Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di dunia islam pada abad pertengahan (1250-1800 M) telah timbul ide-ide


pembaruan dan upaya pemurnian akidah yang merupakan reaksi terhadap kondisi
politik dan paham tauhid di kalangan umat islam. Di Semenanjung Arabia, sejarah
seorang tokoh terkemuka , Muhammad Ibn Abd al-Wahhab yang memiliki perhatian
yang amat besar terhadap masalah pemurnian akidah dan pembaruan dalam islam,
pemikiran yang dicetuskan dalam memperbaiki kedudukan umat islam sebagai reaksi
terhadap paham tauhid dikalangan umat islam pada saat itu. Gagasan- gagasan
Muhammad Ibn Abd al-Wahhab yang masuk kedalam ajaran islam akhirnya
berkembang menjadi gerakan yang di sebut “Gerakan Wahabi”.
Dalam sejarah kebangkitan islam ada tiga gerakan transnasional modern global yang
semuanya berasal dari timur tengah dan disebut berperan dalam kebangkitan islam.
Salah satunya adalah gerakan Salafiyah, gerakan yang muncul di Saudi Arabia di
bawah pimpinan Muhammad bin Abdul Wahhab pada tahun 1745 yang
mengumandangkan perang terhadap praktek-praktek bid’ah,Khurafat, syirik dan
menyeru kembali pada Al-quran dan Hadist.

1
Rumusan Masalah

1. Bagamana sejarah munculnya aliran Wahabi?


2. Apa saja ajaran dan pemikiran pada aliran Wahabi?
3. Bagaimana sejarah munculnya aliran Salafii
4. Apa saja ajaran dan pemikiran pada aliran Salaffi

Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah munculnya aliran Wahabi


2. Untuk mengetahui ajaran dan pemikiran aliran Wahabi
3. Untuk mengetahui sejarah munculnya aliran Salafi
4. Untuk mengetahui ajaran dan pemikiran aliran Salafi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Aliran Wahabi

Wahabiyah adalah sebuah aliran reformasi keagamaan dalam islam. Aliran ini
digambarkan sebagai sebuah aliran islam yang ultrakonservatif, keras atau puritan.
Pendukung aliran ini percaya bahwa gerakan mereka adalah gerakan reformasi islam
untuk kembali kepada ajaran monoteisme murni, yakni kembali kepada Al-quran dan
hadis dan terbebas dari segala ketidakmurnian seperti praktik-praktikbid’ah, syirik,
dan lain-lain.

Gerakan Wahabi dimulai sebagai gerakan revivalis di wilayah terpencil dan


gersang di Najd. Dengan runtuhnya kesultanan Utsmaniyah setelah perang dunia ke
1, dinasti Al-Saud menjadi penyokong utama Wahabisme, dan menyebar ke kota-
kota suci Makkah dan Madinah. Setelah penemuan minyak di dekat Teluk Persia
pada tahin 1939, kerajaan Saudi memiliki akses terhadap pendapatan ekspor minyak,
pendapan yang tumbuh hingga miliaran dolar. Uang ini digunakan untuk
menyebarkan dakwah Wahhabi melalui buku, media, sekolah, universitas, masjid,
dan ilmuwan islam. Hal ini memberikan Wahhabisme sebuah posisi kekuatan yang
unggul dalam dunia islam global.

B. Ajaran dan Pemikiran Aliran Wahabi

Ajaran aqidah wahabi yang berasal dari pendirinya, Muhammad bin Abdul
Wahhab didasarkan pada definisi tauhid yang terbagi dalam tiga:

3
1. Pertama adalah Tauhid Rububiyyah bahwa hanya Alloh yang memiliki
sifat rabb, penguasa dan pencipta dunia,Allah yang menghidupkan dan
yang mematikan.
2. Kedua, adalah Tauhid asma wa sifat bahwa nama dan sifat Alloh yang
benar terdapat dalam Al-quran tanpa disertai upaya untuk menafsirkan
dan tidak boleh menerapkan nama dan sifat Alloh itu kepada siapapun
selain Alloh.
3. Ketiga adalah Tauhid al-ibadah bahwa seluruh ibadah ditujukan hanya
kepada Alloh dan tidak diperbolehkan mengikuti ajaran ibadah yang tidak
dicontohkan oleh Rasululloh.

