Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Dinasti Fatimiah adalah salah satu dari Dinasti Syi’ah dalam sejarah Islam. Dinasti ini
didirikan di Tunisia pada tahun 909 M, sebagai tandingan bagi penguasa dunia muslim saat itu
yang berpusat di Baghdad, yaitu Dinasti Abbasiyah. Dinasti Fatimiah didirikan oleh Sa’id bin
Husain. Berakhirnya kekuasaan Dinasti Abbasiyah di awal abad kesembilan ditandai dengan
munculnya disintegrasi wilayah. Di berbagai daerah yang selama ini dikuasai, menyatakan
melepaskan diri dari kekuasaan pemerintah di Baghdad dan membentuk daulah-daulah kecil
yang berdiri sendiri (otonom). Di bagian timur Baghdad, muncul dinasti Tahiriyah, Saariyah,
Samaniyah, Gasaniyah, Buwaihiyah, dan Bani Saljuk. Sementara ini di bagian barat, muncul
dinasti Idrisiyah, Aglabiyah, Tuluniyah, Fatimiyah, Ikhsidiyah, dan Hamdaniyah.

Dinasti ini mengalami masa kejayaan pada pemerintahan Al-Aziz. Kebudayaan Islam
berkembang pesat pada masa Dinasti Fatimiah, yang ditandai dengan berdirinya Masjid Al-
Azhar. Masjid ini berfungsi sebagai pusat pengkajian islam dan ilmu pengetahuan. Dinasti ini
berakhir setelah Al-Adid sebagai Khalifah terakhir, jatuh sakit. Dinasti Fatimiah merupakan
salah satu dinasti Islam yang pernah ada dan juga memiliki andil dalam memperkaya khazanah
sejarah peradaban Islam.

Beralihnya tampuk kekuasaan dari dinasti Fathimiyyah ke tangan dinasti Ayyubiyyah


mengakhiri berkembang luasnya paham syi’ah di Mesir. Shalahuddin membawa pembaharuan
bagi mesir dan merupakan angin segar bagi para penganut Ahli Sunnah wal
Jama’ah.Perkembangan Dinasti Ayyubiyyah tidak terlepas dari peran besar Shalahudin
sendiri. Shalahudin mempunyai dua tugas utama sebagai khalifah Ayyubiyyah. Pertama,
sebagai seorang negarawan yang berhasil mendirikan dinasti Ayyubiyah. Kedua, sebagai
panglima perang salib yang telah berhasil mengalahkan tentara salib.

Untuk tugas pertama, beliau telah banyak mengadakan pembangunan, membangun


administrasi negara, ekonomi, perdagangan, memajukan ilmu pengetahuan, membangun
madrasah dan sekolah, mengembangkan dalam bidang kegamaan mazhab Ahli Sunnah wal
Jama’ah. Dan untuk tugas kedua beliau telah membangun persatuan bangsa Arab di bawah

1|Dinasti Fatimiyyah dan Ayubbiyyah


naungan Abbasiyah di Baghdad untuk menghadapi agresi tentara salib, membangun benteng
pertahanan militer yang terkenal dengan benteng Solahudin.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah berdirinya Dinasti Fatimiah?


2. Ekspansi ke wilayah mana saja yang dilakukan Dinasti Fatimiah?
3. Bagaimana perkembangan ideologi keagamaan pada masa Dinasti Fatimiah?
4. Bagaimana kemajuan Dinasti Fatimiah?
5. Bagaimana kemunduran Dinasti Fatimiah?
6. Bagaimanakah sejarah berdirinya dinasti Al-Ayyubiyah?
7. Apa saja perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa dinasti Al-Ayyubiyah?
8. Siapa saja tokoh ilmuwan muslim dalam kemajuan kebudayaan/peradaban Islam pada masa
dinasti Al Ayyubiyah?
9. Apakah ibrah perkembangan kebudayaan/peradaban Islam pada masa dinasti Al-Ayyubiyah
untuk masa kini dan yang akan datang?
10. Seperti apakah caranya meneladani sikap keperwiraan Shalahuddin al-Ayyubi?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Pembaca mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Fatimiah


2. Pembaca mengetahui wilayah ekspansi yang dilakukan oleh Dinasti Fatimiyyah
3. Pembaca mendapatkan pengetahuan mengenai ideologi keagamaan pada masa Dinasti
Fatimiyyah
4. Pembaca dapat mengetahui apa saja kemajuan yang dicapai oleh Dinasti Fatimiyah
5. Pembaca dapat mengetahui foktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Fatimiyyah
6. Pembaca dapat mengetahui sejarah berdirinya Dinasti Ayubbiyyah
7. Pembaca dapat mendeskripsikan perkembangan peradaban islam pada masa Dinasti
Ayubbiyyah
8. Pembaca mengetahui siapa saja ilmuan muslim pada masa Dinasti Ayubbiyyah
9. Pembaca mengetahui ibrah perkembangan kebudayaan islam masa Dinasti Ayubbiyyah
untuk masa kini dan yang akan datang

2|Dinasti Fatimiyyah dan Ayubbiyyah


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Berdirinya Dinasti Fatimiah

Pada tahun 850 Afrika Utara meliputi wilayah Ifriqiyah (Tunisia) dan sebagian pulau
Sisiliah yang merupakan bagian Daulah Abbasiyah masih dikuasai oleh Bani Aglab. Wilayah
disebelah baratnya berkuasa Bani Rustamiyah di Aljazair dan bani Idris di Maroko dan Spanyol
masih berada dibawah kekuasaan Bani Umayah II. Semua dinasti ini berkuasa sampai tahun
909. Namun sesudah tahun 909 muncul sebuah dinamika baru, terbentuknya sebuah Dinasti
Fatimiah di Tunusia (909 M- 1171 M). Wilayah kekuasaannya meliputi Afrika Utara, Mesir,
dan Suriah.

Berdirinya Dinasti Fatimiah dilatarbelakangi oleh melemahnya Dinasti Abbassiyah.


Ubaidillah Al-Mahdi mendirikan Dinasti Fatimiah yang lepas dari kekuasaan Abbasiyah.
Dinasti ini mengalami puncak kejayaan pada masa kepemimpinan Al-Aziz. Dinasti Fatimiah
berakhir setelah Al-Adid, khalifah terakhir Dinasti Fatimiah, jatuh sakit. Dinati ini mengklaim
sebagai keturunan garis lurus dari pasangan Ali bin Abi Thalib dan Fatimiah binti Rasulullah.
Menurut mereka, Abdullah Al-Mahdi sebagai pendiri Dinasti ini merupakan cucu Ismail bin
Ja’far Ash-Shadiq. Sedangkan Ismail merupakan Imam Syi’ah yang ketujuh.

Setelah Imam Ja’far Ash-Shadiq wafat, Syi’ah terpecah menjadi dua cabang. Cabang
pertama meyakini Musa Al-Khazim sebagai imam ketujuh pengganti Imam Ja’far, sedang
sebuah cabang lainnya mempercayai Ismail bin Muhammad Al-Maktum sebagai Imam Syi’ah
ketujuh. Cabang Syi’ah kedua ini dinamai Syi’ah Ismailiyah. Syi’ah Ismailiyah tidak
menampakkan gerakannya secara jelas, sehingga muncullah Abdullah bin Maimun yang
membentuk Syi’ah Ismailiyah sebagai sebuah sistem gerakan politik keagamaan. Ia berjuang
mengorganisir propaganda Syi’ah Ismailiyah dengan tujuan menegakkan kekuasaan Fatimiah.
Secara rahasia ia mengirimkan misionari ke segala penjuru wilayah muslim untuk menyebarkan
ajaran Syi’ah Ismailiyah. Kegiatan ini menjadi latar belakang berdirinya Dinasti Fatimiah di
Afrika dan kemudian berpindah ke Mesir.

3|Dinasti Fatimiyyah dan Ayubbiyyah


Sebelum Abdullah bin Maimun wafat pada tahun 874 M, ia menunjuk pengikutnya yang
paling bersemangat yakni Abdullah Al-Husain sebagai pemimipin Syi’ah Ismailiyah. Ia
menyeberang ke Afrika Utara, dan berkat propagandanya yang bersemangat ia berhasil menarik
simpatisan suku Barbar, khususnya dari kalangan Khitamah menjadi pengikut setia gerakan ahli
bait ini. Pada saat itu penguasa Afrika Utara, yakni Ibrahim bin Muhammad, berusaha menekan
gerakan Ismailiyah ini, namun usahanya sia-sia. Ziyadatullah putranya dan pengganti Ibrahim
bin Muhammad tidak berhasil menekan gerakan ini.

Setelah berhasil menegakkan pengaruhnya di Afrika Utara, Abu Abdullah Al-Husain


menulis surat kepada Imam Ismailiyah, yakni Sa’id bin Husain As-salamiyah agar segera
berangkat ke Afrika Utara untuk menggantikan kedudukannya sebagai pemimpin tertinggi
gerakan Ismailiyah. Setelah berhasil merebut kekuasaan Ziyadatullah, ia memproklamirkan
dirinya sebagai pemimpin tertinggi gerakan Ismailiyah. Selanjutnya gerakan ini berhasil
menduduki menduduki Tunis, pusat pemerintahan Dinasti Aghlabiyah, pada tahun 909 M, dan
sekaligus mengusir penguasa Aghlabiyah yang terakhir, yakni Ziyadatullah. Sa’id kemudian
memproklamirkan diri sebagai imam dengan gelar “Ubaidullah Al-Mahdi”. Dengan demikian,
terbentuklah pemerintahan Dinasti Fatimiah di Afrika Utara dengan Al-Mahdi sebagai khalifah
pertamanya.1

Adapun para penguasa Dinasti Fatimiah secara keseluruhan ada empat belas khalifah, akan
tetapi yang berperan hanya delapan orang khalifah yaitu sebagai berikut:

1. Abu Muhammad Abdullah/ Ubaidullah Al-Mahdi (297-322 H/ 909-934 H)

Dua tahun semenjak penobatannya, ia menghukum mati pimpinan propa gandanya yakni
Abu abdullah Al-Husein karena terbukti bersekongkol dengan saudaranya yang bernama Abul
Abbas untuk melancarkan perebutan jabatan khalifah. Pada masa pemerintahannya, ia berhasil
memperluas daerah kekuasaannya dari perbatasan Mesir sampai propinsi Fez di Maroko,
selanjutnya pada tahun 914 M ia berhasil menduduki Alexandria, Syria, Malta, Sardinia,

1
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta; 2010, hlm. 254-255

4|Dinasti Fatimiyyah dan Ayubbiyyah


Cosrisa, pulau Betrix dan pulau lainnya. Kemudian pada tahun 920 H ia mendirikan kota baru
di pantai Tunisia yang dijadikannya sebagai ibukota Fatimiyah yang diberi nama al-Mahdi.

