Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu tauhid adalah ilmu yang sangat penting untuk dipelajari.Sebab, dengan ilmu tauhid
itu kita dapat mengetahui aqidah yang benar. Dengan aqidah yang benar tentunya kita
sebagai hamba akan melakukan penghambaan yang lurus dalam menjalankan agama ini.
Sebab aqidah merupakan dasar perubahan. Dalam beraqidah tentunya kita mengetahui
macam-macam tauhid yang harus kita yakini, diantaranya : tauhid biwujudillah (keyakinan
akan adanya Allah), tauhid rubbubiyah (meyakini bahwa Allah yang mengatur dan
menciptakan alam semesta ini), tauhid uluhiyah (tauhid ibadah), dan tauhid asamaa wa
sifaatullah (meyakini nama dan sifat Allah). Dalam meyakini akan nama dan sifat Allah, kita
sebagai hamba dilarang untuk menta’wil, menta’til (menghilangkan makna), menta’rif
(merubah makna lafadz), mentakyiif (menanyakan bagaimana), dan mentasybiih
(menyamakan) nama dan sifat Allah.
Sebab jika begitu tauhid kita tidaklah sempurna. Namun pada kenyataannya, diantara
manusia ada golongan yang tidak meyakini akan adanya nama dan sifat Allah. Mereka
seenaknya memaknai nama dan sifat Allah berdasarkan pemikiran mereka. Serta diantara
mereka ada yang tidak meyakini bahwa Allah adalah Sang Pengatur segala kejadian yang
ada di muka bumi ini. Salah satunya adalah aliran qodariyah yang meyakini bahwa manusia
memiliki kekuatan untuk melakukan apa yang dikehendakinya, dan di dalamnya tidak ada
campur tangan Tuhan. Pemahaman semacam ini adalah sesat. Sebab ia telah
menyelewengkan sifat Allah. Maka berhubungan dengan itu, pada makalah ini kami
mencoba mengkaji tentang aliran qodariyah dari awal sejarah kemunculannya sampai
kesesatan aliran ini.Dengan begitu, kami berharap mudah-mudahan pembaca dapat
mengetahui aliran-aliran yang menyimpang dari pemahaman tauhid yang lurus, khususnya
tentang aliran qodariyah.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya aliran qodariyah?
2. Siapa saja tokoh aliran qodariyah?
3. Bagaimana ajaran aliran qodariyah?
4. Apa sumber pokok penyimpangan aliran qodariyah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarahmunculnya aliran qodariyah
2. Untuk mengetahui tokoh aliran qodariyah
3. Untuk mengetahui ajaran aliran qodariyah
4. Untuk mengetahui sumber pokok penyimpangan aliran qodariyah

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sejarah Munculnya Aliran Qodariyah


