Anda di halaman 1dari 8

CONTOH CERPEN

Arti Kejujuran

Waktu itu, saat aku masih duduk di bangku SMP, aku mengerti tentang apa itu kejujuran. Pilihan
untuk berbohong dan jujur, hal itu yang aku hadapi saat aku menghadapi ujian sekolah. Saat
ujian, teman sekelasku banyak yang mencontek dengan berbagai cara. Ada yang membawa
catatan kecil hingga menyembunikan buku di bawah meja.

“ Zul, lo mau nyontek ga? Gue bawa contekan nih” bisik Fadil di sebelahku saat ujian
berlangsung.

“Wih! Boleh juga” ucapku dengan mengambil kertas kecil darinya.

Pada saat itu, aku masih belum percaya buah dari sebuah kejujuran. Aku akan mencontek jika
menghadapi ujian matematika, fisika hingga kimia, karena aku kurang begitu suka dengan
angka. Hingga akhirnya pengumuman kenaikan kelas pun tiba, aku dan teman-temanku begitu
tegang saaat menunggu nilai rapot yang akan diberikan.

Setelah kuterima rapot dari wali kelas, lalu wali kelasku mengatakan bahwa aku naik kelas.
Namun, saat aku membuka rapot itu aku melihat nilai pelajaran matematika, fisika serta kimia
mendapat nilai yang kurang memuaskan bahkan kurang dari rata-rata.

Saat itu ku merenung, bernostalgia di saat aku ujian dan mencontek di salah satu mata pelajaran
tersebut, kemudian hasilnya mendapat nilai buruk. Sedangkan mata pelajaran yang lain yang aku
kerjakan dengan kemampuanku meraih hasil yang baik.

Lalu hal tersebut aku terapkan untuk menghadapi ujian di kelas berikutnya. Ketika ujian nanti,
diriku niatkan untuk berusaha jujur dalam mengerjakan soal yang diberikan, sesulit apapun. Kali
ini materi yang telah kupelajari dan yang diajarkan guruku di kelas semuanya keluar. Tanganku
menuliskan jawaban di LJK dengan tenang tanpa suatu keraguan. Hingga akhirnya pelaksanaan
ujian pun selesai, kini hanya tinggal menunggu hasilnya.

Hari pembagian rapot pun tiba. Aku kembali tegang dengan hasil yang akan aku dapat nanti.
Kemudian ibu wali kelas membacakan satu per satu para siswa yang meraih peringkat lima besar
paralel hingga tepat pembacaan siswa yang meraih peringkat pertama

“Siswa yang meraih peringkat pertama adalah…” ucap ibu wali kelas,
Semua siswa begitu tegang menunggu kelanjutan ucapan dari ibu wali kelas tersebut.

“Zulfikar Al Husein” ucapnya sambil mengarahkan matanya padaku.

Diiringi bahagia dan harus atas kerja kerasku belajar selama ini tidak sia-sia. Kemudian semua
teman memberi selamat padaku, lalu ibu wali kelas mengatakan padaku bahwa peraih peringkat
pertama akan mendapat beasiswa sekolah di SMA. Diriku begitu senang mendengarnya.
Anggapanku tentang kejujuran itu memang benar “kalau jujur itu membawa bahagia walau
awalnya itu sulit”

Belajar dari yang Tak Pernah Diajar

Pagi itu aku yang sedang sarapan dengan tenang tiba-tiba tersendak karena melihat jam sudah
pukul 7. Aku menggoes sepeda. Sialnya gerbang sekolah sudah ditutup dan pak satpam dengan
wajah kesal berkata padaku di balik gerbang.

Lalu dibukakannya pintu gerbang itu, namun aku dan beberapa murid lain dihukum dengan
berdiri di lapangan basket sampai jam pertama selesai. Aku melirik pos satpam, sebuah tempat
dimana laki-laki itu setiap pagi datang dan bekerja sampai sore hari tiba.

Namanya adalah Pak Asep, tapi anak-anak sering memanggilnya “Mang Oray”, entah aku tak
tau siapa pencetus panggilan tersebut pada Pak Asep. Dia sangat popular di SMA Negeri 1
karena dekat dan ramah dengan murid-murid, khususnya murid laki-laki.

Lama setelah itu aku juga semakin akrab dengan satpam tersebut, yang kawan-kawanku selalu
memanggilnya Mang Oray. Pernah suatu ketika dia menceritakan kepadaku dan kawan-kawanku
tentang dia sewaktu seusia kami.

“ Dulu, Mamang pernah sekolah seperti kalian. Tapi mamang tidak bisa melanjutkannya hingga
selesai, karena orang tua mamang tidak bisa membiayainya” imbuh dia dengan senyum
menutupi.

“Kalian, harus memanfaatkan kesempatan kalian untuk mengais ilmu disini, makanya mamang
suka marah pada kalian yang suka terlambat masuk” sambungnya.

