Indonesia
Teks Novel Sejarah
Sebelum masuk ke taman kanak-kanan, aku adalah anak yang tidak bisa diam
dan nakal. Saudariku yang pertama selalu gemas melihatku dulu dicampur dengan
perasaan kesal saat ia menjagaku. Dari kecil, aku selalu mendapatkan kasih sayang yang
cukup, sehingga pada saat nanti aku tumbuh dewasa aku akan menjadi orang yang
penuh kasih sayang kepada orang disekitarku.
Pada tahun 2006, aku masuk ke Taman Kanak-kanak Ruhuy Rahayu yang tidak
terlalu jauh dari kediamanku, yang berlokasi di jalan Danau Poso. Rumahku yang
berada di jalan Danau Toba dengan mudah sampai di TK tersebut dengan berjalan kaki.
Pada saat itu aku berusia 4 tahun, sedangkan, kebanyakan anak lainnya di TK Ruhuy
Rahayu berusia lebih tua 1 tahun. Memang itu bukan masalah, tapi aku ada perasaan
bangga sedikit karena aku merasaa lebih pintar karena usiaku yang lebih muda 1 tahun.
Di TK itu, aku memang terkenal karena namaku yang panjang, sehingga semua
guru mengenalku.
“Kok panjang banget ya ? kamu lahir di kereta api ya ?” canda walikelasku yang
membuat seluruh siswa dikelasku tertawa
Di TK itu aku berada pada kelas B,walikelasku bernama ibu Septi yang
kelihatannya sangat menyukai keberadaanku disana. Beliau selalu mengajariku dengan
sabar dan ketenangan sehingga aku juga menyukai caranya membimbingku pada saat
aku TK. Di kelasku, kami duduk secara berkelompok, satu kelompok terdiri dari 6
sampai 8 delapan orang, 6 orang adalah yang bagian kelompok yang paling sedikit.
aku sempat menyukai teman sekelasku sekaligus teman semejaku yang kembar 2,
sehingga aku menjadi menyukai keduanya. Memang, masih terlalu kecil untuk mengerti
apa itu suka ataupun yang namanya cinta. Tetapi suka tidak ada salahnya. Kami dulu
sering bermain ayunan bersama, belajar bersama, duduk pun juga bersama-sama.
Dulu, mereka sering diganggu oleh anak-anak lain. Dengan badanku yang besar
dan gempal, aku menjadi seperti penjaga bagi mereka berdua, aku juga senang karena
aku suka bergaul dengan anak kembar tersebut. Aku juga memiliki 3 orang sahabat
dekat pada saat itu yang juga mewarnai hari-hariku di TK. Bermain perosotan, ayunan,
jungkat-jungkit, dan hal lainnya yang dilakukan oleh anak kecil pada umumnya.
Pada awal tahun 2007 aku pernah diikutkan kedalam pentas tari daerah oleh TK
ku dan aku menikmati seluruh momen tersebut. Belajar suatu hal yang baru adalah hal
yang paling kusukai didalam hidupku. Aku diajarkan Tari Daerah khas suku Dayak
yang memang sangat terkenal di daerah Kalimantan, bukan hanya terkenal di
Kalimantan saja, tetapi seluruh Indonesia. Setelah melewati hari-hari dengan melakukan
latihan Tari Perang bersama anak lainnya yang bukan berasal dari TK yang sama,
akhirnya hari yang ditunggu-tunggu pun juga datang. Kami tampil dipanggung sebuah
gedung kantor Gubernur yang berada di Tepian. Itu merupakan suatu kebanggan
tersendiri bagi diriku. Selesai tampil kami pun berfoto bersama.
“Mama !” sapaku
“Oi Sultan, sini” melambaikan tangannya untuk memberi sinyal agar aku
mendatanginya
Di Sekolah Dasar dari kelas 1 hingga 3 aku selalu ditunggui oleh mamaku
hingga jam pulang tiba. Karena aku memang anak yang manja sekali, tidak bisa lepas
jauh-jauh dari mamaku. Beliau menemaniku dengan sabar pada awal-awal masuk
sekolah hingga aku bisa melakukan aktivitas sekolah tanpanya. Pada saat kelas 4 aku
mencoba belajar mandiri, dan diberikan ponsel lipat untuk menelpon mama jika jam
pulang telah tiba.
Di kelas, aku dapat bergaul dengan siapa saja dengan mudah. Sehingga diriku
digemari dengan semua teman-temanku. Aku juga sempat menyukai teman sekelasku,
lagi. Usiaku juga masih kecil sehingga tidak ada tingkatan selanjutnya dari suka-sukaan
kepada lawan jenis. Aku bersahabat dengan teman sebangkuku yaitu Naufal hingga
sekarang pun aku juga masih bersahabat dengannya. Hari-hari kami lewati bersama
dengan belajar, kekantin, dan bercerita. Jika jam istirahat tiba dengan bunyinya lonceng
sekolah, kami selalu kegirangan bahagia sekaligus menghembuskan nafas panjang,
karena tidak kuat menahan lapar ataupun otak kami yang sudah tidak dapat menampung
pelajaran yang diberikan oleh ibu guru. Setiap aku pergi kekantin, aku selalu membeli
mie goreng ataupun nasi ayam yang berharga Rp 5000 saja dan harga es teh Rp 1000.
