di bangunan tua itu.

“Aww… ukkhh.. sakit banget, sialan gue malah pingsan di sini.”, ucap Hanz sambil
merintih kesakitan. Waktu yang sudah menunjukkan pukul 00:00, membuat Hanz pergi
bergegas meninggalkan bangunan itu. Tapi, bukan jalanan yang sepi dan gelap yang ia lihat
ketika keluar, bukan juga gedung-gedung yang kosong seperti jalan menuju rumahnya.
Melainkan langit yang dipenuhi kilauan-kilauan lampu gedung, warna-warni yang mengkilap

44
menghiasi bangunan yang sangat indah. Hanz pun terpukau, namun ia diselimuti oleh rasa
penasaran, dan ketakutan. “Apa aku sudah mati?, Di mana ini?, Tempat apa ini?” Otak Hanz
dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan itu. Pemandangan yang tak pernah ia lihat sebelumnya,
tempat yang sangat ia dambakan dalam hidupnya.

***

“Duarr.. duarr.. “, ledakan kembang api yang sangat besar begitu terngiang di
telinganya, pemandangan indah kembang api di pantai yang dipenuhi oleh manusia,
mengenakan pakaian tradisional yang belum pernah ia lihat di negerinya.

“Kembang api yang fana itu terlihat begitu bahagia, meledak dengan penuh
senyuman, walaupun hanya sesaat, namun akan tetap diingat oleh orang-orang, seperti diriku,
yang ingin diingat oleh orang lain, namun tak pernah terwujud.”, gumam Hanz sambil
terpukau kagum melihat pemandangan itu.

“Wahh.. sejak kapan kau jadi romantis begini Franz ?”, seorang pria asing bertanya
pada Hanz. “Siapa kau?”, tanya Hanz. “Tunggu, kenapa kau babak belur begini Franz? Apa
kau habis dipukuli lagi? sampai hilang ingatan begini?”, tanya pria itu, sambil
memperhatikan seluruh tubuhku. “Bukan urusanmu! lagi pula, siapa kau?” Tegas Hanz.
Namun Hanz pun sedikit heran, karena pria asing itu mirip dengan Danilo teman dekatnya.
Tetapi, ia memiliki sikap yang sangat berbeda dengan Danilo yang ia kenal. Begitu juga
dengan suaranya, sungguh berbeda, Danilo yang Hanz kenal sikapnya tidak akan selembek
itu. Hanz pun menyimpulkan bahwa pria asing itu hanya orang yang mirip dengan Danilo
saja. “Masa kau tidak ingat? ini aku Daniel!, teman baikmu!.” Jawab pria asing itu.
“Oyyy!!!, Daniel sedang apa kau di sana?.” Teriak seseorang dari arah belakang
Hanz.
Pria itu berlari menuju orang yang bernama Daniel, yang tepat berdiri di depan Hanz.
“Hahh?, dia mirip denganku! seluruh tubuhnya sama denganku, suaranya pun sama
denganku, ada apa ini?, tiba-tiba ada dua orang yang sangat mirip! apa yang sebenarnya
terjadi? diriku bagaikan masuk ke dunia cermin!!!.” Gumam Hanz, dengan penuh
kebingungan.

“Hah??, siapa kau? kenapa sangat mirip denganku?, Daniel!, siapa dia?, apa yang
terjadi?, jelaskan padaku!.” Tanya orang yang mirip dengan Hanz. “Aku bahkan tidak tahu,

45
mana Franz yang asli!!!.” Ungkap Daniel. “Sebenarnya tempat apa ini?, kenapa sangat
berbeda dengan sebelum aku masuk ke bangunan tua itu?.” Bingung Hanz.

“Cincin apa itu?, aneh sekali, aku belum pernah melihatnya!.” Tanya Daniel kepada Hanz.
Hanz kebingungan, dia juga sebenarnya tidak tahu cincin yang ada di jemarinya itu.
Bentuknya sungguh tak biasa. Tiba-tiba Hanz teringat ada seorang gadis yang memaksanya
untuk memakai cincin itu. Namun Hanz ragu, apakah yang ia lihat itu sebenarnya nyata?,
atau hanya imajinasi Hanz saja?. Hanz pun mencoba untuk mengingat kembali bagaimana
cincin itu bisa melekat dijarinya.

