Anda di halaman 1dari 5

ARAH TUJUAN

Oleh : Meida Dharma A.P / XII IPA 2 / 14

Ini bukanlah sebuah kisah dunia remaja biasa. Ini merupakan kisah seorang remaja putri yang berusaha
keras mencari jati dirinya. Namaku Made. Made Widya Dharma Ayu tepatnya. Saat ini aku duduk di bangku kelas
3 SMAN 2 Denpasar,Bali. Aku dilahirkan dari keluarga yang bisa dikatakan berkecukupan secara materi. Hari
pertama sekolah saat kelas 3 menjadi hari yang mendebarkan untukku. Bertemu teman baru,guru baru,dan bahkan
ruang kelas baru dengan suasana yang juga baru. Aku cukup menggebu untuk memulai hariku. Aku duduk
sebangku dengan kawan lamaku kelas 1, Adinda namanya. Kami memang sudah kenal sejak 2 tahun lalu,tepatnya
saat kami dipertemukan di sekolah tercinta kami ini. Dan kamipun tak canggung lagi untuk berbagi hal bersama.
Hari demi hari aku lalui dengan perasaan yang cukup menyenangkan. Tetapi sesekali ada beberapa hal yang
membuatku untuk berfikir keras dan merasa was-was. Dalam pelajaran,apalagi yang berbau dengan kata sains, aku
tak cukup ahli. Tapi entahlah, mengapa aku bisa memilih dan masuk kedalam jurusan itu. Mungkin takdir tuhan,
atau mungkin memang kebetulan saja seperti ini. Sudahlah, akan aku jalani apa yang sudah aku pilih. Hari ini dalam
kelasku ada mata pelajaran matematika,yah..memang. matematika memang sangat tidak aku sukai. Entah dari segi
apa. Tapi sejak aku duduk di bangku SD aku memang tak menyukai matematika. Walaupun sesekali aku bisa
mengerjakan materi yang diberikan oleh guruku. Saat itu Bu Dina tengah mengajarkan kami rumus-rumus integral
trigonometri. Aku tahu maksud beliau, tapi aku tak paham. Tiba-tiba saja saat beliau menerangkan pada kami, Bu
Dina menunjukku untuk maju dan mengerjakan tugas yang ada di papan kelas.

“Ayu,coba teruskan pekerjaan ibu yang ada di papan. Ayo..” perintah Bu Dina terhadapku.

Saat aku tahu namaku yang dipanggil untuk maju kedepan,perasaan ini mulai bercampur aduk. Panas
dingin,keringatan,gugup dan ahh.. entah apalagi yang membuatku merasa kacau seketika.

“aduh.. mampus! Gimana nih, aku gak paham sama sekali” ujarku kepada teman sebangkuku,Adinda
sambil mengeluarkan nada panik.

“udah,yu. Nggak apa-apa. Ayo maju,bisa kok. Pasti kamu bisa. Udah cepetan maju. Bu Dina nungguin
tuh”.

Sahabatku Adinda memberiku semangat untuk meyakinkanku bahwa aku bisa. Baiklah,saat itu pula aku
maju kedepan dan mulai mengerjakan soal yang dituliskan oleh guruku di papan. Untuk awal okelah tak masalah.
Tapi ketika sudah menjelang pertengahan hitungan,

“Ya Tuhan! Ini apalagi? Harus diapakan ini? Aduh,sumpah! Mampus!” akupun bergumam pelan sambil
menggaruk-garuk kepala. Yang jelas,pertanda aku tak tahu penyelesaiannya.

Aku berdiri di depan papan cukup lama. Hanya mengotak-atik spidol di papan tanpa tahu kemana arah
hitunganku berhenti. Akhirnya tanpa kusadari,aku telah membuat teman-temanku menanti cukup lama dan suara
gemulai tapi lantang yang berada dibelakangkupun terdengar,

“haduh.. Ayu,begitu saja tidak bisa. Sudah,duduk saja kamu. Kembali ke tempat” ujar beliau.

Akupun kembali ke bangkuku dengan perasaan yang amat sangat tak senang. Kenapa? Karena merasa amat
sangat direndahkan. Memang aku tak begitu pandai dalam mata pelajaran hitungan karena aku tidak terampil dalam
mengerjakan latihan-latihan soal yang ada di buku. Tapi apa salah juga kalau murid memang belum paham dan
belum bisa. Kenapa harus dimarahi sebegitunya?? Aku jadi berpikir,
“huh.. menyebalkan. Memang salah kalau murid belum bisa dimarahi? Belum tentu juga beliau bisa
mnegerjakan soal sejarah atau kimia. Dasar”.

