Anda di halaman 1dari 3

Nama : Nur Aina

Nim : 21.23.1030
Jurusan : Ekonomi Syariah 1/B

SEJARAH PERADABAN ISLAM


Masa Kemunduran Islam

Sejarah dunia mencatat bahwa pengaruh Islam pernah menduduki posisi


penting dalam peradaban global. Istilahnya adalah masa kejayaan Islam atau the
Islamic Goden Age, yang mendominasi sejak abad ke-8 hingga 13 Masehi.

Kota-kota Islam seperti Baghdad, Cordoba, Damaskus, Alexandria, dan


lain sebagainya merupakan pusat peradaban dan kebudayaan yang menjadi
tujuan utama pelajar dan mahasiswa dari berbagai penjuru bumi untuk
menuntut ilmu.
Selain itu, banyak ilmuwan teologi maupun sains yang lahir di masa
kejayaan Islam, seperti Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al-Kindi, Ibnu Khaldun, Al-Idrisi,
dan lainnya.
Namun, sebagaimana dicatat dalam "Rahmat Islam bagi Alam Semesta"
yang diterbitkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, benih-benih
kemunduran sudah terlihat sejak fase kedua dari periode Islam klasik (1000-
1250 M).
Kemunduran drastis kemudian dimulai sejak periode Pertengahan Bagian
Pertama (1250-1500 M), yang dikenal dengan Masa Kemunduran I.
Ibnu Khaldun, pakar sejarah dan sosiologi klasik menjelaskan bahwa
kemunduran peradaban Islam disebabkan karena faktor internal dan eksternal
di tubuh pemerintahan Islam.
Pertama, faktor internal muncul dari menguatnya materialisme, yaitu
kegemaran penguasa untuk menerapkan gaya hidup bermewah-mewahan.
Sementara itu, korupsi, kolusi, nepotisme, dan dekadensi moral tumbuh subur
di badan pemerintahan.
Kedua, faktor eksternal muncul dari ketidakpuasan tokoh dan intelektual
di negaranya. Akibatnya, mereka yang punya kapabilitas dan integritas pindah
ke negara lain (braindrain) yang mengurangi Sumber Daya Manusia (SDM)
terampil di negara Islam.
Akibatnya, orang-orang yang mengisi posisi pemerintahan bukanlah
orang yang kapabel yang menyebabkan menurunnya produktivitas. Jangka
panjangnya, pengembangan sistem politik dan pengetahuan juga turut
menurun.
Padahal, Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:  "Jika urusan diserahkan
bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." (H.R. Bukhari).
Dalam uraian "Penyebab Kemunduran Peradaban Islam pada Abad
Klasik" yang diterbitkan Jurnal Pemikiran Islam, Syamruddin Nasution
menjelaskan sejarah kemunduran peradaban Islam sebagai berikut:
A. Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Kemunduran Dinasti Abbasiyah dimulai dari pemerintahan Khalifah Al-


Muktasim (833-842). Khalifah ini dipandang tidak cakap dalam menjalankan
pemerintahan.
Namun, karena kepercayaan bahwa jabatan khalifah harus dipimpin oleh
orang-orang keturunan Quraisy, alih-alih keturunan non-Arab, maka khalifah
pendahulunya, Al-Makmun menyerahkan jabatan kepada saudaranya, Al-
Muktasim.
Padahal, saat itu pengaruh orang-orang Persia dan Turki amat kuat di
tubuh pemerintahan Islam. Akibatnya, jabatan khalifah seakan hanya simbol.
Keputusan-keputusan penting disetir oleh bawahan-bawahannya.
Setelah masa pemerintahan Al-Muktasim, khalifah-khalifah di bawahnya
berada dalam dominasi orang-orang Persia dan Turki. Konflik internal mencari
pengaruh yang lebih kuat ini membuat sistem pemerintahan menjadi keropos.
Akhirnya, pada abad ke-11 M, kekuatan orang-orang Turki semakin kuat
dengan hadirnya pengaruh Turki Seljuk.
Kemunduran Dinasti Abbasiyah juga disebabkan luasnya wilayah
kekuasaan yang tidak diimbangi dengan kapabilitas pemimpinnya.
Pada saat bersamaan, sistem keuangan negara tidak stabil dan kontestasi
politik yang demikian kuat menyebabkan Dinasti Abbasiyah kian terpuruk.
B. Kemunduran Dinasti Umayyah Andalusia
Setelah Dinasti Umayyah runtuh di Timur Tengah, kekuasaan berpindah
ke Andalusia (Spanyol) berkat pelarian Abdurrahman, keturunan Bani Umayyah
yang berhasil menegakkan pengaruh di wilayah semenanjung Liberia ini.
Di Andalusia, ia mendirikan Dinasti Umayyah II yang sempat menjadi
pusat peradaban dan kebudayaan Islam. Kemudian, pada masa khalifah Hajib
Al-Mansur, mulai tampak benih-benih kemunduran di pemerintahan Islam.
Khalifah Hajib Al-Mansur mengambil-alih tampuk kekhalifahan dari
khalifah sebenarnya, Hisyam II, yang saat itu masih berusia 11 tahun.
Lantaran dipandang masih terlalu muda dan belum pantas menjalankan
negara, Hajib Al-Mansur mencoba mengambil-alih pengaruh Hisyam II.
Hajib Al-Mansur mempengaruhi para tentara Andalusia. Akibatnya, amat
sedikit tentara yang setia pada khalifah.
Selanjutnya, Hisyam II tak memiliki pilihan lagi kecuali mempercayakan
jabatan khalifah kepada Hajib Al-Mansur.
Setelah Khalifah Hajib Al-Mansur wafat, terjadi perebutan kekuasaan di
tubuh pemerintahan Dinasti Umayyah yang menjadikan kacaunya sistem politik
masa itu.
Pada 1013, Dewan Menteri menghapuskan jabatan khalifah dan
Andalusia terpecah ke banyak negara kecil. Dinasti Umayyah di Andalusia
kemudian memasuki masa kemunduran yang dikenal dengan periode mulul al-
thawaif.
Sejak itu, jabatan pemerintahan hanya menjadi simbol belaka.
Penguasanya adalah orang-orang Berber yang menyetir keputusan-keputusan
politik dan kebijakan Dinasti Umayyah di Andalusia.
C. Kemunduran Dinasti Fatimiyyah

Dinasti Fatimiyyah mengalami kemunduran di masa khalifah Al-Hakim


Biamrillah. Usai ia meninggal, 8 khalifah sesudahnya jatuh pada problem
korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sejak khalifah Al-Zafir (1021-1036) sampai khalifah terakhir Al-Adid (1160-
1171 M), para pejabat pemerintahan tenggelam dalam kemewahan duniawi.
Urusan pemerintahan diserahkan kepada perdana menteri yang
mengambil dominasi di tubuh pemerintahan. Akibatnya, jabatan khalifah hanya
menjadi lembang negara, sedangkan pengaruh politik berada di tangan para
Perdana Menteri yang menjabat.
Selain itu, di masa khalifah Al-Hakim Biamrillah, terdapat konflik antara
aliran Sunni dan Syiah. Khalifah ini menganut aliran Syiah dan ia mengangkatnya
sebagai mazhab resmi negara. Padahal, mayoritas penduduk Mesir berpaham
Sunni.
Akibatnya, terjadi konflik antara rakyat dan penguasa. Apalagi
para qadhi  dan hakim dipaksa mengeluarkan putusan sesuai dengan ajaran
Syiah yang melahirkan jurang perbedaan besar antara penduduk dan sistem
hukumnya.

Anda mungkin juga menyukai