Dia kemudian melanjutkan ceritanya. Ternyata di rumahnya dia menyediakan perpustakaan mini
untuk para tetangganya yang ingin sekolah namun terkendala ekonomi keluarga. Aku pun sangat
kagum dengan perjuangan Pak Asep. Ditengah biaya hidup yang semakin susah, kulit kian
keriput serta rambut kian memutih, dia masih bisa membantu orang-orang di sekitarnya.
Terimakasih, Pa

Manisnya Sebuah Hasil

Nabila adalah siswi teladan yang sudah memasuki semester akhir sekolah SMA, yang tandanya
dia akan menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Sedangkan Nadin adalah
sahabatnya yang selalu menemani Nabila saat belajar di perpustakaan, bukan untuk belajar, tapi
dia lebih memilih bercengkrama dengan ibu perpus.

Ujian Nasional pun sudah berakhir. Nabila, Nadin dan beberapa kawannya berjalan melewati
lorong sekolah menuju kelasnya. Setelah tiba di kelas, anak-anak kelas XII IPA sudah berada di
bangku masing-masing, menunggu wali kelasnya membagikan amplop berisi surat kelulusan.
Nabila dan Nadin saling berpelukan dibangku mereka, saling mendoakan.

Namun Nabila mendapatkan 2 amplop secara bersamaan. Setelah semua siswa mendapatkan
amplopnya masing-masing, secara bersamaan siswa XII IPA membuka amplop tersebut.
Kegugupan, ketegangan dan kekhawatiran saat itu pecah. Seluruh siswa lulus, wali kelaspun ikut
bahagia dengan kelulusan semua siswa.

“Alhamdulillah..,aku lulus” ucap Nabila saat membuka amplop pertama.

“Iya aku juga lulus, Bil…” sahut Nadin.

Dengan wajah penasaran Nabila membuka kembali amplop yang kedua. Dengan tangan yang
gemetar dia membaca isi amplop tersebut. Ternyata isinya adalah surat keterimanya dia sebagai
penerima beasiswa kuliah di Turki.

Nadin yang tadinya hanya asik dengan bahagianya sendiri, turut ikut bahagia mengetahui bahwa
sahabatnya telah mendapatkan beasiswa kuliah ke Turki.

Nadin mengetahui kalau sahabatnya ini adalah orang yang sangat giat belajar. Setiap kali jam
istirahat pertama berbunyi, dia memilih untuk ke perpustakaan daripada ke kantin. Menurutnya
ke kantin jam istirahat ke dua pun bisa. Jadi dia lebih memilih memanfaatkan waktunya untuk
belajar di perpustakaan.

Ternyata benar, tidak ada usaha yang sia-sia di bumi ini, semuanya aka nada hasilnya, besar atau
kecil.
Meminta Lebih Baik dari Mencuri

Hari ini, aku pulang kuliah lebih cepat dari biasanya, dikarenakan dosen mata kuliah di jam
terakhir berhalangan masuk. Aku pun bergegas pulang, sekitar pukul 15.00 akupun tiba di
rumah. Namun, aku melihat ibu seperti orang kebingungan yang sedang mencari sesuatu.
Ternyata ia kehilangan uang kembalian belanjaannya.

Aku pun membantunya namun hasilnya pun nihil. Ibu pun pasrah dan aku ke luar rumah kembali
karena lupa ada yang harus dibeli. Di jalan dekat warnet, aku bertemu dengan adeku.

“De, kamu main di sini emang ibu kasih uang ke kamu? Kan kamu lagi dihukum ga dikasih uang
jajan hari ini?” tanyaku dengan muka yakin kalo dia pasti mengambil uang ibu. “oh, kaka tau
kamu ambil uang ibu yang di atas meja, ya!?” sambungku.

“I..ii..iya kak, aku ambil uang ibu, tapi Cuma aku pakai 5 ribu doang kok, kak.” Jawab dia
dengan ketakutan.

“Ayo naik ke atas motor, nanti jelasin sama ibu..” ucapku sembari membawanya pulang.

Sesampainya di rumah, dia langsung jujur dan menceritakan semuanya kepada ibu. Aku dan ibu
langsung menasehatinya sebaik mungkin.

“De, ibu lebih menghargai kamu meminta ke ibu, sekalipun kamu sedang dihukum. Dari pada
mencuri seperti ini kan tidak baik” kata ibu sambil mengelus rambut adikku.

Dia hanya tertunduk malu dengan rasa bersalahnya yang terpampang jelas dari wajahnya.
Setalah dinasehati, adikku mengakui kesalahannya, meminta maaf kepada ibu dan aku, serta
benar-benar berjanji untuk tidak mengulanginya lagi di kemudian hari.