Terkadang aku juga disiapkan bekal dan minuman oleh mamaku sehingga tidak perlu
berjalan kekantin dengan susah payah.
Akupun bergegas lari dengan cepat bersamanya hingga tiba dikantin dalam
waktu singkat tak lebih dari 30 detik. Karena kami yang kecapekan dan kehabisan
nafas, kami tidak dapat berbincang-bincang lagi dan langsung memesan es teh untuk
dinikmati.
Kami kembali kekelas dengan perasaan lega karena hilangnya dahaga yang
terkumpul akibat panasnya matahari dan letihnya kami habis berlari-lari tadi.
Pada kelas 4, pelajaran yang paling kusukai adalah bahasa Inggris. Mungkin
karena pengaruh dari orang tuaku yang bisa berbahasa Inggris, sehingga mereka
menempatkan ku disatu kursus bahasa Inggris yang terletak di jalan Cut Mutia, hingga
aku kelas 5 SD. Aku semakin mahir dalam berbahasa Inggris. Di kelas 5 SD aku sangat
digemari oleh guru bahasa Inggrisku, mungkin karena aku mahir dalam berbahasa
tersebut. Semasa SD aku bukanlah siswa yang pintar maupun bodoh, tetapi aku bukan
siswa yang pemalas, jadi guru-guru pun senang melihatku rajin mengerjakan dan
mengumpulkan tugas, sehingga pada saat aku naik ke kelas 6, aku mendapatkan ranking
5 dikelas. Lumayan bagi siswa yang tidak terlalu pintar sepertiku.
Di kelas 6, aku masuk kedalam kursus bahasa Inggris lagi bukan karena orang
tuaku, tetapi karena kemauanku sendiri. Aku mulai berpikir bahwa bakatku adalah
berbicara dalam bahasa Inggris, sehingga aku mulai mengembangkan bakatku menjadi
lebih mahir.
Latihan Tari Perang kami lakukan selama 2 bulan kurang setiap hari di
perpustakaan sekolah hingga akhirnya kami mahir melakukannya, tanpa ada kesalahan
sedikitpun. Senjata yang biasa dipakai dalam Tari Perang digantikan dengan pipa
paralon yang dihias dengan diberi lakban 2 warma kemudian diisi dengan biji-bijian
agar ketika digoyangkan akan mengeluarkan bunyi pada saat dipakai untuk menari
nanti. Ada kejadian yang memalukan pada saat aku latihan, celana panjangku sobek saat
hendak melakukan loncatan dan berakhir dengan posisi jongkok menyebabkan celanaku
sobek, dan itu sangat memalukan karena ada perempuan juga waktu itu, yaitu
perempuan dari pasangan menari kami.
“Ih sobek !!” para perempuan meneriaki ku, seolah-olah mereka melihat sesuatu
yang menyeramkan
Akhirnya pada hari itu aku tidak melakukan latihan hingga jam pulang tiba. Aku
hanya dapat menonton mereka dan berbincang-bincang kepada guru penjaga
perpustakaan.
Beberapa waktu sebelum Ujian Nasional, aku sangat giat belajar agar bisa
mendapatkan hasil yang maksimal, aku pun mengikuti les yang diadakan oleh
walikelasku yang terletak di dekat SMP 9 di GP.
Hingga tiba pada saat Ujian Nasional. Aku bingung bagaimana cara mengisi
namaku di Ujian Nasional, karena hanya terdapat beberapa kotak saja yang dapat
menampung namaku. Sehingga aku hanya mengisi namaku dengan singkat, yaitu “M S
U L T A N M A K D U M I M A H” sedikit ragu saat mengisi bagian nama, karena
setahuku dalam mengisi nama, nama peserta Ujian Naisonal tidak boleh disingkat,
sehingga aku menanyakan hal itu kepada guruku, dan guruku pun membolehkan hal
tersebut.
Kostum yang diberikan kepadaku berukuran pas dengan badanku yang lumayan
besar, berbeda dengan temanku, kostum yang dberikan tidak memiliki kualitas yang
baik, celananya tidak memili karet sehingga sangat longgar untuk dipakai. Sehingga,
celana yang dipakai temanku nantinya akan diberikan peniti agar tidak longgar dan
terbelorot saat melakukan loncatan tarian nanti.
Saat tiba pada hari gelar seni perpisahan, kami pun siap dan langsung naik
kepanggung untuk melakukan Tari Perang, semuanya berjalan dengam mulus, hingga
tiba saat melakukan loncatan yang berakhir dengan posisi jongkok. Celana temanku
terbelorot, karena penitinya lepas, tetapi pertunjukkan harus tetap berlanjut, ia bergegas
menaikkan celananya yang kedodoran dan melanjutkan tarian dengan posisi jongkok.
Reaksi penonton pun tertawa saat melihat kejadian tersebut, sedangkan kami harus
menahan tawa karena kejadian itu. Sisa dari pertunjukkan itu berjalan dengan mulus.
Kemudian pertunjukkan gelar seni dilanjutkan dengan paduan suara, gabungan dari
siswa dan siswi kelas A dan B. Dan foto bersama masing-masing kelas.
Setelah acara tersebut, aku hanya menunggu hasil dari ujian-ujian yang telah ku
selesaikan pada akhir sekolah. Nilai UN ku biasa-biasa saja, yaitu 25.10. Tidak terlalu
tinggi dan tidak terlalu rendah. Aku merencanakan akan masuk kepada Sekolah
Menengah Pertama Negeri 2 yang terletak di jalan Ahmad Dahlan, dan juga dekat dari
kediamanku.