2. Abu al-Qasim Muhammad Al-Qa’im ibn Amrullah ibn al-Mahdi Ubaidullah (322-323 H/
934-946 M)

Setelah Al-Mahdi meninggal pemerintahan digantikan putra tertuanya yang bernama Abu
al-Qasim dengan gelar al-Qa’im. Ia merupakan khalifah Fatimiah pertama yang berhasil
menguasai lautan tengah. Pada masa pemerintahannya mampu menaklukkan Genoa dan
wilayah Calabria. Pada waktu yang sama ia mengirim pasukan ke Mesir tetapi gagal karena
adanya penjegalan oleh Abu Yazid Makad.

3. Abu Tahir Isma’il Al-Manshur Billah (323-341 H/926-962 M)

Al-Manshur merupakan putra Al-Qa’im, ia adalah pemuda yang sangat lincah. Al-Manshur
berhasil menghancurkan Abu Yazid Makad, meskipun putra Abu Yazid dan sejumlah pengikut
setianya senantiasa menimbulkan keributan, namun seluruh wilayah di Afrika pada masa ini
tunduk kepada ke khalifahan Dinasti Fatimiah. Al-Manshur membangun sebuah kota yang
sangat mewah di wilayah diperbatasan Susa’ yang diberi nama kota Al-Manshuriyah.

4. Abu Tamim Ma’add Al-Mu’izz Lidinillah (341-365 H/952-975 M)2

Khalifah ke empat ini diberi gelar Mu’izz Lidinillah. Banyak keberhasilan yang
dicapainya. Pertama kali ia menetapkan untuk mengadakan peninjauan ke seluruh penjuru
wilayah kekuasaannya untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya. Selanjutnya ia menetapkan
langkah yang harus ditempuh demi tercapainya keadilan dan kemakmuran. Ia menghadapi
gerakan pemberontakan secara tuntas, oleh sebab itu dalam tempo singkat masyarakat seluruh
negeri mengenyam kehidupan yang damai dan makmur. Wilayah yang berhasil ditaklukkannya
meliputi: Maroko, Sycilia dan Mesir dengan memasuki kota Kairo lama dan berhasil

2
Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah II, Bulan Bintang, Jakarta; 1977, hlm. 232-237

5|Dinasti Fatimiyyah dan Ayubbiyyah


menyingkirkan Dinasti Ikhsyidiyah. Ia memperluas kekuasaannya sampai Palestina, Suriah dan
mengambil penjagaan atas tempat suci di Hijaz.

5. Abu Manshur Nizar Al-‘Aziz Billah (365-386 H/975-996 M)

Al-Aziz termasuk khalifah yang paling bijaksana dan pemurah. Kedamaian pada masanya
ditandai dengan kesejahterahan warga baik muslim maupun non muslim. Dalam
pemerintahannya, al-‘Aziz sangat liberal dan memberikan kebebasan agama untuk berkembang
dan terjaganya toleransi beragama. Kemajuan Imperium Fatimiah mencapai puncaknya pada
masa pemerintahan ini.

Luas kekuasaan Imperium membentang dari wilayah Eufrat sampai Atlantik. Imperium ini
mengungguli kebesaran Abbasiyah di Baghdad yang sedang dalam kemundurannya dibawah
kekuasaan Buwaihiyyah. Antara khalifah Al-Aziz dan Amin Buwaihiyyah, Aziz Ad-daulat,
menjalin hubungan persahabatan dengan saling mengirim duta masing-masing. Pada masa ini
banyak kemajuan dalam bidang pembangunan fisik dan seni arsitektur. Banyak bangunan
megah yang didirikan dikota Kairo seperti The Golden Palace, the pear Pavillion dan masjid
Karafa. Ia berhasil menaklukkan Syria dan Mesopotamia. Ia meninggal pada tahun 996 M dan
bersamaan dengan berakhirnya kejayaan dinasti Fatimiah.

6. Abu ‘Ali Manshur Al-Hakim ibn Amrillah (386-411 H/996-1021 M)

Dia diangkat pada usia 11 tahun. Kekuasaannya ditandai dengan berbagai kekejaman;
membunuh beberapa wazir, merusak gereja Kristen termasuk makam suci di Palestina.
Peristiwa ini menjadi salah satu pemicu berkobarnya perang salib. Ia juga memaksa orang
Kristen dan Yahudi untuk memakai jubbah hitam, mengendarai keledai dan menunjukkan salib
bagi orang Kristen, sedangkan orang yahudi menaiki lembu dengan memakai bel. Kebijakan
politik al-Hakim menimbulkan rasa benci kaum dzimmi dan muslim non syi’ah. Pada masa ini
kemunduran dan keruntuhan dinasti Fatimiah dimulai.

7. Abu al-Hasan Ali-Zhahir (411-428 H/ 1021-1035 M)

Al-Zhahir naik tahta pada usia 16 tahun, sehingga pusat kekuasaan dipegang oleh bibinya
yang bernama Sitt al-Mulk. Sepeninggal bibinya, Al-Zhahir menjadi raja boneka ditangan
menterinya. Pada masa pemerintahan ini rakyat menderita kekurangan bahan makanan dan

6|Dinasti Fatimiyyah dan Ayubbiyyah


harga barang tidak dapat terjangkau. Kondisi ini disebabkan terjadinya musibah banjir terus
menerus.

Peristiwa yang paling terkenang pada masa ini adalah penyelesaian persengketaan
keagamaan pada tahun 1025 dimana tokoh-tokoh Madzhab Malikiyah diusir dari mesir
meskipun demikian Al-Zhahir cukup toleran kepada kaum Sunni. Ia bersedia membuat
perjanjian dengan Kaisar Romawi Constantine VIII dengan memberi ijin untuk membangun
kembali gereja Yerussalem yang roboh. Ia berhasil menarik simpatik kembali kaum dzimmi.
Akan tetapi, tak lama kemudian ia jatuh sakit karena paceklik dan meninggal dunia.

8. Abu Tamim Ma’add Al-Mustanshir (428-487 H/ 1035-1094 M)

Terjadi pemberontakan di Palestina dan beberapa di antaranya menyatakan bergabung


kembali dengan Abbasiyah. Pada masa ini Mesir dilanda wabah penyakit dan kemarau panjang.
Hal ini menimbulkan kekacauan dan perang saudara. Amir Makkah dan Madinah melepaskan
diri dan Maroko menyatakan diri bebas dari kekuasaan Fatimiah begitupun Yaman. Al-
Muntashir merupakan khalifah yang memerintah dalam kurun waktu yang sangat panjang yakni
selama 61 Tahun. Ia meninggal pada tahun 1095 M, Imperium Fatimiah dilanda konflik dan
permusuhan. Tidak seorangpun khalifah sesudah Al-Muntanshir mampu mengendalikan
kemerosotan Imperium ini.3

2.2. Ekspansi Dinasti Fatimiah

Pada mulanya, Dinasti Fatimiah berdiri di Qairawan, Maroko pada tahun 909 M. Imam
yang pertama, yaitu Ubaidillah al-Mahdi yang memimpin dari tahun 909-934 M.4 Khalifahan
Ubaidillah sangat menegakkan pemerintahan di istana Aglabiyah, yakni Raqqadah yang

3
Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam, Teras, Yogyakarta; 2012, hlm. 172-174

4
Zuhairi Misrawi, Al-Azhar (Menara Ilmu, Reformasi, dan Kiblat Keulamaan), Kompas Media
Nusantara, Jakarta; 2010, hlm. 120

7|Dinasti Fatimiyyah dan Ayubbiyyah


terletak dipinggiran kota Qairawan. Ia membuktikan dirinya sebagai penguasa yang paling
mampu dan berbakat. Dua tahun setelah memegang kekuasaan tertinggi ia membunuh panglima
dainya al-Syi’i. Segera setelah itu, ia memperluas kekuasannya meliputi wilayah Afrika dari
Maroko yang dikuasai Idrisiyah sampai perbatasan-perbatasan Mesir.

Pada tahun 914 M, ia menguasai Iskandariyah. Dua tahun kemudian ia menundukkan


wilayah Delta. Lalu ia mengirim Gubernur baru dari suku Kitamah ke Sisilia dan menjalin
pertemanan dengan pemberontak Ibn Hafshun di Spayol. Malta, Sardinia, corsica, Balearic dan
pulau-pulau lainnya ikut merasakan kekuatan armada yang ia warisi dari Dinasti Aglabiyah.
Pada tahun 915 M, mereka berhasil menguasai Mahdiyah, Tunisia, dan menjadikannya sebagai
pusat kekuasaan. Sekitar tahun 920 M, ia memindahkan pusat pemerintahanya ke ibu kota baru,
al-Mahdiyyah yang didirikan di pesisir Tunisia, sekitar 27,2 kilometer ke arah tenggara kota
Qairawan dan kota ini dinamai dengan nama dirinya sendiri.5

Pada tahun 935 M, al-Qaim bi Amrillah Abu al-Qasim Muhammad, putera sulung
Ubaidillah melanjutkan kepemimpinannya di dalam Dinasti Fatimiah. Ia mengirimkan
ekspedisi untuk menguasai Italia, Prancis, Andalusia, Genoa dan sepanjang pesisir Calabria
serta berhasil membawa para budak dan harta rampasan lainya. Sebagaimana orang tuanya, ia
tidak pernah putus asa untuk mengirimkan pasukan ke Mesir, kendatipun upaya tersebut selalu
berakhir dengan kegagalan. Kekuasaannya hanya berkutat di Afrika Utara.6

Di bawah pemerintah cucu al-Qa’im, Abu Tamim Ma’add al-Muiz (952-975) pasukan
Fatimiah menyerbu pantai Spayol yang khalifahannya pada saat itu adalah al-Nashir yang
agung. Tiga tahun kemudian tentara Fatimiah berhasil menuju Atlantik. Dari situlah komadan
pasukan mengirimkan ikan hidup dalam beberapa buah buli-buli kepada khalifahannya. Pada
tahun 969 M, Mesir telah terbebas dari penguasa Iksidiyah. Armada pasukan ini diperkuat
dengan tambahan sebuah unit baru yang dibangun di Maqs, sebelum Bulak sebagai pelabuhan

5
Philip K. Hitti, History of The Arabs; From the Earliest Times to the Present (Penerjemah: R.
Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi), Serambi Ilmu Semesta, Jakarta; 2006, hlm. 789

6
Zuhairi Misrawi, Op.Cit., hlm. 121

8|Dinasti Fatimiyyah dan Ayubbiyyah


Kairo.

Pahlawan penting dalam gerakan penyerbuan yang mengagumkan ini adalah Jawhar al-
Shiqilli (orang Sisilia) atau al-Rumi (orang Yunani). Aslinya ia seorang Kristen yang lahir di
daerah Bizantium, mungkin Sisilia yang dari sana ia dibawa sebagai seorang budak ke
Kairawan. Segera setelah kemenangannya atas ibu kota Fusthat pada 969, Jahwar mulai
mendirikan markas baru yang diberi nama al-Qahirah. Kota ini Kairo modern yang menjadi
pusat kota Bani Fatimiah sejak 973. Setelah mendirikan ibu kota baru yang sekarang menjadi
kota paling ramai di Afrika. Pada 972 Jawhar mendirikan Mesjid Agung al-Azhar yang
kemudian oleh Khalifah al-Aziz dikembangkan menjadi Universitas besar.