Menjelang Ujian Nasional

Namaku adalah Wulandari, siswi kelas XII di salah satu SMA Negeri di Jakarta. Aku biasa
dipanggil wuri. Aku tinggal di Jakarta, namun aku lahir di tanah pasundan, Bandung. Sudah 10
tahun aku dan keluargaku pindah ke Ibu Kota.

Hari ini adalah hari kamis, akan diadakannya seminar alumni. Seminar ini akan di isi oleh
lulusan terbaik sekolah kami, yaitu seorang mahasiswa kedokteran di salah satu universitas
terbaik di Jakarta. Tujuannya adalah memberi inspirasi dan motivasi kepada anak kelas XII,
sekaligus menyuarakan betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan. Aku dan teman-teman
sudah tidak sabar menunggu kedatangan mereka.
Saat bel istirahat berbunyi aku bergegas menuju ruang seminar bersama temanku, Santi. Aku dan
teman -temanku sudah berada didalam ruangan, kemudian kakak mahasiswa itu menuju ke arah
depan dan langsung memperkenalkan diri, menyambut kehadiran mereka dengan senang hati.

Materi yang kakak mahasiswa itu berikan sangat memotivasi sekali, begitu pula mengenai
pentingnya pendidikan dalam kehidupan dan masa depan. Dia juga memberi gambaran tentang
generasi masa kini yang nasibnya kurang baik, karena besarnya rasa malas yang meradang.

Setelah materi selesai, di penghujung acara aku dan seluruh murid menyalami kakak tersebut dan
berterimakasih padanya karena sudah membuatku semakin yakin bahwa setelah lepas dari SMA
aku akan mengejar cita-citaku menjadi seorang dokter.

Pentingnya Budi Pekerti

Siang itu, jam dinding menunjukkan pukul 14.00, artinya tidak lama lagi pelajaran akan selesai
dan kelas akan pulang. Akupun melihat pak guru mata pelajaran Kewarganegaraan telah
mengemaskan peralatan belajarnya dari atas meja ke dalam tas.

Setelah semuanya telah siap untuk pulang, keadaan kelas begitu senyap dan diam, karena tau
guru kewarganegaraan ini sangat tidak suka sekali kelas yang gaduh. Bahkan saking heningnya,
suara motor dan kendaraan lain dijalan yang berjarak lebih dari 100 meter dari sekolahku
terdengar. Tiba-tiba pak guru memecah keheningan dengan mengajukan pertanyaan kepada
kami.

“Anak-anak sebelum pulang bapak ingin bertanya kepada kalian semua, menurut kalian, apakah
sesuatu yang penting dalam sebuah negara?” kata Pak Guru dengan tangannya memangku
dagunya.

Kemudian Yopi, kawan yang duduk sebelahku menjawab sambil mengangkat tangannya.

“Pemerintah, pak..” jawabnya.

“Adalagi yang lain?” sambung pak guru.

Akupun memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan tersebut.

“Pengakuan dari negara lain, pak..” jawabku.


“Jawaban kalian itu semua tidak salah, semuanya benar. Tapi, di balik itu semua ada sesuatu
yang harus dimiliki sebuah negara” pungkas Pak Guru.

Kami serentak kebingungan lalu bertanya kepadanya.

“Lalu jawabannya apa, Pak?” tanya kami dengan penuh penasaran.

“Sesuatu itu adalah budi pekerti dan kepribadian yang baik setiap warga negara di dalamnya”
jawab Pak Guru.

Dia menjelaskan bahwa negara yang maju adalah negara yang memiliki budi pekerti yang baik
yang ada pada setiap insan warga negaranya. Warga yang bisa menghargai satu sama lain dan
menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika.

Perjuangan Gadis Kecil

Di suatu desa yang cukup jauh dari kota, ada seorang gadis manis bernama Wulandari. Dia
sekarang duduk dibangku sekolah dasar. Tidak seperti anak seusianya, dia harus berjuang lebih
extra untuk sampai kesekolah. Bagaimana ridak, jarak rumahnya ke sekolah kurang lebih 7 KM,
terlebih lagi dia harus berjalan kaki karena rumahnya di pedalaman.

Sudah hari senin, menandakan wulandari akan berangkat kesekolah pada pagi buta ditemani sang
ayah. Dengan hati yang riang dia menuju ke sekolah dengan ayahnya. Dierjalanan, meskipun
jalan kaki wulan tidak sama sekali merasa lelah. Disisi senang akan pergi kesekolah, sang ayah
juga selalu memberinya semangat dengan menceritakan arti nama dia.

Sudah 1 jam akhirnya tiba juga di sekolah. Dengan berbagai rintangan di perjalanan, semuanya
terobati ketika melihat kawan kawan Wulandari menunggu depan gerbang sekolah. Di depan
gerbang juga ibu kepala sekolah menyambut Wulandari.

Wulandari masuk kedalam kelasnya, namun ibu kepala sekolah bertanya pada sang ayah.

“Pak, jarak yang sejauh ini apa tidak apa apa untuk Wulan?” tanya ibu kepala sekolah

“Kalau saya, selagi Wulandari semangat mengejar ilmunya, saya yang akan menemaninya saat
berangkat dan pulang sekolah. Nanti, jika dia kelelahan saya tinggal menggendongnya” jawab
ayah. Bu guru pun mengangguk.
“Bu, Wulan pernah berkata pada saya kalau dia bakalan terus belajar karena ingin menjadi
seorang dokter. Mendengar itu saya tak kuasa menahan haru. Maka dari itu saya akan
menemaninya selama dia punya kemauan yang tinggi untuk mengejar mimpinya.” Sambung
ayahnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Wulandari mungkin masih kecil, namun keinginannya untuk belajar sangat tinggi. Banyak
diluaran sana yang memiliki akses mudah kesekolahnya namun bersikap malas-malasan. Semoga
Wulandari benar menjadi bulan purnama bagi keluarganya kelak.

Pemahaman Akhir

Cerpen atau cerita pendek bertema pendidikan yang mengandung nilai-nilai budi pekerti, baik-
buruk, dan nasihat tentang mengejar cita-cita setinggi langit memberikan pengalaman yang
menarik dan inspiratif. Berdasarkan contoh cerpen yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa
cerpen pendidikan dapat menjadi sarana yang efektif untuk menyampaikan nilai-nilai moral,
menyoroti perbedaan antara perilaku baik dan buruk, serta memberikan nasihat kepada pembaca.

Dalam cerpen pertama, “Sampai Ujung Usia,” kisah tentang seorang dosen senior yang berusia
lanjut yang masih semangat belajar dan mengajar menunjukkan pentingnya semangat belajar
sepanjang hidup. Cerita ini menginspirasi pembaca untuk tidak pernah berhenti mencari ilmu dan
mengejar cita-cita meskipun usia telah lanjut.

Cerpen “Gotong Royong Kos Idjo” menggambarkan pentingnya kerjasama dan solidaritas dalam
mencapai tujuan bersama. Melalui gotong royong membersihkan lingkungan, cerita ini
menyampaikan pesan bahwa pendidikan tidak hanya terbatas pada pelajaran di sekolah, tetapi
juga melibatkan kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar.

“Cerita Kejujuran” mengajarkan pentingnya integritas dan kejujuran dalam menjalani kehidupan.
Cerita ini menyoroti bahwa meskipun mencontek atau berbohong mungkin tampak
menguntungkan secara singkat, tetapi pada akhirnya, kejujuran akan membawa kebahagiaan dan
kesuksesan jangka panjang.

“Cerita Belajar dari yang Tak Pernah Diajar” menekankan pentingnya memanfaatkan
kesempatan belajar yang ada di sekitar kita. Melalui tokoh Pak Asep, cerita ini mengajarkan
tentang semangat belajar dan berbagi ilmu kepada orang lain, bahkan dalam situasi sulit
sekalipun.
“Cerita Mahaguru” menggambarkan peran ibu dalam memberikan dukungan dan motivasi
kepada anaknya. Cerita ini mengajarkan pentingnya hubungan antara anak dan orang tua dalam
mencapai cita-cita, serta menghargai perjuangan dan nasihat yang diberikan oleh mereka.

“Cerita Manisnya Sebuah Hasil” mengilustrasikan bahwa kerja keras dan tekad untuk belajar
dapat membuahkan hasil yang memuaskan. Melalui tokoh Nabila, cerita ini menginspirasi
pembaca untuk tetap berusaha dan tidak mudah menyerah dalam mengejar impian dan cita-cita.

“Cerita Meminta Lebih Baik dari Mencuri” menggarisbawahi pentingnya etika dan moralitas
dalam setiap tindakan. Melalui cerita ini, pembaca diajak untuk memilih jalan yang benar dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan daripada mengambil jalan pintas yang tidak bermoral.

Terakhir, “Cerita Perjuangan Gadis Kecil” menunjukkan semangat belajar dan ketekunan
seorang anak yang harus menghadapi tantangan untuk mendapatkan pendidikan. Cerita ini
mengilhami pembaca untuk menghargai akses pendidikan yang ada dan tidak mengabaikan
kesempatan belajar yang diberikan.

Secara keseluruhan, melalui contoh-contoh cerpen pendidikan tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa cerpen dapat menjadi media yang efektif untuk menyampaikan pesan-pesan moral,
menyoroti perilaku yang baik dan buruk, serta memberikan nasihat kepada pembaca tentang
pentingnya pendidikan dan mengejar cita-cita setinggi langit.

Anda mungkin juga menyukai