Anda di halaman 1dari 6

Kondisi dan fakto penyebab kemunduran

islam

Jumiarti Hurairah (12201257)


Faktor Penyebab Kemunduran Peradaban Islam

Ibnu Khaldun, pakar sejarah dan sosiologi klasik menjelaskan bahwa kemunduran peradaban Islam
disebabkan karena faktor internal dan eksternal di tubuh pemerintahan Islam.

Pertama, faktor internal muncul dari menguatnya materialisme, yaitu kegemaran penguasa untuk
menerapkan gaya hidup bermewah-mewahan. Sementara itu, korupsi, kolusi, nepotisme, dan
dekadensi moral tumbuh subur di badan pemerintahan.

Kedua, faktor eksternal muncul dari ketidakpuasan tokoh dan intelektual di negaranya. Akibatnya,
mereka yang punya kapabilitas dan integritas pindah ke negara lain (braindrain) yang mengurangi
Sumber Daya Manusia (SDM) terampil di negara Islam.
Sejarah Kemunduran Peradaban Islam
Kemunduran Dinasti Abbasiyah
Kemunduran Dinasti Abbasiyah dimulai dari pemerintahan Khalifah Al-Muktasim (833-842).
Khalifah ini dipandang tidak cakap dalam menjalankan pemerintahan. Namun, karena
kepercayaan bahwa jabatan khalifah harus dipimpin oleh orang-orang keturunan Quraisy, alih-alih
keturunan non-Arab, maka khalifah pendahulunya, Al-Makmun menyerahkan jabatan kepada
saudaranya, Al-Muktasim. Padahal, saat itu pengaruh orang-orang Persia dan Turki amat kuat di
tubuh pemerintahan Islam. Akibatnya, jabatan khalifah seakan hanya simbol. Keputusan-
keputusan penting disetir oleh bawahan-bawahannya. Setelah masa pemerintahan Al-Muktasim,
khalifah-khalifah di bawahnya berada dalam dominasi orang-orang Persia dan Turki. Konflik
internal mencari pengaruh yang lebih kuat ini membuat sistem pemerintahan menjadi keropos.
Akhirnya, pada abad ke-11 M, kekuatan orang-orang Turki semakin kuat dengan hadirnya
pengaruh Turki Seljuk. Kemunduran Dinasti Abbasiyah juga disebabkan luasnya wilayah kekuasaan
yang tidak diimbangi dengan kapabilitas pemimpinnya. Pada saat bersamaan, sistem keuangan
negara tidak stabil dan kontestasi politik yang demikian kuat menyebabkan Dinasti Abbasiyah kian
terpuruk
Kemunduran Dinasti Umayyah Andalusia

Setelah Dinasti Umayyah runtuh di Timur Tengah, kekuasaan berpindah ke Andalusia (Spanyol)
berkat pelarian Abdurrahman, keturunan Bani Umayyah yang berhasil menegakkan pengaruh di
wilayah semenanjung Iberia ini. Di Andalusia, ia mendirikan Dinasti Umayyah II yang sempat
menjadi pusat peradaban dan kebudayaan Islam. Kemudian, pada masa khalifah Hajib Al-Mansur,
mulai tampak benih-benih kemunduran di pemerintahan Islam. Khalifah Hajib Al-Mansur
mengambil-alih tampuk kekhalifahan dari khalifah sebenarnya, Hisyam II, yang saat itu masih
berusia 11 tahun. Lantaran dipandang masih terlalu muda dan belum pantas menjalankan negara,
Hajib Al-Mansur mencoba mengambil-alih pengaruh Hisyam II. Selanjutnya, Hisyam II tak memiliki
pilihan lagi kecuali mempercayakan jabatan khalifah kepada Hajib Al-Mansur. Setelah Khalifah
Hajib Al-Mansur wafat, terjadi perebutan kekuasaan di tubuh pemerintahan Dinasti Umayyah
yang menjadikan kacaunya sistem politik masa itu.
Kemunduran Dinasti Fatimiyyah

Dinasti Fatimiyyah mengalami kemuduran di masa khalifah Al-Hakim Biamrillah. Usai ia meninggal,
8 khalifah sesudahnya jatuh pada problem korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sejak khalifah Al-Zafir
(1021-1036) sampai khalifah terakhir Al-Adid (1160-1171 M), para pejabat pemerintahan
tenggelam dalam kemewahan duniawi. Urusan pemerintahan diserahkan kepada perdana menteri
yang mengambil dominasi di tubuh pemerintahan. Akibatnya, jabatan khalifah hanya menjadi
lembang negara, sedangkan pengaruh politik berada di tangan para Perdana Menteri yang
menjabat. Selain itu, di masa khalifah Al-Hakim Biamrillah, terdapat konflik antara aliran Sunni dan
Syiah. Khalifah ini menganut aliran Syiah dan ia mengangkatnya sebagai mazhab resmi negara.
Padahal, mayoritas penduduk Mesir berpaham Sunni. Akibatnya, terjadi konflik antara rakyat dan
penguasa. Apalagi para qadhi dan hakim dipaksa mengeluarkan putusan sesuai dengan ajaran
Syiah yang melahirkan jurang perbedaan besar antara penduduk dan sistem hukumnya.

Anda mungkin juga menyukai