Jahwar menjadi pendiri Dinasti Fatimiah yang kedua setelah al-Syi’i yang daerah
kekuasanya meliputi seluruh wilayah Afrika Utara. Arab sebagaian barat adalah warisan dinasti
Iksidiyah yang telah dipercayakan oleh penguasa Abbasiyah sebagai perlindungan terhadap
kota Suci. Setelah kedudukannya di Mesir kokoh, Jahwar mulai melirik negara tetangganya
Suriah dan mengirim seorang panglima perang yang berhasil menaklukan Damaskus pada 969.
Lawan utama Jahwar adalah sekte Qaramitah, yang pada saat itu berkuasa di Suriah.7

2.3. Ideologi Keagamaan Yang Berkembang Pada Dinasti Fatimiyah

Ketika al-Muiz berhasil menguasai Mesir, di tempat ini berkembang empat madzhab fikih;
Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali. Sedangkan al-Muiz menganut faham Syi’ah. Oleh karena
itu, al-Muiz mengayomi dua kenyataan ini dengan mengangkat hakim dari kalangan sunni dan
syi’ah. Akan tetapi, jabatan-jabatan penting diserahkan kepada ulama’ syi’ah dan sunni hanya
menduduki jabatan-jabatan penting rendah.

Pada tahun 379 M, semua jabatan diberbagai bidang politik, agama dan militer dipegang
oleh Syi’ah. Oleh karena itu, sebagian pejabat Fatimiyah yang sunni beralih ke Syi’ah supaya
jabatannya meningkat.

Doktrin Imamah bagi Syi’ah yang dikembangkan oleh pemerintahan syi’ah tidak hanya
berkonotasi theologi, tetapi juga berdimensi politis. Para pengikut Syi’ah berpendirian bahwa

7
Philip K. Hitti, Op.Cit., hlm. 790

9|Dinasti Fatimiyyah dan Ayubbiyyah


jabatan Imamah (Khilafah di kalangan Sunni) merupakan hanya Ahl al-Bait, yakni keturunan
Ali bin Abi Thalib dan Fatimah. Oleh karenanya, mereka tidak mau tunduk pada pemerintahan
para khalifah tersebut. Selain itu, mereka tidak pernah berhenti memperjuangkan apa yang
mereka anggap sebagai haknya itu melalui berbagai jalan termasuk pemberontakan dan
peperangan. Berdirinya Dinasti Bani Fathimiyah di Mesir ini juga antara lain dilatarbelakangi
oleh doktrin di atas.

Pemerintahan Fathimiyah ini dapat dimasukkan ke dalam model pemerintahan yang


bersifat keagamaan. Dalam arti bahwa hubungan-hubungan dengan agama sangatlah kuat,
simbol-simbol keagamaan, khususnya. Dalam hubunganya dengan keluarga Ali, sangat
ditonjolkan dalam mengurus pemerintahan. Seperti dinyatakan oleh Moh Nurhakim bahwa
Fatimiyah membangun masjid-masjid., seperti Al Azhar dan Al Hakim, dengan menara serta
kubahnya yang menjulang bagaikan ketinggian para Imam, dan mengingatkan terhadap kota
suci Makkah dan Madinah Sebagai suatu cara memuliakan terhadap khalifah karena
kesungguhannya dalam berbakti kepada Tuhan.

Selain itu, menurut Nur Hakim, memuliakan terhadap Imam yang hidup disejajarkan
dengan memuliakan terhadap kalangan Svuhada’ dari keluarga Nabi. Fatimiyah membangun
sejumlah makam keluarga Ali, seperti makam Husein di Mesir, dalam rangka meningkatkan
peziarah serta memberi kesan mendalam kepada masyarakat atas tempat-tempat suci dan
keramat. Maka, pada 1153 M. kepala Husein, yang dipenggal dalam peperangan melawan
Yazid bin Muawivah, dipindahkan dari Ascalon ke Kairo, lalu di bangunlah makam Sayyaidina
Husein yang sekarang disebut perkampungan Husein.

Salah satu doktrin keimaman yang lain adalah bahwa Imam mesti dijaga oleh Allah dari
kesalahan-kesalahan yang biasa dilakukan oleh manusia biasa. Selanjutnya, doktrin ini bisa
dimanfaatkan oleh para khalifah untuk membuat legitimasi keagamaan pada dirinya. Misalnva,
Ubaidillah Al Mahdi, pendiri Fatimiyah, adalah gelar dari Said bin Husain al-Salamiyah,
sekaligus dengan gelar ini dia menyatakan diri sebagai Imam dari Syi’ah Isma’iliyah. Dengan
gelar ini, maka setidaknya akan menimbulkan kesan umum bahwa sang kholifah adalah seorang
imam yang terjaga dari kesalahan-kesalahan fatal.

Imam dalam doktrin Syiah juga bersifat messianistik (Mahdisme), yakni, ia dipahami

10 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
sebagai figur penyelamat di kala suatu bangsa yang mengalami keadaan konflik yang
berkepanjangan yang tak terselesaikan. Sebagai akibat dari doktrin-doktrin Syi’ah, maka
pemerintahan Fathimiyah mempunyai corak yang militan, khususnya di masa awal
kemunculannya. Usaha para pemimpin Syi’ah yang kemudian diwakili oleh Ubaidillah untuk
mewujudkan dinasti Fathimiyah dilakukan di bawah tanah dalam waktu yang panjang dengan
penuh militansi. Selanjutnya, pemerintahannya bercorak keagamaan, dalam arti penggunaan
simbol-simbol ritus maupun mitos dalam agama sangatlah kental. Untuk memperoleh
dukungan rakyat, make khalifah sering menggunakan simbol-simbol keagamaan. Hal yang
terakhir ini juga membawa pengaruh kepada corak kebudayaannya yang religius.8

2.4. Kemajuan Dinasti Fatimiah

Dinasti Fatimiah mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Abu Manshur


Nizar al-‘Aziz yang terkenal seorang yang pemberani dan bijaksana. Daerah kekuasaannya
mencapai seluruh Syiria dan Mesopotamia. Al-‘Aziz dan penguasa Baghdad Buwaihiyah
menjalin hubungan persahabatan, menjadi saingan berat bagi Dinasti Fatimiah.

Hasil peradaban yang pernah ditorehkan pada masa dinasti Fatimiah ini antara lain: 9

1. Bidang Administrasi
Kekuasaan Pemerintahan Dinasti Fatimiyah mencakup wilayah yang sangat luas sekali
meliputi Afrika Utara, Sisilia, pesisir Laut Merah Afrika, Palestina, Suriah, Yaman, dan
Hijaz. Periode Dinasti Fatimiyah menandai era baru sejarah bangsa Mesir. Sebagian khalifah
dinasti ini adalah pejuang dan penguasa besar yang berhasil menciptakan kesejahteraan dan
kemakmuran di Mesir. Khalifah menjabat sebagai kepala negara baik dalam urusan
keduniaan maupun spiritual. Khalifah berwenang mengangkat dan sekaligus menghentikan

8
Mohammad Kamilus Zaman, Fatimiyah dan Perannya dalam Pengembangan Peradaban Mesir,
http://kamiluszaman.blogspot.com/2014/12/fatimiyah-dan-perannya-dalam.html, diunduh tanggal
24 November 2019 pukul 16.35 WIB

9
Khoiriyah, Loc.Cit., hlm. 175

11 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
jabatan-jabatan di bawahnya.

Kementerian negara terbagi menjadi dua kelompok; pertama adalah para ahli pedang dan
kedua adalah para ahli pena. Kelompok pertama menduduki urusan militer dan keamanan
serta pengawal pribadi sang khalifah. Sedang kelompok kedua menduduki beberapa jabatan
kementerian sebagai berikut: (1) Hakim, (2) pejabat pendidikan sekaligus sebagai pengelola
lembaga ilmu pengetahuan atau Dar al-Hikmah, (3) inspektur pasar yang bertugas
menertibkan pasar dan jalan, (4) pejabat keuangan yang menangani segala urusan keuangan
negara, (5) regu pembantu istana, (6) petugas pembaca Al-Qur’an. Tingkat terendah
kelompok “ahli pena” terdiri atas kelompok pegawai negeri, yaitu petugas penjaga dan juru
tulis dalam berbagai departemen.

Adapun di luar jabatan istana diatas, terdapat berbagai jabatan tingkat daerah yang meliputi
tiga daerah, yaitu Mesir, Siria, dan daerah-daerah di Asia kecil. Khusus untuk daerah Mesir
terdiri atas empat provinsi, provinsi Mesir bagian atas, Mesir wilayah timur, Mesir wilayah
barat, dan wilayah Alexandria, segala urusan yang berkaitan dengan daerah tersebut
diserahkan kepada penguasa setempat.

Dalam bidang kemiliteran terdapat tiga jabatan pokok, yaitu (1) Amir yang terdiri pejabat-
pejabat tinggi militer dan pegawai khalifah, (2) petugas keamanan, dan (3) berbagai resimen.
Komando-komando resimen yang masing-masing menyandang nama berbeda seperti
hafiziyyah, Juyushiyyah dan sudaniyyah atau yang dinamai dengan nama khalifah, wazir
dan suku. Pusat-pusat armada laut dibangun di Alexandria, Damika, Ascaton, dan di
beberapa pelabuhan Syiria. Masing-masing dikepalai seorang Admiral tinggi.

2. Bidang Sosial

Mayoritas khalifah Fathimiyah bersikap moderat dan penuh perhatian kepada urusan
agama nonmuslim. Selama masa ini pemeluk kristen Mesir diperlakukan secara bijaksana,
hanya Khalifah Al-Hakim yang bersikap agak keras terhadap mereka. Orang-orang Kristen
Kopti dan Armenia ridak pernah merasakan kemurahan dan keramahan melebihi sikap
pemerintah muslim. Pada masa Al-Aziz bahkan mereka lebih diuntungkan daripada umat

12 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
Islam di mana mereka ditunjuk menduduki jabatan-jabatan tinggi di istana. Demikian pula
pada masa Al-Mustansir dan seterusnya, mereka hidup penuh kedamaian dan kemakmuran.
Sebagian besar jabatan keuangan dipegang oleh orang-orang kopti. Pada khalifah generasi
akhir, gereja-gereja Kristen banyak yang dipugar, pemeluk Kristen pula semakin banyak
yang diangkat sebagai pegawai pemerintah.

