Anda di halaman 1dari 13

“PERADABAN ISLAM MASA FATIMIYAH DI MESIR”

Oleh : Baiq Ayu Pratiwi Safitri (2210701010)

Kelompok 1

A. PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, umat Islam dipimpin oleh para khalifah, yaitu
khalifah Abu Bakar al-Shiddiq, Umaribn Khattab, Usman bin Affan dan terakhir Khalifah Ali
bin Abi Thalib yang keempatnya dikenal dengan sebutan Khulafaurrasyidin. Selain itu, bab-
bab kehidupan Islam berkembang dalam rangkaian sejarah dinasti-dinasti lain, dari kota ke
kota, dari ideologi ke ideologi. 

Dinasti Fatimiyah merupakan salah satu dinasti Islam yang keberadaannya sangat
penting dalam sejarah kebudayaan dan peradaban Islam pada umumnya. Dinasti Fatimiyah
tumbuh dan berkembang seperti dinasti-dinasti sebelumnya, yaitu dinasti Abbasiyah yang
berpusat di Irak, Bagdad dan dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Syam, dan akhirnya
mengalami kegagalan setelah kurang lebih dua abad berkuasa dalam waktu yang lama. 

Kesetiaan kepada Ali bin Abi Thalib merupakan faktor terpenting dalam
perkembangan konsep Islam bagi masyarakat Syi'ah. Pada abad ke-7 dan ke-8 Masehi
masalah tersebut menyebabkan gerakan politik melawan Kekhalifahan Umayyah dan
Kekhalifahan Abbasiyah.  

Meskipun Kekhalifahan Abbasiyah mampu memerintah begitu lama, akan tetapi masa
keemasannya berumur pendek. Puncak melemahnya kekuasaan khalifah Abbasiyah adalah
berdirinya khalifah-khalifah kecil yang melepaskan diri dari kekuasaan politik khalifah
Abbasiyah. Salah satu khalifah pemberontak adalah Fatimiyah, yang merupakan keturunan
dari sekte Syiah Ismailiyah, yaitu sekte Syiah yang muncul dari perselisihan tentang
pengganti Imam Ja'far al-Sadiq antara tahun 700 -756 M. Fatimiyah menentang penguasa
Abbasiyah yang berpusat di Bagdad yang tidak mengakui Kekhalifahan Fatimiyah sebagai
keturunan Nabi dari Fatimah. Karena mereka mengira mereka adalah Ahlul bait sesunggunya
dari Bani Abbas. 
2. TUJUAN

Pembahasan terkait peradaban islam pada masa dinasti fatimiyah ini bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah peradaban islam serta mengetahui bagaimana sejarah
perkembangan Islam setelah masa Umayyah. Pembahasan ini berguna untuk mengetahui
bagaimana proses peralihan kekuasaan dari rasulullah ke khalifah pertama, khalifah pertama
ke khalifah kedua, dan sampai ke masa kedinastian. Selain itu juga untuk mengetahui
bagaimana lahirnya, perkembangannya, hingga bagaimana proses kemunduran pada masa
dinasti Fatimiyah. Ditambah lagi dengan adanya informasi terkait bagaimana pola pendidikan
pada masa dinasti Fatimiyah. Diharapkan dengan adanya pembahasan ini dapat membuat kita
lebih mengetahui bagaimana Islam berkembang pada zaman dinasti fatimiyah dan mampu
meningkatkan rasa syukur kita sebagai umat Islam.

3. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana proses pembentukan Dinasti Fatimiyah?
2. Kemajuan-kemajuan apa saja yang sudah dicapai oleh Dinasti Fatimiyah dalam
bidang sosial politk dan ekonomi?
3. Bagaimanakah perkembangan pendidikan pada masa Dinasti Fatimiyah?
4. Apa penyebab kemunduran Dinasti Fatimiyah?
B. PEMBAHASAN
1. PEMBENTUKAN DINASTI FATIMIYAH

Dinasti Fatimiyah diambil dari nama salah seorang puteri Nabi yaitu Fatimah az-
Zahra karena pendiri dinasti tersebut mengaitkan asal usulnya dengan Ali bin abi Thalib dan
Fatimah binti Muhammad saw. yang melahirkan pemerintahan Fatimiyah. dari gerakan
pemberontakan kecil yang berisi kebencian terhadap pemerintahan Umayyah atas
pembantaian Husein dalam Perang Karbala.