Pada tahun 2013, bulan Juli. Aku mendapat kabar bahwa aku diterima di SMPN
2 Samarinda, dan itu membuatku senang sekali. Dihari pertama sekolah, semua berjalan
dengan lancar, kakak kelas melakukan bimbingan Masa Orientasi Sekolah, atau
pengenalan lingkungan sekolah. Awalnya aku berpikiran akan dikucilkan ataupun
dibully dengan kakak-kakak kelas kami atau senior kami
“Dek, untuk kelas 7 F kalian akan membuat topi dari kertas karton yang
berbentuk seperti topi petani dan diberi tali, juga sertakan bet nama yang akan kalian
pakai nanti. Ada pertanyaan ?” jelas senior
“Tugas kalian nanti adalah meminta tanda tangan ke staf-staf osis dan mpk
nanti. Juga, sertakan apa jabatan mereka. Paham ?” kata senior
Setelah itu, kami hanya berkenalan diri dengan satu sama lain di kelasku. Tidak
ada yang istimewa, semuanya hanya biasa-biasa saja, tidak ada yang baik dan tidak ada
yang buruk juga. Keesokan harinya kami hanya melakukan tugas-tugas yang diberikan
oleh senior kami, yaitu meminta tanda tangan, entah apa manfaatnya.
Kelas 7 berjalan biasa-biasa saja, sangat datar. Hanya mengerjakan tugas dan
lain-lain. Terkadang saat di rumah sendiri, aku hanya memainkan game online bersama
orang lain yang berada di dunia maya. Hal itu hanya untuk mengisi kekosongan waktu
dan pikiranku, dan aku lumayan mahir dalam memainkan permainanya. Seiring
berjalannya waktu, aku ketagihan memainkan permainan itu, aku menjadi tidak belajar,
tugas-tugas menumpuk, waktu bersosialiasi ku sangat minim, dan menjadi malas dalam
melakukan apapun selain bermain game online.
Di kelas 7, aku hanya memiliki dua orang teman saja. Mereka bernama Osama
dan Haykal. Terkadang kami bermain game online bersama-sama, biasanya saat
sepulang sekolah atau pada malam hari. Saat di sekolah, kami sering membicarakan
game online yang kami mainkan, mencoba hal baru dalam game tersebut, atau bahkan
merencanakan bertukaran akun game.
“Eh, gimana kombinasi pukulan grim reaper tuh ? coba peragakan, Os !” tanya
Haykal
“Aku tau ! Lompat terus tekan tombol d tiga kali !” jawab Osama
“Bunyi pukulannya gimana Os ?” tanyaku
“Wiiihh, mantap ! Lanjutkan bakatmu nak” ejekku dan Haykal kepada Osama.
Kemudian ibu guru Andi mendatangi kami bertiga, dan menjewer telinga kami,
karena kami dari tadi tidak memperhatikan ibu Andi yang sedang menjelaskan materi
pelajaran di depan kelas.
“Ini ya bertiga dari tadi cerita terus kerjaannya !” katanya sambil menjewer kami
satu per satu
Aku dan Haykal hanya menundukkan kepala karena menahan malu dan
memegangi telinga kami yang baru saja dijewer oleh ibu Andy.
Pertemanan kelas 7 ku hanya terdiri dari lingkaran kecil saja, mungkin karena
masih baru dan aku tidak biasa bertemu dengan orang-orang baru. Kelas 7 berlalu
dengan cepat dan tidak terasa sama sekali. Aku berlanjut ke kelas 8. Saat berlanjut ke
kelas8, aku belum mengetahui letak kelasku, jadi aku mencari kelas yang terdapat
namaku mulai dari gedung tiga hingga gedung satu. Hingga akhirnya aku
menyelesaikan pencarianku dengan penuh keringat dan letih karena berlari dari satu
gedung ke gedung lainnya. Karena aku takut jika terlambat menemukan kelasku, aku
tidak mendapatkan kursi untuk duduk.
Di kelas 8, aku mendapatkan kelas 8 A, sepertinya tidak ada lagi kelas unggulan
atau bilingual di sekolahku saat itu, jadi mendapat bagian kelas A hanya biasa-biasa saja
bagiku. Kelas 8 aku mulai memperluas lingkaran pertemananku dan berteman dengan
teman-teman baru sepertinya tidak seburuk yang aku kira. Aku diterima oleh teman-
teman baruku, kami saling menerima dan diterima.
Awal semester satu, aku berteman dengan lima orang. Lingkaran ku masih kecil
tetapi tidak sekecil kelas 7. Teman-teman baruku menyukai hal-hal yang berbau budaya
Jepang, berbeda denganku yang tidak terlalu menyukai budaya Jepang. Tetapi aku dapat
berbaur dengan baik saat mereka bercerita tentang hal yang mereka sukai. Misalnya saat
mereka sedang menonton salah satu kartun Jepang, aku juga ikut duduk dan menonton
acara kartun tersebut.
Aku hanya terdiam karena terkejut dibentak oleh mereka. Aku tidak mengerti
kenapa mereka sangat marah, tetapi sepertinya saat kartun Jepang mereka dibilang
‘kartun’ mereka tidak terlalu senang akan hal itu. Merasa tidak cocok dengan lingkaran
pertemananku yang ini. Akhirnya saat masuk ke semester dua atau ganjil, aku
memutuskan untuk berpindah haluan.
