Anda di halaman 1dari 10

Nama : Ullia Safarina

Nmp : 2002040001

Prodi : Bahasa Indonesia

GORESAN MASA DEPAN

Awan begitu biru di hadapan indra penglihatan, birunya diantara pancaran sinar matahari
yang begitu terik menggelegar siangnya di kota Aceh. Kota yang penuh sejarah bagi para penjuang
Aceh dan juga pengalaman hidupku. Ramadhan telah berlalu beberapa hari. Namun, kedai-kedai di
pinggiran jalan masih tetap bediri kokoh. Tempat itu dijadikan tempat jajanan yang ramai dan meriah.
Aceh.... ya, namanya sangat menyejukkan hati, sebab di sinilah aku dibesarkan dan menghabiskan
masa kecilku bersama ayah dan mamak juga adik dan kakakku.

Sudah lama aku tergiur bakso, kini kesempatanku untuk membelinya, aku pun bergegas
pergi untuk membelinya. Aku langsung memesannya untuku bawa pulang. Dengan bungkusan plastik
berwarna hitam sejumlah uang kembalian, aku pun bergegas untuk pulang. Ah ya, tidak manusia saja
yang sering berubah-ubah. Cuaca pun berubah yang tadinya terik kini matahari mulai tersembunyi
dibalik awan hitam yang bertanda hujan akan turun. Aku pun pulang sambil menikmati rahmat yang
Allah berikan yaitu hujan sembari melewati bangunan-bangunan dan perumahan. Langit mencucurkan
airnya, sehingga aku basah kuyup. Aku enggan berteduh, aku terus menelusuri jalanku. Aku sangat
menikmatinya, senyumku melebar dan aku bermain riang ditengah hujan deras dan tidak kepikiran
akan dilanda sakit demam.

“ Dek Ul” sosok itu memanggilku

“Iya mak? “ jawabku

“ Ya Allah, kenapa basah seperti ini ? kenapa tidak berteduh? Hujannya sangat deras nanti

kamu sakit !” ucap mamakku.

Aku hanya tersenyum melihat mamakku sembari mengambil handuk yang tadi ia bawakan.
Aku pun bergegas mandi, air hangat membuat tubuhku terasa hangat dan ditemani bakso yang tadi
aku belikan. Setelah aku makan bersama mamakku dan beberapa lontaran lelucon, aku pun pergi ke
kamarku. Tubuhku terasa nyaman saat rebahan di atas tempat tidurku.

“Hufff...!” ku hembus napasku. Seluruh badanku beradaptasi dengan empuknya kasur dan
yaa! Adaptasi itu tidak memerlukan waktu yang lama. Saat aku niatkan untuk tidur, perhatianku tiba-
tiba teralih pada ponselku. Aku pun bangkit dari tempat tidur dan mangambil poselku. Senyumku
pecah takkala aku melihat foto bersama sahabatku di pesantren. Foto-foto bangunan pesantren yang
membuat kalbuku rindu. Ku letakkan ponselku kembali dan aku berniat akan memejamkan mataku.

Aku menikmati masa liburku di rumah bersama keluargaku, tak terasa waktu berjalan begitu
cepat. Hari raya ke-10 pun tiba. Di mana salah satu hari aku akan dihantarkan ke pesantren MDMI
oleh orang tuaku yang pertamanya tempat asing bagiku. Bagaimana tidak!, Aku teringat saat aku
pertama kali kesini , aku beribu-ribu kali menolak ke tempat ini. Ancaman dengan tidak melanjutkan
sekolah favoritku, aku menerima kekalahanku. Akhirnya orang tuaku berhasil membujukku untuk
mencoba menurutinya. Aku hanya berpikir “ kenapa harus tempat ini?”
Setelah memenuhi persyaratan menjadi seorang santri aku dinyatakan lulus. Hari itu seakan
berlalu cepat. Aku malas mengeluh meski hatiku penuh dengan keluh kesah, teringat pada saat itu aku
sungguh tidak terima jika harus jauh dari orang tuaku. Aku menangis tersedu-sedu mengingat orang
tuaku akan meninggalkanku di tempat ini.