Pada tahun 909 M kelompok Syiah Ismailiah di Afrika Utara ini dapat memperkuat
gerakannya, sehingga pemimpin gerakan ini, Ubaidillah al-Mahdi mengumumkan berdirinya
Dinasti Fatimiyah yang terlepas dari kekuasaan Dinasti Abbasyiah. Ia memperkuat
khalifahnya di Tunisia dengan bantuan Abdullah al-Syi’ii seorang dari Syi’ah Ismailiah yang
sangat besar perannya dalam mendirikan Dinasti Fatimiyah tersebut.

Dinasti tersebut mengaku sebagai keturunan langsung dari pasangan Ali bin Abi
Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Menurut mereka, Abdullah al-Mahdi, pendiri dinasti ini,
adalah cucu dari Ismail bin Ja'far Ash-Sadiq. Ismail adalah imam Syiah ketujuh. Sepeninggal
Imam Ja'far Ash-Sadiq, Syiah terpecah menjadi dua cabang. Cabang pertama percaya bahwa
Muza Al-Kazim adalah Imam ketujuh bukan Imam Ja'far sedangkan cabang kedua percaya
bahwa Ismail bin Muhammad Al-Maktum adalah Imam Syiah ketujuh. Cabang Syiah lainnya
ini disebut Syiah Ismailiyah. Syi'ah Ismailiyah tidak menunjukkan gerakannya secara jelas,
sehingga muncullah Abdullah bin Maimun yang membentuk sistem gerakan politik
keagamaan Syi'ah Ismailiyah. Dia berjuang untuk mengatur propaganda Syiah Ismaili untuk
mempertahankan kekuasaan Fatimiyah. Dia diam-diam mengirim misionaris ke seluruh
pelosok negara Muslim untuk menyebarkan ajaran Syiah Ismailiyah. Kegiatan ini menjadi
latar belakang berdirinya Dinasti Fatimiyah di Afrika dan hijrahnya ke Mesir.

Dinasti Fatimiyah adalah kekhalifahan Syiah yang memerintah Mesir dari 297/909
hingga 567/1171. selama sekitar 262 tahun. Penguasa yang berkuasa adalah:

1. Abu Muhammad Abdullah (Ubaydillah) al-Mahdi billah (909 M - 934 M).


2. Abul-Qasim Muhammad al-Qa’im bi-Amr Allah bin al-Mahdi Ubaidillah (934 M -
946 M).
3. Abu Zahir Isma’il al-Mansur billah (946 M – 953 M).
4. Abu Tamim Ma’ad al-Mu’izz li-Dinillah (953 M – 975 M).
5. Abu Mansur Nizar al-’Aziz billah (975 M – 996 M).
6. Abu ‘Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amrullah (996 M- 1021 M).
7. Abu’l-Hasan ‘Ali al-Zahir li-I’zaz Dinillah (1021 M - 1036M).
8. Abu Tamim Ma’add al-Mustansir bi-llah (1036 M – 1094 M).
9. Al-Musta’li bi-llah (1094 M – 1101 M).
10. Al-Amir bi-Ahkamullah (1101 M -1130 M).
11. ‘Abd al-Majid al-Hafiz (1130 M -1149 M).
12. al-Zafir (1149 M – 1154 M).
13. al-Fa’iz (1154 M - 1160 M).
14. al-’Adid (1160 M – 1171 M).

Gerakan dinasti Fatimah memulai era baru di Mesir pada masa pemerintahan Khalifah
putra al-Mansur, Mu'iz, penaklukan Mesir menjadi tujuan utama gerakan ekspansi Mu'iz
ketika Mesir dilanda kerusuhan hebat pada tahun 968 M. Mu'iz menginvasi Mesir dan
merebut kekuasaan dari dinasti Iksidiyah tanpa perlawanan, kemudian Mesir memasuki era
baru di bawah kekuasaan Fatimiyah. Seorang khalifah bergelar Mu'iz menguasai sistem
pemerintahan. direformasi dengan membagi provinsi menjadi kabupaten dan
mempercayakannya kepada pejabat yang kompeten, ia juga mengorganisir tentara, industri
dan perdagangan membuat kemajuan pesat dan melakukan gerakan reformasi.

Khalifah Mu'iz meninggal pada tahun 975 setelah 23 tahun berkuasa dan digantikan oleh
putranya, al-Aziz, yang dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan dermawan. Ketenangan
pada saat itu ditandai dengan kesejahteraan. seluruh warga negara, baik muslim maupun non
muslim. Pada masa pemerintahan Al-Aziz, Dinasti Fatimah berkembang pesat, tidak ada
pemberontakan pada masa pemerintahan ini karena Al-Aziz berteman dengan pemerintah lain
di luar Mesir dengan bertukar duta besar dari pemerintahan mereka. 

Dalam pemerintahan, al-Aziz sangat liberal, memberikan kebebasan bagi pemeluk agama
lain untuk mempraktikkan agamanya dan mengembangkan ajaran agamanya, membangun
rumah ibadah bagi umat Kristen, dan mengangkat pejabat tinggi dari kalangan Yahudi.
Kebijakan Al-Aziz yang terlalu memberi kepercayaan pada agama lain memicu huru-hara
kemarahan di kalangan sebagian umat Islam, namun hal ini bisa dihentikan dengan bantuan
para pemuka agama Islam untuk memulihkan perdamaian dan kerukunan beragama di Mesir.

Namun kebijakan al-Aziz juga menyebabkan kemunduran Dinasti Fatimiyah, yaitu


penarikan pasukan Turki dan kulit hitam sebagai kekuatan militer. Dengan demikian, ukuran
tentara dan kekuatan orang barbar di tentara Fatimiyah menyebabkan persaingan antar ras
yang kemudian menciptakan unsur militer mendirikan fiksi-fiksi tersebut.  

Khalifah al-Aziz wafat pada tahun 386 H/996 M. dan digantikan oleh putranya al-Hakim,
yang baru berusia 11 tahun. Awal pemerintahan al-Hakim lebih banyak dipengaruhi oleh
gubernurnya yaitu Bajarwan yang juga kemudian dijatuhi hukuman mati. 

Masa ini ditandai dengan berdirinya pejabat yang berbicara omong kosong dan
penyiksaan terhadap warga non-Muslim, serta pembakaran tempat ibadah Kristen dan Yahudi
serta perusakan makam yang dianggap suci oleh umat Kristen Ortodoks, yang kemudian
menjadi penyebab konflik internal di Mesir.

Tingkah laku rezim yang dipimpin oleh Al-Hakim adalah hasil dari ketaatannya dalam
beragama. Pada masa ini juga dibangun masjid yang menjadi pusat ilmu untuk penyebaran
syiah, dimana perpustakaan menjadi tempat pertemuan para pemikir. 
Periode berikutnya, al-Hakim digantikan oleh al-Zahir pada usia enam belas tahun. Di
usia muda ini, khalifah menjadi raja boneka di tangan para menterinya. Pemerintahan ini
ditandai dengan penderitaan rakyat, bukan dengan siksaan oleh khalifah, tetapi kekurangan
makanan dan barang-barang yang terjangkau akibat bencana banjir.

Pemerintahan Al-Zahir adalah seorang khalifah yang mentolerir kelompok Sunni dan


memulihkan kesepakatan dengan kaisar Romawi dengan menghidupkan kembali
Konstantinus III dengan diizinkan untuk membangun gereja di Yerusalem. Tapi
khalifah mempunyai kebiasaan hidup santai dan menikah banyak. Kemudian al-Zahir
digantikan oleh anaknya yang baru berusia tujuh tahun, sehingga sebelum awal pemerintahan
al-Mustansir pemerintahan berada di bawah kendali ibunya.

Selama periode ini, Dinasti Fatimiyah mengalami kemunduran yang parah karena
perebutan posisi menteri di istana, yang menyebabkan pemberontakan di dalam dan di luar
pemerintahan. Hal ini menyebabkan permusuhan militer dan menyebabkan perang yang
membawa kelaparan pada pemerintahan. Namun, Al-Mustansir mengatasinya dengan
meminta bantuan gubernur Acre agar bisa diatasi.