Bersama dengan lima orang lagi tetapi berbeda dari sebelumnya, yaitu Andri,
Andre, Alvira, Intan, dan Rizky. Awalnya aku dan Rizky belum masuk ke bagian dari
Andri, Andre, Alvira, dan Intan, aku dan Rizky biasanya sering berkumpul dan bercerita
dengan grup mereka yang disebut dengan Galsquad. Aku sampai sekarang masih tidak
mengetahui apa itu artinya, tetapi aku dan Rizky menikmati persahabatan yang kami
jalin dengan mereka, dan akhirnya kami menjadi teman yang sangat akrab.
“Kalian mau tidak ikut menjadi bagian dari kami ?” tanya Andre
‘Grup kami yang disebut Galsquad, nanti deh aku undang di Line.” Jawab Andre
Kami selalu berkumpul saat di sekolah karena kami berada di satu kelas, ke
kantin pun kami selalu bersama-sama, makan, belajar, dan bercerita. Kami juga berada
pada satu tempat les di jalan Cut Mutiea, belajar bersama sangat seru. Les nya dimulai
pada malam hari, jam setengah delapan hingga jam sembilan Waktu Indonesia Tengah.
Setelah pulang dari les kami yang laki-laki selalu menunggu para perempuan
untuk dijemput karena jika kami tinggalkan, takutnya mereka akan kenapa-kenapa
karena malam hari.
Terkadang setiap les selesai, aku pulang kerumah terlambat karena menunggu
temanku pulang dahulu, aku merasa kasihan jika aku meninggalkan mereka. Sekitar
setengah sepuluh aku sampai di rumah. Awalnya aku les bersama Andri saja, kemudian
Andre lalu Alvira dan Intan kemudian yang terakhir Rizky. Pelajaran yang diajarkan di
tempat lesku ialah Ilmu Pengetahuan Alam dan Matematika. Dengan tarif delapan puluh
ribu rupiah perbulannnya, itu adalah tarif yang cukup murah bagiku. Aku mengikuti les
ini sejak aku Sekolah Dasar kelas 5, kemudian berlanjut hingga sekarang. Tetapi aku
bertemu dengan Andri pada saat aku duduk di bangku kelas 8 SMP.
Kami pernah bermusuhan karena suatu hal, yaitu kami para laki-laki terlalu
merasa terbebani karena mereka perempuan yang terlalu manja, dan kami menyebut
mereka benalu. Setiap pulang les selalu minta untuk ditunggu untuk dijemput, dan kami
akan pulang terlambat, kemudian sifat mereka yang mengesalkan, seperti kekanak-
anakan. Hingga satu bulan kami bermusuhan, akhirnya kami berbaikkan dan memberi
tahu kesalahan mereka, kami bermaaf-maafan di tempat les kami, dengan aku duluan
yang meminta maaf. Karena yang lain merasa malu dan tidak enak saat meminta maaf.
“Aku juga vir, maaf ya, Intan juga, maaf” kata Andre
“Aku juga maaf, gara-gara kita, kita jadi musuhan, kita baikkan ya guys !”
Pada awal masuk kelas 8, aku suka kepada Intan. Hanya sekedar suka-suka saja,
tetapi saat menjadi teman yang akrab, perasaan itu hilang dengan sendirinya.
“Kamu Riz ?”
“Hah ? Hehehehe” balas Rizky dengan raut wajah tidak tahu apa-apa sambil
menggaruk kepalanya. “Coba tanya Sultan”
Hingga ujian semester berakhir dan hanya tinggal menunggu rapor untuk
dibagikan. Selama disekolah kami melakukan remedial bagi nilainya yang tidak sampai
pada KKM yaitu dibawah 80, aku hanya remedial pada pelajaran Matematika dan IPA
saja. Tetapi setidaknya kami sudah tidak diberi tugas-tugas lagi oleh guru-guru kami.
Setelah seminggu kemudian, pembagian rapor pun tiba. Pembagian rapor diambil oleh
orang tua kami yang datang ke sekolah pada jam sembilan pagi. Biasanya aku hanya
tidur di rumah dan bangun siang, kemudian bersiap untuk dimarahi karena nilai
raporku. Ternyata tidak dimarahi, malah orang tua ku bangga karena hasilku, dan aku
hanya kebingungan kenapa bisa, tetapi aku tidak peduli dan memutuskan juga untuk
ikut senang.
“Memang memang” jawabku. “Padahal aku ujian tidak tahu apa-apa” aku
bergumam dalam hati
“Kenapa bahasa Inggris ga dapat seratus ? kan pintar katanya” tanya Ayahku
Setelah rapor dibagikan, libur panjang pun dimulai, dan aku sudah memikirkan
aku akan melakukan apa saja selama liburan. Yaitu, bangun siang, bermain game online
seharian, berenang diakhir minggu, pergi keluar kota, yaitu kota Balikpapan untuk
menikmati pantai di sana, menonton film di bioskop, dan tidur seharian. Pada minggu
pertama liburan, aku hanya melakukan tidur larut dan bangun siang, kemudian berlanjut
untuk bermain game online hingga sore, lalu mandi dan makan. Tiba diakhir minggu,
aku mengajak keluargaku untuk melakukan renang di Bumi Sempaja, karena disitu
harganya murah. Walaupun murah, tidak menjamin kami untuk tidak tertular penyakit
kulit. Aku bersyukur karena tidak pernah terkena penyakit kulit selama aku
mengunjungi kolam renang Bumi Sempaja.