“Sudahlah jangan menangis, ini tempat yang terbaik untukmu! “ kata mamakku

“ Tapi mak aku sendirian” sahutku

“ Kamu tidak sendirian, banyak teman-teman kamu di sini! Jadilah anak yang mandiri dan
jangan cengeng ih!, mamak percaya kamu pasti bisa, mamak senang kamu mewujudkan impian
mamak”

Dalam benakku mengatakan mungkin aku harus mulai belajar menyenangkan hati kedua
orang tuaku, aku akan membuat orang tuaku bangga kepadaku. Dengan mata basah aku pun berkata
kepada mamakku sembari memeluknya.

“ Doakan aku ya mak, semoga Dek uli betah disini dan menjadi anak kebanggaan mamak”

“Iya , mamak selalu berdoa untuk Dek Uli”

Sebelum mereka meninggalkanku, mereka membereskan barang-barangku terlebih dahulu


dan memanjakanku dalam beberapa waktu yang tertinggal. Aku menjalani kehidupan di pesantren ini
aku mulai terbiasa dengan kebiasaan di pesantren.

Begitulah awal mula ceritaku masuk pesantren dan aku bertemu dengan teman-temanku yang
kebetulan sekamar denganku. Kami berkenalan hingga menjadi teman akrab sampai tidak bisa
dipisahkan. Kami saling berbagi satu sama lain, saling melontarkan lelucon , menceritakan kisah-
kisah kami, kami tertawa bersama dan ya!, aku seketika lupa akan hal yang membuatku teringat
dengan suasana rumahku tapi sesekali aku juga merindukan sosok mamakku.

Aku begitu teringat pada momen itu, di saat salah satu temanku menangis tersedu-sedu. Aku
menghampirinya

“ Hai! Siapa namamu? Mengapa kamu menangis? “ tanyaku ramah

Dia tidak mau menjawab dan menutup mukanya dikarenakan malu denganku dan juga kepada
teman-temanku.

“ Sudah, jangan menangis terus! Kamu santriwati jugakan?” tanya temanku

Ia hanya merespon dengan menganggukkan kepala dan sembari mengusap air matanya.

“ Kami juga sepertimu, jadi tidak perlu takut! Kita menjadi satu keluarga di sini” respon
temanku lainnya.

Dan sejak itulah awal cerita kebersamaan kami. Pada waktu itu merupakan hari senyum
sedunia dikarenakan hampir semua orang didekatku melemparkan senyumannya yang tulus. Hari
berikutnya mamak menjengukku. Senyum yang bagaikan rembulan terpancar dari bibir mamakku
yang membuat hatiku merasa haru. Aku bisa merasakan bagaimana indahnya membuat hati mamakku
bangga dan bahagia. Mamakku menghantarkan keperluanku yang belum tercukupi dan membawa
makanan kesukaanku.
“ Apalagi yang kurang?”

“ Tidak ada mak”

“ Betul tidak ada”

“ Iya mak.” Jawabku enteng

“Jika tidak ada yang kurang, segeralah lanjutkan makanmu!”

“ Iya..... iya mak”

Sembari aku makan makanan yang mamak bawakan, aku tersadar bahwa aku kehilangan
sikat bajuku.

“ Ehmm.... mak, besok bawa sikat baju satu ya, sikat baju Dek Uli hilang” kataku sambil

makan makananku.

“ Haaa..... inilah kamu tidak bisa menjaga barangmu sendiri, tadi katanya tidak ada lagi yang
diperlukan.” Repet mamakku

Tapi aku tanggapi dengan senyuman yang lebar dan sedikit gaya andalanku untuk membujuk
mamakku.

“ Senyum lagi!” ejek mamakku

Kami pun berbincang-bincang dan tertawa bersama dan menanyakan bagaimana aktivitasku
selama di pesantren itu dan menanya teman-temanku. Aku pun bercerita walaupun waktu yang tersisa
hanya sedikit lagi. Tapi aku manfaatkan peluang itu sebaik mungkin. Tak lama ayahku menghampiri
kami setelah ia berbincang dengan ustazd di situ, ia pun ikut mendengarkan kisahku dan kami saling
bertukar cerita. Mamak pun berpamitan dan begitu pula ayahku. Mataku berkaca-kaca, iya.. , mereka
tahu tetapi tidak berani bertanya karena jika bertanya maka tangisanku akan terpecah.

Senja kini menjadi malam, aku menarik napasku panjang dan melihat ke atas genteng, aku
mencoba memejam mataku. Awalnya sulit bagiku untuk tidur, air mataku berkecucuran, tanpa ku
sadari aku pun tertidur. Azan subuh pagi ini mengiringiku untuk mandi menyucikan diriku demi
menjalankan ibadah shalat subuh berjamaah. Kami semua bersiap-siap untuk mengikuti shalat
jama’ah.

“Ayo!” ajak temanku

“Ya” jawabku

“ Jalannya cepat-cepat “

“Emangnya kenapa?” tanya ku

“Nanti kita di denda kalau kita terlambat berjama’ah” jelas temanku

Sesampai di masjid aku melihat ramai sekali santriwati mengikuti shalat berjama’ah dan
mulai bersiap-siap untuk mengikuti shalat subuh berjama’ah dengan khidmad.
“Hufff.......” ku hela napasku sebelum aku ikut ke dalam barisan jama’ah untuk menunaikan
ibadah shalat subuh. Hari berpacu dengan cepat dan bulan berganti tahun dan aku masih berada di
sini di pondok pesantren MDMI, banyak kejadian, kegiatan, serta pergaulan antar sahabatku dengan
variasi sifatnya yang membuatku lupa akan suasana rumah.

Kini aku kembali, dengan sosok yang gagah ada mandiri, sekarang aku bukanlah tipe yang
dulu selalu menangis dan manja, aku sudah terbiasa dengan suasana di pondok pesantren ini, bahkan
aku sangat merindukan suasana pesantren begitu pula dengan sahabatku dan setiap kegiatan terekam
jelas dipikiranku.

Cerita pun berlanjut, ayah dan mamak mengeluarkan barangku yang aku butuhkan dan
membawakanya ke kamar bilikku. Kemudian mamak berpamitan padaku. Namun kini bukanlah
tangisan yang ku beri melainkan sebuah semangat yang membawa.

“ Mamak pulang dulu ya Dek Uli”

“Iya, mak , doakan Dek Uli disini !’’

“ Iya doa mamak ada selalu untukmu”

“Kalau ada waktu , sering-sering jenguk Dek Uli ya mak , bawa makanan juga.” Pintaku

Mamak pun mengangguk kepalanya tanda bahwa ia menyetujuinya. Kami pun saling
melontarkan senyuman. Mamak pun melangkah untuk pulang, tak lama sosok itu pun memudar dan
menghilang tanpa sisa di mataku. Di sinilah posisi sosokku, santriwati yang bernama Juliana sekarang
aku ingin mencapai masa mendatang itu. Aku akan menuangkan apa yang ada dipikiranku untuk
melukis masa depan itu dengan tinta do’a harapan, usaha optimal dan tentunya semangat yang
membara. Butuh waktu yang cukup lama sebelum akhirnya aku alasan orang tuaku membawa ku ke
pesantren ini. “ aku santriwati yang hebat yang tak mungkin terkalahkan, aku akan melukiskan masa
depan sebagai sosok ustadzah” pujiku dalam hati .

“ Eh, jangan melamun “ temanku membangunkanku dari lamauanku

“ Kenapa” tanya temanku satu lagi melanjutkan

“ Tidak apa-apa, aku hanya sedang memikirkan kalian, apa kalian tidak merindukan aku?”

tanya ku.

“ Apa? Rindu?” sahut temanku

“ Ehmmmmm” aku menganggukkan kepalaku sembari memasang wajah sok imut dan lugu.

“ Ha...ha...ha..., tidak!” sahut nya

“ Ehmm , jahat sekali kalian” dengan memasang wajah sedihku

“ Hi..hi..hi.. bagaimana aku tidak merindukan mu Dek Uli ! kami juga merindukanmu , kami
rindu dengan tingkah laku mu konyol tapi manja dan muka imut ini dan cengeng ini”

Mereka mencubit pipiku dan kemudian saling balas berbalas. Aku merangkul sahabatku dan
saling melontarkan beberapa lelucon karena sudah sebulan lebih tidak bertemu. Kami saling bertukar
cerita. Aku menatapi mereka geram tapi mengandung kerinduan dengan sikap mereka . kami saling
menyayangi satu sama lain dan memberi semangat dikala yang membuat kami rapuh. Kami saling
bertatapan dan mulai berpikir apa yang hendak di ucapkan lagi, dan ya... hanya dari tatapan saja kami
sudah ketawa , semua berakhir dengan senyuman bahagia.

Aku sangat bersyukur kepada Allah SWT. Allah sudah mentakdirkanku masuk ke pesantren
ini. Pesantren yang menjadi tempat kami menimba ilmu dan mengajari beberapa pengalaman dan
semoga saja di sertai dengan rahmat juga keberkahan dunia akhirat. Aku pun tersadar bahwa hidup
selalu penuh dengan tantangan di setiap waktu di mana kita mau tak mau harus kita hadapi. Namun
dengan kesungguhan , kerja keras , do’a dan adakalanya cinta, tantangan itu akan bisa kita hadapi.

Dan untuk keputusanku kali ini benar-benar tidak mengecewakanku, perlahan-lahan aku
menyadari hakikat cinta, persahabatan dan pengorbanan. Dan keputusan apapun itu jika bertujuan
baik dan karena allah maka jawabannya adalah benar. Karena kau tidak akan pernah mengenal akan
kata “ aku menyesal” . aku berterima kasih kepada sang pencipta engkau telah memberiku
kesempatan sampai detik ini. Dan untuk orang tuaku terima kasih telah menuntunku sampai saat ini.
Aku akan terus bersemangat untuk mewujudkan mimpi-mimpiku dan akan membanggakan orang
tuaku.
Nama : Ullia Safarina

Nmp : 2002040001

Prodi : Bahasa Indonesia

"Akan ku temani engkau selalu"


Nuansa sekolah kini mulai tercium. Di nama para siswa akan beraktivitas seperti biasa yaitu
sebagai pelajar setelah menikmati masa liburnya. Mereka harus mempersiapkan diri dan segala
perlengkapan sekolah. Ini akan menjadi keindahan bagi pelajar yang ingin mendapati luasnya ilmu
pengetahaun dan goresan tinta pena yang akan sangat berarti. Namun mengundang air mata dan hati
gerimis bagi pelajar yang kurang bersemangat. Hari ini adalah hari paling membosankan bagi Safira.
Dia seorang anak yang cerdas di kelasnya. Semenjak TK dan SD dia selalu menjadi juara. Sudah
banyak penghargaan yang dia dapatkan. Dia tumbuh besar dikeluarga yang berkecukupan.

Sekarang dia sudah duduk di bangku SMP. Pergaulannya sangat luas, dia termasuk anak yang
mudah bergaul dan disenangi teman-temannya. Dia anak yang ringan tangan dan juga baik budi
bahasanya. Tak ada yang menyangka kalau dia akan berubah di usianya yang ke-15. Ya tepat, ketika
dia duduk di kelas 3 SMP. Semuanya seperti gelap ketika dia sudah mulai berteman dengan beberapa
anak dari SMA. Kebetulan di dekat SMP Safira ada satu SMA.

Teman-teman SMA yang merupakan kakak kelasnya sudah banyak mempengaruhi pola pikir dan
juga sikapnya. Safira mulai berani berbicara kasar pada guru dan juga orang tuanya. Dia mulai arogan
dengan teman-teman kelasnya. Suatu hari terjadilah sebuah peristiwa yang tak bisa di lupakan oleh
safira dan juga teman-temannya. Peristiwa yang menyayat hati siapa saja yang mendengarnya.

Pada saat di kantin, saat Safira sedang makan, datanglah Anisa menghampirinya. Anisa
merupakan teman dekatnya Safira semenjak TK Sampai sekarang. Ia berniat untuk mengucapkan
selamat ulang tahun dan memberikan hadiah kepada Safira.

"Hai Safira, selamat ulang tahun!" Anisa menyapa Safira dengan penuh ceria

Dia mengucapkan selamat ulang tahun dan memberikannya hadiah berupa gantungan bergambar
foto mereka berdua, tetapi apa yang terjadi, Safira merasa risih dengan Anisa dan membuang hadiah
yang diberikan oleh Anisa.

" Ini yang kamu sebut sebuah hadiah?" Hadiah macam apa itu? , Aku ini orang berpunya , mana
mungkin aku mau memakai barang yang terbuat dari bahan bekas seperti itu! Apa kata teman-
temanku nanti !" Jawab Safira dengan lantang

Safira pun pergi tanpa menghiraukan Anisa, Anisa yang dari tadi menahan sedih , tangisannya
pecah ketika mendengar perkataan Safira. Anisa pun mengambil kembali gantungan itu dan bergegas
masuk ke dalam kelas. Sesampai di kelas Anisa di hibur oleh teman-temannya.

" Sudahlah Anisa , jangan sedih lagi " kata teman-teman

Anisa hanya mengangguk kepalanya sambil menghapus air matanya.


Hari pun berlalu seperti biasanya. Safira dengan kebiasaannya nongkrong dan bolos sekolah
dengan teman-temannya, sedangkan Anisa , ia belajar dengan giat dan mematuhi apa yang
disampaikan oleh gurunya. Saat jam pelajaran berlangsung, Safira dan teman-temannya merasa bosan
dan merencanakan untuk bolos sekolah, ia pun mengatur rencana serta teman-temannya
menggangguk setuju. Saat pergantian jam kedua , Safira dan teman-temannya melakukan aksi yang
mereka rencanakan tadi. Mereka berlari ke arah pintu pagar belakang, rencananya berhasil , mereka
dapat keluar tanpa sepengetahuan satpam dan guru. Jam pelajaran berlalu tanpa mereka sampai bel
jam pulang. Siswa semua bergegas pulang ke rumah , Anisa pun begitu, ia mengemasi barang-
barangnya dan pulang bersama temannya . Mereka pulang dengan berjalan kaki , mereka terus
berjalan dan tertawa riang. Sampai di pertengahan jalan mereka melihat orang ramai-ramai , jiwa
Penasaran mereka pun membara.

" Eh! Teman-teman, apa yang terjadi di sana?" Ucap salah satu teman Anisa

" Aku pun tidak tahu , ayo kita lihat!" Jawab Anisa

Mereka pun berlari ke arah kejadian itu dan melihat Safira yang bersimpah darah karena di
tabrak mobil.

"Safira.....! , Pak ini teman saya! , Tolong bantu bawakan ia kerumah sakit!" Pinta Anisa kepada
orang di sekitar

" Iya nak! Ambulance akan segera datang" jawab salah satu orang disitu

Tak lama kemudian ambulance pun datang. Anisa dan teman- temannya pun ikut menemani
Safira. Anisa yang sangat panik dan gemetaran berusaha menghubungi orang tua Safira. Sesampai di
rumah sakit , Safira diberi perawatan yang tepat, sembari menunggu , orang tua Safira pun datang ,
dan bertanya apa yang terjadi, Anisa pun menceritakan apa yang sudah terjadi kepada orang tua
Safira , orang tua sangat sedih dan menangis tersedu-sedu.

" Sudahlah Bu , jangan menangis , Safira pasti akan baik baik saja , doakan saja dia." Anisa
menghampiri ibu Safira.

"Iya nak , terima kasih ya!" Jawab ibu Safira

Ibu Safira pun merasa sedikit tenang mendengar perkataan Anisa. Anisa pun berpamitan untuk
pulang kerumah karena ia tidak memberi tahu ibunya tadi.

Keesokan harinya, Anisa pun pergi ke sekolah seperti biasa, berita terkait Safira pun mulai
menyebar luas di sekolah.

" Hah..., Itu balasan bagi orang angkuh dan sombong seperti dia " ujar seorang teman yang ada di
kelas Anisa dengan sinis.

Anisa tidak menghiraukan mereka , ia berniat untuk menjenguk Safira setelah pulang sekolah.
Jam pelajaran pun berlangsung dengan khidmat sampai jam pelajaran terakhir.

"Kringgggggg, kringgggggg" bel pun berbunyi tanda jam pelajaran sudah berakhir dan siswa
semua di perbolehkan untuk pulang kerumahnya, Anisa pun bergegas pulang ke rumah dan memasak
makanan kesukaan Safira. Sesudah semuanya siap, Anisa pun berpamitan kepada ibunya untuk
menjenguk Safira serta membawakan makanan yang sudah ia siapkan tadi. Sesampai di rumah sakit ,
ia masuk ke ruang dimana Safira dirawat, Anisa bergegas masuk ke dalam.
" Assalamualaikum" ujar Anisa

"Wa'alaikumsalam" jawab Safira

Anisa masih merasakan takut tentang apa yang telah terjadi. "Apakah Safira masih marah
denganku , bagaimana ini?" Gumamku dalam hati

" Eh Anisa , ayo masuk , duduklah" ucap Safira dengan nada penuh ceria

" Iya , terima kasih Safira , oh ya aku membawamu makanan kesukaanmu! Aku sendiri yang
memasaknya!" Jawab Anisa

" Wahhhhh! Pasti enak sekali aku sangat suka Anisa , harumnya enak sekali , terima kasih ya
Anisa "

Setelah menyantap semua makanan yang dibawakan Anisa , Safira pun berniat untuk meminta
maaf apa yang sudah terjadi sebelumnya , mungkin sekaranglah waktunya.

" Anisa, ada yang mau aku sampaikan kepadamu" ujar Safira

"Apa itu Safira, apakah kamu membutuhkan sesuatu , katakanlah!"

Safira pun memegang tangan Anisa seraya berkata " Anisa... Aku minta maaf kepada mu , apa
yang semua telah terjadi , tentang semua perkataanku dan sikapku kepadamu yang membuat hati mu
sakit, ibu ku sudah menceritakan semua nya dan aku berterima kasih kepada mu karena sudah
menolong ku . Apakah kamu mau maafkan aku?"

Anisa mendengar perkataan itu menjadi lega dan senang. Anisa menganggukan kepalanya sambil
tersenyum lebar Kepada Safira.

"Sudahlah Safira, itu semua sudah berlalu , jangan dipikirkan lagi , yang penting sekarang
jagalah kesehatanmu , biar kita barengan lagi" ucap Anisa dengan wajah sedikit lucu

Mereka pun berpelukan , mereka tertawa riang . Kini pertemanan mereka semakin erat , Anisa
sering mengunjungi Safira dan menceritakan apa yang terjadi disekolah dan membahas tentang
pelajaran.Tentang Safira , kesehatannya semakin membaik.

Hari berganti hari, Safira pun diperbolehkan untuk pulang ke rumah karena dengan kondisinya
yang semakin membaik, keesokan harinya Safira pun berangkat ke sekolah , sesampai di sekolah
Safira berjalan berjalan memasuki kelasnya. Anisa sangat terkejut melihat Safira sudah bisa masuk
sekolah lagi , kebahagiaan yang ia rasakan tentang temannya yang sudah membaik dan bisa
menjalankan aktivitasnya seperti dulu lagi.

Waktu terus berputar, Safira menyadari makna sebuah persahabatan yang tulus. Safira berasa
sangat beruntung karena Tuhan telah memberikannya seorang sahabat yang tulus dan selalu
menemaninya. Kini Safira pintar membagi waktunya untuk belajar maupun bermain, ia ingin menjadi
kebanggaan keluarganya. Terima kasih Tuhan, engkau sudah memberiku kesempatan sekali lagi
untuk memperbaiki segalanya.

Hari berganti hari dan bulan berganti tahun, aku dan Anisa sudah menyelesaikan sekolah
menengah pertamanya sampai selesai dan mengikuti ajang wisuda bersama Anisa dan juga teman-
temanya dia mendapatkan nilai yang baik. Safira dan Anisa ingin melanjutkan sekolah menengah atas
yang sama. Setelah ia menyiapkan berkas yang ia perlukan, Safira dan Anisa pun pergi ke sekolah
yang menjadi impian mereka. Mereka mengikuti berbagai tes sampai selesai. Selang beberapa hari
untuk menunggu hasil kelulusan, mereka selalu berdoa agar impiannya dikabulkan. Setelah menunggu
beberapa hari pengumuman tentang hasil kelulusan pun keluar. Mereka pergi ke sekolah itu untuk
melihat hasilnya.

