Anda di halaman 1dari 12

Nama : Nur Aina

Lokal : Ekonomi Syariah 1/B


Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Inggris

Perjalanan Hidup Saya

ANAK PERTAMA

Seorang bayi telah lahir ke dunia tepat pada Senin, 14 Oktober 2002. Tangis bayi itu
memecah seisi ruangan yang dipenuhi oleh sanak saudara yang telah menanti kehadirannya,
dan saat itu tengah menunjukan pukul 06:00 pagi. Bayi itu merupakan anak dari sepasang
suami istri yang bernama Basori dan Nurmadiah, yang menikah pada 20 Juli 2000. Setelah
menanti selama kurang lebih 2 tahun, akhirnya lahirlah anak pertama mereka yang kemudian
diberi nama Nur Aina. Ya, anak itu adalah aku sendiri, dan ini merupakan cerita perjalanan
hidupku.

Perkenalkan sekali lagi namaku Nur Aina, aku adalah anak pertama dari sepasang
suami istri yang biasa aku panggil dengan sebutan mama dan ayah. Menjadi anak pertama
dari orang tua seperti mereka mungkin tidak begitu buruk. Pasalnya seseorang yang menjadi
orang tua untuk pertama kalinya pasti terkejut dengan perubahan yang terjadi dihidup
mereka. Yang awalnya hanya sibuk mengurus diri mereka sendiri, setelah kehadiran aku
dihidup mereka, mereka mulai memberikan yang terbaik yang mereka bisa untuk diriku.
Semua yang terjadi disaat aku kecil hingga aku seperti sekarang ini tidak terlepas dari campur
tangan kedua orang tuaku di dalamnya.

Saat aku memasuki umur 4 tahun, orang tuaku mengajak aku ikut serta bersama
mereka, untuk pulang ke kampung halaman kakekku yang terletak di Merlung. Kala itu jalan
untuk sampai ke Merlung sangatlah sulit, ditambah lagi jalannya yang hanya terdiri dari tanah
kuning, dan kondisi cuaca yang habis turun hujan, sehingga menyebabkan jalanannya
menjadi licin dan yang pastinya sulit untuk dilalui kendaraan. Setelah hujan reda, aku dan
orang tuaku kembali melanjutkan perjalanan menggunakan kendaraan roda dua ( motor) .
Setengah perjalananpun sudah kami dilewati, dan sampailah kami ke jalan yang sangat sulit
untuk dilalui, jalanan itu penuh lubang dan sangat licin hingga menyebabkan aku dan orang
tuaku terjatuh dari kendaraan kami. Kemudian mereka memutuskan berhenti sejenak untuk
menenangkanku yang menangis kencang karena ketakutan dan kesakitan akibat terjatuh tadi.
Hal itu menyebabkan aku memiliki trauma yang mendalam, dan sejak saat itu aku tidak
pernah mau jika diajak berpergian ke Merlung lagi.

Tepat pada tahun 2008, saat itu adalah saat dimana saya pertama kali memasuki
dunia pendidikan yaitu Taman Kanak-kanak. Orang tuaku telah membekaliku ilmu yang
cukup untuk masuk ke Taman Kanak-kanak, sehingga saat menempuh pendidikan disana aku
sudah bisa membaca, menulis, dan menggambar. Tidak lupa pula aku diajarkan bagaimana
cara bersosialisasi yang baik oleh orang tuaku serta guruku. Saat menempuh pendidikan di
Taman Kanak-kanak aku termasuk kategori anak yang cengeng dan mudah menangis,
sehingga teman-teman sekolah suka menjahiliku kala itu. Bentuk-bentuk dari kejahilan
mereka sangat beragam, ada yang suka mencontek secara paksa tugas yang telah aku buat,
ada yang menyembunyikan krayonku, ada yang mendorong ayunan dengan kuat hingga
menyebabkan aku terjatuh dari ayunan, ada yang suka menginjak sepatuku saat senam sabtu,
dan masih banyak lagi yang lainnya. Dan saat aku melaporkannya ke guru pun, mereka tetap
tidak berhenti menjahiliku. Lalu aku juga melaporkan hal tersebut kepada orang tuaku, dan
orang tuaku mendatangi para guru untuk membahas masalah tersebut. Kemudian secara
perlahan-lahan hal-hal jahil dari mereka pun tidak terjadi lagi kepadaku.