“Sekarang !” jawabku
“Nanti aja, baru jam dua belas. Siangan dikit, jam dua lah.” katanya
“Iyaa” jawabnya
Pada minggu kedua liburan, awal minggu, aku hanya melakukan aktivitas yang
sama dengan minggu pertama dan melakukan aktivitas yang berbeda pada akhir
minggu. Yaitu, jalan-jalan keluar kota, kota Balikpapan. Dengan perjalanan dua jam
memakai mobil. Aku dan keluargaku biasanya menginap di hotel Nuansa Indah,
lumayan bagus untuk harga tiga ratus ribu rupiah untuk satu malamnya. Kemudian kami
beristirahat dan malamnya mengunjungi Balikpapan Super Block yang terkenal. Lalu
kami menonton film bioskop disana, makan-makan, dan berbelanja di supermarket
untuk kebutuhan kami di hotel nanti. Besok hari, setelah pergi dari hotel, kami pergi ke
pantai Manggar yang juga terkenal disana. Keadaan di pantai Manggar sangat ramai
karena juga banyak orang yang datang untuk berekreasi bersama keluarga, ditambah
juga karena ini liburan. Di pantai, aku bermain air, dan pasir, kemudian menikmati es
kelapa yang segar. Kemudian makan ikan laut bakar. Setalah pergi pantai, akhirnya
kami memutuskan untuk pulang ke Samarinda, dan aktivitasku akan kembali menjadi
seperti biasa.
Pada minggu ketiga liburan, aku mengajak Galsquad jalan-jalan ke mall. Mereka
semua setuju dan menerima ajakanku, kami memutuskan untuk pergi ke Samarinda
Central Plaza. Aku menjemput Rizky dan akan berkumpul nanti bersama yang lainnya
di SCP. Tetapi, aku dan Rizky malah tertimpa kecelakaan tunggal. Rizky melihat ke
kanan karena dia melihat mobil Alvira dan aku tidak dapat menyeimbangkan motorku
dan kami pun terjatuh kekanan karena aku tidak kuat menaham bobot Rizky yang
terlalu menengok kekanan. Alhasil, bagian sayap kanan motorku hancur dan ada
beberapa bagian yang lecet seperti spion, spakbor, dan badan motor.
Sisa-sisa minggu liburan ku diisi dengan bermain game online dan berkumpul
keluarga. Aku menanti-nanti datangnya hari untuk pergi ke sekolah, sangat tidak sabar.
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Aku bangun pagi dan mandi,
lalu bersiap-siap mengenakan seragam biru putihku dengan bangga karena ini adalah
tahun terakhirku mengenakannya. Naik ke kelas 9 membuatku sangat senang karena aku
menjadi senior di sekolah itu dan aku berencana untuk mengisi tahun terakhirku dengan
kenangan yang tidak mungkin terulang kembali.
Seperti biasa, aku diantar oleh mama saat pergi kesekolah karena masih tidak
berani untuk membawa motor sendiri dan pulang jalan kaki karena jarak rumahku yang
dekat. Terkadang saat aku membawa barang-barang yang berat, seperti laptop dan buku
yang sangat berbobot, aku meminta mama untuk menjemputku. Saat tiba di sekolah,
aku sudah ditunggu-tunggu oleh teman-temanku, yaitu Galsquad. Kami langsung
melakukan upacara bendera hari Senin dan mendengar kepala sekolah kami berbicara
tentang kedatangan murid-murid baru seperti diriku dulu. Setelah selesai upacara, kami
mendapati kelas baru kami dengan mudah, karena dekat dengan gerbang pintu keluar.
Aku duduk sebangku dengan Rizky, sedangkan Andre bersama Andri, dan
Alvira bersama Intan. Kami duduk di satu deret meja, memudahkan kami untuk
berdiskusi, bercerita, dan bergurau. Hari pertama sekolah kami habiskan dengan
bercerita tentang liburan kami melakukan apa saja di rumah.
“Biasa, main game online aja sampai gila.” jawabnya sambil tertawa “Kamu
ngapain aja ?”
“Beh banyak, berenang, keluar kota, ke pantai, nonton bioskop, dan lain-lain”
jawabku
“Aku juga keluar kota cuy, ke Bali, mantap ga tuh ?” Alvira berkata dengan
sombong
Kemudian kami tertawa bersama-sama karena gurauanku yang sama sekali tidak
lucu jika didengar oleh orang lain.
Selama tiga hari kami tidak belajar sama sekali, hingga hari ke empat barulah
kami belajar, tetapi selama satu minggu kami hanya melakukan pengenalan dengan guru
baru kami di kelas 9. Sehingga, pada minggu kedualah kami baru benar-benar belajar
untuk persiapan kami melakukan Ujian Nasional nanti.
Saat pelajaran bahasa Indonesia, aku, Andre, Rizky, dan Andri melakukan
akapela lagu Martin Garrix yang berjudul Animals. Dengan gendangan meja yang jago,
decapan lidah yang keras, dan tepukkan tangan yang baik, kami melaksanakan akapela
dengan semangat hingga ketika pak Penoto marah karena suara kami yang berisik dan
menganggu.