Ajaran (mazhab) wahabi yang lain adalah:


1. Melarang orang-orang islam membuat bangunan di atas kuburan
2. Melarang orang meminta kepada kuburan Nabi atau sahabat atau ulama
3. Melarang tasawul dan ziarah
4. Melarang peringatan Maulid Nabi dan peringatan islam lainnya ( seperti
isra mi’raj, hijrah, nisfu sya’ban. Tahlilan, asyura, haul, dan tujuh bulanan)

Kaum wahabi lebih mengutamakan hadist ketimbang penjelasan Al-quran


kecuali kalau ayat-ayatnya mendukung ajaran-ajarannya. Dan tidak mengakui ijma
(kesepakatan para ulama) yang telah disetujui para ulama sebelumnya. Ulama
wahabi juga melarang seorang pelaajar islam mempelajari filsafat, ilmu kalam, ilmu
tasawuf, ilmu-ilmu sosial, dan sains modern. Mereka memishkan ilmu agama dengan
ilmu dunia serta tidak mementingkan sains dan teknologi untuk dikembangkan.
Pengikut aqidah wahabi menyebut bid ‘ah ,kafir, dan musyrik terhadap orang-
orang islam yang menjalankan agam dan ibadah-ibadah yang berbeda dengan
keyakinan mereka. Dalam menyebarkan mazhabnya kaum wahabi ini tidak segan-
segan menggunakan cara yang keras.

C. Sejarah Munculnya Aliran Salafii

4
Sebenarnya Salafi dan Wahabi adalah dua kelompok yang berbeda, meskipun
tujuan dan agenda mereka sama. Istilah Salafi sendiri kembali dipopulerkan pada
tahun 1980-an oleh Nashiruddin al-Bani dan pengikut al-Bani menyebut dirinya
Jemaah Salafi. Padahal istilah Salafi tersebut telah ada pada saat era para sahabat.
Sementara Wahabi ialah gerakan yang meneruskan perjuangan Muhammad bin
Abdul Wahab.
Al-Bani keberatan dengan istilah wahabisme karena terkesan mengkultuskan
tokoh tertentu dan dia berupaya semaksimal mungkin untuk tidak mengikut pada
pendapat satu ulama dan melepaskan diri dari ketaklidan serta merujuk langsung
pada Al-Qur’an dan Hadis.
Salafi merupakan Islam yang murni dan bebas dari penambahan,
pengurangan dan perubahan. Salafiyah adalah Al-Quran dan Sunnah. Dakwah
Salafiyyah juga menolak partai politik atau madzhab yang baru. Dakwah Salafiyyah
merupakan Islam dalam totalitasnya, yang menuntun manusia apapun budayanya,
ras atau warna kulitnya. Dakwah Salafiyyah merupakan yang lengkap dan sempurna
dalam memahami Islam dan melaksanakan tindakan sesuai dengan ajaran-ajaran
sumbernya. Adapun Salafiyyah, maka itu adalah nisbat kepada manhaj Salaf dan ini
adalah penisbatan yang baik kepada manhaj yang benar dan bukan suatu bid’ah dari
madzhab yang baru.
Istilah Salafiyah sebenarnya adalah Islam itu sendiri, yang benar dan
mencakup seluruh apa yang diturunkan Allah dan Rasul-Nya Muhammad SAW.
Istilah ini kemudian digunakan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla tatkala
hendak membangun pembaharuan di Mesir, yang sebenarnya bukanlah nama untuk
suatu kelompok tertentu karena penisbatannya adalah kepada generasi salaf yang
telah dipuji baik dalam Al-Quran maupun Sunnah, yang dirujukkan pada model
pemahaman para penganut Islam paling awal, yaitu Nabi dan Sahabat. Namun lain
halnya dengan golongan Salafi yang dibawa oleh Nashiruddin al-Bani ini.
Secara terminologis, Salafiyah bisa diartikan sebagai orang-orang yang
mengidentifikasikan pemikiran mereka dengan pemikiran para salaf .Salafiyah adalah
kata jadian yang berasal dari kata salafa, yaslufu dan salafan yang berpadanan
dengan kata taqaddama dan mada yang dapat diartikan berlalu, sudah lewat atau