Mayoritas khalifah Fathimiyah berpola hidup mewah dan santai. Al-Mustansir, menurut
satu informasi, mendirikan semacam paviliun di istananya sebagai tempat memuaskan
kegemaran berfoya-foya bersama sejumlah penari rupawan.10 Nasir Al-Khusraw menulis
catatan tentang kehidupan kota Kairo bahwa ia menyaksikan sebuah khalifah pada sebuah
festival tampak sangat mempesona dengan pakaian kebesarannya. Istana Khalifah dihuni
30.000 orang, diantara mereka terdapat 12.000 orang pembantu dan 1.000 orang pengawal
berkudadan pengawal jalan kaki. Kota Kairo dihiasi dengan sejumlah masjid, perguruan,
rumah sakit, dan perkampungan khafilah. Tempat-tempat pemandian umum yang cukup
indah dapat dijumpai diberbagai penjuru kota, baik pemandian khusus untuk laki-laki
maupun untuk perempuan.

3. Bidang Ekonomi dan Perdagangan

Perekonomian pemerintahan Fatimiah dapat dibilang cukup bagus. Kemajuan ini tidak bisa
dilepaskan dari luasnya wilayah dikuasai dan stabilitas politik yang mapan. Hal ini menjadi
mungkin karena pemerintahan Fatimiah menggunakan kekuasaan yang sentralistik. Kondisi
ini berdampak majunya bidang ekonomi, termasuk di dalamnya kemajuan bidang
perdagangan dan sektor industri. Tentu faktor ekonomi ini juga mendorong lamanya
eksistensi dinasti ini bertahan hingga dua setengah abad.

Pada masa kekuasaannya khalifah al-Mu’iz melakukan usaha-usaha peningkatan bidang


pertanian, ia melakukan pembangunan saluran irigasi baru dalam meningkatkan hasil
pertanian. Ia juga membangun pabrik-pabrik dan industri, sehingga terjadi meningkatkan
volume kegiatan perdagangan di beberapa kota. Demikian juga hubungan perdagangan

10
Samsul Munir Amin, Loc.Cit., hlm. 264-265

13 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
dengan negara-negara lain seperti Eropa dan India juga mengalami peningkatan.

Selain itu penguasa Fatimiah juga berhasil mengembangkan pelabuhan seperti Iskandariah.
Pelabuhan Iskandariah sangat penting artinya dalam pertumbuhan perekonomian Fatimiah.
Karena itu, tingkat kemakmuran yang dicapai oleh Khilafah Fatimiyah cukup bagus. 11

4. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kesusastraan

Ibnu Khilis merupakan salah seorang wazir Fatimiah yang sangat mempedulikan
pengajaran. Ia mendirikan sebuah lembaga pendidikan dan memberinya subsidi besar setiap
bulan. Pada masa Ibnu Khilis ini di dalam istana Al-Aziz terdapat terdapat seorang fisikawan
besar bernama Muhammad At-Tamim. Al-Khindi sejarawan dan topografer terbesar dan
hidup di Fustat dan meninggal di tahun 961 M. Pakar terbesar pada awal Fathimiyah adalah
Qasdi An-Nu’man dan beberapa keturunannya yang menduduki jabatan Qadhi dan
keagamaan tertinggi selama 50 tahun semenjak penaklukan Mesir sampai pada masa
pemerintahan Al-Hakim.

Diantara para khalifah Fatimiah adalah tokoh pendidikan dan orang yang berperadaban
tinggi. Al-Aziz termasuk di antara khalifah yang mahir dalam bidang syair dan mencintai
kegiatan pengajaran. Ia telah mengubah masjid agung Al-Azhar menjadi sebuah lembaga
pendidikan tinggi. Kekayaan dan kemakmuran Dinasti Fatimiah dan besarnya perhatian para
khlifahnya merupakan faktor pendorong para ilmuwan berpindah ke Kairo. Istana Al-Hakim
dihiasi dengan kehadiran Ali bin Yunus, pakar terbesar dalam bidang astronomi, dan Ibnu
Ali Al-Hasan bin Al-Haitami, seorang fisikawan muslim terbesar dan juga ahli di bidang
optik.

Khalifah Fatimiah mendirikan sejumlah sekolah dan perguruan tinggi, mendirikan


perpustakaan umum dan lembaga ilmu pengetahuan. Dar Al-Hikmah (The House Of
Wisdom) merupakan prakarsa terbesar untuk pengembangan ilmu pengetahuan, sekalipun
pada awalnya lembaga ini dimaksudkan sebagai sarana penyebaran dan pengembangan

11
Imam Fuadi, Loc.Cit., hlm. 7-8

14 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
ajaran Syi’ah Ismailiyah. Lembaga ini didirikan oleh Khalifah Al-Hakim pada tahun 1005
M.12 Dar Al Hikmah terinspirasi dari lembaga yang sama yang didirikan oleh Al Makmun
di Bahgdad. Lembaga tersebut didesain sedemikian rupa untuk memberikan konstribusi
terhadap kemajuan penelitian ilmiah, terutama di bidang astronomi, matematika, dan
kedokteran.

Pada masa Al Muntasir mendirikan Perpustakaan Istana Martabat al Qashr yang


menyimpan sekitar 200 ribu koleksi buku yang dihimpun dari seluruh dunia. Koleksi buku
tersebut terdiri atas berbagai cabang ilmu pengetahuan, mulai dari bahasa Arab, astronomi,
kimia, sejarah, dan biografi. Perpustakaan ini juga mempunyai 2400 naskah Alquran.13

Al-Hakim juga besar minatnya dalam penelitian astronomi. Oleh karena itu, ia mendirikan
lembaga observasi dibukit Al-Makattam. Ilmu astronomi banyak dikembangkan oleh
seorang astronomis yaitu Ali Ibnu Yunus kemudian Ali Al Hasan dan Ibnu Haitam. Dalam
masa ini kurang lebih seratus karyanya tentang matematika, astronomi, filsafat dan
kedokteran telah dihasilkan. Penelitiannya ini telah mengilhami para ilmuwan Barat, seperti
Roger Bacon, Kepler, dan Leornado di bidang optik.14

5. Bidang Politik

Keberhasilan pemerintahan Fatimiah yang dapat menakhlukkan Mesir merupakan


kesuksesan yang besar. Maka tidak heran bila mulai saat itu dapat dikatakan bahwa para
penguasa Dinasti Fatimiah berhasil mewujudkan keinginannya untuk membangun sebuah
imperium yang kuat, dengan dukungan militer yang tangguh, di seputar Laut Tengah.

12
Samsul Munir Amin, Op.Cit., hlm. 266-268
13
Ibn Ghifarie, Dinasti Fatimyah, http://agama.kompasiana.com/2010/12/15/sakola-dinasti-
fatimiyah-325368.html, diunduh tanggal 24 November 2019 pukul 16.50 WIB

14
Mohammad Kamilus Zaman, Fatimiyah dan Perannya dalam Pengembangan Peradaban Mesir,
http://kamiluszaman.blogspot.com/2014/12/fatimiyah-dan-perannya-dalam.html, diunduh tanggal
24 November 2019 pukul 17.00 WIB

15 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
Kekuasaan Fatimiah selanjutnya cukup luas yang membentang dari Samudera Atlantik di
sebelah barat dan sungai Euphrat di sebelah timur, pulau Sisilia di sebelah utara dan Yaman
di sebelah selatan. Karena itu sesungguhnya secara politis Dinasti Fatimiah merupakan
ancaman tersendiri bagi kekuasaan Abbasiyah.

Ada sejumlah hal penting yang ditempuh oleh para penguasa awal khilafah Fatimiah ini
untuk melancarkan stabilitas politik, yaitu antara lain al-Mahdi, khalifah pertama,
melakukan pembersihan figur-figur yang dicurigai atau dianggap sebagai penghalang
progamnya. Cara-cara ini dalam sejarah politik di Abbasiyah juga pernah terjadi. Selain itu
juga dilakukan pengembangan militer sebagai tulang punggung Pemerintahan.
Pengembangan kekuatan militer ini dapat dilihat dari tindakan al-Mahdi dalam membangun
kota Mahdiyah, sebelah selatan kota Qairawan. Kota Mahdiyah merupakan pangkalan
armada laut Khilafah Fatimiah. Langkah lain yang dilakukan juga adalah pengembanag
wilayah kekuasaan.

Pengembangan wilayah kekuasaan ini berkaitan erat dengan kemiliteran. Perluasan


wilayah kekuasaan diarahkan untuk menguasai daerah-daerah strategis, dan upaya antisipasi
terhadap gerakan-gerakan yang membahayakan posisi Khilafah Fatimiah. Dengan begitu
stabilitas politik Fatimiah tetap terjaga.

Dalam kenyataannya apa yang dilakukan para penguasa Fatimiah ini dapat berjalan dengan
baik, sehingga hampir seluruh Afrika Utara, terutama wilayah barat, berhasil dikuasai.
Khilafah Fatimiah berhasil menguasai seluruh wilayah bekas kekuasaan Bani Aghlab yang
berpusat di Tunisia, demikian juga menguasai Rustamiah Khariji di Tabart, demikian juga
kekuasaan oraang-orang Syi’ah yang lain, Indrisiah di Fez juga berhasil dikuasai. Di luar
wilayah tersebut juga tercatat bahwa pulau Sisilia yang sebelumnya dikuasai dinasti Aghlab
dapat dikuasai pula.

Pada puncak kejayaan pemerintahan Fatimiah ini daerah yang dikuasai mencakup seluruh
daerah-daerah Afrika Utara, Sisilia, Mesir, Syria, dan Arabia Barat. Pencapaian tersebut
tidak bisa dilepaskan dai penguasaan awal wilayah Mesir, yang cukup stategis tampaknya

16 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
untuk melakukan ekspansi-ekspansi berikutnya.15

6. Bidang Kebudayaan

Dinasti ini juga mencapai kemajuan pesat, terutama setelah didirikannya Masjid al-Azhar
sekitar tahun 972 M, dalam masa pemerintahan al Mu’iz. Kemudian menjadi madrasah
tingkat tinggi pada tahun 976 M dan sekarang dikenal dengan Jami’at al-Azhar (universitas
al-Azhar), yang berfungsi sebagai pusat pengkajian Islam dan pusat pengembangan ilmu
pengetahuan. Bahkan selanjutnya Masjid al-Azhar ini telah dimanfaatkan dengan baik oleh
kelompok Syiah maupun Sunni.

Dalam pemerintahan Fatimiyah, terdapat empat perayaan maulud, yakni:

a) Maulid Nabi Muhammad SAW


b) Maulid Fatimiyah, putri Nabi
c) Maulid Ali Ibn Abi Thalib
d) Maulid Khalifah yang memerintah pada masa tersebut
Dalam masa pemerintahan al Aziz, khalifah paling bijaksana, ia berhasil membawa
Fatimiyah pada puncak kemajuan mengungguli bani Abbas pada saat itu. Bangunan megah
ia dirikan di Kairo seperti The Golden Palace, The Pearl Pavillion, dan masjid Karafa serta
peresmian masjid al Azhar.

7. Bidang Arsitektur dan Seni

Salah satu bukti bahwa Dinasti Fatimiyah juga mempunyai prestasi gemilang dalam hal
arsitektur dan seni yaitu didirikannya masjid al-Azhar yang dibangun pada masa al-Mu’iz.
Mode dan model masjid ini dipengaruhi pola pembangunan masjid Ibnu Tulun di Mesir dan
juga terdapat pengaruh pola pembangunan Persia.

Sementara model menara yang pada akhirnya mengalami rekontruksi dengan gaya menara
yang berasal dari Irak Utara. Kemudian masjid al-Azhar mengalami perkembangan menjadi
sebuah Universitas yaitu pada masa Khalifah al- Aziz, yang sebenarnya dibangunnya al-

15
Imam Fuadi, Loc.Cit., hlm. 4-6

17 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
Azhar adalah untuk menyebarluaskan doktrin Syi’ah akan tetapi kemudian Salahuddin al-
Ayyubi mengubahnya menjadi pusat studi Sunni bahkan sampai sekarang.

Selain al-Azhar, pada tahun 990 M dibangun pula masjid al-Hakim yang dimungkinkan
selesai pada tahun 1012 M. kontruksi masjid al-Hakim tidak jauh beda dengan masjid al-
Azhar. Kemudian pada tahun 1125 M dibangun pula masjid al-Aqmar yang mana masjid ini
sangat kentara sekali khas arsitektur Islamnya yaitu ceruk (muqarnas) stalaktit. Masjid ini
mempunyai tiang dengan gaya kaligrafi Kufi yang kubus, yang mana model ini juga
mempunyai persamaan dengan masjid al-Shalih ibn Ruzzak.

Kemudian pada tahun 1125 M juga dibangun masjid al-Aqsa dan pada tahun 1160 M
dibangun masjid Salih ibn Ruski dengan gaya kufi. Guna memperlihatkan kegagahan
pemerintahan Dinasti Fatimiyah maka dibangunlah beberapa pintu gerbang besar yang mana
kelak menjadi simbol bahwa Dinasti ini pernah jaya diantaranya yang masih ada sampai
sekarang adalah : bab Zawilah, bab an-Nashr dan bab al-Futuh. Selain itu, di Mesir juga
dibangun bangunan megah seperti the Golden Palace, the Pear Pavillion, dan masjid Karafa.
Saat itu pula sudah banyak dikenal seni-seni keramik yang banyak mengikuti pola dari Iran.
Penjilidan buku juga sudah ada saat itu yang kemudain berkembang sampai pada seni
penghiasan sampul buku dan alat stempel.

Di samping itu terdapat gedung-gedung yang terkenal, seperti gedung emas, gedung
pembuat mata uang, gedung perpustakaan dan lain-lain. Bangunan itu dibuat bukan hanya
sangat megah, tetapi mempunyai nilai seni dan arsitektur yang tinggi yang tidak kalah
dengan nilai-nilai arsitektur Romawi maupun Bizantium. Perkembangan seni bukan terbatas
kepada bangunan dan gedung, seni ukir keramik atau tembikar juga sudah dikenal pada saat
itu.

Kemakmuran Mesir ini terjadi pada masa pemerintahan al-Azis yang memiliki sifat
dermawan dan tidak membedakan antara syi’ah dan sunni, Kristen dan agama lainnya,
sehingga banyak da’i sunni yang belajar ke al-Azhar. Walaupun dinasti ini bersungguh-
sungguh dalam mensyi’ahkan orang Mesir tapi tidak ada pemaksaan, inilah salah satu bentuk
kebijakan yang diambil oleh khalifah Fatimiyah yang imbasnya sangat besar terhadap

18 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
kemakmuran dan kehidupan sosial masyarakat Mesir.16

Pada masa Fatimiyah, Kota Kairo dipenuhi dengan bangunan yang memiliki gaya
arsitektur yang tinggi. Jenis keramik lustreware tersebar luas selama periode Fatimiyah.
Kaca dan logam juga populer saat itu. Masjid dan istana dihiasi dengan marmer dan granit.
Pilar, ukiran, dan patung yang bercorak Islam banyak digunakan. Panel dekoratif dan lampu
kandil dilapisi dengan batu pualam putih dalam berbagailapisan warna. Tekstil dan bordir
dari Kairo juga mampu menarik minat dunia, terutama para pedagang dari Eropa. Jejak seni
arsitektur Fatimiyah yang sampai saat ini masih bisa dilacak adalah bangunan Masjid Al
Azhar dan Masjid Al Al-Hakim serta kawasan Khan Al-Khalili.17

8. Bidang Pemikiran dan Filsafat

Dalam menyebarkan tentang kesyi’ahannya Dinasti Fatimiah banyak menggunakan filsafat


Yunani yang mereka kembangkan dari pendapat-pendapat Plato, Aristoteles dan ahli-ahli
filsafat lainnya. Kelompok ahli filsafat yang paling terkenal pada Dinasti Fatimiah adalah
ikhwanu shofa. Dalam filsafatnya kelompok ini lebih cendrung membela kelompok Syi’ah
Islamiyah, dan kelompok inilah yang menyempurnakan pemikiran-pemikiran yang telah
dikembangkan oleh golongan Mu’tazilah.

Beberapa tokoh filsuf yang muncul pada masa Dinasti Fatimiyah ini adalah:

a) Abu Hatim Ar-Rozi, dia adalah seorang da’i Ismaliyat yang pemikirannya lebih banyak
dalam masalah politik, Abu Hatim menulis beberapa buku diantaranya kitab Azzayinah
yang terdiri dari 1200 halaman. Di dalamnya banyak membahas masalah Fiqh, filsafat
dan aliran-aliran dalam agama.
b) Abu Abdillah An-Nasafi, dia adalah seorang penulis kitab Almashul. Kitab ini lebih

16
Herman Busri, Kemajuan Dinasti Fatimiah (Sejarah Islam di Afrika),
http://penakluq.blogspot.com/2013/09/kemajuan-dinasti-fatimiah-sejarah-islam.html, diunduh
tanggal 24 November 2019 pukul 17.10 WIB

17
Ibn Ghifarie, Dinasti Fatimyah, http://agama.kompasiana.com/2010/12/15/sakola-dinasti-
fatimiyah-325368.html, diunduh tanggal 24 November 2019 pukul 18.00 WIB

19 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
banyak membahas masalah al-Ushul al-Mazhab al-Ismaily. Selanjutnya ia menulis kitab
Unwanuddin Ushulus syar’i, Adda’watu Manjiyyah. Kemudian ia menulis buku tentang
falak dan sifat alam dengan judul Kaunul Alam dan al-Kaunul Mujrof.
c) Abu Ya’qup as Sajazi, ia merupakan salah seorang penulis yang paling banyak tulisannya
d) Abu Hanifah An-Nu’man Al-Magribi
e) Ja’far Ibnu Mansyur Al-Yamani
f) Hamiduddin Al-Qirmani.18

2.5. Kemunduran Dinasti Fatimiah

Sebagaimana juga yang terjadi di beberapa kekuasaan lain, maka demikian juga yang
terjadi pada Dinasti Fatimiah. Setelah Dinasti ini mengalami kemajuan-kemajuan disana sini,
kemudian tiba waktu kemundurannya. Para sejarawan menyimpulkan kemunduran Dinasti
Fatimiah ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Figur Khalifah yang Lemah

Dalam sejarah Dinasti Fatimiah yang pernah mengalami kejayaaan di atas terdapat
beberapa khalifah yang diangga sebagai figur yang lemah. Kelemahan ini disebabkan oleh
beberapa hal. Diantaranya adalah diangkat dalam usia yang relatif masih muda. Ada pula
kelemahan itu karena khalifah terlena dengan kemewahan istana serta melakukan sikap yang
sewenang-wenang dan cenderung amoral, yang menyebabkan ketidaksukaan masyarakat
terhadap Dinasti Fatimiah khususnya kepada Khalifahnya.

Terdapat beberapa nama khalifah yang diangkat dalam usia muda, diantaranya adalah
Khalifah Al-Hakim yang diangkat dalam usia 11 tahun, usia yang masih belia untuk ukuran
seorang pemimpin negara. Demikian juga Al-Zahir yang menjadi khalifah dalam usia 16
tahun, Al-Muntashir dalam usia 11 tahun, Al-Musta’li dalam usia 9 tahun, Al-Amir dalam
usia 5 tahun, Al-Zafir dalam usia 16 tahun, Al-Faiz dalam usia 4 tahun, dan Al-Adhid,

18
Khoiriyah, Loc.Cit., hlm. 175

20 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
khalifah terakhir, diangkat dalam usia 9 tahun. Pengangkatan khalifah dalam usia yang masih
muda ini merupakan konsekuensi logis dari model pergantian khalifah secara garis
keturunan. Dan sebagai akibat dari pengangkatan khalifah di usia muda itu menjadikan
otoritas untuk menjalankan roda pemerintahan umumnya didominasi oleh para wazir.

Karena faktor usia khalifah masih muda terkadang muncul sikap sewenang-wenang
khalifah, seperti yang dilakukan oleh khalifah al-Hakim, dia terkenal sebagai khalifah yang
keras dan sewenang-wenang. Sikapnya cenderung dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Al-
Hakim memang punya prestasi monumental misalnya membangun perpustakaan besar yang
kemudian dinamai dengan Darul Hikmah pada tahun 1004 M, tetapi ia juga terkenal sebagai
khalifah yang kejam.

Sikap kesewenangan al-Hakim ditunjukkan dengan kebenciannya kepada orang-orang


Mesir sendiri, bertindak sewenang-wenang dan merendahkan mereka, harta dan nyawa yang
dirampas. Al-Hakim memberi tempat orang-orang asing dan orang-orang yang tidak jelas
moralnya untuk mengurusi masalah-masalah pemerintahan. Hal ini berakibat pada buruknya
keamanan pemerintahan, menurunnya ketenteraman di masyarakat, dan timbulnya sikap-
sikap amoral.

2. Perebutan Kekuasaan ditingkat Istana

Sebagai akibat dari diangkatnya khalifah di usia muda mengakibatkan peranan wazir
menjadi sangat penting dan kompetitif, sehingga perebutan kekuasaan antar wazir tak
terhindarkan lagi. Ini terutama terjadi diantara para wazir yang sangat ambisius terhadap
jabatan dan mereka ingin mendapatkan pengaruh di Istana, terlebih lagi dengan melihat
kondisi khalifah yang sangat lemah. Ada juga wazir yang berusaha mengangkat khalifah
padahal khalifah terakhir sudah menunjuk pengganti dirinya.

Hal tersebut bisa dilihat misalnya yang terjadi pada pengganti khalifah khalifah al-
Muntashir, dimana setelah al-Muntashir meninggal dunia pada akhir tahun 1094, tindakan
setelah al-Afdal yang menjabat sebagai wazir kala itu mengatur penggantian al-Muntashir,
padahal al-Muntashir telah menunjuk putranya yang pertama, yaitu Nizar, tetapi al-Afdal
justru menunjuk putranya yang lebih muda, al-Musta’li, dan membujuk para pejabat senior

21 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
untuk menerima keputusannya itu.19 Besar kemungkinan apa yang dilakukan oleh al-Afdal
dalam rangka agar ketika anaknya berkuas nanti akan dapat dikendalikannya.

