Penganut Qadariyah percaya bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta perbuatannya. Ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Qadariyah menekankan kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatannya.
Tokoh utama aliran Qadariyah adalah Ma’bad Al-Juhani dan temannya Ghailani Al-Dimasyqi. Ma’bad Al-
Juhani adalah tabi;in yang dapat dipercaya tetapi ia memberi contoh yang tidak baik serta berbicara
tentang qadar atau kebebasan berkehendak. Dia pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri. Dia meninggal
pada tahun 80 H, dibunuh oleh Al-Hajjaj karena memberontak bersama Ibnu Al-Asy’ats. Sebagian
pendapat mengatakan bahwa terbunuhnya karena soal zindik.
Sepeninggalan Ma’bad kemudian Ghailani Ibnu Muslim Al-Dimasyqi yang dikenal dengan Abu Marwan
menjadi tokoh Qadariyah. Menurut Al-Zirikli, Ghailani adalah seorang penulis yang pada masa mudanya
pernah menjadi pengikut Al-Harits Ibnu Sa;id yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah mengatakan
tobat terkait paham Qadariyahnya di hadapan Umar bin Abdulah Aziz tetapi setelah Umar wafat ia
kembali dengan mazhabnya.
ketentuan Allah Swt., adapun turunan dari aliran ini adalah Mu’tazilah yang juga menempatkan
al-qur'an, tetapi kemudian beliau di anggap sesat dan membuat pendapat-pendapat yang salah serta
80H.
Tuhan.
kitab ``Syahral 'uyun'' mengakatan bahwa orang yang mula-mula mengembangkan paham
ayat-ayat al-qur'an.
Qodariyah.
Tokoh utama aliran Qadariyah adalah Ma’bad Al-Juhani dan temannya Ghailani Al-Dimasyqi. Ma’bad Al-
Juhani adalah tabi;in yang dapat dipercaya tetapi ia memberi contoh yang tidak baik serta berbicara
tentang qadar atau kebebasan berkehendak. Dia pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri. Dia meninggal
pada tahun 80 H, dibunuh oleh Al-Hajjaj karena memberontak bersama Ibnu Al-Asy’ats. Sebagian
pendapat mengatakan bahwa terbunuhnya karena soal zindik.
Sepeninggalan Ma’bad kemudian Ghailani Ibnu Muslim Al-Dimasyqi yang dikenal dengan Abu Marwan
menjadi tokoh Qadariyah. Menurut Al-Zirikli, Ghailani adalah seorang penulis yang pada masa mudanya
pernah menjadi pengikut Al-Harits Ibnu Sa;id yang dikenal sebagai pendusta. Ia pernah mengatakan
tobat terkait paham Qadariyahnya di hadapan Umar bin Abdulah Aziz tetapi setelah Umar wafat ia
kembali dengan mazhabnya.
Pengertian Qodariyah
Tuhan.
Ada 3 jenis tokoh dalam penyebaran Jabariyah ini, ada sebagai pencetus, penyebar dan moderat (jalan
tengah). Masing-masing dibahas dalam tiap tokohnya yakni sebagai berikut:
Ibnu Taimiyah menukil dari Imam Ahmad: Dikabarkan bahwa ia (Ja’d) berasal dari penduduk Harran.
Darinyalah, Jahm bin Shafwan mereguk madzhab orang-orang yang menafikan sifat Allah. Disana,
terdapat para tokoh Shabiah (agama samawi kuno), filosof, dan sisa orang-orang yang menganut
paganisme, yang menafikan sifat Allah dan perbuatan-perbuatannya.
Ibnu Katsir berpendapat, asal usul Ja’d bin Dirham ialah dari Khurasan, Persia. Kelahirannya tidak
diketahui. Kalau bukan karena bid’ah yang diusungnya, sudah tentu ia tidak menjadi populer. Sejak
kecil, tokoh kesesatan ini tumbuh dalam komunitas yang buruk, yaitu Jazirah Furat. Dalam hal ini, Al
Harawi mengatakan: “Adapun Ja’d, ia orang Jazari tulen. Penisbatan ini mengacu kepada daerah nama
Jazirah, yang terletak antara sungai Dajlah (Trigis) dan Furat (Eufrat), tepatnya di distrik Harran.
Ia seorang maula (bukan Arab asli, mantan budak). As Sam’ani, Az Zabidi dan Ibnu Atsir secara jelas
menyatakan bahwa ia adalah maula Suwaid bin Ghafiah bin Ausajah Al Ju’fi.
Ia wafat karna dihukum pancung oleh Gubernur Kufah yaitu Khalid bin Abdullah Al Qasri. Pada waktu itu
yang berkuasa ialah Khalifah Hisyam bin Abdul Malik yang terkenal dengan ketegasannya terhadap ahli
bid’ah.
Dokrin-dokrinnya adalah : Allah SWT tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti
berbicara, melihat, dan mendengar dan Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Ia berasal dari Kurasan, Persia dan meninggal tahun 131 H dalam suatu peperangan dengan Bani
Ummayah dan dia dibunuh. Pendapat-pendapatnya:
Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak
sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep
iman yang diajukan kaum Murji’ah.
Allah Maha Suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan
melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.
Imam Sa’duddin At Taftazany menyebutkan golongan ini berpendapat bahwa manusia sekai-kali tidak
menguasai dirinya dalam setiap perbuatan, apakah baik atau jahat. Ia tidak mempunyai kebebasan
berkehendak (hurriyatul iradah) dan tidak memiliki kekuasaan untuk berbuat sesuatu.
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najar (wafat 230 H ) pengikutnya disebut An-
Najariyah atau Al-Husainiyah. Di antara pendapat-pendapatnya adalah:
Allah SWT menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia bagian atau peran dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ari. Dengan
demikian, manusia dalam pandangan An-Najar tidak lagi seperti wayang yang gerakannya tergantung
pada dalang, sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Allah SWT tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja
memindahkan potensi hati (ma’rifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya
merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan
perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
Secara tegas, Dirrar mengatakan bahwa satu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara
bersamaan, artinya perbuatan manusia tidak hanya berperan dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatannya.
Mengenai ru’yat Allah SWT di akhirat, Dirrar mengatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat melalui
indera keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah ijtihad.
Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.
LANDASAN HUKUM
Para penganut aliran qadariyah ini bersandar pada salah satu firman Allah yaitu surat Al Kahfi ayat 29
yang berbunyi, "Barang siapa yang menghendaki untuk menjadi orang beriman, maka berimanlah dan
barang siapa yang menghendaki untuk menjadi orang kafir, maka kafirlah".
Sejarah Jabariyah
Aliran Jabariyah timbul di Khurasan Persia, dan Qadariyah di Irak. Paham al-jabar pertama kali
diperkenalkan oleh Ja’ad bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan.
Namun dalam perkembangannya, Paham al-jabar jugadikembangkan oleh tokoh lainnya Al-Husain bin
Muhammad, An-Najjar dan Ja’d bin Dirham. Mengenai munculnya aliran jabariyah ini, para ahli sejarah
pemikiran mengkajinya melalui pendekatan geokultural bangsa Arab. Di antara ahli yang dimaksud
adalah Ahmad Amin. Ia menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun
pasir Sahara memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka kepada
alam Sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Harun Nasution dalam hal ini menjelaskan bahwa bangsa Arab dengan keadaan yang bersifat serba
sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup mereka dengan suasana padang
pasir, dengan panasnya yang terik serta tanah dan gunungnya yang gundul, Dalam dunia yang demikian,
mereka tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keinginan
mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa dalam menghadapi kesukaran hidup
yang timbul. Dalam kehidupan banyak bergantung pada kehendak.Paparan di atas menjelaskan bahwa
bibit paham Jabariyah telah muncul sejak awal periode Islam. Namun, al-jabar sebagai suatu pola pikir
atau aliran yang dianut, dipelajari dan dikembangkan, baru terjadi pada masa pemerintahan Daulah
Bani Umayyah, yakni oleh Ja’d bin Dirham dan Jahm bin Shafwan dan di kembangkan Al-Husain bin
Muhammad, An- Najjar dan Ja’d bin Dirham.
Berkaitan dengan kemunculan aliran Jabariyah, ada yang mengatakan bahwa kemunculannya
diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama
Kristen mazhab Yacobit.
Pengetian Jabariyah
Secara bahasa jabariyah (fatalism) berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan
mengharuskannya melakukan sesuatu. Menurut Harun Nasution jabari- yah adalah paham yang
menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentu- kan dari semula oleh Qadha dan Qadar
Allah. Maksudnya, setiap perbuatan yang diker-jakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia,
tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan kehendak-Nya, manusia tidak mempunyai kebebasan dalam
berbuat, manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).
LANDASAN HUKUM
Al-Anfal ayat 17 :
......dan bukan kamu melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.
ب ِّمن قَ ْب ِل َأن نَّب َْرَأهَا ِإ َّن َذلِكَ َعلَى هَّللا ِ َي ِسي ٌر
ٍ ض َواَل فِي َأنفُ ِس ُك ْم ِإاَّل فِي ِكتَا
ِ ْصيبَ ٍة فِي اَأْلر
ِ اب ِمن ُّم
َ صَ َما َأ
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah
tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.
QS. Al-Insan 30 :
ً َو َما تَشَاُؤ ونَ ِإاَّل َأن يَشَا َء هَّللا ُ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعلِيما ً َح ِكيما
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Makhluk tidak boleh mempunyai sifat sama dengan sifat Tuhan, dan kalau itu terjadi, berarti
menyamakan Tuhan dengan makhluknya. Mereka menolak keadaan Allah Maha Hidup dan Maha
Mengetahui, namun ia mengakui keadaan Allah Yang Maha Kuasa. Allahlah yang berbuat dan
menciptakan, oleh karena itu, makhluk tidak mempunyai kekuasaan.
Manusia tidak memiliki kekuasaan sedikit juapun, manusia tidak dapat dikatakan mempunyai
kemampuan (Istitha`ah). Perbuatan yang tampaknya lahir dari manusia bukan dari perbuatan manusia
karena manusia tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai keinginan dan tidak mempunyai pilihan
antara memperbuat atau tidak memperbuat.
Semua perbuatan yang terjadi pada makhluk adalah perbuatan Allah dan perbuatan itu disandarkan
kepada makhluk hanya penyandaran majazi. Sama seperti kata pohon berbuah, air mengalir, batu
bergerak, matahari terbit dan tenggelam dan biji-bijian tumbuh dan sebagainya.
persamaan : sama-sama menyimpang dari ajaran Allah. Qadariyah dan Jabariyah ini adalah sama-sama
aliran kepercayaan (teologi) sesuai dengan konteks-politik yang terjadi.
perbedaan : Aliran Jabariyah adalah Kelompok atau yang hanya bertawakkal kepada Allah, dan yang
menafikan ikhtiar Karena semua perbuatan manusia telah ditetapkan oleh Allah. Aliran ini akan
berdampak pada pemahaman yg mengantarkan manusia bersikap apatis, pesimis dalam menjalankan
sesuatu. Aliran Jabariyah ini berpendapat bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh qadha dan qadar Tuhan. Segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang
timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan atas dirinya. Sedangkan aliran
qadariyah adalah kelompok atau aliran yang menafikan takdir, hanya melakukan ikhtiar namun
melupakan tawakkal kepada Allah Aliran ini akan berdampak pada sikap kesombongan yang menafikan
salah satu sifat tuhan yang Esa. aliran Qadariyah yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
perbuatannya, la dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Manusia
mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat
buruk maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang
dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.