Mulai kejadian itu aku merasa seperti ada sebuah hal yang mengganjal di hati dan pikiranku. Mulai pening
gara-gara kepikiran soal matematika yang tidak bisa aku kerjakan di papan.

“Aaaaarrrrggggghhhhhhh.......!!! it’s so crazy when i can’t did the mathematic questions on the whiteboard!
Oh my god!!” aku berteriak sendiri dalam hati,tepat saat pelajaran matematika selesai.

Saat aku telah selesai mengemasi buku matematikaku, tiba-tiba saja ada panggilan dari ‘sound
announcement’ untuk aku datang ke ruang seni. Akupun bingung dan penasaran. Akhirnya aku berjalan dan
menuju ruang seni. Disana ternyata telah ada beberapa guru seniku. Mereka berkumpul dalam satu meja panjang
yang berisikan 12 kursi. Akupun dipanggil dan duduk bersama mereka.

“Ayu,maaf mengganggu waktu kamu sebentar. Jadi begini, 1 bulan lagi akan ada festival drama musikal
yang diadakan oleh dinas pendidikan untuk mencari bakat remaja. Kami telah mengetahui dan melihat bakat yang
kamu punya. Jadi, kami semua disini sepakat untuk mengajukan kamu sebagai perwakilan SMA Negeri 2 Denpasar
dalam festival drama musikal nanti”. Jelas Pak Putu kepadaku.

Akupun terheran dan tidak menyangka bahwa aku yang dipilih dari sekian banyak bakat siswa yang ada.
Memang,aku dilahirkan dengan darah seni yang mengalir dari ayah dan ibuku. Ayahku adalah seorang seniman
musik yang sekaligus menjadi guru vokal untukku. Dan ibuku, merupakan seorang penari asal Klungkung yang
sudah melalang buana ke penjuru negeri untuk melakukan pertunjukan tari. Maka tak heran jika aku memiliki darah
seni yang dialiri dari kedua orangtuaku. Sejak kecil aku memang suka bernyanyi. Hobi bernyanyiku ini dimulai
sejak aku berusia 4 tahun. Tak lepas pula,taripun menjadi pemanis dalam setiap denting syair lagu yang
kunyanyikan. Dengan bantuan ayah ibuku tentunya. Maka bagiku, seni suara dan seni tari merupakan sebuah satu
kesatuan yang tak bisa dipisahkan dariku. Aku pula telah mendapatkan cukup banyak piala dalam setiap event
perlombaan yang diadakan oleh lembaga-lembaga seni di Provinsi Bali.

“baiklah pak. Saya setuju dan saya akan mencari beberapa referensi untuk dijadikan bahan dalam acuan
festival drama musikal tahun ini”. Ucapku lantang dan bangga setelah mendengar perintah itu.

Saat tiba di rumah, aku memberitahukan berita ini kepada orangtuaku. Merekapun bangga dan mereka
berharap aku dapat menjadi perwakilan yang terbaik dari yang terbaik. Seusai itu aku bergegas menuju sanggar tari
milik pamanku, kakak dari ibuku yang kebetulan juga memang seorang penari. Kami berdiskusi panjang disana,
mencari-cari pokok materi yang akan kami jadikan tema dalam pembuatan drama musikal perdanaku. Dari siang
hari menjelang malam aku berada di sanggar buana milik pamanku. Akupun ingat bahwa aku ada janji dengan
Adinda dan Nyoman untuk belajar bersama. Karena besok ada beberapa tugas dan ulangan harian yang harus
diutamakan kerena memang status kami saat ini adalah seorang pelajar yang masa aktifnya tidak sampai genap 12
bulan.

“Bli, Ayu kembali dulu ya? Akan belajar kelompok bersama teman-teman. Besok kita lanjut lagi ya,Bli?”
pintaku sekaligus pamitku kepada pamanku.

“Oh..iya,yu. Tidak apa-apa. Konsep kamu sudah bagus. Besok mari kita buat musik dan gerakannya. Ajak
Gusti dan Agus ya?” jawab pamanku dengan ramah dan sopan.

“Baik,bli. Sip pokoknya. Om swasiastu”. Akupun berpamitan .

Sesampainya di rumah ternyata Adinda dan Nyoman telah menungguku di ruang tengah. Akupun segera
menghampiri kedua sahabatku yang kurasa cukup lama menanti kedatanganku.
“Om swasiastu.. Dinda,Nyoman. Maaf ya sudah membuat kalian menunggu lama. Tadi masih sibuk
mencari tema untuk festival. Ayo sekarang kita belajar bersama” ucapku kepada mereka.

“Ah.. memang sudah begitu kebiasaanmu sejak dahulu,Ay. Selalu saja tidak bisa menepati janji yang sudah
disepakati sendiri. Dan ujung-ujungnya tetap saja, seterlambat apapun kami datang, kamu yang paling terlambat
datangnya. Huu,dasar! Kamu ini,memang beneran sibuk atau disibuk-sibukkan sih??” kata Dinda padaku. Awalnya
semua terdiam,karena melihat Dinda yang berkata dengan mimik yang lucu alhasil kami semuapun tertawa
terbahak-bahak bersama.

Kami bertiga hari ini belajar bersama mengenai ilmu alam tentunya. Yang bagiku cukup tak cukup
mengerti. Kesimpulannya menyesuaikan arah angin. Jika sedang ada angin,maka cepatnya otak sesuai dengan
kecakapan guru mengajar. Tapi,jika sedang tak ada angin,tentu bisa tertebak betapa tak pahamnya aku dengan
materi yang diajarkan walaupun beribu-ribu kali diulang. Ya beginilah aku,malas untuk belajar. Apalagi
menghitung. Menguras otak dan gurunya selalu saja ‘killer’ membuat siswa yang melihat ingin rasanya cepat-cepat
selesai untuk mata pelajaran itu. Suatu hari di kelas sedang ada pelajaran bimbingan korselling, yaitu bimbingan
untuk membantu siswa menuju ke masa depan mereka yang memiliki tujuan lebih baik. Saat itu guruku tengah
membahas tentang tujuan siswa setelah lulus SMA nanti. Beliau berkata,

“Masa-masa saat inilah yang merupakan titik dimulainya kalian membangun masa depan kalian. Entah akan
kalian bawa ke masa depan gemilang atau justru sebaliknya. Berdiam diri dan berjalan-jalan kesana kemari tidak
ada kerjaan. Kalian tidak perlu takut dengan Ujian Nasional. Tidak perlu takut dengan nilai yang ada di raport
kalian. Selagi kalian mampu menyelesaikan tugas dan selalu mengikuti kemana arah ajar guru itu,pasti kalian akan
mendapat yang terbaik. Tapi masa depan kalian,siapa yang menentukan? Guru? Orangtua? Teman? Bukan.
Melainkan diri kalian sendiri. Mereka semua hanya perantara,membukakan pintu. Tetapi kalian harus masuk
dengan sendirinya. Jadi mulai saat ini pikirkanlah dengan matang kemana kalian akan melabuhkan masa awal
kejayaan tangga sukses kalian berlabuh”.

Mendengar kata-kata beliau, aku jadi berfikir, “tenyata kini saatnya aku harus memikirkan kemana aku
harus menentukan masa depanku. Tapi dimana???”

Akupun baru tersadar, bahwa aku sudah kelas 3 SMA yang sebentar lagi akan lulus dan meneruskan ke
jenjang yang lebih tinggi. Tapi harus kemana? Kuliah? Aku memang tak mengharapkannya. Aku lelah harus selalu
berurusan dengan guru-guru yang tidak menyenangkan. Inginku,tetap kuliah tapi ada jaminan setelah lulus langsung
mendapat pekerjaan. Tapi apa ada yang seperti itu? Setibanya di rumah, aku mencari tahu di internet tentang
sekolah-sekolah yang menjanjikan sebuah pekerjaan.

“ah.. banyak sekali yang harus aku pikirkan. Satu hal belum selesai,ditambah hal lain. Argh! Aku harus
kemana ini???”. Aku bertanya-tanya dalam kesendirianku di depan laptopku yang menyala.

Hari ini aku ada persiapan akhir sebelum besok memulai jadwal lomba festivalku. Menyiapkan pasukan
amunisiku yang akan aku kerahkan untuk bertanding esok hari. Ya, seperti biasa setiap perlombaan yang
kuajalani,kuanggap sebagai perlombaan terakhirku. Agar semangatku terpacu dan menciptakan sebuah hal yang
hebat. Kali ini aku akan membawakan tema “Wa Ode”. Cerita tentang kehidupan masyarakat awam yang mencari
sebuah keberkahan dari Sang Hyang Widi melalui perjalanan 2 orang sahabat yang berusia lanjut dengan tekad
membara mencari keberkahan Tuhan. Kisah yang aku ambil dari ide terlintasku saat aku menarikan tari nusantara.
Perpaduan budaya Jawa dan Bali. Mungkin kurasa ini akan menjadi sebuah karya perdanaku yang spektakuler
dengan iringan gamelan Jawa Bali ditambah angklung dan sasando dari Nusa Tenggara Timur. Hari itu tepat di
latihan terakhir kami di aula sekolah, kami semua berdo’a agar esok diberikan kelancaran dan keberhasilan
membawa nama baik sekolah.

Keesokan harinya tepat di gedung pertunjukkan seni,kami semua bersiap dan menanti giliran untuk
menampilkan kekuatan terbaik kami. Saat-saat yang dinanti pun muncul. Kini,giliran kami yang tampil. Semua
bersiap pada posisi masing-masing. Dan iringan musikpun dimulai dengan gema suara lembut para penyanyi. Aku
yang berada disamping panggung merasa sangat berdetak. Melihat,menantikan,serta berharap agar mereka semua
dapat menjalankan drama musikal ini dengan baik dan lancar. Akhirnya drama musikal kami telah selesai
dipentaskan. Dan setelah 2 pemain perempuan yang kudandani dengan riasan nenek lansia menemukan mata air
berkah,semua penonton yang berada di podium mengangkat dirinya dari kursi dan bertepuk tangan. Akupun amat
tak menyangka akan seperti ini jadinya. Seusai pementasan terakhir, pengumuman juara umum disampaikan. Dan
regu kami mendapat 3 juara pertama dalam 3 kategori dari 5 kategori yang ditentukan. Alhasil,kamilah yang
menjadi juara umum. Betapa bersyukurnya kami.

3 minggu kemudian, seusai aku mendapatkan juara umum festival drama musikal untuk sekolahku, aku
kembali fokus kepada ke pelajaran yang kurasa cukup lama aku tinggalkan. Disini, kami memang terbiasa untuk
berkomunikasi menggunakan bahasa inggris. Karena kami juga menyadari bahwa provinsi kami ini dijadikan
destinasi utama di republik tercinta kami ini,Indonesia. Saat itu pelajaran bahasa inggris sedang berlangsung. Mr.
Thomas, seorang kebangsaan Inggris yang sudah menjadi WNI itu adalah guru bahasa inggris kami. Tepat saat Mr.
Thomas memberikan kami tugas presentasi tentang kebudayaan dan pengertian struktur negara Indonesia, aku yang
menjadi giliran utama.

“Ayu,it’s your first time to speak up in front of class. Come on. And show your speaking english. I want to
listen your opinion in here. Let’s go,girl”. Perintah Mr. Thomas.

Akupun akhirnya maju kedepan dan menjelaskan apa yang tahu dan apa yang aku pahami dari tugas Mr.
Thomas. Sedikit ragu dan canggung. Karena aku memang sejak dulu tidak mahir berbahasa inggris. Tetapi sejak
masuk ke sekolah menengah pertama, aku mendapatkan guru bahasa inggris yang memudahkanku memahami
setiap kata. Mr. Thomas sedikit tertegun melihatku berbicara. Bahkan teman-teman sekelasku berkata kepadaku,

“hei,Ayu! Amazing. Kamu cocok jadi seorang negarawan”. Ucap temanku Wiguna.

Haha, akupun sedikit tertawa geli melihat temanku memujiku seperti itu. Rasanya seperti ada sesuatu yang
membuatku penasaran dari perkataanya. Mr. Thomas mendekatiku dan berkata kepadaku, jika ada kompetisi
debat,aku akan diikutkan untuk mengasah kemampuanku walaupun beliau tahu aku sudah kelas 3 SMA. Beliau
berkata, jika aku menang nanti piagam yang kudapat dapat aku ajukan sebagai bahan pertimbangan menuju masa
depan yang aku inginkan. Dan tentu saja, belum dua minggu pelajaran itu berganti dengan bab yang baru,Mr.
Thomas memanggilku,Adinda,dan Nyoman untuk mengikuti lomba debat bahasa inggris yang diadakan di Ubud.
Lumayan jauh. Tapi jika pergi bersama kedua sahabatku ini tentu saja aku sangat amat mau dan bersemangat.

Beberapa minggu telah aku lalui untuk berlatih dan berlatih mencakapkan serta melanyahkan kemampuan
berbahasa inggris kami. Tatkala, kami bertigapun harus melawan guru kami sebagai lawan main. Melelahkan
untukku, karena dispensasi tak henti-hentinya mengalir dari bulan ke bulan. Semoga saja ini tidak menyia-nyiakan
waktuku dalam mempelajari ilmu alam. Kini tiba saatnya untuk kami bertanding dengan lawan-lawan SMA se-
Provinsi Bali. Berat. Memang. Karena mengingat kemampuan kami yang belum seberapa jika harus dibandingkan
dengan lawan-lawan dari SMA lain. Nyoman sebelum pertandingan dimulai, dia berkata kepada kami,

“Teman-teman, calm down,please! Santai aja. Take it easy girls. Anggap saja ini merupakan latihan. Jangan
dibawa terlalu berat” .

“Iya juga, Nyoman benar. Seharusnya kita lebih memperdalam kosakata dibandingakan harus terdiam dan
merasa gugup menanti kita bertanding dan dengan siapa lawan kita”. Ujarku mendukung pernyataan Nyoman yang
kemudian diikuti oleh dukungan suara lincah Adinda.

Akhirnya giliran kami bertanding dimulai. Kami berusaha semampu kami. Dan sampai pada titik
terakhir,kami memperoleh juara 3 se-Provinsi Bali. Cukup memuaskan daripada tidak sama sekali.
“Kita sudah melakukan yang terbaik teman”. Ucap Nyoman dengan bijak.

Nyoman memanglah sahabat terbaikku setelah Adinda. Orang yang dewasa, sabar dan pengertian. Yang
memiliki cita-cita untuk menjadi seorang ahli teknik mesin. Sedangkan Adinda,sahabat utamaku yang selalu ada
dan menemaniku disetiap keadaanku dan yang selalu mendukungku. Dia bercita-cita menjadi seorang ilmuwan
biokimia yang berada di Inggris. Dan kuakui,kedua sahabatku ini memang sangat pandai. Mereka selalu
memperoleh nilai akademis dengan baik. Sedangkan aku, diantara kami bertiga tentulah aku yang paling payah.
Sampai pada akhirnya setelah kami melewati waktu yang berlalu dan terus berlalu, kini saatnya untuk kami
melakukan ujian akhir nasional yang diadakan kurang dari 2 bulan. Aku berusaha mengejar semua materi-materiku
khususnya ilmu alam yang kuanggap susah. Dengan mencari bimbingan belajar, bahkan tetap dengan agenda sistem
belajar kelompok yang aku terapkan dengan kedua sahabat karibku,Adinda dan Nyoman. Aku berusaha sekuat
tenaga dan pikiran untuk memahami materi yang ada. Seperti fisika,kimia,dan matematika. Yang menjadi inti dalam
jurusanku. Mulai dari pagi sampai pagi tidak henti-hentinya berusaha dan berdo’a supaya aku dapat memahami
lebih dari yang aku dapatkan kemarin.

Sempat suatu malam aku membuka akun sosial mediaku. Sekedar mencari hiburan setelah penat dengan
menemani ilmu alam. Saat kulihat di dinding akun facebookku, kulihat ada seorang perempuan yang mengenakan
seragam dinas. Tapi sepertinya dia masih terlhat muda. Setelah kulihat profilenya,ternyata dia berada di ikatan dinas
dalam negeri. Aku cari di ‘google’ tentang sekolah itu. Dan ternyata sekolah itu merupakan sekolah kedinasan yang
menjadikan siswanya untuk menjadi seorang negarawan. Sepertinya aku cukup tertarik untuk masuk disini. Karena
sesuai dengan apa yang aku inginkan dan sesuai dengan pemahaman bidangku. Baiklah,sejak saat itu pula
kuputuskan untuk mengejar masa depanku dengan masuk ke sekolah tinggi pendidikan dalam negeri.

Seusai ujian nasional dan kelulusanku, aku mempersiapkan diriku untuk mengikuti tes. Mulai dari
akademik sampai fisik. Serta aku lampirkan piagam-piagam yang aku dapat baik itu seni maupun akademis. Ini
sudah merupakan tekadku untuk masuk kesana. Dan bagaimanapun caranya aku harus bisa. Sampai pada akhirnya
sampailah aku pada penentuan akhir. Mereka memutuskan bahwa aku masuk menjadi praja muda disana.
Mengingat perjuanganku yang tidak mudah, harus kembali ke Bali-Bandung hanya untuk mengejar apa yang aku
inginkan. Dari situ aku dapat menyimpulkan, bahwa keberhasilan seseorang tidak diukur dari seberapa pandainya
dia. Tetapi lebih kepada perjuangan dan usahanya serta do’a untuk meraih apa yang diinginkan. Terlebih jika
memang dibekali dengan akal yang luar biasa. Tetapi kepandaian dapat dibentuk dengan berlatih dan berlatih.

- SELESAI -

Anda mungkin juga menyukai