Anda di halaman 1dari 24

ALIRAN QADARIYAH

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Kalam”

Dosen pengampu : Dr. H. Rumbang Sirojudin, M.A.

Disusun oleh kelompok 4/PAI 2B:

Sri Ayu Rahmawati (221210049)

Tazkia Jacinda.N (221210052)

M. Robani Bilal.AL (221210053)

M. Hadi Izharudin (221210060)

Rissa Andriyani (221210061)

Fina Fihrina.K (221210065)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLSM FAKULTAS

TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM

NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN

2022 M/1444 H
A. PENDAHULUAN

Agama Islam sangat menjungjung tinggi akal, dengan adanya akal


manusia mampu membedakan mana yang salah dan yang benar. Termasuk
dalam hal ini Islam yang dibawa Nabi Muhammad menjadikan akal sebagai
salah satu media dalam mempelajari kitab suci Al-Qur'an dan merasionalkan
keadaan social sekitar. Pada masa Rasulullah, belum ada aliran yang muncul
dan perbedaan pendapat yang mencolok, hal ini didasari karena pada masa
itu hanya Rasulullah yang dirasa mampu untuk memecahkan berbagai
permasalahan yang ada. Setelah Rasulullah wafat, baru munculah perbedaan
pemahaman terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah yang menimbulkan konflik.
Dilantiknya Utsman bin Affan sebagai khalifah yang ke-3 menimbulkan
ketidakserangan dari berbagai pihak, sehingga puncaknya adalah dengan
terbunuhnya Utsman. Konflik yang muncul sejak awal tidak hanya berhenti
disitu saja, diangkatnya Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah yang ke-4
membuat Muawiyah ibn Sufyan tidak puas dan akhirnya menyebabkan
perpecahan diantara umat islam. Puncaknya ketika kubu Ali bin Abi Thalib
dan kubu Muawiyah ibn Sufyan bertemu di medan perang yang dinamakan
sebagai Perang Siffin.

Munculnya aliran aliran awal seperti Khawarij dan Syi'ah memberikan


gambaran bahwa kondisi social masyarakat pada masa itu tidak begitu stabil.
Perbedaan pemahaman terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah menjadikan
khazanah theological islam menjadi lebih beragam, tapi dilain sisi juga
sebagai wujud saling klaim kebenaran sehingga islam akhirnya terpecah
menjadi beberapa aliran termasuk yang akan dibahas dalam makalah ini
yaitu Aliran Qodariyah.

2
B. ALIRAN QADARIYAH
1. Latar Belakang Munculnya Aliran Qadariyah

Qadariyah (‫ )قدرية‬adalah sebuah ideologi di dalam akidah Islam


yang muncul pada pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak
Kelompok ini memiliki keyakinan mengingkari takdir, yaitu
bahwasanya perbuatan makhluk berada di luar kehendak Allah dan juga
bukan ciptaan Allah Para hamba berkehendak bebas menentukan
perbuatannya sendiri dan makhluk sendirilah yang menciptakan amal
dan perbuatannya sendiri tanpa adanya andil dari Allah SWT.

Ideologi Qadariyah murni adalah mengingkari takdir. Yakni


tidak ada takdir, semua perkara yang ada merupakan sesuatu yang baru
(terjadi seketika), di luar takdir dan ilmu Allah SWT. Allah baru
mengetahuinya setelah perkara itu terjadi. Namun paham Qadariyah
yang murni dapat dikatakan telah punah, akan tetapi masih bisa
dijumpai derivasinya pada masa sekarang, yaitu mereka tetap meyakini
bahwa perbuatan makhluk adalah kemampuan dan ciptaan makhluk itu
sendiri, meskipun kini menetapkan bahwa Allah sudah mengetahui
segala perbuatan hamba tersebut sebelum terjadinya. Imam al-Qurthubi
berkata, "Ideologi ini telah sirna, dan kami tidak mengetahui salah
seorang dari muta'akhirin (orang sekarang) yang berpaham dengannya.
Adapun Al-Qadariyyah pada hari ini, mereka semua sepakat bahwa
Allah Maha Mengetahui segala perbuatan hamba sebelum terjadi,
namun mereka menyelisihi As-Salafush Shalih (yaitu) dengan
menyatakan bahwa perbuatan hamba adalah hasil kemampuan dan
ciptaan hamba itu sendiri. 1

Jika kita lihat dari segi bahasa Qadariyah berasal dari bahasa
Arab, yaitu kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Dalam
bahasa Inggris qadariyah ini diartikan sebagai free will and free act,

1
Jamaluddin, ILMU KALAM Khazanah Intelektual Pemikiran dalam Isalam, Tembilahan:
PT. Indragiri Dot Com, 2020, h.79-86.

3
bahwa manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatan dengan
kemauan dan tenaganya. Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip
oleh: Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah
mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan. perbuatan
Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan,
yakni baik dan buruk. Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat
diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan
tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang
mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma'bad
al-Jauhani dan Ghilan ad- Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.