Sepeninggal khalifah ali-Mustansir, dinasti Fatimiyah justru mengalami


kemunduran hingga ke khalifah berikutnya, yaitu al-Afzal. Pada masa pemerintahannya, Al-
Afzal berusaha mengembalikan kejayaan Fatimiyah namun gagal, tetapi ia memiliki
keluwesan dan keadilan yang ia miliki hingga ia dapat memerintah selama 50 tahun. Namun,
al-Musta'il menjadi korban pembunuhan sehingga ia digantikan oleh al-Hafiz dan
seterusnya al-Zafir, al-Faiz, al-Azid, namun tidak ada yang mampu mengembalikan dan
menghidupkan kembali kejayaan Dinasti Fatimiyah yang dibangun oleh al-Mahdi. 

2. KEMAJUAN MASA DINASTI FATIMIYAH DI BIDANG SOSIAL POLITIK


DAN EKONOMI

Kontribusi Dinasti Fatimiyah terhadap peradaban Islam sangat besar, baik dalam sistem
pemerintahan maupun dalam bidang ilmu pengetahuan. Kemajuan diamati selama
Kekhalifahan al-Aziz yang bijaksana termasuk yang berikut: 

a. Bidang Politik dan Administrasi

Dalam ranah politik sangat terlihat pada masa al-Mu'iz li Dinillah (953-975 M) hingga
masa pemerintahan al-Aziz (975-996 M), yaitu sebagai perluasan wilayah. Kepemimpinan
tersebut sangat berbeda dengan sistem kepemimpinan pada umumnya, karena pemimpin
Sunni yang dipilih harus melalui pemilihan, sedangkan di kalangan Syi'ah yang termasuk
dalam dinasti Fatimiyah, khalifah (pemimpin) dan Wasir harus dari keturunan Ahlul Bait.

Kekuasaan dinasti Fatimiyah pada umumnya tidak berbeda dengan dinasti Abbasiyah,
sementara beberapa posisi berbeda muncul selama periode ini. Kholifah menjabat sebagai
kepala negara baik di bidang keduniaan maupun spiritual. Khalifah memiliki kekuasaan
untuk mengangkat atau memberhentikan bawahannya. 8 Jabatan Neegara (wazir) dibagi
menjadi dua golongan, yang pertama dalam urusan kemiliteran dan yang kedua ahli pena.
Kelompok pertama urusan militer dan keamanan serta pengawalan khalifah. Ketika
kelompok kedua diduduki pada masa Fatimiyah, negara dipimpin oleh seorang imam atau
beberapa jabatan kementerian sebagai berikut:  

1. Hakim,
2. Pejabat pendidikan dan kepala lembaga ilmiah atau (dar al-hikmah).
3. Pengawas pasar yang tugasnya mengatur pasar dan jalan,
4. Pejabat fiskal yang mengatur urusan keuangan negara,
5. Petugas istana,
6. Pembaca Alquran 

Adapun tingkat terendah kelompok ahli pena terdiri atas kelompok pegawai
Negeri yaitu petugas penjaga dan guru tulis dalam berbagai departemen.

Sementara itu, di luar jabatan istana di atas, terdapat beberapa jabatan tingkat daerah yang


meliputi tiga wilayah yaitu Mesir, Sriya, dan Asia Kecil. Secara khusus, di wilayah Mesir
terdiri dari empat provinsi, Wilayah Timur Mesir, Wilayah Barat Mesir, dan Wilayah
Aleksandria. Semua hal yang mempengaruhi wilayah dipercayakan kepada pemerintah
daerah setempat.

Dalam bidang kemiliteran, terdapat 3 jabatan pokok, yaitu :

1. Amir yang terdiri dari pejabat tinggi militer dan kholifah

2. Petugas keamanan

3. Berbagai resimen.
Adapun pusat pusat armada dibangun di Alexandria, dameka dan beberapa pelabuhan
siria, masing masing tersebut dikepalai oleh atmiral tertinggi.

b. Bidang Sosial

Dinasti Fatimiyah memiliki konsep dalam kehidupan berbangsa. Dalam kehidupan


masyarakat terdapat pemahaman tentang kesetaraan dan sikap moderat dalam berpikir dan
lingkungan sosial masyarakat. Selain itu, asimilasi dan toleransi non-Muslim, khususnya
Kristen Koptik dan Aramenia, mencapai garis sejajar dengan pengikut Islam. Banyak gereja
Kristen yang dipugar.

