Anda di halaman 1dari 5

Ilmu Kalam

(Sejarah Munculnya Aliran Qadariyah, Pokok Pemikirannya, dan Tokoh tokohnya)


Dosen Pengampu: Ustadz Muhammad Ali Azmi Nasution M.Ag
Anggota Kelompok:
Fachri Naldi Abdillah (0403222266)
Ganis Kartika Nazwa (0403222247)

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qadariyah
Kata qadariyah berasal dari kata qadara yang bermakna pencapaian
segala sesuatu. Hal ini bermakna bahwa adanya kemampuan/daya untuk
mencapai segala sesuatu. Adapun maksud dari aliran qadariyah adalah
kaum yang memandang perbuatan-perbuataan mereka diwujudkan oleh
daya upaya mereka sendiri tanpa adanya ikut campur kuasa/daya upaya
sang Pencipta (Allah).
Secara eksplisit dapat dikatakan bahwa aliran qadariyah beranggapan
bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam
menentukan jalan hidupnya. Sehingga manusia mempunyai kebebasan dan
kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam
istilah inggris dikenal free will dan free act. Paham aliran ini juga
digunakan oleh beberapa aliran teologi lainnya. Seperti aliran Mu‟tazilah,
karena dalam sistem teologi mereka manusia dipandang mempunyai daya
yang besar lagi bebas. Statemen di atas sejalan dengan salah satu golongan
Mu‟tazilah yaitu kelompok Hudzailiyah yang berpendapat bahwa
seseorang berkuasa atas segala perbuatannya. Namun, aliran ini
membedakan antara upaya manusia dan upaya sang Khaliq. Baginya
manusia berkuasa atas perbuatannya adalah dalam hal-hal yang berkenan
dengan kehidupan sehari-hari saja. Seperti menentukan berbagai macam
warna, bentuk-bentuk makanan, dan mengenal bau-bauan. Sedangkan
dalam hal-hal yang tidak dapat manusia ketahui kaifiyatnya (proses
sesuatu), maka tidak boleh menyandarkan daya upaya tersebut kepada
kuasa seorang hamba. Seperti proses kehidupan dan kematian. Jika hal hal
tersebut disandarkan pada kuasa manusia, maka ia dianggap telah berbuat
syirik.

B. Sejarah Munculnya Aliran Qadariyah


Berdasarkan pendapat para teologi Islam sejarah pertama kali
munculnya paham aliran ini tidak diketahui. Namun jika ditilik ulang pada
zaman Bani Umayyah dapat diketahui. Pada masa pemerintahan Bani
Umayyah telah muncul dua aliran. Keduanya muncul karena
menpermasalahkan tentang perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia.
Aliran pertama disebut mazhab al-Jabbar. Mazhab ini berpendapat bahwa
manusia sebagai makhluk tidak ada kauasa untuk memilih perbuatan apa
yang akan dikerjakannya. Adapun aliran kedua disebut mazhab al-Ikhtiar.
Doktrin mazhab ini berbeda dengan doktrin mazhab yang pertama. Mereka
berpendapat bahwa manusia bebas dan berhak memilih perbuatan apa
yang akan dikerjakan untuk kehidupannya. Paham aliran yang kedua
dicetuskan oleh Ghailān al-Damasyqῑ.
Ada pula yang berpendapat bahwa munculnya paham aliran
qadariyah diusung oleh Ma‟bad al-Juhanῑ dan temannya Ghailān. Menurut
Ibn Nabatah kedua tokoh tersebut mengambil paham ini dari seorang
Kristen yang masuk Islam di Irak. Setelah itu Ma‟bad memasuki ranah
polotik dengan memihak kepada „Abd al-Rahman Ibn al-Asy‟ats, seorang
gubernur Sajistan dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Kemudian
terjadilah pertempursn antara dirinya dengan al-Hajjaj hingga ia mati
terbunuh. Adapun temannya, Ghailan terus menyiarkan paham
qadariyahnya di Damaskus, tetapi mendapat tantangan dari khalifah Umar
bin Abdul Azῑz. Setelah Umar wafat ia melanjutkan kegiatannya yaitu
menyebarkan paham alirannya. Namunbanyak pihak yang meentang
dengan terssebarnya paham aliran tersebut, hingga akhirnya ia dihukum
mati oleh Hisyam Abdul Malik.
Pada awalnya, masyarakat sebelum Islam sangat terlihat sekali bahwa
paham jabariah mendominasi pemikiran dan tingkah laku mereka. Hal ini
terlihat bahwa bangsa Arab pada waktu itu bersifat serba sederhana dan
jauh dari pengetahuan. Hingga secara “paksa” menyebabkan mereka
menyesuaikan hidupnya dengan suasana padang pasir dengan panas yang
terik serta tanah, dan gunungnya yang gundul. Dalam dunia yang
demikian, mereka tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan
disekelilingnya sesuai keinginan mereka sendiri. Mereka merasa lemah
dan tidak berkuasa dalam menghadapi kesulitan-kesulitan seperti itu.
Kehidupan sehari-hari mereka digantungkan pada alam. Sehingga al inilah
yang membawa mereka pada sikap fatalistis (pasrah). Oleh karena itu,
ketika paham aliran qadariyah masuk kedalam golongan masyarakat
mereka yang dibawa oleh orang-orang Islam dari luar daerah mereka, hal
itu memunculkan kekacauan dalam pemikiran mereka. Mereka
memandang bahwa pemahaman qadariyah adalah pemahaman yang salah
dalam agama Islam. Hingga mereka menganggap bahwa orang-orang yang
memiliki paham aliran qadariyah adalah orang- orang Majusi, yaitu orang-
orang yang sesat.

C. Ajaran Pokok Pemikiran Aliran Qadariyah


Para penganut aliran qadariyah percaya, bahwa manusia memiliki
kuasa terhadap segala perbuatannya sendiri. Mereka juga percaya, bahwa
manusia yang mewujudkan perbuatan baik, atas kehendak serta kekuasan
dirinya sendiri. Manusia pula yang melakukan maupun menjauhi seluruh
perbuatan jahat atas kemauan maupun kemampuannya sendiri. Dalam
aliran qadariyah, para pengikutnya memiliki paham bahwa manusia adalah
makhluk merdeka yang bebas bertindak. Paham aliran qadariyah juga
menolak bahwa nasib manusia telah ditentukan oleh Tuhan sejak azali,
serta manusia berbuat maupun beraktivitas hanya dengan mengikuti atau
menjalani nasib yang telah ditentukan tersebut.
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam, menyebut pokok-
pokok ajaran qadariyah sebagai berikut :
1. Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlah mukmin,
tapi fasik dan orang fasik itu masuk neraka.
2. Allah Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan
manusia lah yang menciptakannyadan karena itulah maka manusia
akan menerima pembalasan baik (surga) atas segala amal baiknya,
dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas segala amal
perbuatannya yang salah dan dosa karena itu pula, maka Allah
berhak disebut adil.
3. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu Maha Esa atau Satu
dalam arti bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu,
kudrat, hayat, mendengar dan melihat yang bukan dengan zat nya
sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu mengetahui, berkuasa,
hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya.
4. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah
tidak menurunkan agama. Sebab, katanya segala sesuatu ada yang
memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk.

D. Tokoh- tokohnya Aliran Qadariyah


Tokoh yang berperan sebagai pendiri aliran qadariyah ialah Ma‟bad Al
Juhani dan Ghaylan Al Dimasyqi. Nama pertama yaitu Ma‟bad Al Juhani
tercatat lebih senior dibandingkan nama kedua.Ma‟bad Al Juhani lahir di
Basrah dan wafat pada 80 Hijriah atau 699 M. Ia termasuk dalam generasi
tabiin. Ma‟bad dikenal pun sebagai seorang ahli hadis. Sedangkan
Ghaylan lahir di Damaskus dan dikenal sebagai seorang orator sekaligus
ahli debat, Ghaylan wafat pada tahun 105 H atau 722 M.Aliran qadariyah,
dipelopori oleh kedua tokoh tersebut mulai muncul usia adanya pergantian
kekhalifahan Rasyidin di Dinasti Umayyah. Tepatnya pada era usai terjadi
perpecahan umat Islam, karena Khalifah Ali bin Abi Thalib terbunuh lalu
Muawiyah bin Abu Sufyan naik takhta dan menjadi khalifah pertama di
Dinasti Umayyah.Pada masa itu, banyak masyarakat muslim yang tidak
setuju dengan gaya politik Muawiyah karena dinilia bertolak jauh dari
masa pemerintahan kekhalifahan Rasyidin. Muawiyah sebagai khalifah
sering kali memojokan para oposisi politiknya. Bahkan atas kuasa dari
anaknya yaitu Yazid bin Muawiyah dan cucu Rasul serta Husein bin Ali
dibantai di Karbala. Pada kekhalifahan Muawiyah pula, para penganut
aliran qadariyah diburu habis-habisan. Para tokoh dipenjara hingga
dihukum mati, karena aliran qadariyah berbeda pandangan dengan aliran
jabariyah yang saat itu memiliki pandangan yang sama dengan Muawiyah.

Anda mungkin juga menyukai