Ditinjau dari segi politik, yakni pada masa Mu'awiyah bin Abi
Sofyan dan Daulah Bani Umayyah. Setelah Ali bin Abi Thalib
meninggal tahun 40 H, Mu'awiyah menjadi penguasa Daulah Islamiyah.
Untuk mempertahankan kekuasaannya, dia menggunakan berbagai
cara, khususnya dalam menumpas para oposisinya. Bahkan almarhum
Ali bin Abi Thalib sering dicaci oleh Mu'awiyah tatkala mereka
melakukan pidato-pidato termasuk dalam khotbah Jum'at. Para ulama
tidak setuju dengan cara tersebut. Namun, para ulama tersebut tidak bisa
berbuat apa-apa. Untuk menutupi hal semacam itu dan untuk menghibur
dirinya lalu mereka mengembalikan segala sesuatu kepada Allah Swt.,
bahwa semua yang terjadi adalah kehendak-Nya. Isu seperti inilah yang
diambil dan digunakan Mu'awiyah untuk membenarkan semua
tindakannya bahwa semua yang telah mereka lakukan itu juga karena
kehendak Allah Swt.2

Tentang kapan munculnya Qadariyah dalam Islam, tidak dapat


diketahui secara pasti. Ada beberapa ahli teologi Islam yang
menghubungkan faham Qadariyah ini dengan kaum Khawarij.
Pemahaman mereka (kaum khawarij) tentang konsep iman, pengakuan

2
Aminudin, Akidah Akhlak, Jakarta: BA Printing, 2021, h.28.

4
hati dan amal dapat menimbulkan kesadaran bahwa manusia mampu
sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya sendiri. Menurut
Ahmad Amin seperti dikutip Abuddin Nata, berpendapat bahwa faham
Qadariyah pertama sekali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan
Ghailan Ad Dimasyqy. Sementara itu Ibnu Nabatah dalam kitabnya
Syarh Al-Uyun, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali
memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semula
beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama
Kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini.
Orang Irak yang dimaksud, sebagaimana dikatan Muhammad Ibnu
Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai, adalah Susan.3

Tidak di ketahui secara pasti kapan munculnya paham Qadariah


ini, namun munculnya sebagai persoalan teologi didasari oleh faktor
internal dan eksternal. Secara internal, Paham Qadariah lahir sebagai
reaksi dari paham Jabariah yang telah berkembang pada masa dinasti
Umayyah. Paham ini cenderung melegtimasi perbuatan maksiat,
perbuatan sewenang, perbuatan aniaya dan sebagainya. Bahkan paham
ini telah dianut oleh peguasa Bani Umayyah yang cenderung dalam
kezaliman untuk membenarkan tindakan tindakan mereka, seperti yang
di saksikan Gilan al-Dimasyqy (tokoh paham Qadariah) ketika menjabat
sebagai sekertaris Negara dalam pemerintahan Umayyah di Damaskus.

la menyaksikan kemerosotan dari sudut agama, kemewahan


istana, sementara rakyat kelaparan, penin- dasan terhadap rakyat dan
sebagainya. Bila diingatkan mengapa melakukan hal itu, dan harus
mempertanggung jawabkan di hadapan ummat, dan di akhirat kelak,
mereka menolak dan mengatakan kami tidak bisa dimintai
pertanggungjawaban atas tindakan kami, sebab Tuhanlah yang
menghendaki semua itu. Berdasarkan 126 kasus tersebut, muncullah

3
Abu Bakar, ILMU KALAM MA KEAGAMAAN KELAS XII, Jakarta: Direktorat KSKK
Madrasah, 2020, h.47.

5
paham Qadariah sebagai reaksi keras dengan mengatakan manusialah
yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya dengan kemauan dan tena-
ganya sendiri.

Sedangkan faktor eksternal yang menyebabkan munculnya


paham Qadariah, yakni pada waktu yang sama (masa Bani Umayyah),
kaum muslimin atau orang-orang Arab bercampur dan berinteraksi
dengan berbagai macam pemikiran dan pendapat asing, sehingga tidak
aneh jika hal itu mengarahkan mereka pada persoalan-persoalan yang
sebelumnya tidak pernah terbetik dalam dalam hati mereka. Kemudian
kaum muslimin mulai memecahkan persoalan mereka dengan metode
yang di sesuaikan dengan keyakinan hati mereka. Dialog itu dapat
disimpulkan bahwa semua manusia tidak dapat melakukan sesuatu
kecuali dengan pertolongan Allah SWT. Kalau begitu di mana posisi
kebebasan kehendak dalam diri manusia.

Dialog tersebut terjadi di Damaskus (markas Agama Kristen)


dan tersebar ke Basrah (pintu gerbang kebudayaan Islam), di samping
itu dari Romawi Timur, 129 salah satu kecenderungan budaya Romawi
adalah suka berdiskusi, berdebat dengan menggunakan dalil-dalil logika
kebiasaan tersebut berlanjut ketika berada di wilayah kekuasaan
khalifah. Kebiasaan seperti itulah yang di kembangkan di tengah-tengah
ummat Islam sebagai pemicu munculnya paham Qadariah.

Masalah ikhtiar manusia menjalar dari Kristen di Damaskus dan


Basrah yang berpindah kepada Islam yang dikembangkan oleh Ma'bad
al-Jauhani dan Ghilan al- Dimasyqy W. Montgomery Watt menemukan
dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat
dalam Kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh
Hasan al-Basri sekitar tahun 700 M. Dengan disebutkannya Ma'bad al-
Juhani pernah berguru dengan Hasan al-Basri pada keterangan az-
Zahabi dalam kitab Mizan al-l'tidal, maka sangat mungkin paham
Qadariah mula-mula dikenalkan oleh Hasan al-Basri dalam bentuk

6
kajian-kajian kelslaman, kemudian dicetuskan oleh Ma'bad al-Juhani
dan Ghailan ad- Dimasyqi dalam bentuk aliran (institusi).

2. Sekte-Sekte Dalam Aliran Qadariyah


a. Terminologi Qadariyah

Pengertian Qadariyah secaras etimoligi, berasal dari bahasa


Aarab, yaitu “qadaro” yang bemakna kemampuan dan kekuatan.
Sedangkan secara terminologi "Qadariyyah" adalah suatu aliran
yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh
Allah.

Sekte berpandangan bahwa tiap-tiap manusia adalah pencipta


bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih
menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbutan-perbutannya.

Menurut Harun Nasution alira Qadariyah berasal dari pengertian


bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, akan tetapi bukan berarti manusia
terpaksa untuk tunduk kepada qudrah Tuhan, qadar dipergunakan
untuk menamakan orang yang mengakui qadar yang melakukan
kebaikan dan keburukan-yang pada hakikatnya hanya kepada Allah
SWT.4

Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr.


Hadariansyah, orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah
mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan

4
Aminol Rosid Abdullah, TEOLOGI ISLAM: Memahami Ilmu Kalam dari Era Klasik hingga
Kontemporer, Batu: Literasi Nusantara, 2021, h. 32.

7
perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua
perbuatan, yakni baik dan buruk.5

Dalam hal ini Ali bin Nayif al-Syahud dengan mengutip


pernyataan kelompok Qadariyyah, menyatakan:

‫ إن‬: ‫ ويقولون‬، ‫ وإمنا العباد هم اخلالقون هلا‬، ‫إن أفعال العباد ليست خملوقة اهلل‬

‫الذنوب الواقعة ليست واقعة مبشيئة اهلل‬

“Sesungguhnya perbuatan manusia (menurut kelompok


Qadariyyah) bukanlah ciptaan Allah, melainkan aktifitas tersebut
tiada lain adalah kreatifitas independen mereka sendiri, oleh sebab
itu adanya dosa datangnya bukan dari Allah.”

b. Embrio Munculnya Faham Qadariyah

Sejarah lahirnya sekte Qadariyah tidak dapat diketahui secara


pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menu-
rut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan
bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma'bad al-Jauhani
dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.

Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang


dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen,
kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen.
Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu
Syu'ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain
yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-
Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri
sekitar tahun 700M.

5
Faisol Nasar Bin Madi, ILMU KALAM, Jember: IAIN Jember Press, 2015, h. 85-89.

8
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai
isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran
Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan,
bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah
dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab
dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung
dalam Muktazilah.

c. Ajaran-Ajaran Qadariyah

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran


Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya.
Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak
dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan
atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya
sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup
mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat ber- kuasa atas segala
perbuatannya.

Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan


atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk
melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat
baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran
kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat
dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu
didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan.
Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan
balasannya sesuai dengan tindakannya.

Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda


denga konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu,
yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah

9
ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap
dirinya. Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang
diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak
azali, yaitu hukum yang dalam istilah Alquran adalah sunnatullah.6

Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir


yang tidak dapat diubah. Manusia dalam demensi fisiknya tidak
dapat bebruat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya
manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan
yang mampu berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak
mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang
seratus kilogram.

Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk


menyandarkan perbuatan kepada Allah. Di antara dalil yang mereka
gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara dan
mendukung paham itu:

ٌ ‫ين يُْل ِح ُدو َن ِِف آيَاتِنَا ََل ََْي َف ْو َن َعلَْي نَا أَفَ َم ْن يُْل َقى ِِف النا ِر ََْي‬ ِ ِ
َ ‫إن الذ‬
ِ ‫أَم من يأِِْت ِآمنًا ي وم الْ ِقيام ِة ْاعملُوا ما ِشْئتُم إِنه ِمبَا تَعملُو َن ب‬
‫صي‬ َ َْ ُ ْ َ َ َ َ َ َْ َ َْ ْ
“Kerjakan apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia maleihat apa
yang kamu perbuat”. (QS. Fush-Shilat:40).

ِِ ِ ِ ِ ْ ‫وقُ ِل‬
َ ‫اْلَ ُّق م ْن َربِّ ُك ْم فَ َم ْن َشاءَ فَ ْليُ ْؤم ْن َوَم ْن َشاءَ فَ ْليَ ْك ُف ْ ٌ إِنا أ َْعتَ ْدنَا للظالم‬
‫ني نَ ًارا أَ َحا َط‬ َ
‫اب َو َساءَ ْ ُم ْ ٌتَ َف ًقا‬ ٍ ِ
ِ َ ‫ِبم س ٌادقُ َها وإِ ْن يستَغيثُوا ي غَانُوا ِمبَاء َكالْم ْه ِل ي ْش ِوي الْوج‬ ِ ِِ
ُ ٌ َ‫س الش‬
َ ‫وه بْئ‬ ُُ َ ُ ُ َْ َ َُ ْ

6
Muchotob Hamzah, PENGANTAR STUDI ASWAJA AN-NAHDILIYAH, Yogyakarta: LKIS,
2017, h. 29-30.

10
Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya
Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang
gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang
mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling
buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (al-Kahfi :29)

‫َصْبتُ ْم ِمثْ لَْي َها قُ ْلتُ ْم أََّن َه َذا قُ ْل ُه َو ِم ْن ِعْن ِد أَنْ ُف ِس ُك ْم‬ ِ
َ ‫َصابَْت ُك ْم ُمصيبَة قَ ْد أ‬َ ‫أ ََولَما أ‬
ٌ ‫إِن اللهَ َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِدي‬
"dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan
Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat
kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata:
"Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari
(kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu". (QS.Ali Imran:165)

َّ‫ني يَ َديْ ِه َوِم ْن ََ ْل ِف ِه ََْي َفظُونَهُ ِم ْن أ َْم ِ ٌ الل ِه إِن اللهَ ََل يُغَيِّ ُ ٌ َما بَِق ْوٍم َح‬
ِ ْ َ‫لَهُ ُم َعقِّبَا ِم ْن ب‬
‫يُغَيِّ ُ ٌوا َما بِأَنْ ُف ِس ِه ْم َوإِ َذا أ ََر َاد اللهُ بَِق ْوٍم ُسوءًا فَ ََل َمَ ٌد لَهُ َوَما َهلُ ْم ِم ْن‬

‫ُدونِِه ِم ْن َو ِال‬

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya


bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas
perin- tah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan

11
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada
pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia. (QS.Ar-R'd:11)

3. Tokoh-Tokoh Pendiri Dan Ciri Khas Faham Aliran Qadariyah


a. Ma’bad al-Jauhani

Ma’abad al-Jauhani adalah orang peratma yang menyerukan


paham Qadariyah. Ia lahir di Basrah kemudian berkunjung ke
Damaskus dan Madinah. Di dua kota inilah ia menantang kejahatan
dan kezaliman yang dilakukan oleh sebagian Khalifah Bani
Umayyah. Akhirnya ia terbunuh oleh al-Hajjaj. Adapun
pendapatnya yaitu ia mengatakan bahwa semua perbuatan manusia
di tentukan oleh dirinya sendiri. Kalau Tuhan adil maka Tuhan akan
menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala orang yang
berbuat baik, karena itu manusia harus bebas dalam menentukan
nasibnya dengan memilih perbuatan yang baik atau buruk (free will).

Seiring perjalanan penyebaran paham ini, Ma'bad al-Juhani


terlibat dalam gerakan politik menentang pemerintahan Umayyah.
Beliau memihak kepada 'Abdurrahman ibn al-Asy'as, Gubernur
Sajistan wilayah kekuasann Bani Umayyah. Pada satu pertempuran,
Ma'bad al-Juhani terbunuh pada tahun 80 H. Ghailan ad- Dimasyqi
menjadi penerus aliran Qadariyah pasca terbunuhnya Ma'bad al
Juhani Paham ini menyebar luas ke wilayah Damaskus, namun
mendapat larangan dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz Setelah
Umar bin Abdul Aziz wafat, penyebaran paham ini dapat
berlangsung lama, tapi Ghailan dihukum mati oleh Khalifah Hisyam
bin Malik (724-743 M). Ada dialog singkat sebelum dia dibunuh:
“Manusia berkuasa atas perbuatan perbuatannya, manusia

12
sendirilah yang melakukan perbuatan perbuatan baik atas kehendak
dan kekuasaannya sendiri. Dan manusia sendiri yang melakukan
atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan daya
sendiri”.

b. Ghailan al-Dimasyaqy

Ghilan ini seorang orator yang handal, juru debat yang mahir la
hidup di Damaskus dekat dangan Bani Umayyah, tetapi hal ini tidak
menghalanginya untuk menentang pemerintahan Umayyah. Paham
ini segera mendapat pengikut, sehingga terpaksa Khalifah Hisyam
bin Abdul Malik mengambil tindakan kekerasan dengan
membunuhnya.

‫ٱْلَ ُّق ِمن ربِّ ُك ْم ۖ فَ َمن َشاۖءَ فَ ْليُ ْؤِمن َوَمن َشاۖءَ فَ ْليَ ْك ُف ْ ٌ ۖ إِناۖ أ َْعتَ ْدنَا‬
ْ ‫َوقُ ِل‬

‫َحا َط ِبِِ ْم ُسَ ٌ ِادقُ َها ۖ َوإِن يَ ْستَغِيثُواۖ يُغَاثُواۖ ِمبَاۖ ٍء َكٱلْ ُم ْه ِل يَ ْش ِوى‬ ِ َِّٰ ِ
َ ‫ني نَ ًارا أ‬
َ ‫للظلم‬
‫اب َو َساۖءَ ْ ُم ْ ٌتَ َف ًقا‬ ِ َ ‫ٱلْوج‬
ُ ٌ َ‫س ٱلش‬
َ ‫وه ۖ بْئ‬ ُُ

Artinya: Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu;


Maka Barangsiapa yang ingin (bermain) hendaklah ia bermain, dan
Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir”. Sesungguhnya
kami telah sediakan bagi orang-orang zalim itu neraka, yang
gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum
dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka.
Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling
jelek. (QS. Al-Kahfi: 29).

Menurut paham aliran Qadariyah, ayat di atas dipahami bahwa


manusia sendirilah yang berbuat dosa, tidak ada campur tangan
Tuhan di dalamnya, jika Tuhan ikut campur di dalamnya, maka
Tuhan sudah menganiaya hambanya. Dalam sejarah teologi Islam

13
selanjutnya, paham Qadariyah banyak diadopsi oleh aliran
Mu'tazilah yang sangat memberi otoritas tinggi terhadap akal.

4. Gerakan Kaum Qadariyah

Ibnu Nabatah dalam kitab Syarh al-Uyun, seperti dikutip


Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali
memunculkan faham Qadarīyah adalah orang Irak yang semula
beragama Kristen kemudian masuk Islam dan balik lagi ke agama
Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad dan Ghāilan mengambil faham
ini Orang Irak yang memperoleh informasi dari Al-Auzai, adalah
Susan dari penjelasan di atas, dapat dikatakan, bahwa lahirnya
paham Qadarīyah dalam Islam dipengaruhi oleh paham bebas yang
berkembang dikalangan pemeluk agama Masehi, dalam hal ini Max
Horten dalam bukunya “die Philosophie des Islam”. Ia menyatakan
bahwa “Teologi Masehi di dunia Timur pertama-tama menetapkan
kebebasan manusia dan bertanggung jawabnya yang penuh dalam
segala tindakannya. Karena dalil-dalil pendapat ini memuaskan
golongan bebas Islam, (Qadarīyah), maka mereka perlu
mengambilnya.7

Menurut pemahaman Qodariyah, manusia memiliki kendali


atas perbuatannya. Manusia sendiri melakukan setiap perbuatan
besar dan perbuatan buruk atas kehendaknya sendiri, kekuatan tanpa
akhir. Dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Qodariyah pada
dasarnya berpandangan bahwa setiap orang bertindak menurut
kehendak bebasnya sendiri. Mamisia bertanggung jawab dan dapat
bertindak sesuka hatinya. melakukan hal baik atau buruk.
Akibatnya, dia memiliki hak istimewa untuk diberi kompensasi atas
perbuatan baik yang telah dia lakukan dan lebih jauh lagi memiliki
pilihan untuk dihukum atas pelanggaran yang dia lakukan.

7
Sidik, REFLEKSI PAHAM JABARIYAH DAN QADARIYAH, Palu: IAIN Palu, 2016, h. 282.

14
Ajaran pokok Qadariyah, sebagaimana dikemukakan Gailan
adalah bahwa manusia mempunyai kekuasaan atas perbuatan-
perbuatannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik
atau jelek atas kemauan dan kekuasaan serta daya yang ada pada
dirinya. Jadi, menurut paham ini manusia merdeka dalam tingkah
lakunya. Dari prinsip-prinsip ini, paham Qadariyah menolak paham
yang menyatakan bahwa manusia dalam perbuatan-perbuatannya
hanya bertindak menurut nasibnya yang telah ditentukan semenjak
azali.8
Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia
dinyatakan sebagai makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk
yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Posisi manusia
demikian tidak terdapat di dalam paham Jabariyah. Akibat dari
perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan lebih pasti
berkembang di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.9

8
Amin Syukur, Teologi Islam Terapan, Solo: Tiga Serangkai, 2003, h. 130.
Ris’an Rusli, TEOLOGI ISLAM, Jakarta: KENCANA, 2015, h. 43.
9

15
C. KESIMPULAN

Qadariyah (‫ )قدرية‬adalah sebuah ideologi di dalam akidah Islam yang


muncul pada pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak Kelompok
ini memiliki keyakinan mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan
makhluk berada di luar kehendak Allah dan juga bukan ciptaan Allah Para
hamba berkehendak bebas menentukan perbuatannya sendiri dan makhluk
sendirilah yang menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa adanya
andil dari Allah SWT.

Jika kita lihat dari segi bahasa Qadariyah berasal dari bahasa Arab,
yaitu kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Dalam bahasa
Inggris qadariyah ini diartikan sebagai free will and free act, bahwa
manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatan dengan kemauan dan
tenaganya. Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh: Hadariansyah,
orang-orang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan
bahwa manusia memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki
kemampuan dalam melakukan. perbuatan Manusia mampu melakukan
perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk. Sejarah
lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih
merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada
sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh Ma'bad al-Jauhani dan Ghilan ad- Dimasyqi sekitar tahun
70 H/689M.

16
D. RUJUKAN (DAFTAR PUSTAKA)

Abdullah, A. R. (2021). TEOLOGI ISLAM: Memahami Ilmu Kalam dari Era Klasik
hingga Kontemporer. Batu: Literasi Nusantara.
Aminudin. (2021). Akidah Akhlak. Jakarta: BA Printing.
Bakar, A. (2020). ILMU KALAM MA KEAGAMAAN KELAS XII. Jakarta: Direktorat
KAKK Madrasah.
Hamzah, M. (2017). PENGANTAR STUDI ASWAJA AN-NAHDILIYAH. Yogyakarta:
LKIS.
Jamaluddin. (2020). ILMU KALAM Khazanah Intelektual Pemikiran dalam Islam.
Tembilahan: PT. Indragiri Dot Com.
Madi, F. N. (2015). ILMU KALAM. Jember: IAIN Jember Press.
Rusli, R. (2015). TEOLOGI ISLAM. Jakarta: KENCANA.
Sidik. (2016). REFLEKSI FAHAM JABARIYAH DAN QADARIYAH. ILMU
KALAM, 282.
Syukur, A. (2003). Teologi Islam Terapan. Solo: Tiga Serangkai.

17
18
19
20
21
22
5

23
24

Anda mungkin juga menyukai