 Dinasti Fatimiyah memerintah Mesir dari tahun 1049 hingga 1064, kota Kairo adalah
kota yang sangat makmur. Toko perhiasan dan pusat penukaran uang dibiarkan tidak terkunci
oleh pemiliknya, orang-orang memiliki kepercayaan penuh pada pemerintah, jalan-jalan
diterangi dengan banyak lampu, kota Kairo dihiasi dengan banyak masjid, perguruan tinggi,
rumah sakit, dan perkampungan khalifah, tempat pemandian yang sangat indah dan terdapat
sekitar 20.000 toko milik para khalifah, penuh dengan barang-barang dari dalam dan luar
negeri. Beberapa khalifah Fatimiyah menjalani gaya hidup mewah dan santai, al-Muntasir
misalnya membangun semacam paviliun di istananya tempat ia minum anggur bersama para
penari menawan. Peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran, toleransi dan kesetaraan
beragama tumbuh dengan tajam, sehingga cara hidup pada masa itu mengalami
perkembangan yang pesat dan tingkat kemakmuran yang cukup tinggi. di bawah al-Muntasir
(1036-1094 M).

c. Ekonomi dan Perdagangan

Kemakmuran ekonomi dan vitalitas budaya Mesir melampaui Irak dan wilayah lain.
Hubungan perdagangan dengan dunia non-Muslim, termasuk India dan negara-negara
Mediterania Kristen, dibina dengan baik.

Dinasti Fatimiyah juga mengalami pertumbuhan di bidang pertanian. Keberhasilan


pertanian Mesir masa ini dapat dibagi menjadi dua bidang:

1. Daerah Pinggiran Sungai Nil

2. Tempat-tempat yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai lahan pertanian.


Dalam bidang perdagangan, mereka berdagang mengunjungi berbagai daerah seperti
Asia, Eropa dan sekitar Laut Mediterania. Pada masa ini, mereka mengubah Kota Fustat
menjadi kota perdagangan tempat pengiriman semua barang, baik dari dalam maupun luar
negeri.

3. PENDIDIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN

Pada tahun 362 H/973 M, Khalifah Mui’z memindahkan ibukota Dinasti dari Kairawan di
Tunisia ke Al-Qahirah di Mesir. Pada tahun ini pula diresmikannya masjid al-Azhar yang di
dalamnya berdiri Universitas Al-Azhar, yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan
pusat pengembangan ilmu pengetahuan dengan mendasarkan pada mazhab Syi’ah Ismailiah.
Universitas al-Azhar ini menjadi kiblatnya Pendidikan Tinggi Islam di dunia sampai
sekarang. Adapun lembaga-lembaga pendidikan pada masa dinasti fatimiyah :

