Anda di halaman 1dari 8

NAMA : YULIANA

NIM : 30800120001
KELAS : HI 61
RESUME MATERI-MATERI PENGANTAR TEOLOGI ISLAM

A. MATERI 1 (Faktor-faktor munculnya Teologi Islam atau Ilmu Kalam)

Ada dua faktor yang mempengaruhi ilmu Kalam Islam, faktor internal dan faktor eksternal.
Pengaruh Internal. Dimana kedua factor ini saling terkait sehingga keduanya mempunyai peran yang
seimbang, yaitu:

1. Faktor Internal
 Al Qur’an

Sebagai Kitab suci kaum Muslim, al Qur’an mempunyai kedudukan yang tinggi di tengah
mereka. Ia menjadi referensi awal dalamsemua urusan kehidupan mereka, termasuk di dalamnya
adalah masalah ketuhanan dan keyakinan. Pengaruh al Qur’an terhadap ilmu Kalam Islam sangat
besar, baik menyangkut tema-tema kalam maupun argumentasi-argumentasi yang dibangun untuknya.
Pengaruh ini dapat dilihat dengan jelas dalam tulisan-tulisan dan buku-buku para ahli kalam
(mutakallimin) maupun para ulama lainnya.

 Sunnah Nabi saw

Kedudukan Nabi Muhammad saw. berada pada posisi kedua setelah al Qur’an. Sebagaimana al
Qur’an, Sunnah juga menjelaskan segala hal yang dibutuhkan dan ditanyakan oleh umat manusia,
baik yang menyangkut urusan keyakinan maupun urusan sosial. Dalam menyampaikan ajaran Islam,
beliau sering menjelaskna masalah ketuhaan dan keyakinan atau berdialog tentangnya dengan kaum
Musyrik di Mekkah dan Ahlul Kitab di Medinah. Keterangan beliau tentang masalah-masalah kalam
telah menjadi bahan dan dalil yang dipegang para mutakallimin untuk memperkuat bukti-bukti
tentang keberadaan Allah swt. Dan hari akhirat.

 Ucapan Ahlul Bait as

Bagi para pengikut Ahlul Bait as., para Imam Ahlul Bait merupakan sumber yang sangat
penting dalam memahami ajaran-ajaran Islam. Mereka adalah orang-orang yang paling refresentatif
dalam menyampaikan ilmu-ilmu Rasulullah saw., khususnya Imam Ali bin Thalib as. Dalam banyak
kesempatan Imam Ali bin Thalib as. sering menjelaskan masalah ketuhanan dan masalah-masalah
keyakinan melalui khutbah-khutbannya. Kecuali itu, beliau juga dianggap sebagai orang Islam (Arab)
yang pertama kali membahas masalah-masalah kalam secara sistematis dan tersusun. Berkaitan dengan
ini, Ibnu Abdul Hadid berkata, “ Kajian tentang masalah hikmah dan masalah-masalah ketuhanan
belum pernah dibahas di tengah bangsa Arab. Orang Arab yang pertama kali mendalami kajian ini
adalah Ali bin Abi Thalib as. Oleh karena itu,para ahli ilmu kalam yang mendalami samudra ilmu-
ilmu logika selalu dikaitkan dengan beliau saja, tidak yang lainnya.

Mereka menyebut beliau sebagai guru dan pemimpin mereka. Setiap golongan dari mereka
mengaku bahwa beliau adalah bagian dari mereka “. Dia juga mengatakan bahwa Muktazilah yang
dikenal sebagai kelompok yang pertama kali membahas masalah tawhid dan keadilan, dan dari
mereka lah banyak manusiayang belajar. Tokoh utamamereka adalah Washil bin ‘Atha. Dia murid
Abu Hasyim Abdullah bin Muhammad bin al Hanafiyah, dan Abu Hasyim berguru kepada ayahnya
yang merupakan putra Ali bin Abi Thalib. Sedangkan al Asy’ariyah pengikut Abu al Hasan al ‘Asyari
murid dari Abu Ali al Juba’i seorang tokoh utama Muktazilah. Ringkasnya semua mutakallim, baik
Muktazilah maupun Asy’ariyyah secara tidak langsung berguru kepada Ali bin Thalib as.
2. Pengaruh Ekternal
 Akulturasi

