KD. 4.2
Menghargai Hidup
Suatu hari di desa Leworeng tanggal 21 juni tahun 2004 lahirlah seorang bayi
perempuan yang diberi nama Nurafifa. Ya bayi itu adalah Aku. Aku lahir dari
keluarga yang sederhana dan orang tua yang luar biasa. Aku adalah anak
kedua dari dua bersaudara, aku memiliki saudara laki-laki yang lebih tua satu
tahun dariku.
Pada tahun 2009 orang tuaku pindah ke desa Turlappae yang tidak jauh dari
desa Leworeng. Aku duduk di bangku taman kanak-kanak selama satu tahun
dan disitu aku mulai memiliki teman. Aku termasuk anak yang susah
bersosialisasi apalagi dengan orang baru. Kehidupanku di masa taman kanak-
kanak cukup menyenangkan.
Kemudian pada tahun 2010 aku masuk ke Sekolah Dasar yang tidak jauh dari
rumah orang tuaku. Waktu itu aku merasa sesuatu hal yang baru bagiku
karena di taman kanak-kanak aku lebih banyak bermain daripada belajar. Dan
di bangku SD aku mendapat pelajaran pada umumnya. Aku termasuk anak
yang tidak terlalu bodoh karena buktinya aku masih menangkap apa yang
guru jelaskan di kelas.
Aku terus dibandingkan dengan anak orang lain yang memiliki kulit putih dan
wajah yang cantik. Padahal kan aku begini karena keturunan dari keluarga.
Lucu. Saat ini aku tetap berusaha menerima keadaan fisikku yang menurut
orang-orang tidak enak dipandang, mungkin. Itulah saat-saat dimana banyak
sekali perusak mental di hidupku. Tapi aku bersyukur Allah masih memberiku
Kesehatan sampai saat ini dan tidak kekurangan baik dari fisik yang
sempurna dan akal yang sehat.
Hari demi hari aku lewati di ranjang rumah sakit, menghirup aroma obat-
obatan dan makanan yang tidak ada rasanya, hambar. Saat itu aku tidak bisa
melakukan apa-apa. Semuanya terasa kosong. Aku sudah sedikit mengerti
penyakit apa yang sedang aku berusaha lawan pada saat itu.
Kemudian setelah 4 hari lamanya aku dirawat di rumah sakit dengan keluarga
yang senantiasa tulus merawatku, aku pun diperbolehkan oleh dokter untuk
pulang Kembali ke rumah. Perasaan aku sangat senang saat itu. Aku bisa
Kembali bertemu teman-teman dan bersekolah seperti biasanya. Lagi aku
bersyukur atas kesembuhan yang telah diberikan Allah kepadaku.
Mulai saat itu aku lebih menyadari bagaimana pentingnya pola hidup sehat,
bagaimana pentingnya mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak
mengandung pengawet. Karena aku telah merasakan bagaimana rasanya
penyakit itu.
Saat itu yang aku rasakan adalah tubuhku tidak bisa digerakkan, semuanya
seakan berhenti pada saat itu. Pendengaran sudah mulai melemah,
penglihatan juga sudah tidak terlalu jelas. Aku ingat sekali hari itu aku
memakai baju yang sangat aku suka. Untungnya aku memakai tas ransel yang
sedikit melindungi badanku bagian samping yang tertabrak.
Setelah beberapa jam sakit sudah mulai kurasakan di bagian selangka dan
lenganku. Aku berusaha tetap berpikir positif bahwa aku tidak apa-apa
mungkin dirawat beberapa hari akan sembuh. Tapi lagi-lagi aku salah.
Berminggu-minggu aku dirawat oleh ibuku yang luar biasa sekali, dia sangat
sabar selama merawatku.keaadaanku masih brlum bisa bangun dan lengan
yang tidak bisa diangkat. Jika berusaha diangkat akan sakit sekali.
Sedikit cerita ibuku ini orang yang sangat sabar dan cukup pendiam, pendiam
dalam arti tidak suka mengurusi hal-hal yang bukan urusannya. Aku banyak
belajar dari sikap ibuku, dia sangat mandiri dan bisa segala urusan rumah
tangga. Jika dia masih bisa melakukannya sendiri pasti tidak akan meminta
bantuan orang lain.
Aku sudah Kembali ke sekolah dan disambut baik oleh guru dan teman-
temanku. Mereka cukup mengerti dengan kondisiku dengan tangan kiri yang
digantung. Sedikit informasi bahwa aku menulis dengan tangan kiri atau yang
biasa orang sebut bertangan kidal. Jadi selama pembelajaran aku tidak bisa
menulis. Dan baiknya lagi guruku mau mengulang materi yang aku tinggalkan
selama aku dirawat di rumah.
Hari-demi hari aku lewati dengan tangan kiri digantung, cukup mengganggu
dan kurang nyaman bagi aku yang menggunakan tangan kkiri sebagai tangan
yang dominan. Aku juga sempat mengalami diskriminasi karena menulis
dengan tangan kiri tapi menurutku itu tidak masalah, sekarang malah aku
bersyukur berdominan tangan kiri.
Waktu terus berlalu, lengan ku pun sudah membaik, sudah bisa diangkat dan
lepas dari gantungan yang sangat menyiksa dan mengganggu itu. Singkat
cerita aku yang baru sembuh dari patah tulang bersikeras untuk ikut dalam
perkemahan yang akan diadakan.
sekian novel sejarah pribadi dari aku Nurafifa, terimakasih kepada orang-
orang baik dan orang tuaku yang luar biasa.