“Pakailah cincin ini, dan wujudkan keinginanku, aku ingin Franz bahagia bersama
orang yang dicintainya. Kau pasti akan berhasil melakukannya. Lalu setelah kau
melaksanakan permintaanku, lepaskanlah cincin ini di tempat saat kau bangun.” Ucap
seorang gadis, yang samar didengar Hanz.

“Aku tidak tahu!.” Jawab Hanz ke Daniel, sambil mencopot cincin itu. Tapi tidak
terjadi apa-apa, mungkin karena permintaan gadis itu belum Hanz penuhi, ia tidak bisa
kembali ke dunianya. Franz pun menyeret Hanz untuk pergi kerumahnya, karena banyak
orang yang mulai memperhatikan mereka. Sungguh aneh memang jika melihat orang yang
sangat mirip, namun tidak saling mengenal. Orang-orang sepertinya berpikiran begitu.

***

Sesampainya di rumah Franz, Hanz pun menjelaskan semua yang terjadi. Daniel dan
Franz, terlihat begitu kebingungan, dan merasa tak percaya dengan semua yang Hanz
katakan. Namun Franz menanggapi semuanya dengan serius, hingga Franz merasa semuanya
sedikit masuk akal, karena Hanz mengatakan bahwa Hanz bertemu dengan seorang gadis
yang Franz kenal. Memang benar, dulu pernah ada yang jatuh cinta kepada Franz, namun
gadis itu tidak mendapat jawaban yang diharapkan. Hingga membuat gadis itu sangat frustasi,
karena mengetahui Franz sudah mencintai orang lain. Yang akhirnya gadis itu memutuskan
untuk bunuh diri di bangunan tua, di mana tempat Hanz pingsan.

“Aku ingin kembali keduniaku.” Pinta Hanz, kepada Franz. “Aku akan membantumu
mengungkapkan rasa cinta kepada orang yang kau cintai!”. Terus Hanz. “Tapi aku tidak
bisa!”. Tegas Franz. “Gadis yang kucintai tidak akan mau menerimaku!, aku sadar!,
perbadaan kami bagaikan langit dan bumi!.” Sambung Franz. Ucapan Franz itu membuat
Hanz mengeluarkan sifat aslinya. “Apa maksudmu?!!!, lebay sekali kau, tinggal lakukan

46
saja!, gausah pake banyak omong!.” Ucap Hanz sambil menarik kerah Franz, hingga
membuat Franz ketakutan, karena memang Franz adalah orang yang penakut, dan sedikit
lebay.

***

Sungguh aneh memang, penampilan yang sangat mirip, namun memiliki karakter
yang kontras.Daniel yang melihat Hanz melakukan itu, juga langsung teranjak bangun dan
takut terhadap Hanz. Daniel yang mirip dengan Danilo, sungguh berbeda kepribadiannya.
Danilo yang merupakan teman baik Hanz, yang pemberani, tidak kenal takut, sungguh
berbanding terbalik didunia yang aneh ini. Hingga membuat Hanz jengkel, dan memaksa
Franz untuk bersedia melakukannya.

Namun tetap saja, meskipun Hanz sudah menunjukkan kemarahannya, Franz tidak
sanggup melakukan itu. “Hanz?, bagaimana kalau kau saja yang melakukannya, kau kan
sama persis mirip, jadi tidak akan ada yang curiga.” Ungkap Daniel sambil ketakutan, dan
berusaha menenangkan Hanz. “Tapi bagaimana kalau orang yang disukai Franz sadar bahwa
kami sangat berbeda kepribadiannya?”. Balas Hanz yang sudah mulai tenang kembali. “Ini
adalah foto orang yang Franz sukai.” Ucap Daniel sambil menunjukkan foto kepada Hanz.
“Dia tidak akan tahu, karena selama ini Franz hanya mendekatinya lewat sosial media, itu
pun tak sering Franz lakukan, jadi dia tidak akan tahu. Nah kebetulan banget, besok adalah
hari puncak festival kembang api di pantai yang tadi kau lihat, dengan ucapan romantismu
yang seperti tadi di pantai, pasti akan meluluhkan wanita itu!.” Sambung Daniel sambil
bersemangat.

“Festival kembang api?, hmm…”. Gumam Hanz sambil berfikir. “Yasudah, sekarang
hubungi wanita itu!.” Sambung Hanz. Tak lama kemudian, gadis yang Franz sukai
menyetujui ajakan untuk melihat kembang api bersama besok malam.

***

Setelah itu, mereka pun menyusun rencana untuk besok malam. Kemudian, mereka
saling bercerita satu sama lain tentang dunia mereka masing-masing. Kemarahan Hanz
berubah menjadi canda tawa yang sudah lama tak ia alami. Sampai-sampai, mereka bercerita
hingga larut malam. Hanz yang sudah sedikit mengantuk, beranjak ke tempat tidur sambil
memperhatikan lagi foto yang Daniel berikan. Wanita yang ada di foto itu, sangat mirip

47
dengan wanita yang Hanz kenal di dunianya. Wanita itu pernah ditolak oleh Hanz, padahal
wanita itu lumayan cantik, namun Hanz tidak tertarik kepadanya.

Sungguh seperti dunia cermin, Franz yang mengejar-ngejar wanita itu, hingga
membuat seseorang bunuh diri karena cintanya ditolak. Tetapi berbanding terbalik di dunia
Hanz. Wanita yang disukai oleh Franz, Hanz tolak mentah-mentah. “Kalau tidak salah wanita
ini bernama… Marry!, oh iya dia Marry yang dulu pernah ku tolak mentah-mentah.” Gumam
Hanz sambil mengantuk.

***

Esok harinya Franz bercerita sedikit tentang wanita yang Franz sukai, ternyata wanita
itu bernama Marry, Hanz pun merasa bingung, yang ia temui di dunia ini berbeda nama
namun sama dalam penampilan. Sikap Marry yang Franz ceritakan pun tak jauh berbeda
dengan Marry yang Hanz kenal. Sehingga tak perlu repot-repot bagi Hanz untuk mengetahui
sifat Marry yang Franz suka. Karena Marry yang Hanz kenal adalah orang yang suka dengan
orang yang romantis. Meskipun Hanz adalah orang yang pemarah, dan sulit diatur, namun ia
adalah orang yang romantis, sehingga mampu membuat wanita menyukainya.

Hanz dan Marry pun bertemu di tempat yang sudah dijanjikan. “Tepi pantai yang kita
lihat malam ini, tak akan pernah kulupakan. Akan kutulis namamu di atas pasir maupun
diatas bayanganmu. Ombak yang datang dan pergi menerpa kaki ini, terasa memintaku untuk
menumpahkan semuanya. Dalam kesunyian malam, hanya senja yang berlalu. Namun dalam
kebersamaan kita malam ini, hanya kebahagiaan yang berlaku.” Ungkap Hanz kepada Marry,
dengan penuh perasaan. Sehingga membuat Marry tak mampu berucap banyak, bulir air mata
haru mulai membasahi pasir yang mereka duduki.

“Ledakan kembang api mewarnai langit yang kita lihat. Kuyakin, kau sudah mengerti.
Aku ingin malam ini berlangsung selamanya..”. Sambung Hanz. “Wahh buset, Hanz jago
banget mengucapkan kata-kata romantis, beda sekali denganmu Franz.” Bisik Daniel kepada
Franz, yang menguping lewat telepon yang sudah dihubungkan dengan telepon milik Hanz,
agar Franz tahu apa saja yang mereka lewati malam itu.

“Cahaya kembang api itu, terasa begitu hangat saat ku duduk bersamamu. Kehangatan
masa depan yang kita rasakan saat berpegangan tangan, kuharap kau tidak akan pernah
melepasnya. Ledakan kembang api itu, bermekaran di langit malam. Mewarnai langit malam.
Dan lenyap dengan perlahan. Terimalah perasaanku, yang sedang bermekaran bagaikan

48
kembang api itu. Warnailah hidupku dengan senyumanmu. Dan hapuslah air matamu dengan
kebahagiaan.” Hanz, mengungkapkan perasaanya kepada Marry.

Tangisan haru yang diteteskan oleh Marry, mewakili jawaban yang ia tak mampu
ungkapkan. “Ya, aku terima perasaanmu. Aku juga mencintaimu.” Telah tersampaikan oleh
tangisan haru Marry kepada Hanz. “Teriakkanlah rasa cintamu pada dunia ini dengan
kencang!”. Pinta Marry, sambil mengusap air mata. “Aku mencintaimu Marry.” Bisik Hanz
ke telinga Marry. “Kenapa kau malah berbisik?” Tanya Marry. “Karena, engkaulah sekarang
duniaku.” Jawab Hanz. Marry pun kembali menangis terharu, karena jawaban yang ia dengar.
“Gue pengen nangis Franz, gila banget tuh Hanz, romantis banget.” Bisik Daniel. “Diem lu,
kalo kayak gitu aja gue bisa!.” Balas Franz.

***

Permintaan wanita misterius kepada Hanz pun terpenuhi. Banyak di dunia ini yang
mungkin saja terjadi, itulah yang ada di pikiran Hanz sekarang. Keesokan harinya Hanz pun
memutuskan untuk langsung pulang ke dunianya.

“Sepertinya, waktu singkat yang telah kita lewati bersama ini memberiku banyak
pelajaran. Daniel, jangan jadi penakut, beranilah!. Franz, jangan pernah kau melakukan hal
yang bodoh, jangan membuatku ditarik lagi ke dunia ini. Jaga dirimu baik-baik. Sepertinya
kita sudah harus berpisah, waktu udah menunjukkan pukul 00:00 saatnya aku untuk pergi.
Jaga diri kalian baik-baik, selamat tinggal.” Ucap Hanz, yang diakhiri dengan ia melepas
cincin aneh dijarinya. Hanz pun kembali ke dunia asalnya. Hanz terbangun pukul 00:00, tepat
di tempat yang sama saat ia pingsan. “Terimakasih banyak Hanz.” Seseorang berkata pada
Hanz. Mungkin wanita misterius itu yang mengucapkan terima kasih, namun suaranya begitu
samar. Waktu seolah tak berjalan saat ia pergi ke dunia lain.

Hanz memutuskan untuk tidak menceritakan semua kejadian itu kepada orang lain. Ia
akan menyimpan seluruh kenangan itu, untuk dirinya seorang.

“Di dunia ini masih banyak hal yang belum ku ketahui, sepertinya aku harus minta maaf ke
guru itu.” Gumam Hanz sambil beranjak dari kursinya.

TAMAT

49
Tentang Penulis

Maulana Rahman

lahir di Tasikmalaya, tanggal 23 Mei 2001. Aku mempunyai hobi menonton anime,
dan mungkin main games :D. Sekarang saya berusia 17 tahun. “Tua?” Hmmph.., ‘Tua’ hanya
untuk orang-orang yang tidak percaya diri, tapi emang sih saya sekarang lagi tidak percaya
diri.. :D. Saya bersekolah di SMK Negeri Manonjaya, di kelas XI Jurusan RPL. Kutipan
pendek saya dari cerpen ini mungkin hanya “Dalam kesunyian malam, hanya senja yang
berlalu. Namun dalam kebersamaan, hanya kebahagiaan yang berlaku.” So, buat yang lagi
bermekaran kayak kembang api, jangan bersedih mulu, and buat kalian semua, “Banyak di
dunia ini yang mungkin saja terjadi..”. Seperti Cerpen ini, mustahil, tapi siapa tahu???

maulana_rcr07

50

Anda mungkin juga menyukai