Setelah terjadinya pembebasan yang dilakukan oleh kaum Muslim terhadap beberapa wilayah
di luar jazirah Arabia hingga wilayah Persia dan beberapa kota kekuasaan Romawi, maka munculah
akulturasi antara mereka dengan bangsa-bangsa yang telah mempunyai peradaban dan kebudayaan
yang berbeda dalam bidang ontologi, epistomologi dan aksiologi. Sebagai akibat dari akulturasi ini,
tidak sedikit ajaran mereka yang masuk ke dunia Islam dan menimbulkan pro dan kontra terhadap
pandangan-pandangan mereka, khususnya menyangkut masalah ketuhanan.

Pandangan-pandangan mereka, secara langsung maupun tidak, menjadi bahan perdebatan


dalam majlis-majlis ilmu para ulama, dan pada gilirannya, telah memperkaya tema-tema kalam, seperti
pembahasan tentang materi (jisim), gerakan dan lainnya.

 Transliterasi

Selain adanya akulturasi setelah pembebasan wilayah-wilayah tersebut, ada upaya dari
beberapa pihak yang berkuasa untuk menerjemahkan buku-buku karya para cendikiawan non Muslim
ke bahasa Arab. Ibnu Nadim menyebutkan, “ Adalah Khâlid bin Yazîd bin Muawiyah seorang yang
mencintai ilmu pengetahuan telah memerintahkan supaya didatangkan sejumlah filusuf dari Yunani
yang berada di kota Mesir. Mereka diminta untuk menerjemahkan buku-buku berbahasa Yunani dan
Koptik (Mesir Kuno) ke bahasa Arab. Itu lah pertama kali penerjemahan buku ke bahasa Arab.
Kemudian pada masa al Hajjaj muncul juga penerjemahan dari bahasa Persia ke bahasa Arab.
Penerjemahan pada saat itu masih dianggap lambat sampai masa kekuasaan al Ma’mun al Abbasi. Dia
meminta kepada kaisar Romawi agar diberi akses untuk mempelajari ilmu-ilmu klasik yang tersimpan
di perpustakaan wilayah-wilayah Romawi. Akhirnya al Ma’mun mengutus sejumlah cendekiawan
untuk pergi seperti, al Hajjaj bin Mathar, Ibnu Petrik, Muhammad bin Ahmad dan Husain Banu Syakir.
Kemudian mereka kembali dengan membawa buku-buku tentang filsafat,arsitektur dan lainnya.

B. MATERI 2 (Aliran Teologi Islam)

 Alilan Khawarij

Ukwah bin Udayyah yang dikenal sebagai aliran Khawarij berhadapan dengan kasus
pembunuhan atau dosa besar yang menjadi polemik pada masa itu. Bagaimana posisi orang beriman
tetapi melakukan dosa besar. Aliran Khawarij memiliki keyakinan bahwa jika seseorang tidak berhasil
membuktikan imannya dalam bentuk menghindari dari perbuatan dosa maka dapat diterapkan hukum
kafir dan dapat dibunuh. Jika dikaji dari metodologi berfikir, pendirian ini berpangkal pada keutuhan
mutlak antara unsur-unsur iman yang terdiri dari pembenaran dalam hati dengan realisasinya dalam
perbuatan kongkret, keutuhan mutlak yang dituntut oleh Khawarij antara iman dalam hati dengan
perilaku praktis, sudah barang pasti membawa pada konsekuensi bahwa pembunuh adalah orang yang
tidak memiliki iman dalam hati atau dengan kata lain kafir. Di sini jelas terdapat potensi keberagaman
yang positif, meskipun cenderung tanpa kompromi.