Apa yang dilakukan wazir al-Afdal yang memaksakan kehendaknya, menjadikan Nizar
yang mestinya mempunyai hak menjadi khalifah lari ke Iskandaria dan disana ia menyatakan
diri sebagai khalifah. Al-Afdal kemudian dengan membawa pasukan besar bergerak untuk
menyerang dan menangkap Nizar. Akhirnya Nizar menyerah. Walau tadinya dijanjikan
keselamatan. Tetapi dia lenyap tidak diketahui.

Hal ini membawa perpecahan di dalam pergerakan Ismailiah. Rakyat yang loyal kepada al-
Muntashir pecah menjadi dua golongan. Pertama, di Iran dan sebagian wilayah Syiria,
pengikut Madzhab Ismailiah mendukung anaknya yang paling tua yaitu Nizar dan Kedua, di
Mesir, Yaman dan Sind pengikut Ismailiah berkeyakinan bahwa adik Nizar yang bernama
al-Musta’li. Kedua kelompok Ismailiyah ini, sama-sama mewarisi Dinasti Fatimiah, tetapi
sejarah dan perkembangan mereka berjalan dalam arah yang berlainan. Kenyataan ini tentu
secara politis tidak menguntungkan.

Demikian juga terjadi pertentangan antara para wazir dan klik-klik militer terjadi pada
masa al-Hafid. Yaitu konflik antara Bahram dan Ridwan yang keduanya pernah menjabat
penguasa Armenia yang kemudian menjadi wazir. Konflik internal ini jelas semakin hari
semakin melemakan kekuasaan khilafah Fatimiah. Demikian juga pada masa al-Adhid juga
terjadi pertentangan yang serupa, terutama perebutan wazir antara Syawar dan Dirgham.

3. Konflik di Tubuh Militer

Pada saat Al-Aziz menjabat sebagai khalifah keempat, dia membuat kebijakan untuk
merekrut orang-orang Turki dan Negro. Kebijakan ini dilakukan untuk mengimbangi
kekuasaan para pengawal istana yang telah terlanjur membesar yang mereka ini sebagian
besar berasal dari suku Barbar yang terkenal keras. Ternyata, rekruitmen ini menimbulkan
kemelut di dalam tubuh militer dan antar mereka terus menerus terjadi perselisihan yang
melemahkan kekuasaan Fatimiah.

19
Imam Fuadi, hlm. 9-11

22 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
Demikian juga pada masa Khalifah Al-Muntashir, di masa ini kekuasaan Dinasti Fatimiah
mulai merosot tajam. Tentara profesional betul-betul tidak bisa dikendalikan sang khalifah.
Kelompok-kelompok militer yang terdiri dari orang-orang Turki, Sudan, Barbar dan
Armenia bersaing sengit, dan terkadang terjadi pertempuran diantara mereka. Bahkan
panglima tentara berkebangsaan Turki, Nasir mampu menguasai Kairo pada tahun 1068
sempat menjarah istana kekhalifahan. Sebuah peristiwa cukup membahayakan eksistensi
pemerintahan Fatimiah. Tentu saja kemelut di kalangan Militer ini berdampak pada stabilitas
pemerintahan yang tidak aman lagi.20

4. Bencana Alam Berkepanjangan

Pada masa Al-Muntashir, selama tujuh tahun, Mesir ditimpa musibah kelaparan akibat
kekeringan. Sungai Nil yang merupakan urat nadi wilayah Mesir saat itu mengalami
kekeringan yang menyebabkan pertanian mengalami kegagalan. Demikian juga penyakit
merajalela dimana-mana. Penguasa mengalami kesuitan mengatasi kondisi yang demikian.
Sehingga dalam waktu sembilan tahun pernah terjadi pergantian pejabat wazir sampai empat
puluh kali. Musibah ini, tentu mengganggu kondisi ekonomi di pemerintahan Fatimiah.

Kemudian Khalifah al-Muntashir meminta bantuan kepada seorang jenderal dari suku
Armenia yang bernama Badr al-Jama, yang menjabat Gubernur Arce untuk mengatasi
bencana tersebut. Orang ini segera berlayar ke Mesir dengan pengawal Armenia dan
sepasukan bala tentara yang setia. Sebelum maksud pemanggilannya, oleh al-Muntashir
diketahui dia telah menangkap dan menghukum mati para jenderal Turki dan pejabat-pejabat
Mesir yang mungkin menimbulkan masalah. Dia berusaha semaksimal mungkin
memperbaiki keadaan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Fatimiah.

5. Keterlibatan Non-Islam dalam Pemerintahan

Di antara sekian banyak Khalifah Fatimiah yang terkenal memiliki andil dalam memajukan
Dinasti ini adalah Khalifah al-Aziz. Dia memberikan sumbangan yang sangat besar bagi
kemajuan Dinasti Fatimiah. Diantara kebijakan al-Aziz adalah al-Aziz sering memberikan

20
Imam Fuadi, hlm. 12-13

23 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
pos-pos penting dan strategis kepada orang-orang non-Islam. Tampaknya kebijakan ini
memang turut memajukan Fatimiah tetapi pada sisi yang lain justru menjadi salah satu faktor
yng mengakibatkan kemunduran dinasti ini, karena kebijakan ini ternyata menimbulkan
kecemburuan, kejengkelan dan bahkan kemarahan di kalangan kaum muslimin. Benih-benih
kejengkelan ini tentu membahayakan kehidupan sosial politik Fatimiah.

Sebagian orang non-muslim tersebut ada yang dipercaya menjadi menteri, petugas pajak,
dan bahkan penasehat dalam bidang politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan, juga terdapat
para dokter dan para pejabat yang mengendalikan kerja operasional kekhalifahan. Kenyataan
seperti ini, secara berangsur-angsur dapat melemahkan dan menggerogoti kondisi
kekhalifahan Fatimiah.21

Setelah kekuasaan berjalan sekitar dua setengah abad, kemudian khilafah Fatimiah
mengalami kehancurannya. Kehancuran khilafah ini terjadi pada masa kekhalifahan al-
Adhid. Kehancuran khilafah ini selain dari akumulasi berbagai faktor yang menyebabkan
kemunduran diatas, juga disebabkan oleh adanya kekuatan Kaum Salajiqah dan Pasukan
Salib yang banyak terlibat dalam urusan-urusan kekhalifahan, juga karena diminta oleh para
wazir yang sedang berkuasa untuk mempertahankan kekuasaannya. Sehingga konflik kerap
muncul di masa khalifah al-Adhid.

Pertentangan tingkat istana itu memuncak saat seorang khalifah Fatimiah memerintahkan
untuk membunuh Ibnu Ruzzik, seorang wazir sejak masa al-Faiz. Kemudian Ibnu Ruzzik
digantuikan oleh anaknya sendiri yang bernama al-Adhil yang kemudian direbut oleh
Syawar yang berasal dari Arab yang juga teman dari Ibnu Ruzzik. Anak Syawar, Tayy,
kemudian membunuh al-Adil pada tahun 1163.

Dari adanya peristiwa tersebut kemudian Dirgham bersama pendukung al-Adil melakukan
pemberontakan. Pada pemberontakan tersebut pasukan Syawar mengalami kekalahan dan
lari ke Syiria, dan berakhirnya tersingkirnya dari jabatannya sebagai wazir. Karena Syawar
tersingkir maka kedudukan wazir dipegang oleh Dirgham.

21
Imam Fuadi, hlm. 14-15

24 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
Pada saat itu, Syawar menyusun sebuah strategi dengan cara diam-diam meminta bantuan
kepada Nuruddin, enguasa Dmaskus di masa dinasti Saljuq, yang merupakan afiliasi
Abbasiyah di Baghdad. Syawar menjanjikan kepada Nuruddin akan membiayaiekspedisi
militer dan memberikan sepertiga pajak Mesir sebagai upeti tahunan jika negara itu dapat
dikuasai lagi.

Akhirnya Nuruddin mengirimkan ekspedisi militer dengan tentara asal Turki dibawah
pimpinan Panglima Syirkuh. Dirgham yang baru saja mengalami kekalahan dari Raja
Almaric, penguasa Yerussalem, tidak berkutik sampai dia meninggal dunia. Sehingga
kemenangan berada di pihak Nuruddin.

Setelah kemenangan terjadi, dan Syawar kemudian dapat kembali menjadi wazir di
Fatimiah pada tahun 1164 M, ternyata ia mengingkari janjinya dulu kepada Nuruddinm, dan
bukan itu saja, ia bahkan dengan bantuan pasukan salib yang berasal dari tentara Perancis
selanjutnya ia mengusir panglima Syirkuh dari Mesir, pasukan yang dulu membantunya
dalam mengalahkan Dirgham.

Setelah terusir dari Mesir kemudian panglima Syirkuh bersama Shalahuddin al-Ayyubi
dengan didukung pasukan tangguh kemudian berangkat lagi ke Mesir pada tahun 1166 M.
Pasukan ini bukan hanya membantu melawan pasukan Salib tetapi juga sekaigus untuk
menguasai Mesir. Dengan pertimbangan bahwa Mesir lebih baik mereka kuasai dari pada
dikuasai oleh pasukan salib. Disamping itu sebagai akibat dari pengkhianatan yang
dilakukan oleh wazir Syawar. Akhirnya mereka berhasil mengalahkan pasukan salib serta
sekaligus menguasai Mesir tahun 1169 M. Akhirnya atas perintah Khalifah, Syawar dibunuh
dan kemudian yang diangkat sebagai wazir pada tahun 1169 M adalah Syirkuh.

Syirkuh menjabat sebagai wazir hanya selama dua tahun, selanjutnya ia digantikan oleh
Salahuddin. Salahuddin adalah orang yang bertabiat ramah, ia cepat mendapat simpati rakyat
dan bahkan mengalahkan pengaruh Khalifah. Posisi ini tentu menjadi rawan bagai possi
khalifah Fatimiah.

Dalam keadaan seperti itu kemudian ada perintah dari istana untuk membunuh Salahuddin
di bawah pimpinan Najah. Salahuddin tidak terbunuh tetapi justru Najah yang ditangkap dan
akhirnya dibunuh. Kemudian terjadilah peperangan antara tentara asal Sudan yang berada di

25 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
pihak Khalifah berjumlah 50.000 orang melawan tentara asal Turki dari pihak Salahuddin.
Karena posisi Salahuddin dan pasukannya sudah kuat maka kemenangan berada di pihak
Salahuddin al-Ayyubi.

Setelah kemenangan Salahuddin tersebut kemudian disusul mengirim ekspedisi militer


melawan tentara Salib di Karak dan Syubik. Setelah meraih kemenangan, pada tahun 1170
M ia meminta kepada Nuruddin untuk mengirim orang tua dan kerabatnya ke Mesir.
Mayoritas rakyat Mesir baik Syi’ah maupun Sunni dari kalangan Turki menganggap
Salahuddin sebagai pelindung mereka menghadapi pasukan Salib. Kemudian Nuruddin
meminta kepada Salahuddin untuk menyebut nama Khalifah Abbasiyah dalam setiap
khutbah menggantikan nama Khalifah Fatimiah, tetapi Salahuddin tidak langsung
mengabulkannya.