5
terdahulu. Al-salaf berarti al-mutawaddimanu fi as-sair, yakni orang yang terdahulu,
berlalu dan sudah lewat dalam tindakannya.
Pemurnian yang diusung oleh Al-Bani memang tidak begitu berbeda dengan
pemurnian yang dibawa Muhammad bin Wahab pada abad 13. Mereka sama-sama
prihatin terhadap segala sesuatu yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam.
Karena itu, mereka berusaha memerangi segala sesuatu yang dianggap bid’ah.
Namun bedanya, di tangan Al-Bani dan mereka yang sehaluan dengannya, kategori
bid’ah bisa sangat luas mencakup pada fenomena kemoderenan, baik yang
dihasilkan kemajuan teknologi maupun perilaku dan paham pemikiran. Televisi, foto
manusia dan patung adalah terlarang. Duduk berdua yang bukan muhrim, kendati di
dalam taksi, adalah terlarang. Daftar sesuatu yang dianggap haram atau bid’ah ini
bisa sangat banyak.
Karena semangat tekstualisme yang sangat kuat itulah maka boleh dikatakan,
gerakan salafi sekarang ini adalah bentuk lain dari wahabisme namun dengan
pendekatan yang lebih radikal. Radikalisme ini bersumber dari prinsip ketaatannya
yang ketat pada teks Quran dan hadits shohih serta hanya melihat praktek Islam
murni pada cara yang digunakan para salafus shaleh. Karena itu, ketika mendapatkan
fenomena yang berlawanan dengan teks dan tidak ada dalam praktek masa salafus
shaleh, mereka akan menentangnya dan tidak akan berkompromi.
Dengan cara ini mereka melawan paham-paham modern, seperti demokrasi
dan partai politik. Mereka juga mengharamkan organisasi. Semua itu dianggap
bid’ah karena tidak ada prakteknya pada masa tiga generasi awal Islam.
Ketaatan pada model klasik (salafus shaleh) juga menyebabkan gerakan ini
tidak mengenal organisasi resmi. Mereka mengembangkan gerakan dengan
instrumen hubungan guru-murid yang sangat setia. Pola yang memang telah dikenal
sejak zaman Nabi. Dalam hubungan yang bersifat personal dan penuh ketaatan ini
Salafi berkecambah berbagai penjuru dunia.

- Konteks politik gerakan Wahabi/Salafi dan lahirnya Salafi Jihadi.

Pandangan wahabi/salafi sebagaimana disinggung di muka, pada awalnya hanya


berkembang di Arab Saudi dan sebagian wilayah Timur Tengah, seperti Yaman dan Jordan.

6
Paham ini kurang mampu berkembang luas di dunia muslim karena karakter paham
wahabi/salafi yang tidak kompatibel dengan tradisi sufisme ataupun sunni madzhab di
belahan dunia muslim lainnya. Wahabisme juga kurang berkembang di Palestina, tanah yang
terus membutuhkan ideologi perlawanan yang kuat. Faktor lain yang turut menghambat
perkembangan wahabi/salafi adalah sikap pemerintah Arab Saudi yang cenderung “inward
looking” dalam pengembangan ajaran salafi dan wahabi di dunia internasional.