Aliran qadariyah mula-mula timbul pada tahun 70 H/689 M. tokoh utama Qadariyah
adalah Ma’bad Al Juhani Al Bisri yang berasal dari suku Juhainah yang hidup dan masih
tinggal di sekitar kota Medinah di Arab Saudidan Ja’ad bin Dirham dan Ghailan Al-Dimasyqi
yang merupakan muridnya, Pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan (685-
705 M). Kedua tokoh inilah yang pertama kali mempersoalkan tentang qadar. Semasa
hidupnya Ma’bad al-Juhani berguru dengan al-Bisri, sebagaimana Washil bin Atha’ tokoh
pendiri Muktazilah. Jadi Ma’bad termasuk tabiin atau generasi kedua setelah Nabi. Sedangkan
Ghailan semula tinggal di Damaskus, ia seorang ahli pidato sehingga banyak orang yang
tertarik engan kata-kata dan pendapatnya. Mabad al-Juhni mati terbunuh dalam pertempuran
melawan Hajjaj tahun 80 H. Ia terlibat dalam dunia politik dengan mendukung gubernur
Sajistan, Abdurrahman al-Asy’ats, menentang kekuasaan Bani Umayyah. Sedangkan Ghailan
al- Dimasyqi di hukum bunuh pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik (105-
125H/724-743M), khalifah dinasti Umayyah kesepuluh. Hukuman bunuh atas Ghailan
dilakukan karena ia terus menyebar luaskan faham qadariyah yang dianggap membahayakan
pemerintah. Ghailan gigih menyebar luaskan faham qadariyah di Damaskus sehingga
mendapat tekanan dari khalifah umar bin Abdul Aziz (717-720M). Meskipun mendapat
tekanan, Ghailan tetap melakukan aktivitasnya hingga umar wafat diganti oleh Yazid II (720-
724M). Baru pada masa pemerintahan Hiyam bin Abdul Malik (724-743M) kegiatan Ghailan
terhenti dengan eksekusi hukuman mati yang di jatuhkan kepadanya.
Latar belakang timbulnya qodariyah ini sebagai isyarat menentang kebijakan politik Bani
Umayyah yang dianggapnya kejam. Apabila fikroh Jabariah berpendapat bahwa khalifah Bani
Umayyah membunuh orang, hal itu karena sudah di takdirkan Allah dan hal ini berarti
merupakan topeng kekejaman Bani Umayyah, maka fikroh qadariah mau membatasi qadar
tersebut.
Mereka mengatakan bahwa Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang
bersalah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat kebaikan. Manusia harus bebas
dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih perbuatan yang baik atau yang buruk.

3
Jika Allah itu telah menentukan lebih dahulu nasib manusia, maka Allah itu zalim. Karena itu
manusia harus merdeka memilih atau ikhtiar atas perbuatannya. Manusia harus mempunyai
kebebasan berkehendak. Pendapat seperti ini adalah sesat. Sebab secara tidak langsung
mereka tidak meyakini bahwa Allah Maha mengatur segalanya dan telah menentukan takdir
manusia. Karena dalam rukun iman pun terdapat poin untuk beriman kepada qodho dan
qodar.

2. Tokoh Pencetus Aliran Qodariyah


Qadariyah mula-mula ditimbulkan pertama kali sekitar tahun 70 H/689 M, dipimpin oleh
seorang bernama Ma’bad al-Juhani dan Ja’ad bin Dirham, pada masa pemerintahan Khalifah
Abdul Malik bin Marwan (685-705 M). Menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan
temannya Ghailan al-Dimasyqi mengambil faham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam
di Irak. Ma’ad al-Juhni adalah seorang tabi’in, pernah belajar kepada Washil bin Atho’,
pendiri Mu’tazilah. Dia dihukum mati oleh al-Hajaj, Gubernur Basrah, karena ajaran-
ajarannya. Menurut al-Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’in yang baik, tetapi ia memasuki
lapangan politik dan memihak Abd al-Rahman ibn al-Asy’as, gubernur Sajistan, dalam
menentang kekuasaan Bani Umayyah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjaj, Ma’bad matter
terbunuh pada tahun 80 H.
Sedangkan Ghailan al-Dimasyqi adalah penduduk kota Damaskus. Ayahnya seorang
yang pernah bekerja pada khalifah Utsman bin Affan. Ia datang ke Damaskus pada masa
pemerintahan khalifah Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H). Ghailan juga dihukum mati
karena faham-fahamnya. Ghailan sendiri menyiarkan faham Qadariyahnya di Damaskus,
tetapi mendapat tantangan dari khalifah Umar ibn Abd al-Aziz. Menurut Ghailan, manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-
perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang
melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Dalam faham ini manusia merdeka dalam tingkah lakunya.
Di sini tak terdapat faham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih
dahulu, dan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya hanya bertindak menurut nasibnya
yang telah ditentukan semenjak azal. Selain penganjur faham Qadariyah, Ghailan juga
merupakan pemuka Murji’ah dari golongan al-Salihiah.

4
Tokoh-tokoh faham Qadariyah antara lain : Abi Syamr, Ibnu Syahib, Galiani al-Damasqi,
dan Saleh Qubbah. Perpecahan dalam Islam sangat erat kaitannya dengan aliran Qadariyah,
karna aliran tersebut dapat dikatakan dari perpecahan itu sendiri, berikut ini adalah tokoh-
tokoh yang termasuk didalamnya tokoh pencetus aliran Qadariyah : Ibnu Sauda' Abdullah bin
Saba' Al-Yahudi Dia adalah seorang Yahudi yang mengaku-ngaku beragama Islam berikut
pengikut dan sekutunya. Ide kotornya pertama kali muncul sekitar tahun 34 H. Ibnu Sauda' ini
memadukan antara faham Khawarij dan Syi'ah. Ma'bad Al-Juhani (meninggal dunia tahun 80
H) Dia meluncurkan pemikiran seputar masalah takdir sekitar tahun 64 H. Ia menggugat ilmu
Allah dan takdirNya. Ia mempromosikan pemikiran sesat itu terang-terangan sehingga banyak
meninggalkan ekses.
Disamping orang-orang yang mengikutinya juga banyak. Namun bid'ahnya ini mendapat
penentangan yang sangat keras dari kaum Salaf, termasuk di dalamnya para sahabat yang
masih hidup ketika itu, seperti Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma. Menurut Al-Zahabi dalam
kitabnya Mizan al-I’tidal, yang dikutip Ahmad Amin dalam Sirajuddin Zar, menerangkan
bahwa ia adalah tabi’in yang dapat dipercaya, tetapi ia memberikan contoh yang tidak baik
dan mengatakan tentang qadar. Lalu ia dibunuh oleh al-Hajjaj karena ia memberontak
bersama Ibnu al-Asy’as. Tampaknya disini ia dibunuh karena soal politik, meskipun
kebanyakan mengatakan bahwa terbunuhnya karena soal zindik. Ma’bad Al-Jauhani pernah
belajar kepada Hasan Al-Bashri, dan banyak penduduk Basrah yang mengikuti alirannya.
Ghailan Ad-Dimasyqi Sepeninggal Ma’bad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang dikenal
juga dengan Abu Marwan. Menurut Khairuddin al-Zarkali dalam Sirajuddin Zar menjelaskan
bahwa Ghailan adalah seorang penulis yang pada masa mudanya pernah menjadi pengikut Al-
Haris Ibnu Sa’id yang dikenal sebagai pendusta.
Ia pernah taubat terhadap pengertian faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu Abdul
Aziz, namun setelah Umar wafat ia kembali lagi dengan mazhabnya. Dialah yang
mengibarkan pengaruh cukup besar seputar masalah-masalah takdir sekitar tahun 98 H. Dan
juga dalam masalah ta'wil, ta'thil (mengingkari sebagian sifat-sifat Allah) dan masalah irja.
Para salaf pun menentang pemikirannya itu. Termasuk diantara yang menentangnya adalah
Khalifah Umar bin Abdil Aziz. Beliau menegakkan hujjah atasnya, sehingga Ghailan
menghentikan celotehannya sampai Umar bin Abdul Aziz wafat. Namun setelah itu, Ghailan
kembali meneruskan aksinya. Ini merupakan ciri yang sangat dominan bagi ahli bid'ah, yaitu

5
mereka tidak akan bertaubat dari bid'ah. Sekalipun hujjahnya telah dipatahkan, mereka tetap
kembali menentang dan kembali kepada bid'ahnya. Ghailan ini akhirnya dihukum mati setelah
dimintai taubat namun menolak bertaubat pada tahun 105 H. Dia mati dihukum oleh Hisyam
‘Abd al-Malik (724-743).
Sebelum dijatuhi hukuman mati diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awza’i yang
dihadiri oleh Hisyam sendiri. Al-Ja'd bin Dirham (yang terbunuh tahun 124H) Dia
mengembangkan pendapat-pendapat sesat pendahulunya dan meracik antara bid'ah Qadariyah
dengan bid'ah Mu'aththilah dan ahli ta'wil. Kemudian ia menyebarkan pemikiran rancu
(syubhat) di tengah-tengah kaum muslimin. Sehingga para ulama Salaf memberi peringatan
kepadanya dan menghimbaunya untuk segera bertaubat. Namun ia menolak bertaubat. Para
ulama membantah pendapat-pendapat Al-Ja'd ini dan menegakkan hujjah atasnya, namun ia
tetap bersikeras. Maka semakin banyak kaum muslimin yang terkena racun pemikirannya,
para ulama memutuskan hukuman mati atasnya demi tercegahnya fitnah (kesesatan). Ia pun
dibunuh oleh Khalid bin Abullah Al-Qasri. Kisah terbunuhnya Al-Ja'd ini sangat mashur,
Khalid berpidato seusai menunaikan shalat 'Idul Adha : "Sembelihlah hewan kurban kalian,
semoga Allah menerima sembelihan kalian, sementara aku akan menyembelih Al-Ja'd bin
Dirham, karena telah mendakwahkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menjadikan
Ibrahim sebagai khalilNya dan Allah tidak mengajak Nabi Musa berbicara ...... dan
seterusnya". Kemudian beliau turun dari mimbar dam menyembelihnya. Peristiwa ini terjadi
pada tahun 124 H. Al-jahm bin Shafwan Sesudah peristiwa itu, api kesesatan sempat padam
beberapa waktu. Hingga kemudian marak kembali melalui tangan Al-Jahm bin Shafwan.
Yang mengoleksi bid'ah dan kesesatan generasi pendahulunya serta menambah bid'ah baru.
Akibat ulahnya muncullah bid'ah Jahmiyah serta kesesatan dan penyimpangan kufur
lainnya yang ditularkannya. Al-Jahm bin Shafwan ini banyak mengambil ucapan-ucapan
Ghailan dan Al-Ja'd, bahkan ia menambah lagi dengan bid'ah ta'thil (penolakan sifat-sifat
Allah), bid'ah ta'wil, bid'ah irja', bid'ah Jabariyah, bid'ah Kalam, dan sebagainya. Al-Jahm
akhirnya dihukum mati pada tahun 128 H Washil bin Atha'dan Amr bin Ubeid. Orang ini
muncul bersamaan di masa Al-Jahm bin Shafwan. Mereka berdua meletakkan dasar-dasar
pemikiran Mu'tazilah Qadariyah.

6
3. Ajaran Aliran Qodariyah
Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya,
ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih
menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatannya.Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan
kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya.Menurut faham Qadariyah, manusia
mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-
perbuatannya.Mereka, kaum Qadariyah mengemukakan dalil-dalil akal dan dalil-dalil naqal
(Al-Qur’an dan Hadits) untuk memperkuat pendirian mereka. Dikemukakan pula dalil dari
ayat-ayat al-Qur’an yang ditafsirkan sendiri oleh kaum Qadariyah sesuai dengan madzhabnya,
tanpa memperhatikan tafsir-tafsir dari Nabi dan sahabat Nabi ahli tafsir. Misalkan mereka
kemukakan:
‫َوقُ ِل ْال َح ُّق ِم ْن َر ِِّب ُك ْم فَ َم ْن شَا َء فَ ْليُؤْ ِم ْن َو َم ْن شَا َء فَ ْليَ ْكفُر‬
Artinya : “Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman maka
berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah”. (QS. Al-Kahfi : 29).
Menurut Qadariyah, dalam ayat ini, bahwa iman dan kafir dari seseorang tergantung pada
orang itu, bukan lagi kepada Tuhan.

4. Sumber Pokok Penyimpangan Aliran Qodariyah


a) Mengingkari takdir Allah Taala dengan maksud ilmu-Nya.
b) Berlebihan/melampaui di dalam menetapkan kemampuan manusia dengan menganggap
mereka bebas berkehendak (iradah). Di dalam perbuatan manusia, Allah tidak
mempunyai pengetahuan (ilmu) mengenainya dan ia terlepas dari takdir (qadar). Mereka
menganggap bahwa Allah tidak mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu kecuali
selepas ia terjadi. Mereka berpendapat bahwa al-Quran itu adalah makhluk. Ini
disebabkan pengingkaran mereka terhadap sifat Allah.
c) Mengenal Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah. Jadi menurut
Faham Qadariyah, Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan tidak
mempengaruhi iman.Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi
keimanannya. Mereka mengemukakan pendapat tentang syurga dan neraka akan musnah

7
(fana'), selepas ahli syurga mengecap nikmat dan ali neraka menerima azab siksa. Akar
Qadariah bersumber dari ketidakmampuan akal mereka dalam memahami qadar Allah,
perintah dan larangannya, janji dan ancamannya, serta mereka mengira hal-hal seperti itu
dilarang untuk difikirkan. Latar belakang timbulnya firqoh Qadariyah ini sebagai isyarat
menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggap kejam dan dzalim
Menurut Dr. Ahmad amin dalam kitabnya Farjul Islam halaman 297/298, pokok-pokok ajaran
Qadariyah itu adalah:
1. Orang yng berdosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin tapi fasik dan orang fasik itu
masuk neraka secara kekal.
2. Allah SWT tidak menciptakan amal perbuatan manusia. Mansuia sendirilah kata mereka,
yang menciptakan segala amal perbuatannya dan karena itulah maka manusia akan
menerima balasan baik (surga) atas segala amalnya yang baik, dan menerima balasan
buruk ( siksa neraka ) atas segala amal perbuatan yang salah dan dosa karena itu pula
maka Allah SWT berhak di sebut adil.
3. Kaum qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik
dan mana ynga tidak baik, walaupun Allah tida menurunkan Agama. Sebab menurutnya
segala sesuatu ada memiliki sifat yang dapat menyebabkan baik atau buruk.Misalnya,
benar itu memiliki sifat-sifat sendiri yang menyebabkan baik, dan juga sebaliknya ialah
bohong itu memiliki sifat sendiri yang menyebabkan buruk. Oleh karena itulah maka
semua orang yang berakal sama-sama menganggap baik atas perbuatan menyantuni fakir
miskin dan menyelamatkan orang yang tenggelam dan semua menganggap buruk
terhadap perbuatan kufur (tidak berterimakasih) atas kebaikan yang di terima dan
memberikan makanan kepada semua orang kaya yang tidak membutuhkan bantuan,
walaupun hal itu semua tidak di ajarkan oleh agama.ra hal-hal seperti itu dilarang untuk
difikirkan.

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Aliran qadariyah mula-mula timbul pada tahun 70 H/689 M. Latar belakang timbulnya
qodariyah ini sebagai isyarat menentang kebijakan politik Bani Umayyah yang
dianggapnya kejam.
2. Tokoh utama Qadariyah adalah Ma’bad Al Juhani Al Bisri. Sedangkan tokoh-tokoh
faham Qadariyah antara lain : Abi Syamr, Ibnu Syahib, Galiani al-Damasqi, dan Saleh
Qubbah.
3. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya,
ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
4. Sumber Pokok Penyimpangan Aliran Qodariyah
a. Mengingkari takdir Allah Taala dengan maksud ilmu-Nya.
b. Berlebihan/melampaui di dalam menetapkan kemampuan manusia dengan
menganggap mereka bebas berkehendak (iradah).
c. Mengenal Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah.

B. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat. Kami sebagai manusia biasa menyadari
bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik dari segi tata bahasa,
susunan kalimat maupun isi. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami selaku
penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Dengan adanya makalah ini kami berharap dapat membantu pembaca dalam
memahami aliran-aliran yang menyimpang dari tauhid yang lurus, khususnya tentang
aliran qodariyah.
Demikian yang bisa disampaikan, semoga makalah ini dapat menambah khazanah
ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat nyata untuk masyarakat luas.

9
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.facebook.com/notes/abdul-qodir-jaelani/faham-qadariyah-latar-belakang-
dan-pemahamannya/549530568478220/
 http://kapanpunbisa.blogspot.co.id/2011/09/aliran-qadariyah.html

10

Anda mungkin juga menyukai