Anda di halaman 1dari 14

2017

KEBEBASAN BERBUAT
MENURUT KHAWARIJ, SYIAH, DAN
MURJIAH
Secara garis besar ketiga aliran ini, baik Khawarij, Syi’ah, maupun Murjiah,
sama-sama memiliki dua macam pendapat. Pertama; yang menganggap bahwa
manusia tidak bebas berbuat dan berkehendak, karena perbuatan manusia
diciptakan oleh Tuhan. Kedua: manusia adalah bebas berbuat dan
berkehendak, baik maupun buruk. Perbuatannya diciptakan sendiri oleh
manusia, bukan oleh Tuhan.

Hj. Sri Amaliyah Musyarifah, M.Ag.


MA GUPPI Cikedung
8/3/2017
KEBEBASAN BERBUAT
MENURUT KHAWARIJ, SYIAH, DAN MURJIAH

A. PENDAHULUAN
Ketika Allah menawarkan kepada manusia untuk menjadi khalifah-Nya
di bumi, kemudian manusia menerima tawaran itu, maka pada saat itulah tema
kebebasan sebenarnya telah dimulai. Saat itu, manusia bisa saja menolak
tawaran tersebut, sebagaimana yang dilakukan oleh langit, gunung dan bumi.1
Namun, manusia memilih untuk mengambil tawaran tersebut. Pilihan tersebut
akhirnya membawa manusia kepada kebebasan yang lebih luas saat ia hidup di
dunia. Manusia bisa memilih untuk menjadi beriman atau kafir, mau berbuat
baik atau buruk.
Dalam kancah pemikiran dalam Islam, tema kebebasan pun tak pelak
menjadi bahan perdebatan yang tak kunjung usai. Bagi sebagian orang,
kebebasan adalah hal yang mutlak diperlukan seorang hamba jika ia harus
dituntut untuk bertanggung jawab terhadap perbuatan yang ia lakukan.
Kebaikan menjadi kurang bernilai jika dilakukan dengan terpaksa dan tidak
bebas. Sebaliknya keburukan tidaklah sepenuhnya keburukan jika dilakukan
dengan terpaksa.
Namun di sisi lain, kenyataan bahwa alam semesta dengan segala
hukumnya yang seringkah tidak bisa dikendalikan oleh manusia, membuat
mereka untuk merenungkan bahwa mereka tidak sepenuhnya bebas di dunia.
Pandangan bahwa semua perbuatan manusia telah ditentukan Tuhan, juga telah
mewarnai diskusi pemikiran dalam Islam, sebagaimana yang diwakili oleh
kaum Jabariyah. Bagi mereka, kemahakuasaan Tuhan juga menggiring kepada
pandangan bahwa segala sesuatu di alam semesa ini diciptakan dan ditetapkan
oleh-Nya, termasuk perbuatan manusia. Berangkat dari kedua mainstream
pemikiran itulah, maka adalah menarik pula untuk mengetahui bagaimana
konsep kebebasan yang terdapat dalam aliran Khawarij, Syi’ah, dan Murjiah.

1
QS. Al-Ahzab: 72

1
Padahal ketiga aliran tersebut lebih dikenal bukan karena konsep
kebebasannya.

B. KHAWARIJ
Pemahaman Khawarij tentang perbuatan manusia berangkat dari
pembahasan tentang kehendak bebas dalam perbuatan manusia ketika orang
hendak berkilah bahwa Tuhan menentukan segala-galanya, maka mereka tidak
dapat dipersalahkan apabila berbuat dosa. Di sisi lain, justifikasi bahwa
berdirinya rezim Bani Umayyah adalah kehendak dan perbuatan Tuhan bagi
mereka adalah suatu hal yang tidak mungkin dan dosa besar. Hal itu karena bagi
mereka rezim Umayyah telah melakukan begitu banyak kekejaman dan
kelaliman.
Secara umum, Khawarij tidak terlibat langsung dalam diskursus
kebebasan berbuat/berkehendak (freewill) sebagaimana halnya aliran
Qadariyah dan Jabariyah. Meski demikian, terdapat beberapa sekte kecil
Khawarij yang ikut terlibat dalam pembahasan masalah tersebut. Dari beberapa
sekte kecil itu, secara garis besar, terdapat polarisasi dalam menyikapi masalah
kebebasan berbuat Pertama, menganggap bahwa manusia bebas berbuat dan
perbuatan memang diciptakan oleh manusia itu sendiri, bukan oleh Tuhan.
Kedua, menganggap bahwa manusia tidak bebas dalam berbuat; perbuatannya
tidak diciptakan oleh dirinya sendiri, tetapi oleh Tuhan.