1. Masjid
Pada masa ini, masjid juga menjadi tempat berkumpulnya ulama fiqih
khusunya ulama yang menganut mazhab syi’ah ismailiyah dan juga wazir dan hakim.
Mereka berkumpul menulis buku tentang mazhab syi’ah ismailiyah yang akan
diajarkan kepada masyarakat.
2. Istana
Khalifah menjadikan istana sebagai tempat berkumpulnya buku-buku ilmiah,
seperti al-qur’an, hadist, fiqh, sastra dan ilmu kedokteran. Ia memberikan
penghargaan khusus untuk para ilmuan ini dan menugaskan mereka untuk menjadi
imam masjid istana.
3. Perpustakaan
Perpustakaan terbesar yang dimiliki dinasti fatimiyah ini diberi nama “Dar al
‘Ulum” yang masih memiliki keterkaitan dengan perpustakaan “baital hikmah”.
Begitu besarnya pengaruh buku-buku yang diterjemahkan terhadap penyebaran mazab
dinasti ini, maka Ya’qub ibn yusuf ibn killis salah seorang yang berjasa di kairo. Atas
dorongan cendekiawan muslim, wazir mempekerjakan banyak penyalin buku utuk
membuat salinan bukti-bukti tentang undang-undang, kedokteran, dan pengetauan
ilmiah.
Al Magrizi meriwayatkan bahwa sesungguhnya di istana terdapat 40 lemari
dimana setiap lemari memiliki 18.000 volume buku. Dan perpustakaan ini
sebagaimana dikatakan Abi syamah sebagai salah satu keajaiban dunia didalamnya
juga dinyatakan terdapat sebanyak 1.220 naskah dari Tarikh Tabari.
4. Dar al-Ilm
Pada bulan Jumadil akhir tahun 395 H/1005 M, atas saran perdana menteri
Ya’qub ibn killis, khalifah al-hakim mendirikan jamiah ilmiah berupa akademi
(lembaga riset) seperti akademi-akademi lain yang ada di Baghdad an belahan dunia
lain. Lembaga ini kemudian diberi nama Dar al-Hikmah. Disinilah berkumpul para
ahli fiqih, astronom, dokter, dan ahli nahwu dan bahasa untuk mengadakan penelitian
ilmiah.
5. Al-Azhar
Setelah selesai membangun kota Kairo lengkap dengan istananya, panglima
Jawhar al-Sigilli mendirikan masjid al-Azhar pada tanggal 17 Ramadhan tahun 359
H/970 M. Di kemudian hari masjid ini berkembang menjadi sebuah universitas besar
diakir jabatan al-Mu’iz li Din al-Fatimi sebagai perdana menteri yaitu pada bulan
Shafar 365 H. Nama Al-Azhar diambil dari al-Zahra, julukan Fatimah, putri nabi
Muhammad saw. dan istri Ali bin Abi Thalib, imam pertama Syi’ah.
Memang pada awalnya al-Azhar bukanlah sebuah perguruan tinggi atau
sebagai lembaga pendidikan formal, melainkan hanya sebagai masjid yang oleh
khalifah fatimiyah dijadikan sebagai pusat untuk menyebarkan dakwah mereka,
namun kemudian berekembang menjadi universitas. Pada waktu yang sama dibangun
pula istana khalifah sebagai tempat untuk mengkoordinasikan dakwah dan membantu
cara-cara penyebarannya. Pada masa ini intervensi pemerintah terhadap al-Azhar
sangat besar, seperti seorang guru tidak boleh mengajar sebelum mendapat izin dari
khalifah. Karena seorang guru yang mengajar di al-Azhar, biasanya dangkat oleh
khalifah.

Menurut Hasan Ibrahim Hasan, pada masa itu ulama membagi ilmu kepada dua
macam :

1. Ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an al-Karim


2. Ilmu yang bukan bersumber dari arab

Ilmu yang bersumber dari al-Qur’an disebut dengan Ilm al-Naqliyah atau Syar’iyyah.
Sedang untuk kategori kedua disebut dengan Ilm al-Aqliyah atau Hukmiyyah, kadang disebut
juga dengan Ilm al-Azam.
Adapun yang termasuk ilmu Naqliyah adalah : Ilmu tafsir, Qiraat, Ilmu hadist, Fiqh,
Ilmu Kalam, Nahwu, Lughah, Al-Bayan, dan adab. Sedangkan yang termasuk ilmu Aqliyyah
adalah : Filsafat, Arsitektur, Ilmu Nujum, Musik, Kedokteran, Sihir, Kimia, Matematika,
Sejarah, dan Geografi.