Bunyi lidah ku yang seperti bunyi ketokan ke pintu “TOK TOK TOK TOK
TOK TOK” diikuti dengan pukulan Andre ke meja “BAK BAK BAK BAK” kemudian
Andri dan Rizky bertepuk tangan “PROK PROK PROK PROK”, harus terhenti karena
pak Penoto yang berteriak.
Lalu kami berempat maju kedepan, berdiri di depan papan tulis menghadap
teman-teman kami.
“Ulangi apa yang kalian lakukan tadi, sekarang.” perintah pak Penoto
“TOK PROK TOK TOK TOK, TOK TOK TOK TOK TOK, ANIMALS, DEP
TOTOTOTOTOTOTOT PROK TOTOTOTT TOT TOT TOT PROK PROK...” bunyi
akapela kami mengisi ruangan dicampur dengan gelak tawa teman-teman kami karena
kami sedang dipermalukan. Kemudian kami berempat melihat Intan dan Alvira
merekam aksi kami. Itu memalukan, tetapi disuatu hari nanti akan menjadi kenangan
yang baik bagi kami.
Aku berpikir bahwa semasa Sekolah Menengah Atas banyak kenangan yang
memalukan, seperti terinjak kotoran kucing, es teh yang kubeli malah tumpah, dan
masih banyak lagi.
Beberapa bulan lagi kami menghadapi Ujian Nasional, sehingga sekolah kami
mengadakan bimbingan belajar di sekolah, bagi kami kelas 9 setiap hari Jum’at dan
Sabtu. Tambahan waktu bimbel dimulai saat jam pelajaran pertama yaitu pagi hari
sehingga jam pelajaran asli hari Jum’at dan Sabtu waktu itu dhilangkan dahulu tetapi
tidak apa-apa karena bimbel menambah ilmu kami untuk mempersiapkan diri untuk
Ujian Nasional. Saat bimbel, yang paling kubenci ialah bimbel bersama guru bahasa
Inggris perempuan kami, karena ia sedikit tidak waras jika mengajar. Masuk ke sekolah
pukul 07.00, ia sudah mulai masuk pada pukul 06.30, dan membuat kami yang datang
tepat sebelum bel masukkan pun dihitung terlambat, padahal kami tidak terlambat.
Sehingga, kami yang terlambat pun dihukum olehnya. Membuat kami makin jengkel
sejengkel-jengkelnya terhadap guru itu. Mengajarnya pun tidak jelas, hanya marah-
marah saja, aku tidak bisa membedakan dia sedang marah atau tidak, karena suaranya
yang melengking sehingga terdengar seperti marah, dan itu sangat menganggu
kesehatan telinga kami. Berbeda dengan pak Udin yang mengajar dengan baik,
membuat kami mengerti dan menjelaskan setiap soal yang tidak dapat kami pahami.
Tetapi, kadang ia malas untuk masuk dan membuat kami sangat senang juga karena
kami bisa bermain dan bercerita, padahal Ujian Nasional akan diadakan sebentar lagi.
Walaupun begitu, kami juga butuh waktu untuk melakukan penyegaran pikiran dan
bersantai sejenak.
Hingga tiba waktunya Ujian Nasional, aku mendapatkan sesi pertama. Ujian
Nasional diadakan dengan tiga sesi, karena sekolah kami yang melakukan Ujian
Nasional Berbasis Komputer, tetapi sekolah kami tidak memiliki barang elektronik yang
tidak cukup, sehingga sekolah kami meminta siswa-siswinya untuk meminjamkan
laptop untuk peserta Ujian Nasional dan juga keterbatasan ruangan. Aku tidak
meminjamkan laptopku, karena keadaan laptopku yang tidak memungkinkan. Layarnya
yang kadang mati kadang hidup, hal itu sangat menganggu nantinya jika dipakai untuk
ujian.
Hari pertama ujian, aku sangat gugup menghadapinya. Sehingga aku meminta
mama untuk didoakan kelancaranku dalam mengisi jawaban Ujian Nasional nanti, lalu
aku memeluknya. Setelah berpamitan, aku berjalan ke ruangan ujian dan
mempersiapkan diri, seperti memastikan kartu peserta yang berisi username dan
password untuk diisi nanti saat UNBK.
Bel masuk telah berbunyi dan kami semua sudah berada di dalam ruangan ujian
dan kami membaca doa bersama-sama. Lalu memulai ujian tanpa basa-basi.
Posisi ku saat ujian bersampingan dengan Boma dan Khansa, mereka berdua
pintar dan dapat diajak kerja sama. Sehingga saat aku kesulitan aku dapat bertanya
dengan mereka, dan mereka pun bertanya denganku saat kesulitan. Layaknya simbiosis
mutualisme.
Hari pertama ujian berlangsung dengan lancar, kemudian hari kedua, hari ketiga,
dan hari terakhir. Tidak ada kesulitan, kecuali Matematika. Ada beberapa jawaban yang
kuisi dengan sembarangan karena pasrah tidak menemukan jawabannya. Setelah keluar
dari ruangan ujian pada hari terakhir, aku menemui teman-temanku dan berbicara
“Tiga puluh sih targetku, paling rendah dua puluh delapan lah. Tapi aku optimis
tiga puluhan. Aamiin” jawabku
“Iyaa”
Saat pulang kerumah, aku memeluk mama, karena aku merasa lega ujian telah
selesai, sekarang hanya tinggal menunggu hasilnya, yaitu 14 hari kira-kira hasilnya baru
keluar. Selama 2 minggu aku hanya bermain game online setiap harinya, hingga aku
sangat puas.