 Aliran Murji’ah
Al-Hasan bin Ali Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadist kemudian
dikenal dengan sebutan Murji’ah. Jadi bagi kelompok ini orang Islam yang berdosa besar masih tetap
beriman. Dalam hal ini, Imam Abu Hanifah memberi defenisi iman sebagai berikut : Iman adalah
pengakuan dan pengetahuan tentang Tuhan, Rasul-rasulnya dan tentang semua apa yang datang dari
Tuhan dalam keseluruhan dan tidak dalam rincian. Iman tidak mempunyai sifat bertambah atau
berkurang dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam hal iman.

 Aliran Mu’tazilah

Tokoh aliran ini adalah Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ary dan Imam Abu Mansur Al-Maturidy.
Aliran ini pada dasarnya aturan esensial berfikir ini terdiri dari tiga komponen. Pertama adalah
pengakuan bahwa masing-masing lapisan realitas memiliki logika berfikir yang sesuai dengan kodrat
sendiri. Kedua adalah pengakuan bahwa kebenaran dari lapisan lain dapat diterima melalui keyakinan
atas dasar otoritas aturan berfikir dan unsur ketiga adalah pengakuan bahwa lapisan realitas tersebut
merupakan kesatuan dasar Tuhan yang diterima dalam Islam.

Jadi aliran ini tidak menetapkan hukum kafir bagi pelaku dosa besar. Demikianlah, perselisihan
ini menjadi perselisihan keagamaan setelah pada mulanya merupakan perselisihan politik sehingga
menjadi salah satu pembahasan ilmu tauhid yang penting, sebagaimana masalah jabatan Khalifah juga
menjadi bidang kajian ilmu ini, meskipun lebih tepat untuk di bab ilmu Fiqih karena menyangkut
hukum amaliah bukan masalah keyakinan.

Hal ini dikarenakan masalah pemimpin pemerintahan pada garis besarnya merupakan
kemaslahatan yang berkaitan dengan orang yang pantas untuk mengatur urusan-urusan kaum
Muslimin, bukan masalah kepercayaan yang berkaitan dengan salah satu dasar agama. Tetapi
berhubungan dengan sebagian kelompok mengajukan beberapa pendapat yang hampir-hampir
membawa kepada penolakan terhadap banyak kaidah Islam, maka para tokoh ilmu tauhid menjadi
masalah jabatan khalifah itu sebagai salah satu bidang kajian mereka, untuk dibahas secara objektif,
jauh dari fanatisme dan hawa nafsu, dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran tentang masalah
tersebut, demi menjaga akidah- akidah agama yang benar karena banyaknya masalah-masalah lain
yang masuk di dalam ilmu tauhid

 Aliran Syi;ah

Para pembela Sayidina Ali pada awalnya disebut "Syi'ah Ali" atau pengikut Ali, kemudian
istilah itu berubah menjadi Syi'ah saja. Sebenarnya cikal-bakal Syi'ah sebenarnya sudah ada sejak
masa Nabi. Dalam masa kekhalifahannya yang singkat, hampir lima tahun, pemerintahan Ali
digoncang oleh peperangan saudara, sebagaimana telah disebutkan dalam bagian terdahulu.
Peperangan inilah yang justru cukup mengkristalkan kaum Syi'ah dari bukan Syi'ah. Dengan kata lain,
seluruh peperangan saudara di masa kekhalifahan Ali merupakan seleksi untuk memilah, manakah
pengikut Ali yang Syi'ah dan mana pula yang bukan Syi'ah. Seleksi terakhir apakah seseorang itu
Syi'ah atau bukan Syi'ah adalah pasca kekhalifahan Ali. Mereka yang benar-benar mendukung Hasan
bin Ali sebagai khalifahlah yang benar-benar sebagai Syi'ah.