1. Manusia bebas berbuat

a. Al-Maimuniyyah
Aliran ini adalah kelompok kecil yang merupakan bagian dari
kelompok al-Ajaridah. Disebut al-Ma’muniyyah karena para penganut
ini merupakan pengikut dari Maimun bin Khalid. Para penganut
al-Maimuniyyah berbeda dengan kelompok al-Ajaridah dalam masalah
kebebasan berbuat (qadr). Menurut sekte ini, manusia memiliki

2
kebebasan untuk berbuat baik dan buruk. Perbuatan manusia adalah
sesuatu yang diciptakan dan dibuat olehnya sendiri, bukan oleh Tuhan.
Dalam hal ini, Tuhan hanyalah menganugerahkan kemampuan atau daya
untuk melakukan suatu perbuatan sebelum perbuatan itu diwujudkan.2
Dengan demikian, suatu perbuatan tetaplah bebas dilakukan oleh
seorang manusia- baik maupun buruk, serta menjadi tanggung jawabnya
sendiri. Sedangkan Tuhan hanya menghendaki kebaikan, bukan
keburukan. Tuhan tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan jahat
yang dilakukan oleh hamba-Nya.3 Mengikuti alur pemikiran sekte ini,
tampaknya mereka menganggap bahwa Tuhan itu Maha Suci dan Maha
Baik. Karena itulah, jika perbuatan manusia sepenuhnya diciptakan oleh
Tuhan, maka berarti Tuhan juga menciptakan perbuatan jahat yang
dilakukan manusia; hal itu adalah mustahil bagi Tuhan Yang Maha Suci.

b. Al-Hamziyyah.
Aliran ini juga masih merupakan kelompok kecil dari al-‘Ajaridah.
Para penganut aliran ini adalah para pengikut dari Hamzah bin Adrak
dan muncul pada zaman pemerintahan Harun al-Rasyid. 4 Kelompok
kecil ini juga memiliki pandangan yang sama dengan al-Maimuniyyah
pada masalah qadr dan semua ajarannya yang lain. Mereka hanya
berbeda pandangan dengan al-Maimuniyyah dalam masalah status anak
dari orang yang bukan golongan Khawarij dan anak dan orang musyrik.
Menurut aliran al-Hamziyah, anak itu juga berada di neraka
sebagaimana orang tuanya.5
Dengan kata lain, aliran ini juga menganggap bahwa manusia
memang bebas berkehendak dan berbuat. Perbuatannya, baik maupun

2
Abdul Karim bin Abi Bakr Ahmad asy-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, Beirut: Dar al-Fikr, tt,
hal. 104.
3
Ibid., hal. 104-105.
4
Dalam literatur lain, namanya adalah Hamzah bin Akrak, bukan Adrak. Lihat, Abd al-Qadir
binThahir bin Muhammad al-Baghdadi, al-Farq bain al-Firaq, Kairo: Shabih, tt., hal. 58.
5
Asy-Syahrastani, op. cit., hal. 104-105.

3
buruk, diciptakan dan menjadi tanggung jawab dirinya sendiri. Namun
aliran ini terperangkap dengan ajarannya sendiri aliran ini berpandangan
bahwa anak kecil dari orang musyrik atau dan orang yang bukan
Khawarij juga masuk neraka.
Adalah suatu hal yang sulit diterima akal, jika aliran ini
menimpakan hukuman dengan masuk neraka kepada anak kecil yang
notabene belum dibebani kewajiban syara’ karena kemusyrikan atas
kejahatan orang tuanya. Jika memang demikian, berarti anak kecil tidak
bebas berbuat, tidak memiliki kemerdekaan untuk berbuat baik atau
buruk karena dia dipaksa ikut menanggung hukuman dan perbuatan dosa
yang tidak dia lakukan, tetapi dilakukan oleh orang tuanya.
Padahal di sisi lain, mereka berpendapat manusia memiliki
kemerdekaan untuk berbuat baik atau buruk; manusia diberi
kemampuan atau daya untuk melakukan suatu perbuatan serta
bertanggung jawab atas sendiri atas perbuatan tersebut. Tampaknya
karena kontradiksi dan kekacauan ajaran inilah, maka aliran Qadariyah
mengafirkan aliran Hamziyah tersebut.6

c. Al-Athrafiyyah
Aliran ini merupakan kelompok kecil dari mazhab Hamziyyah.
Hanya saja mereka membolehkan para pengikutnya untuk
meninggalkan kewajiban syariat yang tidak mereka ketahui lantas
menetapkan kewajiban berdasarkan akal pikiran mereka sendiri. Dengan
demikian, corak pemikiran mereka hampir sama dengan aliran
Oadariyah. Tokoh dari aliran ini adalah Ghalib bin Syadzak dari
Sijistan.7

