Anda di halaman 1dari 27

1

BAB l
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran
Islam yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad.Pentingnnya masalah aqidah ini
dalam ajaran Islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Nabi ketika berada di
Mekkah. Pada periode Mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang
cukup kuat dibanding persoalan syariat, sehingga tema sentral dari ayat-ayat alQuran yang turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada
masalah keimanan.1
Munculnya berbagai kelompok teologi dalam Islam tidak terlepas dari
faktor historis yang menjadi landasan kajian. Bermula ketika Nabi Muhammad
saw wafat, riak-riak perpecahan di antara kaum Muslim timbul kepermukaan.
Perbedaan pendapat dikalangan sahabat tentang siapa pengganti pemimpin setelah
Rasul, memicu pertikaian yang tidak bisa dihindari. Semua terbungkus dalam isuisu yang bernuansa politik, dan kemudian berkembang pada persoalan keyakinan
tentang tuhan dengan mengikutsertakan kelompok-kelompok mereka sebagai
pemegang predikat kebenaran.
Ada beberapa kelompok besar yang pemahamannya sangat ekstrim
(berlebihan) dan saling bertolak belakang. Kelompok ini muncul di akhir era para
sahabat. Diantara kelompok tersebut adalah Qadariyah dan Jabariyah. Pemikiran
qadariyah ini bercorak liberal, sedangkan jabariyah mempunyai corak pemikiran
tradisional.
Munculnya corak pemikiran yang beragam dalam Islam disebabkan karena
semakin luasnya wilayah Islam ke Timur dan ke Barat. Umat Islam mulai
bersentuhan dengan keyakinan dan pemikiran dari ajaran-ajaran lain, terutama
filsafat Yunani. Seperti diketahui wilayah-wilayah yang bergabung dengan Islam,
terutama di bagian Barat adalah wilayah-wilayah yang pernah diduduki oleh
1

Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari "Mabahits fi Ulum alQur'an. 2004. Jakarta: Litera AntarNusa, hal. 86.

bangsa Romawi(Yunani).
Makalah ini akan mencoba menjelaskan aliran Jabariyah dan Qadariyah.
Dalam makalah ini penulis hanya menjelaskan secara singkat dan umum tentang
aliran Jabariyah dan Qadariyah. Mencakup di dalamnya adalah latar belakang
lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara umum.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Aliran Qodariyah dan Jabariyah?
2. Bagaimana Aliran Qodariyah dan Jabariyah muncul?
3. Bagaimana pokok pemikiran Aliran Qodariyah dan Jabariyah?

BAB II
PEMBAHASAN
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam Islam berarti berbicara tentang
Ilmu Kalam. Kalam secara harfiah berarti kata-kata. Kaum teolog Islam
berdebat dengan kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya
sehingga teolog disebut sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah
kata. Ilmu kalam juga diartikan sebagai teologi Islam atau ushuluddin, ilmu yang
membahas ajaran-ajaran dasar dari agama. Mempelajari teologi akan memberi
seseorang keyakinan yang mendasar dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya
perbedaan antara umat Islam.Perbedaan yang pertama muncul dalam Islam
bukanlah masalah teologi melainkan di bidang politik. Akan tetapi perselisihan
politik ini, seiring dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan
teologi.2
Perbedaan teologis di kalangan umat Islam sejak awal memang dapat
mengemuka dalam bentuk praktis maupun teoritis. Secara teoritis, perbedaan itu
demikian tampak melalui perdebatan aliran-aliran kalam yang muncul tentang
berbagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa perbedaan yang ada umumnya
masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan keesaan Allah, keimanan
kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran nabi yang tidak
mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang
kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal, keadilan
Tuhan. Perbedaan itu kemudian memunculkan berbagai macam aliran.
Diantaranya yaitu Jabariyah dan Qadariyah.

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, 1986. Jakarta: UIPress, Cet ke-5, hal.1

A. ALIRAN QODARIYAH
1. Pengertian dan Asal-usul Qodariyah
Kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara yang berarti kemampuan
dan kekuatan. Nama Qadariyah juga berasal dari pengertian bahwa manusia
mempunyai qudrah atau kemampuan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan
kehendaknya sendiri, bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk pada qadar atau ketentuan Allah.3 Dalam istilah Inggrisnya paham ini
dikenal dengan nama free will dan free act.4
Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi
segala perbuatannya. Seseorang dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas
kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan
manusia dalam mewujudkan perbuatan-perbutannya. Harun Nasution menegaskan
bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.5
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orangorang yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia
memiliki kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan
perbuatan. Manusia mampu melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan,
yakni baik dan buruk.6
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan
masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada
sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali
dimunculkan oleh Mabad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70
H/689M.7

Alkhendra, Pemikiran Kalam. 2000. Bandung: Alfabeta, hal. 43


Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 33
5
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 70.
6
AB Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam. 2008.
Banjarmasin: Antasari Press, hal. 68.
7
Ibid,.
4

Menurut Ibnu Nabatah dalam bukunya syarh al-uyun, Mabad al-Juhani


dan Ghailan mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di
Iraq.8 Dan menurut al-Zahabi, Mabad adalah seorang tabiI yang baik, tetapi ia
memasuki kawasan politik dan memihak Abd al-Rahman Ibn Asyas dalam
menentang kekuasaan Bani Umayyah. Mabad mati terbunuh dalam tahun 80 H.9
Ia mati dibunuh oleh al-Hajjaj, seorang gubernur dari Bani Umayyah yang
terkenal kejam dan berdarah dingin.
Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang
menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis
untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.10
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat
menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah
kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin
Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara
saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung
dalam Muktazilah.11
Setelah kematian Mabad, Ghailan terus menyebarkan paham qadariyah di
Damaskus, tetapi ini tidak berjalan lancar karena mendapat tantangan dari
khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz. Baru setelah kematian Umar ia melanjutkan
kegiatannya yang sempat terhenti pada masa itu. Tapi akhirnya ia mati dihukum
bunuh oleh Hisyam Abd al-Malik.Sebelum dilaksanakan hukuman tersebut
diadakanlah debat antara Ghailan dan Awzai yang langsung dihadiri oleh Hisyam
mengenai paham yang dibawa Ghailan.12
Qadariyah adalah sebuah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap
perbuatan hambaNya dan mereka berkeyakinan bahwa Allah belum membuat
ketentuan terhadap makhlukNya.Mereka berpendapat bahwa tidak ada takdir,
mereka mengingkari iman dengan qadha dan qadar. Mereka juga mengatakan
8

Ahmad Amin, Fajr Islam. 1965. Kairo: al-Nahdhah, hal. 255


Ibid,.
10
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 70.
11
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran,
1996. Jakarta: Raja Grafindo Persada, hal. 74
12
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 34.
9

bahwa Allah tidak menentukan dan tidak mengetahui sebuah perkara sebelum
terjadi, bahkan Allah baru mengetahui sebuah perkara setelah terjadi.
Dalam kitab Al-Milal wa Al-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah
disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mutazilah, sehingga
perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga
menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mutazilah,
sebab faham ini juga dijadikan salah satu doktrin Mutazilah. Akibatnya,
sebahagian orang juga menamakan Qadariyah dengan Mutazilah karena kedua
aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk
mewujudkan tindakan tanpa campur tangan Tuhan.13
Asal-Usul Kemunculan Qadariyah
1.1 Pendapat Ahmad Amin
Kapan Qadariyah muncul dan siapa tokoh-tokohnya? Merupakan dua tema
yang masih diperdebatkan. Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang
mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Mabad Al-Jauhani
dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Mabad adalah seorang atba tabii yang dapat
dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghalian adalah
seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin
Affan.14
1.2 Pendapat Ibnu Nabatah
Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad
Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham
Qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama kristen kemudian beragama
islam dan balik lagi keagama kristen. Dari oranginilah Mabad dan Ghailan
mengambil faham ini. Orang Irak yang dimaksud sebagaimana dikatakan
Muhammad Ibnu Syuib yang memperoleh informasi dari Al Auzai adalah Susan.
1.3 Pendapat W. Montgomery
Sementara itu, W. Montgomery watt menemukan dokumen lain melalui
tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa jerman yang dipublikasikan melaului majalah
Der Islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan bahwa faham Qadariyah
13

Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-Kutub
Ilmiah, hal. 38.
14
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 31.

terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul malik olah Hasan
Al-Basri termasuk orang Qadariyah atau bukan. Hal ini memang menjadi
perdebatan, namun yang jelas, berdasarkan catatannya terdapat dalam kitab
Risalah ini ia percaya bahwa manusia dapat memilih secara bebas memilih antara
berbuat baik atau buruk.
Mabad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut watt, adalah
penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan
dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-Itidal, seperti dikutip Ahmad
Amin yang menyatakan bahwa Mabad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan AlBashri, maka sangat mungkin faham Qadariyah ini mula-mula dikembangkan oleh
Hasan Al-Bashri, dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah
dalam Syahrul Al- Uyun bahwa fahan Qadariyah berasal dari orang irak kristen
yang masuk islam kemudian kembali lagi kekristen,adalah hasil rekayasa orang
yang tidak sependapat dengan faham ini agar orang-orang yang tidak tertarik
dengan pikiran Qadariyah. Lagipula menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz
Goldziher , dikalangan gereja timur ketika itu terjadi perdebatan tenteng butir
doktrin Qadariyah yang mencekam pikiran para teologinya.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyah muncul, ada
baiknya jika meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan
untuk menentukannya. Para peniti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal
ini karena penganut Qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian terdapat di irak
dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan Al-Bashri. Pendapat
ini di kuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang mencetuskan pendapat pertama
tentang masalah ini adalah seorang kristen di irak yang telah masuk islam
pendapatnya itu diambil oleh Mabad dan Ghallian. sebagian lain berpendapat
bahwa faham ini muncul di Damaskus. Diduga disebabkan oleh orang-orang yang
banyak dipekerjakan di istana-istana.
2. Doktrin-Doktrin Qodariyah
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah Qadariyah
disatukan dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mutazilah, sehingga
perbedaan antara kedua aliran ini kurang begitu jelas.

Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas
oleh kalangan Mutazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin
Mutazilah akibatnya, orang menamakan Qadariyah dengan Mutazilah karena
kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan
untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.
Manusia Mempunyai Qudroh
Ali Mushthafa Al Gurobi antara menyatakan bahwa sesungguhnya Allah
telah menciptakan manusia dan menjadikan baginya kekuatan agar dapat
melaksanakan apa yang dibebankan oleh Tuhan kepadanya, karena jika Allah
memberi beban kepada manusia, maka beban itu adalah sia-sia, sedangkan
kesia-siaan itu bagi Allah itu adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi.
Pemahaman yang dimiliki Qodariyah ditujukan kepada qudrat yang
dimiliki manusia. Namun terdapat perbedaan antara qudrat manusia dengan qudrat
Tuhan. Qudrat Tuhan bersifat abadi, kekal, berada pada zat Allah, tunggal, tidak
berbilang. Sedangkan qudrat manusia adalah sementara, berproses, bertambah dan
berkurang, dapat hilang.
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah
bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia sendiri pula
melakukan atau menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah
seorang pemuka Qadariyah yang lain, An-Nazzam, mengemukakan bahwa
manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat di pahami bahwa segala tingkah
laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai
kewenangan untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik
berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas
kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh hukuman atas
kejahatan yang diperbuatnya.
Pendapat Aliran Qodariyah Tentang Taqdir
Faham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian
takdir yang umum di pakai bangsa Arab ketika itu, yaitu faham yang mengatakan
bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-

perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan


sejak azali terhadap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu ketentuan Allah
yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu
hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah. Seseorang diberi ganjaran
baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan
balasan neraka kelak di akhirat, itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan
akhir Tuhan. Sungguh tidak pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan
salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.15
Secara alamiah, sesungguhnya manusia telah mailiki takdir yang tidak
dapat diubah. Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali
mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak
mempunyai sirip atau ikan yang mampu berenang dilautan lepas. Demikian juga
manusia tidak mempunyai kekuatan. Seperti gajah yang mampu mambawa barang
beratus kilogram, akan tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang
kreatif, demikian pula anggota tubuh lainnya yang dapat berlatih sehingga dapat
tampil membuat sesuatu, dengan daya pikir yang kreatif dan anggota tubuh yang
dapat dilatih terampil. Manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan. Sehingga ia
juga dapat berenang di laut lepas. Demikian juga manusia juga dapat membuat
benda lain yang dapat membantunya membawa barang seberat barang yang
dibawa gajah. Bahkan lebih dari itu, disinilah terlihat semakin besar wilayah
kebebasan yang dimiliki manusia. Suatu hal yang benar-benar tidak sanggup
diketahui adalah sejauh mana kebebasan yang dimiliki manusia? siapa yang
membatasi daya imajinasi manusia? Atau dengan pertanyaan lain, dimana batas
akhir kreativitas manusia?
Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak
ada alasan yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada
perbuatan tuhan.
Hampir semua paham-paham Qadariyah bertentangan dengan apa yang
dipahami ahlu al-sunnah wa al-jamaah. Adapun paham yang dikembangkan kaum
qadariyah diantaranya adalah:
15

Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 73.

10

1. Meletakkan posisi manusia sebagai makhluk yang merdeka dalam tingkah


laku dan semua perbuatan, baik dan buruknya. Mereka meyakini bahwa
manusia mempunyai kekuatan untuk menentukan nasibnya tanpa ada
intervensi dari Allah Swt. Jadi manusia mendapatkan surga dan neraka
karena kehendak mereka sendiri bukan karena taqdir. Paham ini
merupakan ajaran terpenting dalam keyakinan qadariyah.16
2. Kaum qadariyah mengatakan bahwa Allah itu Esa, dalam artian bahwa
Allah tidak memiliki sifat-sifat Azaly, seperti ilmu, kudrah dan hayat.
Menurut mereka Allah mengetahui semuanya dengan zatNya, dan Allah
berkuasa dengan zatNya, serta hidup dengan zatNya, bukan dengan sifatsifat qadimNya tersebut. Mereka juga mengatakan, kalau Allah punya sifat
qadim tersebut, maka sama dengan mengatakan bahwa Allah lebih dari
satu.17
3. Takdir merupakan ketentuan Allah SWT terhadap hukum alam semesta
sejak zaman azali, yaitu hukum yang dalam Al-Quran disebut
sunnatullah,18 seperti matahari terbit dari timur, rotasi bumi dll. Tidak
termasuk perbuatan dan tingkah laku manusia.
4. Kaum qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan
agama. Agama tidak menyebabkan sesuatu menjadi baik karena
diperintahkannya, dan tidak pula menjadi buruk karena dilarangnya.
Bahkan perintah atau larangan agama itu justru mengikuti keadaan segala
sesuatu, kalau sesuatu itu buruk, tentu saja agama melarangnya, begitu
sebaliknya.19
Sebenarnya dalam golongan Qadariyah sendiri ada perbedaan pendapat
dan pemahaman seputar masalah taqdir. Ada golongan qadariyah yang
16

Alkhendra, Pemikiran Kalam. 2000. Bandung: Alfabeta, hal. 44.


Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-Kutub
Ilmiah, hal. 38.
18
Alkhendra, Pemikiran Kalam. 2000. Bandung: Alfabeta, hal. 44.
19
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta), h. 47
17

11

berpendapat bahwa kebaikan berasal dari Allah Taala, sedangkan keburukan


berasal dari manusia itu sendiri. Pemahaman ini sama dengan menganggap ada
dua pencipta. Ada yang berpendapat bahwa semua kebaikan dan keburukan
penciptanya adalah pelakunya sendiri. Sebagian golngan qadariyah lainnya
menyebutkan bahwa setelah Allah menciptakan makhluk, lalu Allah menciptakan
kemampuan pada makhluk tersebut untuk berbuat sesuai kemauannya tanpa ada
pengaturan lagi dari Allah. Pemahaman ini berarti setelah Allah menciptakan alam
semesta Allah menganggur, hanya menonton kejadian yang terjadi di alam.
Karena pendapat dan pemahaman-pemahaman seperti inilah muncul
celaan-celaan terhadap qadariyah. Sebagaimana Diriwayatkan dari Abdullah bin
Umar r.a, ia berkata, "Rasullah saw. bersabda, Qadariyah adalah majusi ummat
ini. Jika mereka sakti jangan kalian jenguk dan jika mereka mati jangan kalian
saksikan jenazahnya," (Hasan, Silsilah Jaami' ash-Shaaghiir [4442]). Ibnu Abi 'Izz
al-Hanafi dalam kitab al-Aqidah ath-Thahaawiyah (hal.524) berkata, "Akan tetapi
penyerupaan mereka dengan Majusi sangatlah nyata. Bahkan keyakinan mereka
lebih buruk dari majusi. Karena Majusi meyakini adanya dua pencipta sedangkan
qadariyah meyakini adanya banyak pencipta."
Dalam kitab Al Ibana al-Kubra Li Ibni Batha, disebutkan bahwa Imam AlAu'zai mengatakan :


"Qadariyyah adalah musuh Allah di dunia"
Yang dimaksud musuh Allah di sini adalah musuh mengenai taqdir Allah,
karena taqdir Allah terdiri dari kebaikan dan keburukan. Demikian pula perbuatan
manusia terdiri dari dua macam yaitu baik dan buruk.
Dalam kitab As-Sunnah, Ibn Abi 'Ashim meriwayatkan dari Sa'ad bin Abd
al-Jabbar, katanya: "Saya mendengar Imam Malik bin Anas berkata: Pendapat
saya tentang kelompok Qadariyyah adalah, mereka itu disuruh bertaubat. Apabila
tidak mau, mereka harus dihukum mati".
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman seperti
kelompok Qadariyyah itu sesat dan menyesatkan. Karena itu kaum muslimin
hendaklah berhati-hati terhadap orang atau kelompok yang memiliki pendapat

12

seperti mereka. Allah yang Maha Suci, tidak mungkin kekuasaan-Nya ditembus
oleh sesuatu tanpa kehendak-Nya. Memang seorang hamba memiliki keinginan
dan kehendak, akan tetapi semua itu tetap mengikut kehendak dan keinginan
Allah. Manusia memiliki kebebasan untuk berbuat, namun kebebasan yang
mengikuti kehendak dan keinginan yang memberi kebebasan yaitu Allah.
3. Dalil-Dalil yang menjadi Dasar Ajaran Qodariyah
Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam
sendiri. Ada beberapa dalil al-Quran yang dijadikan landasan untuk mendukung
paham-paham Qadariyah. Dalil-dalil tersebut diantaranya:
Dalam surat Al-Kahfi ayat 29:





29. Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan
air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan
tempat istirahat yang paling jelek.20

Qs.Ar-raad:11:





11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah
20

Al-Quran In Word Version 1.2.0 by Mohamad Taufiq.

13

Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri.
dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.21
[767] Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara
bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang
dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat
Hafazhah.
[768] Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebabsebab kemunduran mereka.

Serta dalam Qs.An-Nisa:111:



111. Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk
(kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.22

Q.S. al-Fussilat: 40

40. Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak


tersembunyi dari kami. Maka Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik,
ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? perbuatlah apa yang
kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. 23

Q.S. Ali Imran: 164



21

Ibid,.
Ibid,.
23
Ibid,.
22

14


164. Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al
kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benarbenar dalam kesesatan yang nyata.24

B. ALIRAN JABARIYAH
1. Pengertian dan Asal-usul Jabariyah
Nama jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Dalam
istilah Inggrisnya paham ini disebut fatalism atau predestination25. Dalam kamus
Jhon M. Echols, pengertian fatalism adalah kepercayaan bahwa nasib menguasai
segala-galanya, sedangkan predestination adalah takdir.26 Di dalam kamus Munjid
dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti
memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Salah satu sifat dari Allah
adalah al-Jabbar yang berarti Allah Maha Memaksa. Sedangkan secara istilah
Jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan menyandarkan
semua perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan
perbuatan dalam keadaan terpaksa (majbur).27 Sehingga makna secara umum
adalah bahwa perbuatan manusia telah ditentukan oleh Qodo dan Qadar Tuhan.
Dalam konteks pemikiran kalam, istilah jabariyah diartikan bahwa
manusia makhluk yang terpaksa di hadapan Tuhan.
Menurut Syahrastani, Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan
dari hamba secara hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt.
Artinya, manusia tidak punya andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya,
Tuhanlah yang menentukan segala-galanya.
Menurut Harun Nasution Jabariyah adalah paham yang menyebutkan
bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh Qadha dan
24

Ibid,.
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 33.
26
Jhon M.Echols, Kamus Inggris Indonesia, Cet. XXVIII. 2006. Jakarta: Gramedia, hal. 234 dan
443.
27
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 63.
25

15

Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia
tidak berdasarkan kehendak manusia, tapi diciptakan oleh Tuhan dan dengan
kehendak-Nya, di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat,
karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahlkan bahwa Jabariyah
adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.28
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak adanya
penjelelasan yang sarih. Abu Zahra menuturkan bahwa paham ini muncul sejak
zaman sahabat dan masa Bani Umayyah. 29 Paham Jabariyah ini dalam sejarah
teologi Islam ditonjolkan pertama kali oleh al-Jad Ibn Dirham. Tetapi yang
mengembangkannya kemudian adalah Jahm Ibn Safwan dari Khurasan.30 Jahm
Ibn Safwan merupakan pendiri golongan Jahmiyah dalam kalangan Murjiah. Ia
ikut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Jahm yang terdapat
dalam aliran jabariyah sama dengan Jahm yang mendirikan golongan al-Jahmiah
dalam kalangan Murjiah sebagai sekretaris dari Syuraih ibn al-Harits, ia turut
dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan itu Jahm
dapat ditangkap dan kemudian dihukum mati di tahun 131 H 31. Sepeninggalnya,
faham jabariyah terbabi menjadi tiga firqoh yaitu aliarn Jabariyah Jahamiyah
(ekstrim), Jaham Najjamiyah (moderat) dan Jabariyah Dhirariyah.32
Selain dua tokoh tersebut, ada satu nama lagi yang cukup dikenal di
kalangan Jabariyah, yaitu al-Husein Ibn Mahmud al-Najjar, seorang tokoh dari
golongan Jabariyah moderat. Paham yang dibawa tokoh-tokoh Jabariyah ini
adalah lawan ekstrim dari paham yang dianjurkan Mabad dan Ghailan.
Pendapat yang lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul
sejak sebelum agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab
yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara
28

Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 31.


Tim, Enseklopedi Islam, Jabariyah. 1997. Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve, Cet ke-4, hal. 239.
30
Adapun riwayat Jahm tidak diketahui dengan jelas, akan tetapi sebagian ahli sejarah mengatakan
bahwa dia berasal dari Khurasan yang juga dikenal dengan tokoh murjiah, dan sebagai pemuka
golongan Jahmiyah. Karena kelerlibatanya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah,
sehingga dia ditangkap.
31
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 35.
32
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, Cet. Ke-3. 2000. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
hal. 132.
29

16

hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat
sedikit dan udara yang panas ternyata dapat tidak memberikan kesempatan bagi
tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput
yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta
keringnya udara.33
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat
arab tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai
dengan kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi
kesukaran-kesukaran hidup. Artinya mereka banyak tergantung dengan Alam,
sehingga menyebabakan mereka kepada paham fatalisme.34
Faham ini pertama kali diperkenalkan oleh Jad bin Dirham kemudian
disebarkan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam,
Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran jahmiyah dalam kalangan
Murjiah. Ia adalah sekretaris Suraih bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam
gerakan melawan Bani Umayah. Sebenarnya faham al-Jabar sudah muncul jauh
sebelum kedua tokoh diatas. Benih-benih itu terlihat dalam peristiwa sejarah
berikut ini:
a. Suatu ketika nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam
masalah takdir tuhan. Nabi melarang mereka untuk mendebatkan
persoalan tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayatayat tuhan mengenai takdir.35
b. Khalifah umar bin khattab pernah menangkap seseorang yang ketahuan
mencuri. Ketika dientrogasi, pencuri itu berkata tuhan telah menentukan
aku mencuri mendengar ucapan itu, umar marah sekali dan menganggap
orang itu telah berdusta kepada tuhan. Oleh karena itu, umar memberikan
dua jenis hukuman kepada pencuri itu. Pertama, hukuman potong tangan.
Kedua, hukuman dera karena menggunakan dalil takdir tuhan.36
c. Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya
33

Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2, hal. 64.
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 31.
35
Aziz Dahlan, Sejarah Pemikiran Perkembangan dalam Islam. 1987. Jakarta: Beunneubi Cipta.
hal 27-29.
36
Ali Musthafa al-Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah. 1958. Kairo:t.t, hal. 15.
34

17

dengan siksa dan pahala. Orang itu bertanya apabila (perjalanan menuju
perang Siffin) itu terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala
sebagai balasannya. Kemudian Ali menjelaskannya bahwa qadha dan
qadar Tuhan bukanlah sebuah paksaan. Sekiranya qadha dan qadar itu
merupakan paksaan, maka tidak ada pahala dengan siksa, gugur pula janji
dan dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian bagi orang yang baik dan
tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.
d. Pada pemerintahan daulah Bani Umayyah, pandangan tentang al-Jabar
semakin mencuat ke permukaan. Abdullah bin Abbas, melalui suratnya
memberikan reaksi kertas kepada penduduk syria yang diduga berfaham
jabariyah.
e. Berkaitan dengan kemunculan aliran jabariyah, ada yang mengatakan
bahwa kemunculannya diibatkan oleh pengaruh pemikiran asing, yaitu
pengaruh agama yahudi bermazhab Qurra dan agama kristen bermazhab
Yacobit.37
2.

Tokoh dan Pemikiran Jabariyah


Sebelum membahas lebih jauh tentang pemuka dan doktrin Jabariyah,
maka perlu dipahami dengan seksama, jika terdapat beberapa penggolongan
tentang aliran-aliran dalam Islam, sebagaimana yang dikutip oleh Hanafi dalam
bukunya as-Syihritsani. Penggolongan tersebut sebagai berikut;
Sifat-sifat Tuhan dan peng-Esaan sifat. Perselisihan tentang pokok
persoalan ini menimbulkan aliran-aliran Asy-Ariyah, Karramiah, Mujassimah
dan Mutazilah.
Qadar dan Keadilan Tuhan. Perselisihan tentang soal ini menimbulkan
golongan-golongan: Qodariah, Nijariah, Jabariyah
Sama dan Akal (maksudnya apakah kebaikan dan keburukan hanya
diterima dari syara atau dapat diketemukan akal pikiran), keutamaan nabi dan
imamah (khalifah). Persoalan ini menimbulkan aliran: Syiah, Khawarij,
Mutazilah, Karramah dan AsyAriyah.38
37
38

Sahiludin A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Rajawali, hal. 133.


M. Hanafi, Theologi Islam. 1992. Jakarta:Pustaka Al-Husna, hal. 58.

18

Menurut Asy-Syahratsani, jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua


bagian, ekstrim dan moderat. Diantara dokrin jabariyah ekstrim adalah
pendapatnya bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang
timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan yang dipaksakan oleh dirinya.
Misalnya, kalau seseorang mencuri, perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas
kehendak sendiri, tetapi timbul karena qadha dan qadhar tuhan yang
menghendaki demikian.39
Diantara pemuka jabariyah ekstrim adalah sebagai berikut:
a. Jahm bin shofwan, nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham Bin
Shafwan. Ia barasal dari Khurasan bertempat tinggal di kuffah.
Pendapat jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah
sebagai berikut ini;
1. Syurga dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain tuhan.
2. Iman adalah marifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini
pendapatnya sama dengan aliran kaum Murjiah.
3. Kalam tuhan adalah mahluk. Allah maha suci dari segala sifat dan
keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan
melihat.40
4. Allah tidak memiliki sifat-sifat azaly, karena hal ini akan menjadikan
Allah serupa dengan makhluk.Pendapat ini sama dengan apa yang
dikemukakan oleh Mutazilah.
5. Bidah jabr. yaitu pernyataan bahwa manusia tidak mempunyai
kemampuan dan daya upaya sama sekali, bahkan semua kehendaknya
muncul karena dipaksa oleh Allah Swt.
6. Bidah irja, yaitu bahwa iman cukup hanya dengan marifat. barang
siapa yang inkar di lisan maka hal tersebut tidak membuatnya kafir
sebab ilmu dan marifat tidak bisa lenyap karena ingkar, dan keimanan
tidak berkurang dan semua hamba setara dalam keimanannya serta
iman dan kufur hanya dalam hati tidak dalam perbuatan.41
39

Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 286-287.


Taib Thakhir Abd. Muin, Ilmu Kalam, Cet. Ke- 8. 1980. Jakarta : Penerbit Wijaya, hal. 102.
41
Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-Kutub
40

19

b. Jaad bin Dirham. Ia dibesarkan dalam lingkungan orang kristen yang


senang membicarakan tentang teologi. Ia adalah seorang maulana dari bani
Hakam dan tinggal di Damaskus. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur
Kufah yaitu Khalid bin Abdullah El-Qasri. Dokrin pokok Jaad secara
umum sama dengan fikiran jahm Al-Ghuraby yang menjelaskan sebagai
berikut;
1. Al-quran itu adalah mahluk, oleh karena itu dia baru. Sesuatu yang
baru itu tidak dapat disifatka kepada Allah.
2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahluk, seperti
berbicara, melihat, dan mendengar.
3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa
Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun
yang baik. Tetapi manusia mempunyai bagian dalamnya. Yang termasuk tokoh
jabariyah moderat adalah sebagai berikut;
a. An-Najjar, nama lengkapnya adalah husain bin muhammad an-najar, para
pengiktnya disebut An-Najariyyah atau Al-Husainiyah. Najjariyyah juga
terbagi menjadi beberapa kelompok kecil (Barghutsiyah, Zafaraniyah dan
Mustadrikah), tetapi mereka tidak berbeda dalam prinsip-prinsip pokok
dalam aliran Jabariyah.42 Diantara pendapat-pendapatnya adalah sebagai
berikut;
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia
mengambil bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan
itu. Itulah yang disebut kasab dalam teori Al-Asyry.43
2. Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat, akan tetapi ia menyatakan bahwa
tuhan dapt saja memindahkan potensi hati (marifat) pada mata
sehingga manusia dapat melihat tuhan.44
b. Adh-Dhirar, nama lengkapnya adalah Dhirar Bin Amr. Pendapatnya
Ilmiah, hal. 35.
42
Ibid, 75.
43
Ibid, 89.
44
Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 35.

20

tentang perbuatan manusia sama dengan husein an-najjar, bahwa manusia


tidak hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang, manusia
mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatannya dan tidak sematamata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Mengenai ruyat tuhan
diakhirat, Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat diakhirat melalui
indera keenam.45
4. Dalil-Dalil yang menjadi Dasar Ajaran Jabariyah
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam
Alquran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar
belakang lahirnya paham Jabariyah, diantaranya:

a. QS ash-Shaffat: 96


96. Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".46

b. QS al-Anfal: 17




17. Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah
yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan
untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang
baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.47

45

Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal. Beirut: Dar al-Kutub
Ilmiah, hal. 78.
46
Al-Quran In Word Version 1.2.0 by Mohamad Taufiq.
47
Ibid,.

21

c. Q.S. al-Insan: 30



30. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. 48

d. Q.S. al-Anam: 112





112. Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan
(dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada
sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)
[499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka
tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.49
[499] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar
tidak beriman kepada Nabi.

e. Q.S. al-Hadid: 22




22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.50

48

Ibid,.
Ibid,.
50
Ibid,.
49

22

Setelah melihat ayat-ayat yang menjadi sandaran bagi kaum Qadariyah dan
Jabariyah di atas, maka tidak mengherankan kalau dua paham ini masih tetap
berkembang dalam kalangan umat Islam, walaupun pelopor-pelopor paham ini
sudah tiada. Dalam sejarah teologi Islam, selanjutnya paham Qadariyah dianut
oleh kaum Mutazilah, sedangkan paham jabariyah, dilanjutkan oleh Asyariyah.51

C. ANALISIS ALIRAN QADARIYAH DAN JABARIYAH


Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam semesta termasuk di
dalamnya perbuatan manusia itu sendiri. Tuhan juga bersifat Maha Kuasa dan
memiliki kehendak yang bersifat mutlak dan absolut. Dari sinilah banyak timbul
pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada
kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya?
Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk mengatur hidupnya?
Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan yang
absolut?.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut maka muncullah dua paham
yang saling bertolak belakang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua paham
tersebut dikenal dengan istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah
menekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan manusia. Mereka memandang
bahwa manusia itu berkehendak dan melakukan perbuatannya secara bebas.
Sedangkan Golongan Jabariyah adalah antitesa dari pemahaman Qadariyah yang
menekankan pada otoritas Tuhan. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya.
Berbeda dengan Jabariyah. Hal pertama yang akan menjadi fokus utama
pembicaraan adalah mengenai iktiqad Jabariyah tentang penyerahan totalitas
dalam Qada dan Qadar kepada Tuhan. Secara tidak langsung, dalam iktiqad ini
mereka telah menuduh Allah. Seolah-olah Dia itu jahat dan zalim kepada umatNya.
51

Harun Nasution, Teologi Islam. 1986. Jakarta: UI-Press, hal. 39

23

Akan tetapi kesimbangan dari analisis di atas, bahwa mempercayai takdir


tidak identik dengan mempercayai paham Jabariyah. Semuanya akan menjadi
demikian itu hanya apabila kita tidak memberikan peranan apapun kepada
manusia dalam menciptakan perilakunya sendiri, yakni dengan menyerahkannya
bulat-bulat kepada takdir. Padahal sungguh tak dapat diterima apabila kita
mengatakan bahwa Allah SWT melakukan segala sesuatu tanpa perantaraan.
Qadha dan qadar tidak memiliki arti lain kecuali terbinanya sistem sebab
akibat umum atas dasar pengetahuan dan kehendak Ilahi. Di antara konsekuensi
penerimaan teori kausal dan kemestian terjadinya akibat pada saat adanya
penyebab, serta keaslian hubungan antara keduanya, ialah bahwa kita harus
mengatakan bahwa nasib setiap yang telah terjadi berkaitan dengan sebab-sebab
yang mendahuluinya.
Dari makna ini, kita berani mengatakan bahwa ucapan yang menyebutkan
bahwa kepercayaan Jabariyah berasal dari kepercayaan kepada qadha dan qadar
Ilahi, sungguh merupakan puncak kebodohan. Oleh sebab itu, wajiblah kita
menyanggah kepercayaan seperti ini agar terlepas dari kesimpulan tersebut.
Pandangan sekilas tentang indikasi-indikasi paham Jabariah, merupakan
refleksi dari kehidupan manusia yang secara langsung maupun tidak lansung,
sengaja ataupun tidak berpulang kepada tawakal atau kepasrahan kepada
Tuhannya. Hal ini menimbulkan ketenangan tersendiri setelah adanya usaha
ataupun ikhtiar yang dilakukan oleh seorang hamba.
Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai
paham tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah disebut juga
sebagai paham rasional dan liberal dalam Islam.Kedua paham teologi Islam
tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai pemahaman
masing-masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi
Muhammad) - dan aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin,
seperti di Indonesia, yang dominan adalah paham Jabariyah. Orang Muslim yang
berpaham Qadariyah merupakan kalangan yang terbatas atau hanya sedikit dari
mereka.

24

Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan
berkaitan dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi
yang berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan
itu sudah kehendak dan perbuatan Allah. Sedang, yang berpaham Qadariyah
condong mencari tahu di mana letak peranan manusia pada kecelakaan itu.
Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada
paham Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua
peristiwa dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang, pada
paham Qadariyah, semangat investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang
berkaitan dengan peranan (perbuatan) manusia harus dipertanggungjawabkan oleh
manusia melalui suatu investigasi.
Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan
sebagai makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung
jawab atas perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak terdapat di dalam paham
Jabariyah. Akibat dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan lebih
pasti berkembang di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.

25

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa:
1. Qadariyah adalah sebuah firqah yang mengingkari ilmu Allah terhadap
perbuatan hambaNya dan berkeyakinan bahwa Allah belum membuat
ketentuan terhadap makhlukNya.
2. Jabariyah adalah paham yang menafikan perbuatan dari hamba secara
hakikat dan menyerahkan perbuatan tersebut kepada Allah Swt. Artinya,
manusia tidak punya andil sama sekali dalam melakukan perbuatannya,
Tuhanlah yang menentukan segala-galanya.
3. Takdir adalah sesuatu yang harus kita imani, dan ini merupakan salah satu
rukun dari enam rukun iman.
4. Agama kita adalah agama rasional, sesuai dengan sabda Rasulullahi Saw:
Laa diina liman laa aqla lah. Tetapi tidak semuanya yang bisa kita
terima dengan akal, ada beberapa hal yang harus kita terima dengan iman.
Imam Ali pernah berkata: Seandainya semua hal dalam agama ini bisa
diakali, pastilah telapak khuf lebih utama untuk disapu.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat kita, terutama dalam memahami
paham-paham Qadariyah dan Jabariyah. Namun kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi bahasa, sistematika penulisan, dan
lain lain. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca.
Kami mohon maaf atas semua kekurangan dan keterbatasan. Terima kasih
atas kerjasama dan saran dari pembaca semua. Wassalam.

26

DAFTAR PUSTAKA
AB Hadariansyah, Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran
Islam. 2008. Banjarmasin: Antasari Press.
Ahmad Amin, Fajr Islam. 1965. Kairo: al-Nahdhah.
Ali Musthafa al-Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-Islamiyah. 1958. Kairo:t.t.
Alkhendra, Pemikiran Kalam. 2000. Bandung: Alfabeta.
Al-Quran In Word Version 1.2.0 by Mohamad Taufiq.
Aziz Dahlan, Sejarah Pemikiran Perkembangan dalam Islam. 1987.
Jakarta: Beunneubi Cipta.
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa
Perbandingan, 1986. Jakarta: UI-Press, Cet ke-5.
Jhon M.Echols, Kamus Inggris Indonesia, Cet. XXVIII. 2006. Jakarta:
Gramedia.
K. Ali, Sejarah Islam Tarikh Pramodern, Cet. Ke-3. 2000. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
M. Hanafi, Theologi Islam. 1992. Jakarta:Pustaka Al-Husna.
Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-ilmu Alqur'an, diterjemahkan dari
Mabahits fi Ulum al-Qur'an. 2004. Jakarta: Litera AntarNusa.
Muhammad ibn Abd al-Karim al-Syahrastani, al-Milal wa al- Nihal.
Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah.
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam. 2006. Bandung: Puskata Setia, Cet ke-2.
Sahiludin A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam, Jakarta: Rajawali.
Taib Thakhir Abd. Muin, Ilmu Kalam, Cet. Ke- 8. 1980. Jakarta : Penerbit
Wijaya.
Tim, Enseklopedi Islam, Jabariyah. 1997. Jakarta: Ikhtiar Baru Van
Hoeve, Cet ke-4.
Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah: Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan
Islam dan Pemikiran, 1996. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta: Rineka Cipta).
http://www.sa36071.blogspot.com/2012/12/makalah-aliran-jabariyah.html,

27

diunduh 30 Maret 2014.


http://abasawatawalla01.blogspot.com/2013/06/sejarah-dan-pemikiranaliran-jabariyah.html, diunduh 30 Maret 2014.
http://bara-aliranjabariyah.blogspot.com, diunduh 30 Maret 2014.
http://filsafatcoy.blogspot.com/2013/05/qadariyah-dan-jabariyah.html,
diunduh 30 Maret 2014.
http://syafieh.blogspot.com/2013/03/aliran-teologi-islam-jabariyahdan.html#ixzz2w0wrzYNo, diunduh 30 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai