Anda di halaman 1dari 4

Impian Anak Pemulung

Cerpen Karangan: Gleam Pratama

Kategori: Cerpen Anak, Cerpen Motivasi

Lolos moderasi pada: 26 April 2014

“pak ni minum dulu” aku menyodorkan minum untuk bapaknya yang sedang asik
meremukan kaleng-kaleng bekas yang kami cari. Bapak menerima minuman yang ku sodorkan
tanpa berkata-kata. Mungkin karena bapak sedang lelah jadi dia tidak terlalu meresponku pikirku
dalam hati. Inilah pekerjaanku dan ayahku untuk menyambung hidup kami. Terpaksa pekerjaan
ini yang harus kami jalani setelah ayah diPHK dari perusaanya dan ditambah lagi harta kami
habis untuk pengobatan ibuku yang sedang sakit keras. Dan imbasnya aku pun juga harus putus
sekolah karena bapak tidak sanggup lagi membayar uang sekolahku. Namun aku tidak kecewa
karena aku tahu pasti tuhan memiliki rencana yang indah dibalik kejatuhan kami dan cita-citaku
juga tidak terlalu tinggi aku hanya ingin menjadi seorang pemain sepak bola. Setelah lama
beristirahat bapak mengajakku untuk melanjutkan mencari ujung tombak penyambung hidup
kami. Tapi aku tidak merespon kareena perhatianku tertuju melihat anak-anak yang sedang asik
bermain bola di lapangan yang ada di hadapan kami. Melihat aku yang termenung bapak pun
memukul pundakku sambil bertanya padaku “kamu ingin bermain bola nak?, main saja sana biar
bapak yang melanjutkan pekerjaan ini” kata bapak sambil merangkul pundakku. Aku sangat
kegirangan bukan main karena aku di izinkan bapak “aku janji pak bakal pulang malam-malam”
teriakku sambil berlari kelapangan untuk menghampiri orang-orang yang sedang bermain
tersebut. Sesampainya di tengah lapangan semua orang yang ada di sana terdiam sejenak melihat
kehadiran ku dan mereka melihat dengan seksama dari ujung kaki sampai ujung kepalaku.
Mungkin mereka heran melihat pakaianku yang compang-camping. Awalnya aku merasa takut
melihat pandangan mereka kepadaku namun, aku beranikan diri untuk memperkenalkan diri dan
meminta mereka untuk mengizinkan aku bergabung dengan mereka. Tapi ternayata yang ku
pikirkan berbanding terbalik dengan yang kelihatan. Mereka sangat ramah terhadapku dan
mereka pun menyalamiku sambil memperkenalkan diri mereka masing-masing. Namun tiba-tiba
seorang anak menghampiriku “Eh gembel, mendingan lu pergi dari sini, orang kayak lo gak
pantas gabung sama kita-kita” mendengar perkataan itu aku tertunduk leseh tapi untunglah
temanku yang lain berpihak kepadaku dan salah satu dari mereka membisikan sesuatu Doni
namanya “sudahlah, jangan masukan ke hati omongan rio dia memang agak sombong. mungkin
karena dia baru-baru ini diterima masuk timnas. Kamu boleh kok gabung sama kita-kita” melihat
perbincangan kami yang terlalu lama rio kembali membentaku dan dia memberiku tantanga
jugling mengitari satu lapangan dan jika aku menang barulah aku boleh bergabung dengan
mereka. Awalnya aku hanya terdiam namun melihat teman-temanku yang lain terus
memotivasiku semangatku jadi meningkat kembali dan aku pun menerima tantangan Rio. Saat
pertandingan kami sedang berlangsung tiba-tiba Rio terjatuh meringis kesakitan mungkin karena
permukaan lapangan yang tidak stabil membuat dia terjatuh. Aku dan teman-temanku pun berlari
menghampiri rio. Aku yang bermaksud membantu dia namun rio malah membentak dan
mendorongku “Eh gembel, jangan dekat-dekatin tangan lo sama gue ntar gue malah terkena
bakteri-bakteri yang ada di tangan lo lagi” mendengar rio yang berkata seperti itu teman-temanya
pun menjadi emosi namun aku berusaha meredakan amarah mereka dan meminta mereka
menggotong Rio ke pinggir lapangan. Setelah menggotong rio ke luar lapangan kami pun
bermain bola setelah sekitar 1 jam lama bermain kami pun beristirahat. Saat beristirahat teman-
teman baruku banyak yang menanyakan tentang kehidupanku dan juga memuji permainanku.
Aku hanya bisa tersenyum merespon pujian mereka. Melihat teman-temanku yang terus
memujiku tiba-tiba rio berteriak “udah lah, ngapain kalian muji anak gembel ini mendingan dia
muji gue yang jelas sudah menjadi pemain timnas” dengan sombongnya. Mendengar perkataan
itu teman-temanya mengajakku untuk pulang meninggalka rio. Melihat teman-temanya
meninggalkannya rio berteriak agar mereka kembali namun satu orang pun tidak menghiraukan
teriakan dia. Dalam perjalana pulang kami saling bercanda gurau satu dengan yang lainya dan
banyak membahas tentang kesombongan rio. Setelah sampai di perempatan kami pun berpisah
karena rumah mereka berlawanan arah dengan gubuk ku. Sebelum kami berpisah mereka
menyalamiku dan meminta aku datang kembali esok hari. Aku menyaggupi permintaan mereka
setelah sampai di rumah aku memberi salam pada kedua orangtuaku dan bergegas untuk mandi.
menghampiri bapaku dan memberikan kopi yang ku buat bapakku pun menanyakan bagaimana
respon mereka denganku. Aku menceritakan semua yang aku alami bersama mereka tadi
termasuk rio yang membenciku. Sedang asik berbicara aku melihat bapak serius melihatku
setelah ku perhatikan dengan baik ternyata bapak melihat kakiku yang luka-luka karena memang
aku tidak mempunyai sepatu untuk berrmain dan aku pun tadi bermain dengan kaki ayam. Ayah
pun memelukku “maafkan bapak ya nak, bapak belum bisa membelikan sepatu bola untukmu.
bapak memang ayah yang tidak bisa kamu andalkan…” melihat bapak yang berkata seperti itu
aku langsung memotong pembicaraan bapak “tidak apa-apa pak, sepatu bola itu bukan menjadi
kebutuhanku. Toh… tanpa sepatu bola aku masih bisa bermain. Yang terpenting sekarang
hanyalah kesembuhan ibu” mendengar perkataan aku bapak kembali memelukku sambil
mencium keningku. Aku coba meminta izin agar aku diperbolehakan berlatih bola dan hanya
membantu dia hanya setengah hari. ternyata bapak mengizinkan ku aku pun bersorak kegirangan
sampai-sampai ibu terbangun dari tidurnya karena mendengar suara ku yang terlalu keras.
Keesokan paginya aku kembali membantu bapak mencari kaleng-kaleng bekas dan saat jam 2
aku berpamitan kepada bapak untuk bermain bola ke lapangan. Begitulah kegiatan rutinku
selama sebulan ini. Saat kami sedang beristirahat fahrid menegurku “besok kamu ikut kami pergi
ya” “kemana” tanyaku kebinggungan. “kami telah mendaftarkan mu untuk seleksi timnas tahap 2
besok” jawabnya dengan lugas. Aku hanya temenung sepatu gak punya bagaimana bisa ikut
seleksi fikirku dalam hati. Melihat aku yang termenung fahrid menyadarkanku dan bertanya
yang sedang aku fikirkan. Aku pun menceritakan semua kendalaku kepada mereka tiba-tiba
dengan serentak mereka menyodorkan sepatu mereka kehadapanku. ”Terima kasih kawan”
kataku kepada mereka semua. Setelah ku coba satu persatu sepatu mereka tidak ada satu pun
sepatu mereka yang muat ke kakiku. Aku pun hanya bisa tertunduk lesu fahrid merangkul
pundaku dan mencoba menghiiburku. “mungkin belum saatnya aku masuk dalam timnas kawan,
terima kasih ya atas dukungan kalian” kataku dengan penuh ketegaran. “mau ada sepatu pun
mana mungkin anak gembel ini bisa masuk timnas kayak gue” melihat perkataan rio yang seperti
itu teman-temanya pun terbakar emosi dan kali ini aku tidak mampu meredam amarah mereka.
”Wei rio, jangan sombong lu, mulut lu bisa jadi senjata pembunuh lu ntar. kami yakin besok dia
bakal bisa ikut seleksi walaupun tanpa sepatu” bentakan fahrid kepada rio. Mereka pun mengajak
aku meninggalkan rio. Saat di perjalanan pulang teman-temanku pun terus menyemangatiku dan
memintaku tetap untuk datang menghadiri seleksi jam 9 pagi besok. Aku memaksakan untuk
tersenyum untuk menghargai semangat yang mereka berikan padaku. Saat di persimpangan kami
pun berpisah tapi kali ini aku tidak langsung pulang. Aku duduk di atas kursi batu yang ada di
tepi jalan tersebut sambil merenung. ”Ya tuhan, apakan engkau memang tidak mengiziinkan ku
untuk mengikuti seleksi tersebut, tapi mengapa tuhan…” sambil aku bersungut-sungut. Tiba-tiba
perhatianku tertuju kepada rio dia tidak sadar bahwa ia telah berjalan terlalu ke tengah dan ada
mobil di belakangnya. Tanpa fikir panjang lagi aku langsung menghidupkan mesin kudaku dan
berlari sekencang mungkin ke arah rio dan aku pun langsung mendorong dia dan tabrakan pun
dapat dihindarkan. Melihat kejadian tersebu sontak rio langsung terkejut dan terdiam sejenak.
Tiba-tiba rio memelukku dan meminta maaf atas semua perbuatannya kepadaku. ”Tidak apa rio
sebelum lu minta maaf gue udah maafin lu kok”. Rio langsung menyodorkan sepatunya kepada
ku aku pun sontak tidak percaya “serius ni rio, lu gak becanda kan?” tanyaku tidak percaya.
“udah lu coba dulu, pasti muat buat lu tuh sepatu”. Aku pun langsung mencobanya dan ternyata
benar sepatu itu muat di kakiku. Aku langsung bersorak kegirangan dan masih tidak percaya “lu
harus janji ya sama gue, kita berdua harus masuk skuat utama dan membawa nama indonesia ke
mata dunia”. Aku tersenyum kepadanya dan berlari meninggalkan rio untuk memberitahukan
berita ini kepada orangtuaku. Dengan nafas terengah-engah aku memberitahukan hal yang
menggembirakan ini. “kenapa kamu nak, seperti habis dikejar anjing saja, tenangkan dirimu dan
katakan apa yang terjadi” bapak terkejut melihatku. Aku mengambil minum dan membicarakan
apa yang telah terjadi. “Ini kesempatan yang bagus untuk mewujudkan mimpimu. Berikan
penampilan terbaikmu nak, jangan kecewakan orangtuamu apalagi teman-temanmu yang sangat
mensupport kamu”. Aku berjanji pak jawabku dengan penuh keyakinan. Keesokan harinya pagi-
pagi sekali aku berpamitan kepada orangtuaku untuk pergi ke lapangan aku tidak membantu
bapak karena seleksi dimulai jam 9 pagi. Setelah sampai di lapangan semua temanku heran
karena aku memakai sepatu pemberian rio. Kami hanya bisa tersenyum melihat kebinggungan
mereka. “sudahlah, mari kita pergi nanti terlambat lagi” potongku yang masih melihat
kebinggungan mereka. Sesampainya di stadion GBK sebelum masuk untuk seleksi. kami berdoa
bersama agar semuanya berjalan dengan baik.

2 hari kemudian kami kembali ke stadion untuk menghadiri penggumuman siapa saja
yang akan masuk dalam skuat timnaas. Dan kali ini aku mengajak bapaku setelah lama
menunggu akhirnya tibalah saat-saat yang mendebarkan penggumuman nama-nama pun
dibacakan betapa girangnya kami ketika mendengar nama aku dan rio masuk dalam skuat timnas
indonesia. “ini baru awal, perjalanan masih panjang, ingatlah anak-anak saat kalian menjadi
orang yang besar nanti jangan melupakan orang-orang yang telah mensupport kalian menjadi
orang sebesar ini”. Bapak memberi nasehat kepada kami. Dan perjalanaku dalam timnas
indonesia pun dimulai aku dan rio menjadi ujung tombak kemenangan indonesia. Dan pada
akhirnya impian masyarakat indonesia untuk melihat garuda berlaga di piala dunia pun
terwujudkan dan berkat pencapaian ini aku dan rio dikontrak salah satu tim besar di liga inggris.
Sekarang kehidupanku berubah 360 derajat. Gubukku sekarang sudah menjadi istana yang sangat
megah aku juga bisa membiayai pengobatan ibuku hingga sembuh intinya kehidupaanku
sekarang sudah lebih dari berkecukupan sampai sekarang pun aku menganggap ini masih seperti
mimpi seorang anak pemulung bisa menjadi bintang dunia.

Cerpen Karangan: Gleam Pratama

Anda mungkin juga menyukai