14 hari terlewati, akhirnya aku dapat melihat hasil ujianku. Dengan nilai yang
sangat memuaskan, aku berteriak dan mengucapkan syukur. Ekspektasiku hanya sampai
pada 29,00. Tetapi ternyata aku mendapatkan 33,07, kemudian aku memeluk mama
sekali lagi dan aku dibanjiri perasaan lega sekaligus senang. Nilai tertinggiku ialah
bahasa Indonesia yaitu 98,00 hanya salah satu, sedangkan nilai terendahku ialah
Matematika yaitu 57,50. Nilai bahasa Inggrisku mendapatkan 96,00 kemudian nilai
Ilmu Pengetahuan Alam ku 87,50. “Semua berkat kerja keras ku selama beberapa bulan
ini dan juga kerja sama bersama temanku.” pikirku dan tertawa sendiri
Kemudian aku berniat untuk masuk ke SMAN 2 Samarinda atau yang dikenal
dengan sebutan Smada, salah satu sekolah favorit di Samarinda. Dengan nilaiku yang
memuaskan, aku sudah pasti masuk ke sekolah itu. Ternyata dugaanku benar, aku
berada pada peringkat 17 saat mendaftar disana. Aku sangat senang karena diterima di
sana. Aku mendaftar saat bulan puasa, yaitu pada tanggal 16 Juli 2016, semua orang
berdesak-desakkan saat mendaftar, sehingga pada saat aku selesai mendaftar, aku sakit,
tetapi tidak terlalu parah, hanya demam. Kemudian saat buka puasa, keadaanku kembali
sehat seperti semula.
Setelah beberapa hari mendaftar, aku sudah menjadi murid di Smada. Saat hari
pertama, kami para junior masih memakai pakaian bebas. Besoknya kami memakai
pakaian putih abu-abu, karena Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah telah berlangsung
saat itu. Selama MPLS kami dibimbing oleh organisasi OSIS, kakak-kakak seniornya
juga ramah, jadi aku pribadi menikmati acara MPLS ini yang berlangsung selama tiga
hari.
Selama MPLS, aku sekelas dengan Alvira, Chorie, dan Harrys. Mereka adalah
teman sekelasku saat SMP, tetapi yang paling dekat denganku ialah Alvira. Kemudian
ada Umar yang merupakan wajah baru bagiku meskipun aku dulu satu sekolah
dengannya. Aku duduk sebangku dengan umar selama Masa Pengenalan Lingkungan
Sekolah pada waktu itu. MPLS diisi dengan gelar seni, tour sekolah, mini garden, dan
sosialisasi murid baru dengan guru di Smada.
Tes berlangsung dengan tenang, tetapi aku pasrah karena tidak dapat mengisi
beberapa soal, sehingga aku mengisinya dengan jawaban yang sembarangan. 3 hari
kemudian setelah tes, kami dipanggil ke aula untuk pembagian jurusan. Aku sudah
pasrah memikiran bahwa aku tidak akan mendapatkan jurusan MIPA, ternyata aku
salah, aku malah mendapatkan MIPA. Aku terkejut saat mendengar namaku dipanggil
untuk pergi ke bagian MIPA 1. Aku merasa bangga dan tidak, karena sebenarnya aku
menginginkan Bahasa, tetapi aku baik-baik saja hingga sekarang dengan jurusan MIPA.
Kemudian, aku mendengar nama Umar dan Chorie dipanggil, tetapi tidak
dengan Alvira, itu membuatku sedih karena tidak sekelas dengan teman terdekatku.
Pembagian kelas pun berlangsung lancar. Alvira mendapatkan kelas MIPA 4,
sedangkan Andri, Andre, dan Intan mendapatkan kelas MIPA 5, lalu Rizky yang
mendapatkan bagian kelas IPS 3.
Setalah beberapa minggu, kami tidak lagi duduk di luar kelas karena, kami
mulai membuat ikatan terhadap satu sama lain. Salsa dan Chorie juga mulai
bersosialiasi dengan kita, tetapi tetap canggung, kadang. Lingkaran ku terdiri dari 6
orang yaitu Nabila, Salsa, Chorie, Sun, Umar, dan aku. Kerjaan kami ialah
membicarakan orang lain saat jam peljaran kosong. Dosa, tetapi seru.
Di kelas 10, kami sudah membuat keributan dengan guru kami, yaitu saat lagi
panas-panasnya Mannequin Challange. Mannequin Challange adalah tantangan yang
entah dibuat oleh siapa, tetapi kami bergaya seperti patung dan ada satu orang yang
merekam kami semua, diikuti dengan iringan lagu orang Afrika-Amerika kategori Rap.
Saat itu kami disuruh mengerjakan tugas yang diberi oleh ibu guru, karena guru
kami ada urusan penting. Jadi, ibu guru tidak dapat mendampingi kita belajar. Berpikir
bahwa itu adalah jam kosong, muncullah ide, yaitu Mannequin Challange. Kami
melakukannya dengan mantap. Seluruh jam pelajaran ibu guru kami pakai untuk
merekam vidio Mannequin Challange dan tidak mengerjakan tugas yang diberi oleh ibu
guru. Dipenghujung jam belajar, ibu guru kembali untuk menagih tugas yang ia berikan
kepada kami.