“ ayo kita masuk, semoga hasilnya sesuai dengan keinginan kita ya Anisa.” Safira memulai

Pembicaraan

“ iya Safira, tapi jangan sedih dulu, kita kan sudah berusaha, kita sering belajar bersama!”

“ eummm, yuk kita lihat hasilnya!” ucap Safira

Mereka pun masuk dan melihat hasil kelulusannya. Dan ya!, usaha tidak akan mengkhianati
hasil, mereka dinyatakan lulus dan bisa sekolah di sekolah favoritnya. Mereka bersorak gembira,
mereka bahagia dengan hasilnya. Mereka pun dinyatakan sah sebagai anak SMA, meraka berangkat
sekolah bersama dan kebetulan lagi mereka mendapatkan kelas yang sama. Anisa dan Safira memang
anak yang aktif disekolahnya. Anisa dan Safira sering mengikuti organisasi dan olimpiade di
sekolahnya, mereka jadi kepercayaan gurunya. Suatu hari mereka diberikan tugas kelompok dan
beberapa teman lainnya yang merupakan satu kelompok denganya.

“ kita nanti siang kerja kelompok ya!” ucap Safira

“ oke, tapi dimana?” sahut temannya

“ gimana kalau dirumah aku aja?” jawan Anisa

“ oke, sampai ketemu nanti ya semua!” jawab Safira

Mereka pulang ke rumah masing-masing, mereka bersiap-siap ke rumah Anisa untuk berkerja
kelompok. Safira datang lebih awal dari mereka, sebelum mereka sampai mereka sudah mengerjakan
sedikit tentang tugasnya. Tak lama kemudian mereka pun sampai di rumah Anisa. Mereka
mengerjakan tugasnya agar cepat selesai. Keesokkan harinya mereka menampilkan hasil kerja mereka
dan mereka mendapatkan nilai yang bagus.

Tak terasa Safira dan Anisa sudah menduduki kelas tiga SMA. Banyak yang mereka lalui di
kelas satu dan kelas dua. Mereka masih menjadi kepercayaan gurunya. Banyak yang berubah dari
Safira. Kini ia lebih rajin dalam pembelajarannya . Anisa dan Safira sering belajar bareng untuk
mendapatkan nilai yang baik. Ibunya Safira sangat senang karena anaknya sudah berubah. Mereka
mengikuti kelas tambahan untuk persiapan ujian yang sebentar lagi akan merka hadapi. Meskipun
begitu, Safira dan Anisa masih bisa meluangkan waktunya untuk bersantai di sela-sela kesibuknya.
Hari itu pun berlangsung. Anisa dan Safira merasa deg-degan, mereka harus membuktikan bahwa
mereka bisa.

“ kita pasti bisa!” tegas Anisa

“ ehmmm, jangan sia-siakan perjuangan kita “ jawab Safira

“ iya, sebelum itu jangan lupa berdoa ya, dan ingat jangan curang!” tegas Anisa sambil melihat
ke arah Safira.
Mereka pun bergegas masuk ke dalam kelas untuk mengikuti ujian akhir. Merka sangat fokus
saat menjawab soal dan untuk membuktikan kepada orang tuanya. Dan membuat orang tuanya bangga
kepada mereka. Setelah mengikuti ujian semua pelajaran, meraka menunggu hasil nilai. Mereka
mendapatkan nilai yang baik dan dinyatakan lulus dari sekolahnya dan menjadi siswa yang prestasi
serta siswa yang teladan. Orang tua Anisa dan Safira sangat bangga dan terharu kepada mereka.
Bagaimana tidak, tak terasa anaknya sudah besar yang sebentar lagi akan menjadi mahasiswa.
Mereka pun mengikuti ajang wisuda tetapi kali ini berbeda. Mereka mengikuti wisuda di Sekolah
SMAnya. Mereka menikmati setiap ajang acaranya. Anisa dan Safira sangat bahagia mereka dapat
melalui bersama. Meraka berfoto dan menjadikan kenangan yang tak pernah terlupakan.” Terima
kasih sahabatku, engkau selalu menemaniku, dan aku berjanji akan aku temani engkau selalu” . ucap
Safira dalam hatinya.

Anda mungkin juga menyukai