Memasuki Sekolah Dasar, saat itu tepatnya pada tahun 2009. Sekolah tempat ku
bejalar tersebut bernama SD Negeri 15/V Serdang Jaya, letaknya di lorong 7 Serdang Jaya,
cukup dekat dengan rumahku. Biasanya aku tempuh dengan berjalan kaki bersama ibuku
kurang lebih selama 10 menit. Tidak ada hal yang menarik selama aku duduk di kelas 1 SD
ini, hanya belajar seperti biasa, bermain, lalu pulang ke rumah.

Lalu naiklah aku ke kelas 2 SD, saat itu aku banyak bertemu teman baru. Salah
satunya bernama, Tri Alfin Sapta Febrianti atau biasanya ku panggil dengan nama Alpin. Ia
menjadi salah satu teman dekatku sekaligus sahabatku dari dulu hingga kini, dan kebetulan
sekali ternyata kami bertetangga dan orang tua kami berteman. Kami berdua didaftarkan oleh
orang tua kami ke sekolah sore, di sekolah sore tersebut kami banyak diajarkan ilmu tentang
keagamaan. Oh iya, sekolah sore itu adalah sekolah khusus yang memang mata pelajarannya
hanya menyangkut agama saja, contohnya seperti Al-qur’an Hadist, Bahasa Arab, Muloq,
Akidah, Akhlak, Arab Melayu, dan lain sebagainya. Sekolah sore tersebut dimulai dari kelas
0 lalu kelas 1,2, dan 3, serta paling akhir adalah kelas 4. Kegiatan sekolah sore dimulai saat
pukul 2 siang. Biasanya aku dan alpin berangkat dari rumah pukul 13:30, kami pergi dengan
berjalan kaki selama kurang lebih 7 menit. Dan pulang sekolah sore pada pukul 16:10. Saat
kelas 2 sekolah sore aku dan alpin melakukan lompat kelas atas perintah guru, yang awalnya
dari kelas 2 langsung ke kelas 4. Sehingga aku tamat sekolah sore pada saat aku kelas 4 SD.

Semasa SD aku merupakan siswi yang aktif diberbagai pelajaran dan kegiatan, oleh
karena itu saat aku kelas 4 SD aku dipercaya dan dipilih oleh guruku untuk megikuti lomba
LCC Umum, lomba renang, lomba badminton, lomba volly, lomba karate, dan lomba paduan
suara. Pada lomba LCC Umum aku mewakili sekolah hingga tingkat Kabupaten, dan untuk
lomba badminton cabang solo putri aku mewakili sekolah hingga tingkat kecamatan. Dan
saat aku naik ke kelas 5 SD aku mengikuti olimpiade Bahasa Inggris dan Ilmu Terapan
Nasional yang diadakan di Auditorium, universitas Gajahmada, dan mendapatkan
sertifakatnya dengan nilai B+. Lalu aku juga mengikuti jambore ranting betara dan menjadi
pemimpin bagi seluruh regu putri sekolahku.

Saat naik ke kelas 6 SD kegiatanku mulai dikurangi dan tidak ada lagi lomba yangg
akuu ikuti larena dilarang oleh pihak sekolah. Apabila sudah duduk dikelas 6 kita disuruh
untuk fokus belajar agar bisa menghadapi Ujian Nasional (UN). Belajar seperti biasa, dan
ditambah les saat pulang sekolah, bermain dengan teman-teman setelah les selesai, itu
merupakan kegiatan sehari-hariku saat kelas 6 SD. Dan waktu pun berlalu, tibalah saat
pertama kali Ujian Nasional ( UN) dan akupun datang terlambat karena kebelet Buang Air
Besar (BAB). Saat aku merasa gugup, panik, dan grogi, Buang Air Besar di dalam diriku
tidak bisa ditahan, aku juga tidak hal tahu apa yang bisa menyebabkan begitu. Sungguh aneh
bukan? Tapi memang begitulah diriku ini.

Tamat Sekolah Dasar (SD), akupun melanjutkan pendidikan di Pondok Pesantren


( PONPES) Al-Hidayah yang terletak di jalan pal 10 Jambi. Pendidikanku disini hanya
berlangsung selama kurang lebih 1 bulan, dikarenakan aku yang sering sakit dan saat aku
menempuh pendidikan disinilah pertama kalinya aku terkena penyakit asma, yang sering
kambuh hingga sekarang. Lalu saat itu aku pindah ke MTsN Betara yang saat ini bernama
MTsN 2 Tanjung Jabung Barat. Aku merupakan murid pindahan di MTs tersebut, tetapi aku
memiliki cukup banyak teman semasa SD yang menempuh pendidikan di sekolah itu juga,
dan akupun tidak merasakan kesepian tak memiliki teman. Semasa bersekolah disana
prestasiku biasa dibilang cukup baik, dari kelas VII-IX peringkatku tidak pernah bergeser
dari juara 1. Itu merupakan suatu kebanggaan bagi diriku dan orang tuaku. Karena itu juga,
saat akan lulus MTs guruku merekomendasikanku untuk mendaftar ke MAN Insan Cendikia
serta Titian Teras, tapi sangat disayangkan aku tidak lulus seleksi saat di MAN Insan
Cendikia tersebut. Tetapi tidak apa-apa itu merupakan suatu kebangaan bagi diriku sendiri
karena sudah pernah menginjakkan kaki di sekolah ternama tersebut.

Memasuki masa-masa Sekolah Menengah Atas ( SMA) saat itu kira-kira sekitar tahun
2018, aku memilih melanjutkan pendidikanku di SMAN 1 Betara, yang sekarang bernama
SMAN 6 Tanjung Jabung Barat. Perjalananku ke SMA biasa menggunakan alat transportasi
berupa motor, aku membawanya sendiri dari rumah. Yang memerlukan waktu 10 menit dari
rumahku untuk sampai ke sekolah. Banyak kenangan yang menakjubkan saat masa-masa
SMA, banyak teman-teman yang baru, suasana yang baru, dan guru-guru baru. Tetapi tidak
tahu mengapa dimasa SMA ini aku tidak seaktif saat MTs dan SD dulu. Saat MTs dan SD
dulu aku termasuk siswi yang aktif, tetapi saat memasuki masa SMA jiwa malasku mulai
muncul didiriku. Aku jarang mengikuti ekstrakulikuler dan malas menghadiri acara-acara
sekolah. Aku hanya belajar seperti biasa, istirahat saat jam istirahat, lalu pulang ke rumah.
Saat aku duduk di kelas X SMA ayahku mengalami sakit yang parah hingga harus dirawat di
rumah sakit di Jambi. Setelah keluar dari rumah sakit, ayahku kembali dibawa berobat ke
pulau Jawa oleh pamanku. Aku menjadi tidak fokus untuk belajar karena selalu teringat
kondisi ayahku dan aku selalu menangis saat pulang ke rumah. Mungkin hal itu merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan kenapa aku menjadi siswi yang pemalas.

Naik ke kelas XI SMA, saat itu kondisi ayahku perlahan-lahan membaik. Tetapi sifat
malas dalam diriku tetap masih ada. Sifatku tersebut makin lama makin bertambah parah,
seperti suka menunda-nunda tugas yang diberikan oleh guru, mengerjakan tugas waktunya
mepet dengan deadline, sampai kadang aku tidak mengerjakan tugas dari guru tersebut jika
guru tersebut tidak menakutkan. Sampai dimana aku ditegur oleh WAKA KESISWAAN
sekolah. Pelan-pelan aku mulai mengurangi sifat malasku tersebut, dan sampai sekarangpun
aku masih berusaha untuk itu.

Saat di kelas XI SMA pun, aku terpilih menjadi salah satu personil Pasukan Pengibar
Bendera (PASKIBRA) mewakili sekolahku ditingkat Kecamatan Betara. Pemilihan saat itu
dilakukan dengan mengukur tinggi badan, berat badan, tes buta warna, tes ketahanan fisik, tes
baris-berbaris, tes gigi, dan sebagainya. Pelatihan dimulai seminggu setelah pemilihan, saat
dalam masa pelatihan tersebut, aku diizinkan oleh pihak sekolah untuk tidak mengikuti
pembelajaran disekolah seperti biasanya. Dan yang melatih aku serta teman-temanku saat itu
adalah 1 orang yang berprofesi sebagai polisi dan 1 orang lagi berprofesi sebagai tentara.
Pelatihan tersebut berjalan selama kurang lebih 2 minggu, dan selama pelatihan tersebut diisi
dengan pembelajaran baris-berbaris, kedisiplinan, cara makan dengan cepat, bertanggung
jawab, jika 1 orang ada yang melakukan kesalahan maka kami semua akan terkena hukuman
juga. Sampailah dimana hari yang aku dan semua temanku tunggu-tunggu yaitu tanggal 17
Agustus 2019 hari dimana kami sebagai Pasukan Pengibar Bendera ( PASKIBRA) akan
mengibarkan bendera merah putih dihadapan orang yang sangat ramai. Syukurlah hari itu
berjalan dengan sangat lancar, ditambah lagi saat kami selesai menaikan bendera merah putih
ke atas tiang, anginpun datang berhembus yang membuat bendera tersebut berkibar dengan
sangat keren.

Setelah pengibaran bendera tersebut, kehidupan sekolahku tetap berjalan seperti biasa,
aku melanjutkan mencatat pelajaran yang aku tinggalkan semasa pelatihan kemarin, mengisi
nilai yang kosong ke guru yang bersangkutan, dan mencari cerita terbaru dari teman-
temanku. Benar memang, masa-masa SMA adalah masa yang sangat seru karena disaat itu
adalah masanya diri kita beranjak dewasa, penuh dengan solidnya pertemanan, mengenal
percintaan, galau karena cinta, galau karena nilai yang kurang tapi tetap masih santai, dan
masih banyak lagi hal lainnnya.

Memasuki tahun 2020, saat itulah saat dimana aku masih kelas XI SMA semester 2.
Saat itulah khayalan ku beserta teman-temanku terkabul. Kami berkhayal bahwa sekolah
mengadakan libur selama 1 bulan. Awalnya kami semua hanya diliburkan selama 2 minggu,
hal itu sebabkan karena penyakit yang berama COVID ( SARV-CoV-2), penyakit tersebut
adalah penyakit yang sangat berbahaya yang menyerang melalui pernafasan, dan bisa
menyebar melalui kontak fisk, karena alasan tersebutlah pihak sekolah meliburkan kami.
Setelah 2 minggu berlalu masih belum ada kejelasan dari pihak sekolah tentang kapan kami
bisa bersekolah lagi. Hasilnya, hampir selama 1 tahun aku tidak melaksanakan pembelajaran
secara tatap muka di sekolah.

Tiba-tiba saja tanpa terasa aku sudah naik ke kelas XII SMA, saat itu pembelajaran
dilaksanakan secara online dari rumah, sangat membosankan. Yang seharusnya masa SMA
dipenuhi dengan bermacam kenangan, akibat covid tersebut hanya sedikit kenangan saja yang
bisa kami buat semasa SMA. Lalu saat ujian kelulusan barulah kami datang ke sekolah untuk
melaksanakan ujian tersebut secara tatap muka, itu juga dibagi dalam beberapa sesi ujian, ada
sesi 1 sesi 2 dan sesi 3.

Masa SMA ku pun berakhir, aku serta teman-temanku bersepakat untuk


melaksanakan foto bersama seluruh kelas XII angkatan Tahun 2021, di lapangan sekolah
kami. Sebelum acara foto-foto tersebut terjadi kami sudah meminta izin kepada beberapa
guru yang bersangkutan, dan guru tersebut memberikan izin. Tetapi yang anehnya, setelah
acara selesai diselenggarakan para guru memanggil beberapa dari kami untuk dimintai
keterangan atas acara tersebut yang katanya tidak memiliki izin. Aneh bukan? Jelas-jelas
kami masih memiliki bukti bahwa guru yang bersangkutan telah memberikan izin kepada
kami untuk melaksanakan acara itu. Lalu malam pada saat selesai acara tersebut kami masih
berada di sekolah , dan sedang dimarahi oleh kepala sekolah kami. Tapi tidak apa-apa itu
akan aku jadikan pelajaran untuk kedepannya. Hal itu menunjukan bahwa, bukti yang sudah
kita miliki dari guru tersebut tetap tidak bisa menghindarkan kita dari kemarahan guru
tersebut pula
Name : Nur Aina

Local : Sharia Economics 1/B

Fulfilling English Course Assignments

My Life Journey

THE FIRST CHILD

A baby was born into the world on Monday, October 14, 2002. The baby's cry broke the
whole room which was filled with relatives who had been waiting for his arrival, and it was
6:00 am. The baby is the son of a husband and wife named Basori and Nurmadiah, who
married on July 20, 2000. After waiting for approximately 2 years, finally their first child was
born, which was later named Nur Aina. Yes, that child is myself, and this is the story of my
life's journey.

Introducing once again my name is Nur Aina, I am the first child of a husband and wife who I
usually call mom and dad. Being the first child of parents like them might not be so bad.
Because someone who becomes a parent for the first time must be surprised by the changes
that occur in their lives. At first they were just busy taking care of themselves, after my
presence in their lives, they started to give the best they could for me. Everything that
happened when I was little until I became who I am today could not be separated from the
intervention of my parents in it.

When I was 4 years old, my parents invited me to go with them, to return to my grandfather's
hometown which is located in Merlung. At that time the road to get to Merlung was very
difficult, plus the road only consisted of yellow soil, and the weather conditions had been
raining, causing the roads to become slippery and of course difficult for vehicles to pass.
After the rain stopped, my parents and I continued our journey using two-wheeled vehicles
( motorbikes) . We had already passed half the way, and we came to a very difficult road to
pass, the road was full of potholes and so slippery that my parents and I fell from our vehicle.
Then they decided to stop for a moment to calm me who was crying loudly because of the
fear and pain from the fall earlier. This caused me to have a deep trauma, and since then I
never wanted to be invited to travel to Merlung again.

Right in 2008, that was the time when I first entered the world of education, namely
Kindergarten. My parents have provided me with sufficient knowledge to enter Kindergarten,
so that when I was educated there I was able to read, write, and draw. Not forgetting that I
was taught how to socialize well by my parents and my teacher. When I was studying in
Kindergarten, I was in the category of a crybaby and cried easily, so my school friends liked
to tease me at that time. The forms of their ignorance are very diverse, there are those who
like to forcibly cheat on the assignments I have made, some hide my crayons, some push the
swing so hard that it causes me to fall off the swing, some like to step on my shoes during
Saturday gymnastics, and still many others. And even when I reported it to the teacher, they
still didn't stop teasing me. Then I also reported this to my parents, and my parents went to
the teachers to discuss the matter. Then slowly the ignorant things from them did not happen
to me anymore.

Entering Elementary School, at that time in 2009. The school where I studied was called SD
Negeri 15/V Serdang Jaya, located in hallway 7 Serdang Jaya, quite close to my house.
Usually I walk with my mother for about 10 minutes. There was nothing interesting while I
was in grade 1 of this elementary school, I just studied as usual, played, then went home.

Then I went up to grade 2 SD, at that time I met a lot of new friends. One of them is named
Tri Alfin Sapta Febrianti or I usually call him by the name Alpin. He became one of my close
friends as well as my best friend from the past until now, and it just so happened that we were
neighbors and our parents were friends. Both of us were enrolled by our parents to the
afternoon school, at that afternoon school we were taught a lot about religious knowledge. Oh
yes, that afternoon school is a special school whose subjects only concern religion, for
example such as Al-Qur'an Hadith, Arabic, Muloq, Akidah, Morals, Arabic Malay, and so on.
The afternoon school starts from grade 0 then grades 1,2, and 3, and the last one is grade 4.
Afternoon school activities start at 2 pm. Usually alpin and I leave the house at 13:30, we go
on foot for about 7 minutes. And come home from school in the afternoon at 16:10. When I
was in grade 2 at afternoon school, Alpin and I did class jumps on the teacher's orders,
starting from grade 2 straight to grade 4. So I finished school in the afternoon when I was in
grade 4 SD.

During elementary school I was a student who active in various lessons and activities,
therefore when I was in 4th grade I was trusted and chosen by my teacher to take part in
General LCC competitions, swimming competitions, badminton competitions, volleyball
competitions, karate competitions, and choir competitions. In the General LCC competition, I
represented schools up to the district level, and for the women's solo badminton competition,
I represented schools up to the sub-district level. And when I went to 5th grade, I took part in
the National English and Applied Science Olympiad which was held at the Auditorium,
Gajahmada University, and got a certificate with a B+ grade. Then I also took part in the
Betara Branch Jamboree and became the leader of the entire girls' team at my school.

When I went to 6th grade, my activities began to be reduced and there were no more
competitions that I took part in because it was forbidden by the school. When we are in 6th
grade, we are told to focus on studying so that we can face the National Examination (UN).
Studying as usual, plus tutoring when I came home from school, playing with my friends
after class was over, were my daily activities when I was in 6th grade. And time passed, the
first time the National Examination (UN) arrived and I came too late because I needed to
defecate (BAB). When I feel nervous, panicked, and nervous, the bowel movements inside of
me can't be stopped, nor do I know what could be causing it. It's really weird isn't it? But
that's how I am.

After graduating from elementary school (SD), I continued my education at the Al-Hidayah
Islamic Boarding School (PONPES) which is located on Jalan Pal 10 Jambi. My education
here only lasted for approximately 1 month, because I was often sick and when I was
studying this was the first time I got asthma, which often relapses until now. Then at that time
I moved to MTsN Betara which is currently called MTsN 2 Tanjung Jabung Barat. I was a
transfer student at the MTs, but I had quite a lot of friends during elementary school who
studied at that school too, and I didn't feel lonely without friends. When I was in school there,
my achievements were usually quite good, from grades VII-IX my rank never shifted from
1st place. It was a matter of pride for myself and my parents. Because of that, when I was
about to graduate from MTs, my teacher recommended me to apply to MAN Insan Cendikia
and Titian Teras, but it was a shame that I didn't pass the selection at MAN Insan Cendikia.
But that's okay, it's a matter of pride for myself because I've ever set foot in this famous
school.

Entering high school (SMA) at that time around 2018, I chose to continue my education at
SMAN 1 Betara, which is now SMAN 6 Tanjung Jabung Barat. My trip to high school used
to use a motorbike, I brought it myself from home. Which takes 10 minutes from my house to
get to school. Lots of amazing high school memories, lots of new friends, new atmosphere,
and new teachers. But I don't know why during high school I wasn't as active as when I was
in MTs and SD. When I was in MTs and SD, I was an active student, but when I entered high
school, my lazy spirit began to emerge in me. I rarely follow extracurricular and lazy to
attend school events. I just study as usual, take a break during recess, then go home. When I
was in class X high school, my father was so sick that he had to be hospitalized in Jambi.
After leaving the hospital, my father was brought back for treatment to the island of Java by
my uncle. I became unfocused on studying because I always remembered my father's
condition and I always cried when I came home. Maybe that was one of the factors that
caused me to be a lazy student.

Up to class XI high school, at that time my father's condition slowly improved. But the lazy
nature in me is still there. My nature is getting worse and worse, such as procrastinating on
assignments given by the teacher, working on assignments with tight deadlines, until
sometimes I don't do assignments from the teacher if the teacher is not scary. To what extent
was I reprimanded by the WAKA KESISWAAN school. Slowly I began to reduce my lazy
nature, and until now I'm still trying to do it.

When I was in class XI of high school, I was chosen to be one of the personnel of the Flag
Raising Troop (PASKIBRA) representing my school at the Betara District level. The
selection was made by measuring height, weight, color blindness test, physical endurance
test, marching test, dental test, and so on. The training started a week after the election, while
during the training period, I was allowed by the school not to attend school as usual. And the
one who trained me and my friends at that time was 1 person who worked as a police officer
in

And 1 more person works as a soldier. The training lasted for approximately 2 weeks, and
during the training it was filled with learning in rows, discipline, how to eat quickly, being
responsible, if 1 person made a mistake then we would all be punished too. The day that I and
all my friends have been waiting for is August 17, 2019 the day when we as the Flag Raising
Troop (PASKIBRA) will raise the red and white flag in front of very crowded people.
Thankfully the day went very smoothly, plus when we finished raising the red and white flag
to the top of the pole, the wind came blowing which made the flag fly very cool.

After raising the flag, my school life continues as usual, I continue to record the lessons I left
during yesterday’s training, fill in the blanks to the teacher concerned, and look for the latest
stories from my friends. It’s true, high school is a very exciting time because it’s time for us
to grow up, full of solid friendships, getting to know love, confused because of love, upset
because of lack of grades but still relaxed, and many other things. .

Entering 2020, that’s when I was still in class XI SMA semester 2. That’s when my dreams
and my friends came true. We imagine that the school has a month off. At first we were all
only given a vacation for 2 weeks, it was caused by a disease called COVID (SARV-CoV-2),
this disease is a very dangerous disease that attacks through the respiratory tract, and can
spread through physical contact, for that reason the school has closed we. After 2 weeks,
there is still no clarity from the school about when we can go to school again. As a result, for
almost 1 year I did not carry out face-to-face learning at school.

Suddenly, without realizing it, I had moved up to class XII of high school, at that time
learning was carried out online from home, very boring. What should have been our high
school years were filled with various memories, due to the Covid-19, there were only a few
memories that we could make during high school. Then when we passed the graduation
exam, we came to school to carry out the exam face-to-face, it was also divided into several
exam sessions, there were session 1, session 2 and session 3.

My high school period ended, my friends and I agreed to take a photo with the entire class
XII class of 2021, in our school field. Before the photos took place, we had asked permission
from the teachers concerned, and the teacher gave permission. But the strange thing was,
after the event was over, the teachers called some of us for questioning about the event,
which they said didn’t have permission. Weird isn’t it? Obviously we still have evidence that
the teacher in question has given us permission to carry out the event. Then the night when
the event was over we were still at school, and were being scolded by our principal. But
that’s okay, I’ll make it a lesson for the future. This shows that, the evidence that we already
have from the teacher still cannot prevent us from getting angry with the teacher too

Anda mungkin juga menyukai