Kami berdiam saja, karena tidak ada salah satu dari kami yang mengerjakan
tugas tersebut. Ia bertanya lagi dengan nada marah.
“Ohh ga dikerjain, yasudah kalau maunya gitu. Ibu kasih C semuanya, ibu
biarkan aja.” katanya dengan nada merajuk, kemudian ia keluar dari kelas kami.
Kelas 10 terlewati dengan cepat, aku naik ke kelas 11. Aku berpisah dengan
lingkaran ku kelas 10, dan membuat lingkaran baru dikelas 11 bersama Tasya dan Umar
saja. Karena pada akhir kelas 10, aku lebih dekat dengan Tasya dari pada Salsa dan
Chorie. Sehingga, di kelas 11, Salsa dan Chorie mencari teman baru.
Awal kelas 11, kelas kami sudah membuat masalah dengan guru kami, guru
bahasa Indonesia, karena ia merasa tidak dihargai oleh kami. Waktu itu, kelas kami ada
yang bermain bola di dalam kelas, makan permen, kemudian berbicara sendiri tanpa
menghiraukan guru kami. Kemduian ibu guru merajuk dan meninggalkan kami tanpa
berkata apapun. Kelas pun menjadi panik, dan ada yang marah-marah karena kelakuan
kami, dan ada juga yang tertawa. Setiap ada masalah sama guru, pasti saja ada yang
menyuruh kami untuk meminta maaf, kepada guru. Sehingga hati kami tergerak untuk
meminta maaf.
Saat meminta maaf kepada guru, ada yang menangis tanpa sebab, entah kenapa
ada yang menangis. Mungkin karena guru kami juga menangis kemudian ada juga salah
satu dari kami yang menangis. Walikelas kami juga tidak peduli dengan guru bahasa
Indonsia kami, mungkin karena walikelas kami tidak menyukai guru bahasa Indonesia
itu. Setelah meminta maaf, semuanya pun kembali seperti biasa.
Semester pertama terlewati, nilai jelekku pun masih sama. Yaitu Matematika
dan Kimia, Matematika dan Kimia mendapatkan C karena aku tidak mengerti
pelajarannya sama sekali. Semester kedua, aku mengikuti les agar dapat mengerti
Matematika.
Semester dua, aku tidak lagi selingkaran dengan Tasya. Sehingga hanya tersisa
Umar dan aku.
Di kelas 11 semester dua, aku menyukai teman sekelasku sendiri, yaitu Salsa.
Teman satu lingkaranku dulu pada saat kelas 10. Entah mengapa, aku sangat menyukai
sifatnya mulai dari kelas 10, hanya saja saat di kelas 11 kesukaanku terhadapnya
semakin menjadi-jadi. Kemudian kami menjadi dekat dan kami menjadi teman dekat.
Salsa pun menjadi sahabatku dan kami terikat menjadi satu. Biasanya aku memanggil
Salsa dengan panggilan Bela, diambil dari bagian nama terakhirnya yaitu Salsabila, Bila
menjadi Bela.
Semester dua, aku sering bersekelompok dengannya, dan sering belajar bersama.
Pernah saat itu kakiku luka karena bermain bola, dia adalah orang yang mengobati
kakiku. Aku dan Bela juga sering menghabiskan waktu bersama-sama diluar jam
sekolah, seperti pergi ke pasar malam, makan bersama, dan juga menonton film
bioskop. Setiap sepulang sekolah aku selalu mengantarnya pulang.
Bela duduk kembali dikursinya sambil menjawab “Oke, besok” dengan wajah
bercandanya yang lucu
Balasannya membuatku kesal, tetapi aku tidak jadi kesal karena melihat
wajahnya yang menggemaskan.
Kami saling mengenal luar dan dalam, seperti ikatan batin kami sudah menyatu.
Dan aku tidak masalah dengan itu.
Lalu hari sekolah pun tiba, sekarang aku duduk dikelas 12, sebangku lagi
dengan Umar. Tetapi juga bersebelahan dengan Bela. Setelah sebulan masuk sekolah,
Bela jatuh sakit, membuatku sangat sedih. Ia tak sekolah selama 1 minggu karena
penyakitnya. Setiap sembahyang, aku selalu mendoakan kesembuhannya hingga
sekarang.
Setelah seminggu, ia pun akhirnya turun seperti biasa. Dan harus mengejar
pelajaran yang tertinggal.
Di kelas 12, lingkaranku berubah menjadi bersama Umar, Datul, Bela, dan aku.
Lingkarannya bertahan hingga sekarang saat ini. Bagiku, asal lingkaranku terdiri dari
Bela saja sudah bagus.
Meskipun lingkaranku kecil, tidak berarti aku hanya bergaul dengan itu-itu saja,
aku berteman dengan semua orang. Hanya saja, aku lebih dekat dengan mereka. Di
kelas 12 ini aku berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, dan mampu untuk
mendapatkan nilai yang baik juga dengan belajar. Tidak belajar saja, aku juga butuh
penyegaran seperti bermain dan juga jalan-jalan. Artinya, aku harus mampu membagi
waktuku.
Setiap malam, aku berdoa agar semuanya bisa menjadi lebih baik dan juga
semuanya baik-baik saja. Terutama bagi Bela dan bagiku.