Krisis politik dalam negeri Arab Saudi tampaknya menjadi titik krusial bagi
perkembangan gerakan wahabi/salafi. Dominasi wahabi/salafy mulai dipertanyakan oleh
gerakan Al-sahwa al-Islamiyyah (Kebangkitan Islam) yang saat itu mulai berkembang di
sejumlah universitas Arab Saudi. Akar-akar gerakan ini dapat ditelusuri dari tahun 1960-an
ketika pemerintah Saudi membuka peluang bagi para aktifis Islam untuk tinggal di Saudi.
Para aktivis Islam yang melarikan diri ke Saudi kebanyakan adalah para aktivis Ikhwanul
Muslimin dari Mesir dan Syria. Pemerintah menampung mereka untuk mengelola berbagai
lembaga pendidikan di Arab Saudi yang saat itu kekurangan tenaga pengajar. Sikap ini
sekaligus sebagai strategi “perlawanan” Arab Saudi” terhadap kelompok Gamal Abdul Naser
di Mesir dan partai Baath di Irak.

Pada mulanya aktivis Ihwanul Muslimin yang mengajar di universitas Arab Saudi
memang tidak menunjukkan tanda perlawanan terhadap kerajaan. Mereka satu pemikiran
dengan paham wahabi terutama dalam hal ibadah dan tauhid. Namun, perhatian dalam
dunia politik (sikap kritis terhadap penguasa) yang dimiliki oleh akitivis Ihwan, adalah titik
awal perbedaan mereka dengan ulama-ulama wahabi.

Hal lain yang membedakan kalangan as-sahwah al-Islamiyah dengan Wahabi, kalangan
as-sahwah al-Islamiyah sangat familiar dengan peralatan modern saat itu, seperti
menggunakan tape recorder, radio, di mana saat itu masih diperdebatkan penggunaannya.

Simpang jalan Wahabi dengan as-Sahwah al-Islamiyah mulai terasa saat Juhayman al-
Utaybi pada tahun 1979 mengambil alih Masjidil Haram di Mekkah. Kendati gerakan ini
mudah ditumpas, namun Juhayman terhadap gaya hidup Barat (sekularisasi) dan
penolakannya terhadap politik Arab Saudi yang pro Amerika Serikat secara perlahan
menimbulkan simpati terutama di Universitas Islam Madinah.

7
Menyadari akar gerakan di kampus, maka raja kemudian berusaha menekan mereka.
Cara yang ditempuh, salah satu di antaranya, adalah memperkuat posisi ulama wahabi. Hal
ini dimaksudkan agar lembaga keulamaan wahabi, akan mampu mengkooptasi kalangan as-
sahwah al-Islamiyah. Usaha ini tentu saja tidak mudah mengingat pengaruh Ikhwan sudah
cukup kuat di kampus. Cara lain adalah mengganti guru-guru di universitas. Mereka yang
berpaham Ikhwan segera diganti dengan yang berpandangan wahabi/salafi.

Sikap pemerintah tersebut tampaknya disambut antusias oleh kalangan ulama Wahabi.
Tampaknya, ulama Wahabi juga merasakan bahwa gerakan as-Sahwah dianggap telah
melenceng. Pasalnya, sikap kritisisme yang artikulatif terhadap penguasa adalah sesuatu
“terlarang” dalam paham wahabi. Apalagi mereka mengadopsi gagasan Sayyid Qutub yang
dianggap ulama Wahabi sebagai ahlul Bid’ah.

Dalam konteks inilah Nashiruddin Al-Bani berusaha memberikan “perlawanan” terhadap


gerakan as-sahwah” dengan mendeklarasikan kembali pentingnya memulai gerakan
pemurnian Islam secara lebih radikal. Mereka mengelompokkan diri dalam al-Jamaa al-
Salafiyya al-Muhtasiba (JSM) yang dipimpin oleh Nasr al-Din al-Albani di Madinah. Kelompok
salafi ini menolak semua aliran fiqih dalam Islam. Bagi kelompok salafi, aliran fiqih adalah
buah pemikiran manusia, karena itu jika ingin, beribadah dengan benar, maka harus kembali
pada Qur’an dan Sunnah.

Karena sikap ini, salafi menjadi gerakan yang sangat konservatif, puritan dalam gaya
hidup dan belajar agama secara informal di masjid (halaqoh) yang bukan berbasis wahabi
dan universitas yang bukan basis as-sahwah al-Islamiyah. Dengan kata lain, perhatian salafi
lebih diutamakan pada hal-hal yang bersifat keimanan individual, moral dan praktek ritual.
Adapun masalah-masalah sosial, budaya dan isu politik mereka kurang memberi perhatian
yang kuat. Pada tahun 1980-an itu pula kelompok ini telah menyebar ke Kuwait, Yaman, dan
utara Saudi.

Akan tetapi, as-sahwah dan ulama wahabi kembali bersatu dalam isu jihad Afganistan.
Pada awal dekade 1980-an itu, ketika Sovyet menginvasi Afgan, hampir seluruh ulama
sepakat untuk mendukung Afgan secara konkret dengan mem ”fardlu ain” kan. Atas
kesepakatan ulama ini pula, Abdullah Azzam berangkat ke Afgan.\

8
Dukungan terhadap Afgan, ternyata bersesuian dengan kepentingan internasional Arab
Saudi. Keterlibatan Iran dalam konflik Afganistan telah dianggap sebagai ancaman serius
bagi hegemoni tidak langsung Arab Saudi dalam dunia Muslim. Bagaimanapun keterlibatan
Iran dianggap manifestasi kepentingan mengekspor pandangan syiah (pasca revolusi Iran)
dalam dunia muslim lainnya. Sesuatu yang akan mengancam hegemoni Arab Saudi. Karena
itulah, Saudi berkepentingan untuk memberikan “perlawanan” politik terhadap sikap Iran
dengan berusaha membantu Afgan secara material dan tenaga jihad.

Pada masa perang Afgan, assahwah mengalami perkembangan yang sangat penting.
Kelompok ini semakin mendekatkan diri pada pemikiran Sayyid Qutub guna memompa
semangat jihad. Lahirlah kemudian penyerbukan gagasan antara pemikiran Ikhwanul
Muslimin (Sayyid Qutub) dengan pemikiran wahabi. Perkawinan gagasan ini kemudian
melahirkan paham salafi jihadi.

Atas kecenderungan ini, Salafi di bawah ajaran Nashiruddin Al Bani dan Bin Baz tentu
saja menentangnya. Mereka mulai mengecam para jihadi sebagai jihad yang tidak murni,
keluar dari riil salafi. Perselisihan ini tidak pernah terselesaikan sehingga kedua kelompok
akhirnya mengambil jalan masing-masing. Simpang jalan pun terjadi. Hal ini semakin
dikuatkan tatkala Arab Saudi mulai mengurangi dukungannya seiring penarikan pasukan Uni
Sovyet di Afgan. Simpang jalan kembali terjadi dan sulit dipertemukan kembali. Sejak saat
ini, gerakan salafi terbelah dalam dua garis besar.

1. Salafi puritan di bawah Nashiruddin Al-Bani, Bin Baz, Sheh Mugbil dan sebagainya.
2. Salafi jihadi yang dipelopori Abdullah Azzam, Mullah Umar dan seterusnya.

Kedua kelompok ternyata saling berkompetisi. Salafi jihadi berkembang seiring dengan
luasnya medan jihad seperti di Afgan dan Asia Tengah hingga Eropa Timur. Sementara itu,
salafi puritan juga semakin terdorong meluaskan pengaruhnya pada wilayah yang hampir
bersamaan.

D. Ajaran dan Pemikiran Aliran Salafi


Pemikiran gerakan salafi dapat dikategorikan dalam beberapa permasalahan. Pertama,
dalam masalah i’tiqadiyyah (asas agama). Dalam masalah ini, salafi memegang prinsip:
1. Menjadikan wahyu sebagai prioritas utama dalam memahami masalah i’tiqadiyah;

9
2. Menghindari ta’wil tafsili;
3. Memaparkan ajaran aqidah berdasarkan Al-quran;
Kedua, dalam prinsip beragama. Dalam aspek ini, terdapat beberapa prinsip yang diyakini
oleh kelompok salafi, yaitu:
1. Memandang agama Islam sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan;
2. Menjadikan cara beragama ulama salaf sebagai patokan dalam pemahaman dan
peribadata, serta menganggap cara peribadatan seperti inilah yang benar; dan
Bangga dan yakin dengan ke-Islaman-nya.
Ketiga, dalam masalah furu’iyyah, kelompok salafi membedakan antara syar’iy munazzal dan
syar’i mutaawwal. Dan keempat, konsep jalan tengah. Kelompok salafi senantiasa berprinsip
la tafrita wala ifrat.

E. Kekeliruan Salafi- Wahabi dalam berdalil

1. Salafi-Wahabi hanya memahami Al-Qur’an dan Hadis dari makna literalnya saja,
tanpa memperhatikan maksud dan tujuan dari Al-Qur’an dan Hadis. Padahal,
pada sebagian kasus, memahami Al-Qur’an dan Hadis dari sisi literalnya saja,
tanpa membandingkan dengan ayat dan hadis lain yang semakna, justru akan
bermasalah dan bisa terjerumus pada radikalisme.
2. Salafi-Wahabi terkadang tidak memahami persoalan yang akan dikaji secara
objektif, sehingga hukum yang dikeluarkan terkesan terburu-buru dan menuai
konflik.
3. Salafi-Wahabi membuat kaidah baru pada saat merumuskan hukum. Padahal
kaidah tersebut tidak pernah dikenal dalam tradisi hukum Islam. Kaidah mereka
adalah “kalau tidak dilakukan Nabi berati tidak boleh dilakukan”.
4. Salafi-Wahabi mengabaikan ilmu ushul fikih, ilmu tata bahasa Arab, kaidah
penafsiran, ilmu hadis, dan ilmu-ilmu lain yang perlu dipahami untuk
merumuskan hukum.
5. Salafi-Wahabi seringkali berdalil dengan ayat yang sebenarnya ditujukan untuk
orang-orang kafir, tetapi Salafi-Wahabi menggunakannya untuk menilai praktik
agama umat Islam. Misalnya, mereka menggunakan surat Al-Ahqaf : 5 untuk

10
mengatakan tawassul syirik. Padahal ayat itu ditujukan kepada orang yang menyembah
berhala. Sementara tawassul dengan meminta kepada berhala sangat
berbeda. Tawassul dibolehkan dalam syariat, sedangkan meminta kepada berhala
diharamkan.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Wahabiyah atau salafi adalah sebuah aliran reformasi keagamaan dalam


islam. Aliran ini digambarkan sebagai sebuah aliran islam yang ultrakonservatif, keras
atau puritan. Gerakan Wahabi dimulai sebagai gerakan revivalis di wilayah terpencil
dan gersang di Najd. Dengan runtuhnya kesultanan Utsmaniyah setelah perang
dunia ke 1. Munculnya gerakan Salafi berawal dari gerakan yang dipelopori oleh
Muhammad bin Abdul Wahhab (1703--1794 M), yang belakangan dikenal dengan
gerakan Wahhabi Kaum wahabi lebih mengutamakan hadist ketimbang penjelasan
Al-quran kecuali kalau ayat-ayatnya mendukung ajaran-ajarannya. Dan tidak

11
mengakui ijma (kesepakatan para ulama) yang telah disetujui para ulama
sebelumnya..

Daftar Pustaka

Abu Mujahid & Haneef Oliver. 2010. Virus Wahabi. Toobagus Publishing. Hal 120

Comins, David. 2006. The Wahhabi Mission and Saudi Arabia. I.B.Tauris. hlm. vi

Hamid Algar. 2008 .Wahabisme: Sebuah Tinjauan Kritis . Jakarta:Paramadina

Hanafi, A. 1980. Teologi Islam.Jakarta: Pustaka Al-Husna.

Nasution, Harun. 1975. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bulan Bintang.

12
Syaih Idahram. 2011. Mereka memalsukan kitab-kitab karya ulama klasik.
Yogyakarta: Pustaka Pesantren

Valentine, Simin Ross. 2015. Wahhabism in Saudi Arabia and Beyond. Oxfors
University

13

Anda mungkin juga menyukai