Pada saat khalifah al-Adid sakit, kemudian Salahuddin mengadakan rapat pimpinan soal
permintaan Nuruddin itu. Tetapi rapat tersebut tidak membuahkan hasil mungkin karena ada
konsekuensi besar dari penyebutan nama Khalifah Abbasiyah tersebut. Pada saat demikian
dalam rapat itu tampil seorang keturunan Persia, al-Amir, yang mengusulkan untuk
melaksanakan keinginan Nuruddin.maka pada hari Jum’at pertama bulan Muharram,
sebelum khatib naik mimbar, ia mendahului naik dan menyebut nama Khalifah Abbasiyah,
al-Mustadli. Karena tidak ada reaksi negatif dari jamaah, Salahuddin menginstruksikan agar
para khatib menyebut nama Khalifah Abbasiyah pada hari-hari Jum’at.

Pada tahun 1171 M Khalifah al-Adhid meninggal dunia, dengan meninggalnya khalifah al-
adhid dan di khutbah-khutbah jumah disebut nama khalifah Abbasiyah maka dengan
demikian hancurnya sudah kekuasaan khilafah Fatimiah secara politis setelah berkuasa
sekitar 280 tahun. Jatuhnya kekuasaan Fatimiah ini kemudian kekuasaan dipimpin oleh
Salahuddin dengan dinasti keturunannya yaitu dinasti Ayyubiyah. Dinasti ini tunduk dan
berada di bawah kekuasaan dinasti Abbasiyah.22

2.6. Sejarah Berdirinya Dinasti Al-Ayyubiyah

22
Imam Fuadi, hlm. 15-19

26 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
Pendiri Dinasti Ayyubiyah (567 – 648 H / 1171 – 1250 M) adalah Shalahudin Yusuf al-
Ayyubi putra dari Najamuddin bin Ayyub lahir di Takriet 532 H/1137 M meninggal 589 H/ 1193
M dimasyurkan oleh bangsa Eropa dengan nama Saladin pahlawan perang salib dari keluarga
Ayyubiyah suku kurdi. Dinasti ini berdiri di atas sisa-sisa Dinasti Fatimiyah di Mesir yang
bercorak Syi’i dan ia ingin mengembalikannya ke faham sunni-Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Pada
masa Nuruddin Zanki (gubernur Suriah dari bani Abbasiyah), Shalahuddin diangkat sebagai
panglim tentara di Balbek, kehidupannya penuh dengan perjuangan dan peperangan karena
ditugaskan untuk menghadapi tentara salib dalam merebut kembali Baitul Maqdis (kota
Yerussalem) yang sudah dikuasai selama 92 tahun (perhitungan tahun hijriyah) atau selama 88
tahun (perhitungan tahun masehi) oleh tentara salib.

Di saat Mesir mengalami krisis di segala bidang maka orang-orang Nasrani memproklamirkan
perang Salib melawan Islam, yang mana Mesir adalah salah satu Negara Islam yang diintai oleh
Tentara Salib. Shalahudin al-Ayyubi seorang panglima tentara Islam tidak menghendaki Mesir
jatuh ke tangan tentara Salib, maka dengan sigapnya Shalahudin mengadakan serangan ke Mesir
untuk segera mengambil alih Mesir dari kekuasaan Fatimiyah yang jelas tidak akan mampu
mempertahankan diri dari serangan Tentara Salib. Menyadari kelemahannya Dinasti Fatimiyah
tidak banyak memberikan perlawanan, mereka lebih rela kekuasaannya diserahkan kepada
Shalahudin dari pada diperbudak tentara salib yang kafir. Maka sejak saat itu selesailah kekuasaan
Dinasti Fatimiyah di Mesir, berpindah tangan ke Shalahudin al-Ayyubi. Shalahuddin al Ayyubi
yang telah menguasai Halb dan Maushil, menjadikan pasukan salib terkepung di Baitul Maqdis
oleh pasukan Shalahuddin al Ayyubi. Di utara oleh pasukan Shalahuddin al Ayyubi di Suriah, dari
selatan oleh pasukan di Mesir, dan dari timur pasukan di Yordania. Jadi berdirilah negara
Ayyubiyah dengan kepala pemerintahan Shalahuddin al Ayyubi yang wilayahnya mencakup
Mesir, Suriah, sebagian wilayah Irak dan Yaman.
.
2.7. Perkembangan Kebudayaan/Peradaban Islam pada Masa Dinasti Al-Ayyubiyah
Shalahudin panglima perang Muslim yang berhasil merebut Kota Yerusalem pada Perang
Salib itu tak hanya dikenal di dunia Islam, tetapi juga peradaban Barat. Sosoknya begitu

27 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
mempesona. Ia adalah pemimpin yang dihormati kawan dan dikagumi lawan. Di era keemasannya,
dinasti ini menguasai wilayah Mesir, Damaskus, Aleppo, Diyarbakr, serta Yaman. Masa dinasti ini
pula perkembangan wakaf sangat menggembirakan, wakaf tidak hanya terbatas pada benda tidak
bergerak, tapi juga benda bergerak semisal wakaf tunai. Tahun 1178 M/572 H, dalam rangka
menyejahterakan ulama dan kepentingan misi mazhab Sunni, Salahuddin Al-Ayyubi menetapkan
kebijakan bahwa orang Kristen yang datang dari Iskandar untuk berdagang wajib membayar bea
cukai. Tidak ada penjelasan, orang Kristen yang datang dari Iskandar itu membayar bea cukai
dalam bentuk barang atau uang, namun lazimnya bea cukai dibayar dengan menggunakan uang.
Uang hasil pembayaran bea cukai itu dikumpulkan dan diwakafkan kepada para fuqaha’ dan para
keturunannya.
Sebagaimana dinasti-dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun mencapai kemajuan yang
gemilang dan mempunyai beberapa peninggalan bersejarah. Kemajuan-kemajuan itu mencakup
berbagai bidang, diantaranya adalah :

1. Bidang Arsitektur dan Pendidikan


Penguasa Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan. Ini
ditandai dengan dibangunnya Madrasah al–Shauhiyyah tahun 1239 M sebagai pusat pengajaran
empat madzhab hukum dalam sebuah lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al Hadist al-Kamillah
juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang secara umum terdapat
diberbagai madzhab hukum sunni. Sedangkan dalam bidang arsitek dapat dilihat pada monumen
Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip gereja, serta istana-istana yang dibangun
menyerupai gereja. Shalahuddin juga membangun benteng setelah menyadari bahwa ancaman
pasukan salib akan terus menghantui, maka tugas utama dia adalah mengamankan Kairo dan
sekitarnya (Fustat). Penasihat militernya saat itu mengatakan bahwa Kairo dan Fustat masing-
masing membutuhkan benteng pertahanan, tapi Shalahuddin memiliki ide brilian, bahwa dia akan
membangun benteng strategis yang melindungi secara total kotanya. Selanjutnya, dia
memerintahkan untuk membangun benteng kokoh dan besar diatas bukit Muqattam yang
melindungi dua kota sekaligus Kairo dan Fustat.
Proyek besar Citadel dimulai pada 1176 M dibawah Amir Bahauddin Qaraqush.
Shalahuddin juga membangun dinding yang memagari Kairo sebagai kota residen bani
Fatimiyyah, sekaligus juga memagari benteng kebesarannya serta Qata’i-al Fustat yang saat itu

28 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
merupakan pusat ekonomi Kairo terbesar. Selain itu, juga berdiri masjid agung di Sulaiman yang
dimulai pembangunannya sejak dinasti Umayyah pada 717 M, masjid agung Aleppo hingga kini
masih menjadi salah satu karya besar arsitektur di dunia muslim. Di masjid agung Aleppo terdapat
makam Nabi Zakaria dan di Damaskus terdapat makam Nabi Yahya. Bentuk dan konstruksi masjid
agung Damaskus dari dulu hingga kini masih terjaga, sementara masjid Aleppo sudah banyak
mengalami perubahan dari bentuk aslinya karena sempat diguncang gempa bumi dan dihancurkan
oleh serangan Bizantium dan tentara Mongol. Meski tak lagi mewarisi struktur masjid peninggalan
bani umayyah, namun masjid agung Aleppo sangat dikenal sebagai masterpiece dalam dunia
islam, karena mewarisi sentuhan beragam dinasti islam yang pernah Berjaya.
2. Bidang Filsafat dan Keilmuan
Bukti konkritnya adalah Adelasd of Bath yang telah diterjemahkan, karya-karya orang Arab
tentang astronomi dan geometri, penerjemahan bidang kedokteran. Di bidang kedokteran ini telah
didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
3. Bidang Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang lebih
canggih dibanding buatan orang Barat. Terdapat pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik gelas.
4. Bidang Perdagangan
Bidang ini membawa pengaruh bagi Eropa dan negara–negara yang dikuasai Ayyubiyah. Di
Eropa terdapat perdagangan agriculture dan industri. Hal ini menimbulkan perdagangan
internasional melalui jalur laut, sejak saat itu Dunia ekonomi dan perdagangan sudah
menggunakan sistem kredit, bank, termasuk Letter of Credit (LC), bahkan ketika itu sudah ada
uang yang terbuat dari emas.
5. Bidang Militer
Selain memiliki alat-alat perang seperti kuda, pedang, panah, dan sebagainya, ia juga memiliki
burung elang sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Disamping itu, adanya perang
Salib telah membawa dampak positif, keuntungan di bidang industri, perdagangan, dan intelektual,
misalnya dengan adanya irigasi.

2.8. Tokoh Ilmuwan Muslim dan Perannya dalam Kemajuan Kebudayaan/Peradaban Islam
pada Masa Dinasti Al Ayyubiyah

29 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
Pada masa dinasti Ayyubiyah, Shalahuddin al Ayyubi beserta keluarga dan pendiri-pendiri
dinasti sangat memperhatikan kelangsungan berbagai bidang termasuk bidang pendidikan dan
pengetahuan. Sehingga bermunculan tokoh-tokoh ilmuwan yang sangat berpengaruh pada
perkembangan kebudayaan atau peradaban Islam, mereka di antaranya adalah:
1. Abdul Latif al Bagdadi dan Al - Hufi, ahli ilmu mantiq dan bayan (bahasa)
2. Syekh Abul Qasim al Manfalubi, ahli Fiqih
3. Syamsudin Khalikan, ahli sejarah
4. Abu Abdullah al Quda’i, ahli Fiqih, Hadits dan Sejarah
5. Abu Abdullah Muhammad bin Barakat, ahli nahwu
6. Hasan bin Khatir al Farisi, ahli Fiqih dan Tafsir
7. Maimoonides, ahli ilmu astronomi, ilmu ke-Tuhanan, tabib, dan terutama sebagai ahli filsafat.
8. Ibn al Baytar (1246 M), dokter hewan dan medikal. Beberapa karyanya yang sampai saat ini
masih terkenal di wilayah Eropa tentang buku ramuan obat Islam “ Management Of The Drug
Store”
9. Sejumlah penulis, sastarawan, dan ilmuwan termuka, seperti Abu Firas Al Hamadani dan Thayib
al Mutanabbi.

2.9. Ibrah Perkembangan Kebudayaan/Peradaban Islam pada Masa Dinasti Al-Ayyubiyah


untuk Masa Kini dan Yang Akan Datang
Shalahuddin al Ayyubi sangat berusaha keras dalam menghadapi perang salib, dandalam
membentengi umat Islam dari kristenisasi. Misalnya memberi sumber untuk pembangunan masjid,
pembuatan sekolah gratis kepada siswa muslim yang tidak mampu, dan pemberian sandang pangan
bekas namun masih layak pakai. Sikap seorang negarawan yang tegas dan berani sepertinya patut
dicontoh apalagi pada saat sekarang ini yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada
kepentingan bersama. Seperti sikap tegas Shalahuddin yang langsung mencopot jabatan para amir
yang lemah di mana keberadaan mereka justru mengganggu gerakan jihad yang mulai digelar
olehnya, para aparatur yang melakukan korupsi, dan yang bersekongkol dengan penjahat dan
perampok. Rasa yang sangat mengutamakan pendidikan dan pengetahuan juga penting untuk
dilanjutkan pada setiap generasi. Karena ilmu dan pendidikan merupakan modal utama untuk
menjaga dan mempertahankan kebudayaan atau peradaban Islam. Ilmu juga mendapat tempat yang

30 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
sama pentingnya dengan agama, yaitu untuk mengetahui ajaran-ajaran agama dan hukum-hukum
Islam.
Melihat perjuangan yang sangat heroik dari Shalahuddin al Ayyubi, hendaklah kita berusaha
dengan tekad dan kuat dalam mensyiarkan agama Islam agar upaya kristenisasi tidak akan
berkembang lagi, dan Islam juga tetap konsisten di zaman yang sudah modern sekarang.
Sebaliknya, kehidupan umat manusia saat ini justru hawa nafsu lebih mendonasi ketimbang moral
dan akal. Peran dalam bentuk non fisik inilah apalagi di tengah perkembangan globalisasi saat ini,
yang terkadang memperlemah semangat keimanan umat Islam. Maka dari itu, sebagai langkah
awal yang sederhana peringatan maulid Nabi Muhammad SAW menjadi sangat penting.

2.10. Meneladani Sikap Keperwiraan Shalahuddin al-Ayyubi


Shalahudin al Ayyubi adalah seorang muslim yang tahu akan agamanya dan kosekuen
dengannya. Ia tahu hak tanah airnya kemudian mempertahankannya. Ia tahu hak-hak saudaranya
kaum Muslimin kemudian menunaikan hak-hak tersebut dengan sebaik-baiknya. Shalahudin al
Ayyubi juga merupakan panglima perang Muslim yang dihormati kawan dan dikagumi lawan
karena akhlaknya dan tindakannya yang tangguh tetapi tetap mengakui hak asasi manusia dalam
setiap peperangan yang dilakukannya. Sikap keperwiraan Shalahudin al Ayyubi lainnya yang baik
dicontoh adalah:
1. Membela agama dan rakyat
2. Memadamkan pemberontakan
3. Menghadapi tentara salib
4. Mempertahankan agama dan negara
Beliau juga sosok yang memiliki toleransi tinggi terhadap umat beragama, seperti contohnya:
 Ketika beliau menguasai Iskandariyah, ia tetap mengunjungi orang-orang kristen
 Ketika perdamaian dengan tentara salib tercapai, beliau masih mengizinkan orang-orang
kristen berziarah ke Baitul Maqdis

31 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
BAB 3
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

 Dinasti Fatimiah berkuasa tahun 297-567 H/909-1171 M di Afrika Utara tepatnya di Mesir
dan Syria. Dinamakan dinasti Fatimiah karena dinisbatkan nasabnya kepada keturunan Ali
Fatimah, putri Rasulullah, istri Ali ibn Abi Thalib dan Fatimiah dari Ismail anak Ja’far Sidiq
keturunan keenam dari Ali. Awalnya kelompok ini dibangun dan dibentuk menjadi system
agama dan politik oleh Abdullah ibn Maimun. Setelah itu berubah menjadi gerakan
kekuatan, dengan tokohnya Said ibn Husein. Kemudian sekte ini menyebar dan menjadi
landasan munculnya dinasti Fatimiah. Tokoh-tokohnya meliputi: Abu Muhammad
Abdullah/ Ubaidullah Al-Mahdi, Abu al-Qasim Muhammad Al-Qa’im ibn Amrullah ibn al-
Mahdi Ubaidullah, Abu Tahir Isma’il Al-Manshur Billah, Abu Tamim Ma’add Al-Mu’izz
Lidinillah, Abu Manshur Nizar Al-‘Aziz Billah, Abu ‘Ali Manshur Al-Hakim ibn Amrillah,
Abu al-Hasan Ali-Zhahir, Abu Tamim Ma’add Al-Mustanshir.

 Ekspansi yang dilakukan oleh dinasti Fatimiah diantaranya yaitu Khalifah Ubaidillah
memperluas kekuasannya meliputi wilayah Afrika dari Maroko yang dikuasai Idrisiyah
sampai perbatasan-perbatasan Mesir. Tahun 914 M, ia menguasai Iskandariyah. Dua tahun
kemudian ia menundukkan wilayah Delta. Tahun 915 M, mereka berhasil menguasai
Mahdiyah, Tunisia, dan menjadikannya sebagai pusat kekuasaan. Tahun 935 M, al-Qaim bi
Amrillah Abu al-Qasim Muhammad mengirimkan ekspedisi untuk menguasai Italia, Prancis,
Andalusia, Genoa dan sepanjang pesisir Calabria. Di bawah pemerintah Abu Tamim Ma’add
al-Muiz pasukan Fatimiah menyerbu pantai Spayol. Tiga tahun kemudian tentara Fatimiah
berhasil menuju Atlantik. Pada tahun 969 M, Mesir telah terbebas dari penguasa Iksidiyah.
Kemudian Jahwar menjadi pendiri Dinasti Fatimiah yang kedua setelah al-Syi’i yang daerah
kekuasannya meliputi wilayah Afrika Utara. Arab sebagaian barat adalah warisan dinasti
Iksidiyah yang telah dipercayakan oleh penguasa Abbasiyah sebagai perlindungan terhadap
kota Suci. Setelah itu, Jahwar mulai melirik Suriah dan mengirim seorang panglima perang
yang berhasil menaklukan Damaskus pada 969 M.

 Ideologi keagamaan yang berkembang diantaranya berkembang empat madzhab fikih;


32 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hambali. Selain itu ada juga yang menganut faham Syi’ah dan
Sunni.

 Kemajuan Dinasti Fatimiah meliputi berbagai bidang yaitu administrasi, sosial, ekonomi dan
perdagangan, ilmu pengetahuan dan kesusastraan, politik, kebudayaan, arsitektur dan seni,
pemikiran dan filsafat.

 Kemunduran Dinasti Fatimiah disebabkan beberapa faktor yaitu figur khalifah yang lemah,
perebutan kekuasaan di tingkat istana, konflik di tubuh militer, keterlibatan non-islam dalam
pemerintahan. Kemudian pada tahun 1171 M dengan meninggalnya khalifah al-Adhid dan
di khutbah-khutbah jum’at tidak disebut nama khalifah Fatimiah melainkan disebut nama
khalifah Abbasiyah, maka dengan demikian hancur kekuasaan khilafah Fatimiah.

 Shalahudin Yusuf al-Ayyubi adalah Pendiri Dinasti Ayyubiyah (567 – 648 H / 1171 – 1250
M) yang berdiri di atas sisa-sisa Dinasti Fatimiyah di Mesir yang bercorak Syi’i dan ia
ingin mengembalikannya ke faham sunni Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Shalahudin
mengadakan serangan ke Mesir untuk segera mengambil alih Mesir dari kekuasaan
Fatimiyah yang jelas tidak akan mampu mempertahankan diri dari serangan Tentara Salib.

 Dinasti Ayyubiyah mencapai kemajuan yang gemilang mencakup di berbagai bidang, yaitu:
bidang arsitektur dan pendidikan, bidang filsafat dan keilmuan, bidang industri,
perdagangan, dan militer.

 Shalahudin al-Ayyubi sangat memperhatikan pendidikan dan pengetahuan. Sehingga


bermunculan tokoh-tokoh ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu seperti ilmu Fiqih,
kedokteran, filsafat, bahasa, sejarah, dan lain-lain.

 Sikap tegas Shalahuddin yang langsung mencopot jabatan para amir yang lemah di mana
keberadaan mereka justru mengganggu gerakan jihad yang mulai digelar olehnya, para
aparatur yang melakukan korupsi, dan yang bersekongkol dengan penjahat dan perampok.

 Shalahudin al Ayyubi adalah seorang muslim yang tahu akan agamanya dan kosekuen
dengannya, tahu hak-hak saudaranya kaum Muslimin kemudian menunaikannya, dan hak
tanah airnya kemudian mempertahankannya

33 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
3.2. SARAN

Demikian Makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami
harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

34 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h
DAFTAR PUSTAKA

Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Abbasiah II, Bulan Bintang, Jakarta; 1977

Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam, Teras, Yogyakarta; 2012

Philip K. Hitti, History of The Arabs; From the Earliest Times to the Present (Penerjemah: R.
Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi), Serambi Ilmu Semesta, Jakarta; 2006

Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Amzah, Jakarta; 2010

Zuhairi Misrawi, Al-Azhar (Menara Ilmu, Reformasi, dan Kiblat Keulamaan), Kompas Media
Nusantara, Jakarta; 2010

Mubarok, Jaih. 2004. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Bani Kuraisy.

Sayyid, Al-Wakil. 1998. Wajah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Ibn Ghifarie, Dinasti Fatimyah, http://agama.kompasiana.com/2010/12/15/sakola-dinasti-


fatimiyah-325368.html, diunduh tanggal 24 November 2019 pukul 18.00 WIB

Mohammad Kamilus Zaman, Fatimiyah dan Perannya dalam Pengembangan Peradaban Mesir,
http://kamiluszaman.blogspot.com/2014/12/fatimiyah-dan-perannya-dalam.html, diunduh tanggal
24 November 2019 pukul 16.35 WIB

Herman Busri, Kemajuan Dinasti Fatimiah (Sejarah Islam di Afrika),


http://penakluq.blogspot.com/2013/09/kemajuan-dinasti-fatimiah-sejarah-islam.html, diunduh
tanggal 24 November 2019 pukul 17.10 WIB

35 | D i n a s t i F a t i m i y y a h d a n A y u b b i y y a h

Anda mungkin juga menyukai