3. KEMUNDURAN DINASTI FATIMIYAH

Kemunduran dinasti Fatimiyah dimulai pada masa pemerintahan Khalifah al-


Hakim. Pada saat diangkat menjadi khalifah ketika usianya masih muda 11 tahun. Al-Hakim
memerintah dengan tangan besi, masanya dipenuhi tindak kekerasan dan kekejaman.
Ia membunuh Beberapa wazirnya, menghancurkan beberapa gereja Kristen, termasuk gereja
dimana makam suci orang Kristen. maklumat penghancuran kuburan suci ini ditandatangani
oleh sekretarisnya yang beragama Kristen, Ibnu Abdun. Kasus ini adalah salah satu alasan
kemunculannya Perang salib. Dia memaksa orang Kristen dan Yahudi memakai jubah hitam,
dan hanya diperbolehkan menunggang keledai. Masyarakat Yahudi dan Kristen dibunuh dan
aturan tidak diikuti secara konsisten. Dia juga membunuh orang yang tidak disukainya
dengan mudah, bahkan membakar desa tanpa alasan yang jelas. Kemudian tahun 381 H/991
M dia menyerang Aleppo dan berhasil merebut Homz dan Shaizar dari tangan penguasa
Arab. Kasus ini meningkatkan sikap negatif penduduk dan menyeret Dinasti Fatimiyah ke
dalam konflik dengan Bizantium. Meskipun akhirnya al-Hakim berhasil membuat
kesepakatan damai dengan Bizantium selama sepuluh tahun.

Setelah wafat, beliau digantikan oleh putranya Abu Hasan ali Az-Zahir (1021-1035
M), yang meninggal karena sakit. Akhir pemerintahan kemudian digantikan oleh Abu Ramin
Ma'ad al-Muntasir saat berusia 7 tahun. Pada saat yang sama, beberapa daerah di bawah
yurisdiksi Dinasti Fatimiyah menolak membayar pajak dan menyatakan kemerdekaannya dari
pusat.

Tahun-tahun terakhir pemerintahan Dinasti Fatimiyah ditandai dengan lahirnya


perseteruan konstan antara wazir yang didukung oleh faksi militer mereka. Sepeninggal Al-
Mustansir, terjadi perpecahan besar dalam tubuh Ismailiyah. Perpecahan terjadi antara dua
kelompok di belakang Anak al-Mustansir, yaitu Nizar dan al Musta'li. Pengikut Nizar lebih
aktif, ekstrim dan menjadi jurus yang mematikan. Pada saat yang sama, pendukung al-Musta'l
lebih moderat. Kemudian al-Musta'li terpilih sebagai khalifah dan al-Afdhal mendukungnya.
Al-Afdhal mendukung al-Musta'l dengan harapan dia akan memerintah di bawah
pengaruhnya. Namun, pondasi spiritual Ismailiyah runtuh. Setelah kematian Al-Musta'l. Al-
Amin, putra al-musta'l, yang baru berusia lima tahun, diangkat menjadi khalifah.

Perjalanan sejarah Dinasti Fatimiyah tidak berbeda dengan pendahulunya, Dinasti


Fatimiyah tidak luput dari resesi, baik dari sistem administrasi (politik) maupun dari segi
agama. Setelah mengalami kemajuan, dinasti ini juga mengalami
kemunduran. Kemunduran tersebut tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal.