 Aliran Qadariah dan Jabariah


 Aliran Ahlussunnah Wal jama’ah

C. MATERI 3 (Sejarah munculnya Teologi Islam)

Dalam sejarahnya, persoalan teologi islam tidak lepas dari perbedaan pendapat antara
golongan sunni, syiah yang dimana syiah disini memiliki system kerajaan (hirearki) turun temurun
dan sunni disini lebih kepada menunjuk orang yang jujur dan amanah. Perbedaan ini tentang
menunjuk siapayang
akan menjadi khalifah setelah wafatnya nabi Muhammad SAW. Terjadi pertikaian pada masa itu saat
ingin menunjuk khalifah selanjutnya.

Perdebatan ini melahirkan perbedaan politik dan teologi di antara umat Islam, yang
memunculkan konflik dan pecah-belahnya umat menjadi kelompok-kelompok yang
berbeda.Selanjutnya, muncul pula permasalahan mengenai sifat Allah dan hubungan-Nya dengan
manusia. Beberapa kelompok seperti Khawarij, Murjiah, Mu'tazilah, dan Ash'ariyah memiliki pendapat
yang berbeda dalam memahami sifat-sifat Allah, takdir, dosa, dan pembebasan manusia. Perdebatan ini
menghasilkan perbedaan teologi yang berpengaruh padapemikiran dan praktek keagamaan umat
Islam.

Selain itu, seiring dengan ekspansi wilayah kekhalifahan Islam dan kontak dengan peradaban
lain, terjadi pula pertukaran ide dan pemikiran. Pengaruh dari filsafat Yunani, Persia, dan India masuk
ke dalam pemikiran teologis Islam. Ini menciptakan dinamikabaru dalampengembangan teologi
Islam, di mana ada upaya untuk menyelaraskan ajaran agama dengan pemikiran rasional dan
filsafat.Masalah teologi juga muncul sebagai akibat dari perbedaan dalam penafsiran Al-Quran dan
Hadis. Para ulama dan cendekiawan Muslim memiliki berbagai metode dan pendekatan dalam
menafsirkan teks-teks suci, yang menghasilkan keragaman dalam pemahaman dan interpretasi
teologis.Dalam sejarah Islam, perbedaan dan perselisihan teologis menjadi fenomena yang lumrah.
Terdapat berbagai kelompok teologis seperti Sunni, Syiah, Sufi, dan lainnya, yang muncul karena
perbedaan pemahaman dan pendekatan terhadap ajaran Islam. Konflik dan polemik dalam bidang
teologi masih berlanjut hingga saat ini, meskipun juga terdapat upaya dialog dan rekonsiliasi antara
berbagai aliran dan kelompok di dalam Islam.

D. MATERI 4 ( Aliran Jabariyah dan qadariah)

 Jabariyah
Dari segi makna Jabariah berarti memaksa. Dihubungkan dengan perbuatan manusia, maka
manusia terpaks dalam melakukan perbuatannya, tidak mempunyai kehendak dan kebebasan, terikat
paa kekuasaan mutlak Tuhan. Apapun yang dilakukan mnusia, semua telah ditentukan oleh Tuhan.
Tuhan telah menetapkan bagi manusia untuk melakukan kebajikan dan menetapkan pahala baginya,
begitu pula sebaliknya Tuhan telah menetapkan manusia berbuat kejelekan dan menetapkan siksaan
bagi pelakunya. Dengan kata lain, pahala, siksa dan kewajiban merupakan keterpaksaan, sehingga
manusia bagaikan bulu yang bergerak karena ditiup angin, diam karena anginnya tidak bertiup. Paham
ini pada mulanya dianut oleh kaum Yahudi kemudin diajarkan kepada sekelompok kaum muslimin,
sehingga cepat tersebar. Orang yang pertama menyebrkan paham ini dari kalangan umat Islam adalah
Ja’ad ibn Dirham dari Syam.

 Qadariah
Dilihat dari segi bahasa qadar berarti ketetapan, hukumketentuan, ukuran dan kekuatan.
Dalam pengertian lain adalah ketergantungan perbuatan hamba pada kekuatannya sendiri. Manusia
mempunyai kekuatan dan kebebasan mutlak untuk menentukan dan melakukan perbuatannya atas
kehendak dan pilihan sendiri. Dalam paham ini, perbuatan manusia merupakan ciptaan dan pilihan
manusia sendiri, bukan ciptaan atau plihan Tuhan. Hal ini didasarkan atas kemampuan manusia
membedakan antara orang yang berbuat baik dan berbuat buruk.

E. MATERI 5 (Khawarij dan Murji’ah)

Aliran Khawarij dan Murjiah merupakan dua aliran teologis yang muncul pada awal
perkembangan Islam dan memiliki perbedaan pandangan yang signifikan. Berikut adalah penjelasan
singkat tentang kedua aliran tersebut :

 Khawarij:

Khawarij adalah sebuah aliran teologis yang muncul pada masa awal kekhalifahan Islam.
Mereka muncul sebagai kelompok oposisi terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib pada saat perang
saudara pertama dalam sejarah Islam (Fitnah Pertama). Khawarij mengkritik kebijakan Ali dan
menyatakan bahwa hanya Allah yang berhak menetapkan hukum dan keadilan.Salah satu ciri khas
Khawarij adalah pemahaman mereka tentang konsep takfir (mengkafirkan). Mereka cenderung dengan
mudah mengkafirkan orang-orang yang tidak sepaham dengan pandangan mereka dan bahkan
membenarkan pembunuhan terhadap mereka. Aliran Khawarij dikenal dengan sikap ekstrem dan
militan mereka.
 Murjiah:

Murjiah adalah aliran teologis yang muncul pada abad ke-8 Masehi. Murjiah adalah kelompok
yang mengambil pendekatan yang lebih toleran dalam masalah keimanan dan penilaian atas dosa.
Mereka berpendapat bahwa keimanan (iman) seseorang adalah urusan Allah semata dan
bahwamanusia tidak memiliki hak untuk mengkafirkan atau menghakimi orang lain berdasarkan
perbuatan dosa. Murjiah meyakini bahwa iman adalah keadaan hati yang murni dan bahwa dosa tidak
menghilangkan iman seseorang. Mereka berpendapat bahwa hanya Allah yang berhak menghakimi
dan memutuskan nasib seseorang. Oleh karena itu, Murjiah menekankan pentingnya rahmat dan
pengampunan Allah serta menegaskan bahwa urusan akhirat seharusnya ditangani oleh Allah semata.
Meskipun terdapat perbedaan signifikan antara Khawarij dan Murjiah, kedua aliran ini muncul
sebagai hasil dari perselisihan dan perbedaan interpretasi dalam agama Islam. Penting untuk dicatat
bahwa Khawarij dianggap sebagai aliran yang ekstrem dan ditolak oleh mayoritas umat Islam,
sementara Murjiah memiliki pengaruh yang lebih terbatas dalam sejarah Islam.

F. MATERI 6 ( Jenis Syi’ah)

Syiah secara etimologis berarti “pengikut”, “pendukung”, atau “kelompok”, Sedangkan secara
terminologis istilah ini dikaitkan dengan sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan
keagamaan merujuk pada keturunan nabi Muhammad SAW (ahlul bait). Sedangkan menurut Ahmad
al- Waili adalah : Syiah menurut bahasa ialah pengikut atau pembantu. Menurut Abd al-Qadir Syaib
al- Hamdi Guru Besar Universitas Islam di Madinah menyatakan: “Syi’ah dalam percakapan orang
Arab berarti pengikut atau pembantu”.

Jadi pengertian etimologis dan terminologis diatas boleh dikatakan hanya merupakan dasar
yang membedakan Syiah dengan kelompok islam lainnya. Meskipun demikian pengertian tersebut
menjadi titik tolak penting bagi madzhab syiah dalam mengembangkan dan membangun doktrin-
doktrinnya yang meliputi segala aspek kehidupan, seperti imamah, taqiyyah, mut’ah.

Jenis-jenis Alirah Syi’ah;

 Syi’ah Ghulat
 Syi’ah Ismailiyah
 Syi’ah Az-Zaidiyah
 Syi’ah Istna Asyariah
G. MATERI 7 ( Aliran Mu’tazilah)

Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazalah yang berarti berpisah atau memisahkan
diri yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara tekhnis istilah Mu’tazilah menunjuk pada
dua golongan, yaitu : Golongan pertama muncul sebagai respon politik murni, golongan ini tumbuh
sebagai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara
Ali bin Abi Thalib dan lawan lawannya, terutama Mu’awiyah, Aisyah, Thalhah dan Abdullah bin
Zubeir. Golongan inilah yang mula mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari
masalah pertikaian khilafah. Kelompok ini bersikap netral tanpa stigma teologi. Golongan kedua
muncul sebagai respon persoalan teologi yang berkembang di kalangan Khawarij dan Murji’ah akibat
adanya peristiwa Tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan
Khawarij dan Murji’ah tentang pemberian status kafir terhadap pelaku dosa besar.

Untuk mengetahui dengan jelas asal usul nama Mu’tazilah ini memang sulit karena berbagai
pendapat diungkapkan oleh para ahli tetapi belum adanya kata sepakat antara mereka dari mana asal
usul nama Mu’tazilah tersebut. Menurut hemat penulis bahwa nama mu’tazilah itu muncul dari sikap
orang orang padamasa itu. Tetapi yang jelas bahwa golongan Mu’tazilah merupakan aliran teologi
yang mengedepankan akal sehingga mereka mendapat nama “kaum rasionalis Islam.” Kaum
Mu’tazilah adalah golongan yang membawapersoalan persoalan teologi yang lebih mendalamdan
bersifat filosofis dibanding dengan persoalan persoalan yang dibawa kaum Khawarij dan Murji’ah.
Ajaran dasar dari Aliran ini beberpa diantaranya; At-tauhid,Al-Adlu, Al-wa’du wal wa’id, Al
manzilah bain al- manzilatain.

H. MATERI 8 ( Aliran Asy’ariah)

Abu al-Hasan al-Asy’ari sebagai penggagas dan pendiri aliran al-Asy’ari, pada mulanya adalah
pengikut setia ajaran Muktazilah, oleh karena beberapa hal yang bertentangan dengan hati nurani,
pemikirannya dan kondisi sosial masyarakat (ia merasa perlu meninggalkan ajaran itu) dan bahkan
memunculkan aliran teologi baru sebagai reaksi perlawanan terhadap ajaran Muktazilah. Berdirilah
aliran Asy’ariah yang merupakan aliran teologi Tradisional yang disusun oleh Abu Hasan al- Asy’ari
(935) sebagai reaksi atas teologi Mu’tazilah.
Dalam memahami teks, kaum Muktazilah mempergunakan akal dan kemudian memberikan
interpretasi pada teks atau nas wahyu sesuai dengan pendapat akal. Kaum Asy’ariah sebaliknya,
terlebih dahulu kepada teks wahyu dan kemudian membawa argumen -argumen rasional untuk teks
wahyu itu. Kaum Muktazilah banyak memakai ta’wil atau interpretasi dalammemahami teks wahyu,
sedang kaum Asy’ariah banyak berpegang pada arti lafzi atau letterlek dari teks wahyu. Dengan kata
lain Muktazilah membacayang tersirat dalam teks, kaum Asy’ariah membaca yang tersurat. Yang
dimana, Ada beberpa alasan yang menyebabkan al-Asy’ari menjauhkan diri dari Muktazilah
seksaligus sebagai penyebab timbulnya aliran teologi yang dikenal dengan nama al-Asy’ari sebagai
berikut: Salah satu penyebab keluarnya al-Asy’ari dari Muktazilah ialah adanya perdebatan-perdebatan
dengan gurunya Abu ‘Ali al- Jubbâi tentang dasar-dasar paham aliran Muktazilah yang berakhir
dengan terlihatnya kelemahan paham Muktazilah. Di antara perdebatan-perdebatan itu ialah mengenai
soal al-Ashlah (“keharusan mengerjakan yang terbaik bagi Tuhan”).

Adapun Pokok ajaran aliran Asy’ariah, beberapa diantaranya; Zat dab Sifat Tuhan, kekuasaan
Tuhan dan Perbuatan Tuhan, kalam Tuhan, ru’yah Kepada Tuhan, dan pelaku dosa besar.
I. MATERI 9 ( Aliran Salahfiyah)

Menurut bahasa, salafiyah berasal dari katasalaf yang merupakan akar dari kata salafa-
yaslufu- salaf yang berarti terdahulu, leluhur, atau yang terdahulu. As-salaf mempunyai arti al-
mutaqaddimina fi as-asair yang berati orang yang terdahulu, berlalu dan sudah lewat tindakannya.
Sedangkan menurut istilah, salaf adalah para sahabat Rasulullah, orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, para pengikut mereka, serta generasi selanjutmya dari para pemuka agama yang
imannya telah dikenal banyak orang dan peranan besarnya dalamagama yang membuat manusia dapat
menerima pendapatnya serta belum pernah dituduh menyimpang ataupun berbuat bid’ah.

Gerakan salafiyah adalah gerakan yang berusaha menghidupkan kembali ajaran kaum salaf.
Setelah selesai masa salaf muncul masa khalaf, yang berarti masa pengganti/kemudian. Ulama pada
masa ini disebut ulama khalaf yang berakhir pada abad ke-4 H. setelah itu mncul suatu masa yang
disebut masa taklid (meniru/mengikuti). Pada masa inilah terjadi kemunduran dan degradasi umat
Islam, karena umat Islam sangat mundur dalam berbagai bidang, baik pemikiran keagamaan, politik,
sosial, ekonomi maupun moral. Akhirnya pada masaitu masih banyak yang melakukan perbuatan
syirik dan bid’ah.

Generasi ini dikenal kaum Muslim selanjutnya karena persahabatan mereka dengan nabi
Muhammad saw dan kedekatan mereka dengan masahidup nabi. Pemahaman dan praktik Islam
mereka yang murni, serta sumbangan mereka bagi Islam kemudian digunakan aliran salaf sebagai
dasar ajaran mereka yang bertujuan untuk mengembalikan ajaran Islam seperti yang dilakukan generasi
salaf, maka gerakan ini dikenal dengan nama gerakan Salafiyah.

Dalam situasi seperti itulah muncul ulama yang ingin membangun kembali alam pikiran kaum
muslimin dengan menyadarkan mereka agar kembali pada AlQur’an dan Hadits sebagaimana yang
ditempuh kaum salaf. Ibnu Taimiyah sebagai tokoh penggeraknya, mendesak kaum muslimin agar
kembali pada ajaran yang utama yaitu, Al-Qur’an dan Hadits. Ia menginginkan agar ajaran islam tidak
dipertahankan sebagaimana adanya, tetapi sebagaimana dikehendaki oleh pembawanya. Nabi
Muhammad SAW. Untuk saat ini banyak berkembang kelompok Islam yang mengatas namakan
golongannya sebagai penganut salafiyah. Menurut Jamhari, para ahli berpendapat bahwa munculnya
kelompok-kelompok Islam garis keras di dunia sunni sekarang ini berkaitan dengan reformulasi
ideologi salaf. Ideologi salaf yang awalnya menekankan pada pemurnian akidah, mengalami
metamorfosis pada abad ke- 20. Salafisme tidak hanya gerakan purifikasi keagamaan semata, tapi
menjadi ideologi perlawanan terhadap berbagai pahamyang tidak sesuai dengan nilal-nilai agama,
yaitu dengan terjadinya klonialisme, modernisme, sekularisme dan akhirnya dominasi dan hegemoni
barat.

Sebagian umat Islam yang gagal mengantisipasi perubahan yang begitu cepat dari modernisasi,
akan terpinggirkan baik secara ekonomi, sosial, maupun politik. Akhirnya, mereka berpaling pada
agama dan menjadikannya sebagai dasar pengesahan atas segala tindakannya yang berusaha melawan
sistem dan peradaban yang ada. Dengan demikian, gerakan salafi radikal pada dasarnya adalah protes
terhadap lingkungan sekitarnya yang tidak berpihak padanya dan respon terhadap buruknya pelayanan
Negara terhadap masyarakat.
Adapun contoh-contoh gerakan salafi radikal diantaranya: Fron Pembela Islam (FPI) adalah
gerakan salafi radikal yang menitikberatkan pada formalisasi syariat Islam dengan orientasi politik
yang bersifat lokal. Sedangkan Laskar Jihad memiliki muatan ideologi salaf yang sangat kental, pada
pemurnian Islam. Sementara itu, Hizbuttahrir memiliki orientasi politik yang bersifat trans -nasional.
Menyerukan bahwa, dunia Islam berada dalam satu khilafah Islam, dan Majelis Mujahidin Indonesia
yang dipimpin oleh Abu Bakar Ba’asyir.
J. MATERI 10 ( Aliran Ahmadiyah)

Ahmadiyah adalah sebuah gerakan keagamaan yang didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad
pada akhir abad ke-19 di India. Ahmadiyah mengklaim bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah Mahdi
yang dijanjikan dan Imam Mahdi yang dinantikan oleh umat Islam. Gerakan ini memiliki pandangan
teologis yang kontroversial dan berbeda dari mayoritas pemahaman Islam Sunni.

Berikut adalah beberapa ciri khas dari gerakan Ahmadiyah:

1) Keyakinan dalam Mirza Ghulam Ahmad: Ahmadiyah meyakini bahwa Mirza Ghulam Ahmad
adalah nabi dan rasul, meskipun mereka juga mengakui ke-Nabian dan ke-Rusulian
Muhammad sebagai nabi terakhir dan rasul terakhir. Hal ini bertentangan dengan keyakinan
mayoritas umat Islam yang meyakini bahwa Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir.
2) Pengakuan penggulingan Jihad: Ahmadiyah mengajarkan penggulingan fisik terhadap
penggunaan kekerasan atau perang dalam rangka penyebaran agama Islam. Mereka
berpendapat bahwa Jihad dalamera modern harus dilakukan melalui metode-
metodeintelektual dan dakwah yang damai.
3) Penekanan pada pengembangan spiritual dan moral: Ahmadiyah menekankan pentingnya
pengembangan spiritual dan moral individu. Mereka mengajarkan pentingnya menjalani hidup
yang saleh, keadilan sosial, serta kecintaan dan pengabdian kepada Allah.
4) Kepemimpinan Khalifah: Ahmadiyah memiliki sistem kepemimpinan yang disebut Khalifah.
Setelah wafatnya Mirza Ghulam Ahmad, Ahmadiyah memiliki khalifah yang dipilih oleh
jamaah untuk memimpin gerakan ini. Khalifah dianggap sebagai penerus spiritual dan otoritas
tertinggi dalam Ahmadiyah.

Dalam beberapa negara, Ahmadiyah menghadapi tantangan dan kontroversi. Beberapa negara,
seperti Pakistan, menganggap Ahmadiyah sebagai aliran yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam
dan memberlakukan pembatasan dan penganiayaan terhadap pengikut Ahmadiyah. Di negara lain,
Ahmadiyah diberikan kebebasan beragama dan diakui sebagai komunitas keagamaan yang terpisah.
Penting untuk dicatat bahwa pandangan dan penilaian tentang Ahmadiyah bervariasi di antara umat
Muslim. Banyak ulama dan organisasi Islam menolak klaim dan ajaran Ahmadiyah, sementara ada juga
yang melihat mereka sebagai bagian dari kelompok Islam, meskipun dengan pemahaman teologis yang
berbeda.

Anda mungkin juga menyukai