6
Asy-Syahrastani, op. cit., hal. 104-105.
7
Ibid.

4
d. Al-Ma’lumiyah
Kelompok ini asalnya adalah bagian dan Khawarij Hazimiyah
yang notabene berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan oleh
Tuhan. Namun pada perkembangan selanjutnya, mereka justru
berpandangan selanjutnya. Mereka menganggap bahwa daya dan
kemampuan ada bersama dengan perbuatan. Perbuatan diciptakan oleh
manusia itu sendiri, bukan Tuhan. Dengan demikian, kelompok ini
memang cenderung menyerupai aliran Qadariyah. Karena pandangan
seperti itu pulalah, maka kelompok mi memisahkan diri dari kelompok
Hazimiyah.8

e. Al-Haritsiyah
Aliran ini merupakan bagian dari Khawarij Ibadhiyah. Para
penganutnya adalah para pengikut dan al-Harits al-lbadli. Mereka
berbeda dengan aliran Khawarij Ibadhiyah pada masalah qadr. Mereka
menganggap bahwa kemampuan atau daya telah ada pada manusia
sebelum perbuatan dilakukan. Mereka juga menganggap bahwa ketaatan
tidaklah diwajibkan oleh Allah. 9 Dengan kata lain, bagi mereka,
manusia bebas memilih apakah taat atau tidak kepada Allah. Manusia
menciptakan sendiri perbuatannya, baik maupun buruk. Melihat corak
pemikiran mereka demikian, mereka cenderung mengikuti pemikiran
Mu’tazilah.

2. Manusia tidak bebas berbuat

a. Al-Khalafiyah
Kelompok ini merupakan bagian dari Khawarij al-‘Ajaridah. Para
penganutnya adalah pengikut Khalaf al-Khariji. Ajaran mereka

8
Ibid., hal. 108.
9
Ibid., hal. 9.

5
cenderung sesuai dengan Ahli Sunnah. Menurut mereka, kemampuan
hamba untuk berbuat, baik maupun buruk, berasal dari Tuhan. Dengan
demikian, bagi mereka, seorang hamba tidaklah sepenuhnya merdeka
untuk berbuat. Di samping itu, mereka mengkritik aliran Hamziyyah
yang menurut sangat kontradiktif ketika menganggap bahwa anak kecil
dari orang musyik masuk neraka. 10 Kontradiksi yang dimaksud telah
diungkapkan pada pembahasan tentang kelompok Hamziyyah.

b. Asy-Syu’aibiyyah
Kelompok mi adalah bagian aliran Khawanj al-'Ajaridah. Mereka
adalah pengikut dari Syu’aib bin Muhammad. Tokoh ini pada mulanya
seiring sejalan dengan Ajaridah. Namun ketika Maimun memunculkan
pendapatnya tentang kebebasan berbuat, maka Syuaib pun menjauhkan
diri. Menurutnya, Tuhan menciptakan perbuatan-perbuatan hamba-Nya.
Sang hamba mengerjakan perbuatan-perbuatan tersebut karena telah
ditentukan oleh qudrah dan iradah Tuhan. Namun ia tetap
bertanggungjawab atas perbuatannya, baik maupun buruk, dan
memperoleh balasan pahala atau siksa. Tidak ada satu pun di alam
semesta ini yang lepas jari kehendak-Nya.

c. Al-Hazimiyyah
Mereka adalah para pengikut Hazim bin ‘Ali. Aliran ini mengikuti
pendapat Syu’aib tentang masalah kebebasan berbuat. Hanya saja
menguraikan lebih jauh bahwa Tuhan memberikan kekuasaan untuk
berbuat kepada hamba sepanjang Ia mengetahui bahwa akhir hayatnya
adalah keimanan. Tetapi Tuhan tidak bertanggung jawab atas perbuatan
hamba-Nya jika Ia mengetahui bahwa akhir hayat sang hamba adalah
kekafiran.11
Barangkali agak sulit mencerna pandangan Syu’aibiyyah demikian

10
Ibid., hal. 5.
11
Ibid., hal. 106.

6
Jika dalam menyikapi perbuatan hamba-Nya, Tuhan bersikap demikian,
maka berarti ia tidak bebas. Tuhan seakan dibatasi oleh perbuatan baik
dan buruk hamba-Nya. Padahal Tuhan Maha Kuasa untuk melakukan
apapun dan tanpa batasan apapun. Jika masih ada sesuatu yang
membatasi perbuatan-Nya, maka berarti Tuhan tidak sepenuhnya Maha
Kuasa; dan hal ini adalah mustahil.

d. Asy-Syaibaniyyah
Kelompok ini adalah bagian dan aliran Khawrij ats-Tsa’alabah.
Mereka adalah para pengikut Syaiban bin Salamah yang muncul pada
masa Abu Muslim al-Khurasani, salah satu pendiri Dinasti Abbasyiah.
Kelompok ini menganut paham Jabariyah yang dikembangkan oleh
Jaham bin Shafwan. Mereka menafikan kemampuan aksidensial untuk
berbuat pada manusia.12 Dengan kata lain, mereka menganggap bahwa
manusia tidak bebas untuk berkehendak dan berbuat; semuanya telah
ditentukan oleh Tuhan.

e. Al-Majhuliyyah
Aliran ini juga merupakan bagian dari Khawarij ats-Tsa’alabah.
Mereka berpendapat bahwa perbuatan hamba diciptakan oleh Allah.13
Dengan kata lain, mereka berpendapat bahwa manusia tidaklah
menciptakan perbuatannya sendiri. Aliran ini juga berpendapat bahwa
barangsiapa yang mengetahui sebagian nama-nama Allah dan sifat-
sifat-Nya, namun tidak mengetahui sebagian yang lain, maka berarti ia
telah mengenal Tuhan.14

12
Ibid., hal. 107.
13
Ibid., hal.108.
14
Ibid.

7
f. Al-Ibadliyah
Aliran ini merupakan dianut oleh para pengikut Abdullah bin lbadl
yang muncul pada era pemerintahan Marwan bin Muhammad di akhir
Dinasti Umayah. Sekte ini juga berhasil mendirikan dinasti di Afrika
Tengah, yaitu Daulah Rustamiah (160-296 H/777-790 M).15 Saat ini,
aliran ini masih terdapat penganutnya di wilayah Oman, Masqat di Teluk
Arab, Tunis, Aljazair, dan Zanzibar, tenggara Benua Afrika. Aliran ini
juga menjadi mazhab resmi Kesultanan Oman meski mereka menolak
dihubungkan dengan Khawarij.16 Penolakan mereka dikaitkan dengan
aliran Khawarij, karena bagi mereka pengaitan tersebut hanyalah
propaganda pemerintah Dinasti Umayyah untuk mendiskreditkan aliran
yang notabene sangat menentang pemerintah tersebut.17
Menurut Ibrahim Madkour, sejumlah besar di kalangan sekte ini
mengatakan bahwa Allah yang menciptakan seluruh perbuatan manusia,
18
dan manusia hanya mengusahakannya saja. Menurut mereka,
kemampuan adalah suatu aksiden yang ada sebelum perbuatan. Dengan
kemampuan itulah, perbuatan dihasilkan. Namun perbuatan hamba
tetaplah diciptakan oleh Tuhan sebagai ciptaan baru yang dikuasakan
kepada hamba untuk dilakukan secara hakiki, bukan majazi.19

C. SYI’AH
Kehadiran Syi’ah dalam pentas sejarah ditimbulkan oleh persoalan
khilafah dan mereka mengatakan bahwa Ahli Bait lebih berhak menggantikan
Rasulullah. 20 Dalam golongan Syi’ah, terdapat polarisasi pendapat tentang
seputar perbuatan manusia. Pertama, Syi’ah Rafidlah dan Syi’ah Zaidiyyah.

15
Maurice Lombard, The Golden Age of Islam, Amsterdam: North Holland, 1975, hal. 215.
16
Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997, hal. 96.
17
Amir al-Najjar, Aliran Khawarij: Mengungkap Akar Perselisihan Umat, terj. Solihin Rasjidi &
Afif Muhammad, Jakarta: Lentera, 1993, hal. 84.
18
Ibrahim Madkur, Fi al-Filsafah al-Islamiyah. Juz II, Mesir: Dar al-Ma’arif, 1976, hal 174.
19
Asy-Syahrastani, op. cit., hal. 108.
20
Ahmad Amin,Fajrul Islam, Singapura: Sulaiman Mar’i, 1965, hal. 266.

8
1. Rafidhah
Ada tiga pola pada pandangan Syi’ah Rafidlah tentang perbuatan
manusia:
a. Perbuatan manusia diciptakan Tuhan. Perbuatan manusia terbagi dua:
pertama, perbuatan yang memang dikehendaki dan diupayakan oleh
manusia sendiri. Kedua, perbuatan yang tidak bisa diupayakan, karena
adanya sebab yang membangkitkan perbuatan itu.
b. Perbuatan manusia bukanlah keterpaksaan dan bukan pula pemberian
Tuhan, melainkan ada dengan sendirinya dalam diri manusia.
c. Perbuatan manusia bukanlah ciptaan Tuhan.21

Sementara kemampuan berbuat pada manusia, terdapat berbagai,


pendapat:
a. Kemampuan itu ada lima macam: kesehatan, keadaan bebas, memilik,
masa dan adanya alat yang menjadi perantara terwujudnya perbuatan
seperti tangan, dan lain-lain, serta sebab sehingga terjadi perbuatan.
Kemampuan terhimpun ketika terjadinya perbuatan.
b. Kemampuan berwujud sebelum perbuatan, yaitu berupa kesehatan,
sehingga manusia memiliki kemampuan untuk berbuat. Kemampuan
adalah semacam organ yang ada pada diri manusia.
c. Kemampuan ada ketika menginginkan perbuatan.
d. Manusia memiliki kemampuan untuk berbuat karena adanya suatu
sarana.22

2. Zaidiyyah
Adapun Syi ah Zaidiyyah merupakan pengikut Zaid bin Husain. Ia
dikenal sebagai seorang pemberani, memiliki ilmu yang luas dan senang

21
Al-Asy’ari, Maqalat al-lslamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, Juz I. Kairo Maktabah al-Nahdiiyyah
al-Mishriyyah, 1950, hal ,10
22
Ibid., hal. 111-112.

9
berdiskusi. 23 Pada Syi’ah Zaidiyyah, terdapat dua pola pendapat dalam
menyikapi perbuatan manusia:
a. Perbuatan manusia diciptakan Tuhan, dan manusia tidak memiliki
kemampuan untuk menciptakan, mengadakan dan menjadikannya. Ini
merupakan pendapat Jumhur Zaidiyyah.
b. Perbuatan manusia bukan ciptaan Tuhan, melainkan ciptaan dan buatan
manusia sendiri, karena adanya usaha, Maka perbuatan adalah usaha
bukan diciptakan. Usaha itu adalah perbuatan manusia sendiri.24

Lebih lanjut, Zaidiyyah menerangkan posisi kemampuan yang ada


pada manusia dalam tiga poin berikut:
a. Kemampuan ada dan bersama perbuatan; kemampuan yang ada hanya
satu seperti perbuatan seseorang untuk menjadi beriman dan kafir.
b. Kemampuan ada sebelum perbuatan dan bersama perbuatan.
c. Kemampuan ada sebelum perbuatan, karena adanya perintah sebelum
perbuatan.25

Menyimak informasi di atas, perbuatan manusia dalam pandangan Syi’ah


bukanlah diciptakan, melainkan usaha manusia dalam kerangka mewujudkan
perbuatan yang diinginkan. Tetapi daya dan kemampuan berbuat yang ada pada
manusia adalah pemberian Tuhan yang telah ada pada setiap manusia.

D. MURJIAH
Aliran Murjiah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau
terlibat dalam kafir mengafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar
sebagaimana aliran Khawarij.
Menurut al-Syahrastani, aliran Muiji’ah terbagi menjadi empat golongan,

23
Madkur. op. cit. hal. 60.
24
Ali Mustafa al-Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-Islamiyyah wa Nasy’ah Ilm Kalam ‘inda al-Muslimin,
Mesir: MuhammadAli Syabih, tt., hal. 291-292. Juga lihat al-Asy’ari, op. cit., hal. 139-140.
25
Ibid.

10
Muijiah Khawanj, Mutjiah Jabanyah, Muijiah Qadariyah, dan Mutjiah mumi.
Di antara para tokohnya: Muhammad bin Syabib, ash-Shalihi, dan al-Khalidi
adalah termasuk golongan Muijiah Qadariyah. Demikian pula golongan
Ghailaniyah, yaitu para pengikut Ghailan ad-Dimasyq yang notabene orang
pertama yang membicarakan tentang konsep qadar (kebebasan berbuat) dan
irja (penangguhan hukuman bagi hamba yang berdosa).26
Dari keterangan al-Syahrastani tersebut, bisa dipahami bahwa dalam
menyikapi konsep kebebasan berbuat, aliran Murjiah terbagi dua. Pertama
Murjiah Qadariyah yang berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan
untuk berbuat. Kedua, Murjiah Jabariyah yang berpendapat bahwa manusia
tidak memiliki kebebasan untuk berbuat, melainkan Tuhanlah yang
menentukan dan menciptakan perbuatannya.
Tampaknya, ada dua kecenderungan pemikiran yang dikedepankan.
Pertama, ketentuan baik dan buruk tergantung pada manusia.27 Pada dasarnya,
manusia memiliki otoritas untuk melakukan perbuatannya, sebab kemampuan
dan kehendak telah ada pada diri manusia. Ia memiliki kebebasan dalam
menentukan perbuatannya sendiri. Kita sendiri tidak bisa menyandarkannya
pada Tuhan, sebab Tuhan telah memberikan kemampuan pada manusia untuk
berbuat, berupa daya dan akal. Kedua, Tuhan menjadikan usaha pada manusia,
dan kemampuan berbuat ada dalam perbuatan. Oleh karena itu, manusia hanya
mengusahakan perbuatannya sendiri dan perbuatan itu merupakan perbuatan
manusia itu sendiri. Pada pendapat kedua, kemampuan lebih kecil porsinya
daripada pendapat pertama.
Pada prinsipnya, aliran Murjiah mengatakan bahwa perbuatan manusia
adalah usaha dan kehendak dari manusia itu sendiri, sehingga baik dan buruk
tergantung pada diri seseorang. Tepatlah bila mereka mengatakan bahwa
perbuatan manusia merupakan ciptaan manusia sendiri, bukan ciptaan Tuhan,
melainkan apa yang telah diciptakan dan diberikan oleh Tuhan pada diri
manusia.

26
Al-Syahrastani., op. cit., hal. 112.
27
Ibid. hal. 143.

11
E. PENUTUP
Secara garis besar ketiga aliran ini, baik Khawarij, Syi’ah, maupun
Murjiah, sama-sama memiliki dua macam pendapat. Pertama; yang
menganggap bahwa manusia tidak bebas berbuat dan berkehendak, karena
perbuatan manusia diciptakan oleh Tuhan. Kedua: manusia adalah bebas
berbuat dan berkehendak, baik maupun buruk. Perbuatannya diciptakan sendiri
oleh manusia, bukan oleh Tuhan. Kedua macam pendapat yang saling
bertentangan tersebut terdapat pada sub sub aliran yang ada ketiga aliran
masing-masing. Namun secara umum, ketiga aliran tersebut memang tidak
membahas masalah kebebasan berkehendak (qadr).

12
DAFTAR PUSTAKA

Abd al-Qadir binThahir bin Muhammad al-Baghdadi, al-Farq bain al-Firaq,


Kairo: Shabih, tt..
Abdul Karim bin Abi Bakr Ahmad asy-Syahrastani, al-Milal wa an-Nihal, Beirut:
Dar al-Fikr, tt,.
Ahmad Amin,Fajrul Islam, Singapura: Sulaiman Mar’i, 1965.
Ahmad Daudy, Kuliah Ilmu Kalam, Jakarta: Bulan Bintang, 1997.
Al-Asy’ari, Maqalat al-lslamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin, Juz I. Kairo Maktabah
al-Nahdiiyyah al-Mishriyyah, 1950.
Ali Mustafa al-Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-Islamiyyah wa Nasy’ah Ilm Kalam
‘inda al-Muslimin, Mesir: MuhammadAli Syabih, tt.
Amir al-Najjar, Aliran Khawarij: Mengungkap Akar Perselisihan Umat, terj.
Solihin Rasjidi & Afif Muhammad, Jakarta: Lentera, 1993.
Ibrahim Madkur, Fi al-Filsafah al-Islamiyah. Juz II, Mesir: Dar al-Ma’arif, 1976.
Maurice Lombard, The Golden Age of Islam, Amsterdam: North Holland, 1975.

13

Anda mungkin juga menyukai