1. Faktor Internal
 Memburuknya tatanan politik, yaitu masa perang antar faksi militer dan
terpecahnya negara menjadi beberapa wilayah iqta' yang dikuasai oleh pejabat
militer. 
 Adanya kelemahan sistem imamah yang sebenarnya mengaburkan sistem
pengangkatan khalifah, tidak ada kriteria khusus untuk suksesi pemimpin.
Khususnya bagi al-Muntasir yang dinobatkan sebagai khalifah pada usia 7
tahun.
Lemahnya Imamah juga tercermin dari terbentuknya beberapa sekte di
kalangan Syi'ah. Seperti pembentukan sekte Druze yang meyakini bahwa
Khalifah al-Hakim adalah Imam terakhir bahkan sebagai tuhan. Ketika al-
Muntasir meninggal pada tahun 1036 ia digantikan oleh putranya bernama al-
Musta'sil, tetapi gerakan misionaris di Suriah, Mesopotamia, dan Iran
melepaskan diri dari Fatimiyah Mesir, melepaskan ikatan mereka dengan
pemerintahan induknya dan mengakui al- Muntasir putra Nisar sebagai Imam
sejati dan mendirikan cabang Islam yang dikenal sebagai gerakan asasi, yang
tampaknya sangat menentang Islam Sunni.
 Berbagai suku berambisi untuk menjadi penguasa Dinasti Fatimiyah.
Karena dinasti tersebut menghilangkan diskriminasi antar suku dan
sama-sama merasa terlibat dalam pendirian dinasti tersebut, maka dinasti
Fatimiyah pada awalnya diterima dengan baik oleh semua golongan, baik
golongan Syiah sendiri maupun golongan Sunni, karena toleransi dan
komitmennya. . Namun kecenderungan kelompok ta'assub (fanatik) kemudian
pecah kerusuhan di hampir seluruh wilayah Dinasti Fatimiyah. Sikap itu tidak
bertahan lama, bahkan bagi mereka yang muncul.
2. Faktor Eksternal
Pada masa pemerintahan Al-Musta'il (1049-1101), khalifah kesembilan,
perang salib dimulai oleh orang-orang Kristen. Daerah Fatimiyah pun tak luput
dari serangan 20.000 tentara, meski mendapat perlawanan dari Fatimiyah di
bawah komando al-Afdal, namun kontak senjata yang berat tak bisa dihindari.
Penaklukan demi penaklukan terjadi pada tahun 1071 M. Silsilah Norman ini
mengikuti pendudukan Seljuk di Bagdad pada tahun 1055. Ini kemudian
memengaruhi daerah-daerah di sekitar Bagdad yang melarikan diri dari Fatimiyah
dan bergabung dengan Salajikan. Akibat perang tersebut, Khalifah al-Azid (1160-
1172 M), Khalifah keempat belas Dinasti Fatimiyah, berada dalam kondisi kritis.
Mendengar hal tersebut, Nur al-Din bersimpati dengan raja Syria, yang
mengirimkan pasukannya di bawah komando Salahuddin al-Ayyub untuk
menyelamatkan Mesir dari Tentara Salib. Pada tahun 1171 M dinasti Fatimiyah
menghadapi invasi kedua dengan pasukan dan peralatan yang lebih besar. Pasukan
Saladin kembali dipanggil untuk memperkuat pertahanan Fatimiyah, kemudian
kemenangan jatuh padanya, dia kemudian ditunjuk sebagai pemimpin untuk
membawa gaya Sunni ke dinastinya, Dinasti Ayyubiyah 10 Muharram
564H/1171M dan mengakhiri sinyal Syiah atau dinasti Fatimiyah. 
C. KESIMPULAN

Dinasti Fatimiyah, sebuah dinasti Muslim bergaya Syiah Ismailiyah di Kairo, Mesir,


yang memerintah selama kurang lebih dua abad, didirikan oleh Ubaidullah al-Mahdi, yang
sebelumnya tinggal di Afrika Utara. Dinasti Fatimiyah sendiri diambil dari nama putra Nabi
Muhammad, Fatimah Azzahra, istri dari Ali bin Thalib.

Dinasti Fatimiyah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sejarah Islam. Seperti
yang terlihat pada bidang pendidikan di Universitas Al-Azhar. Di bidang tatanan sosial
menghilangkan diskriminasi antar suku bangsa dengan anggapan bahwa anggota masyarakat
adalah sederajat dan berhak atas jabatan struktural dan kedudukan dalam pemerintahan. 

Dan akhirnya dinasti ini berakhir karena faktor internal seperti pembagian wilayah
kekuasaan Fatimiyah dan faktor eksternal yang disebabkan oleh serangan tentara salib. 
DAFTAR PUSTAKA

Manan, N. H. A. (2017). Dinasti Fatimiyah Di Mesir (909-1172): Kajian Pembentukan dan


Perkembangannya. ADABIYA, 19(2), 125-140.
http://dx.doi.org/10.22373/adabiya.v19i2.7512

Soheh, M. (2020). DINASTI FATHIMIYAH MASA KEMAJUAN DAN KONTRIBUSI


DINASTI FATIMIYAH TERHADAP PERADABAN ISLAM. AHSANA MEDIA :
Jurnal Pemikiran, Pendidikan dan Penelitian Ke-Islaman, 6(1), 21-30.
http://journal.uim.ac.id/index.php/ahsanamedia

Ramayulis, H. (2012). Sejarah Pendidikan Islam : Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat an


Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama Nusantara. Jakarta:
RADAR JAYA Ofset – Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai