Anda di halaman 1dari 14

MAZHAB-MAZHAB DALAM THEOLOGI ISLAM

Nugroho Dwi Putranto

Email : nugrohodwip17@gmail.com

Mahasiswa Program Sarjana IAIN Pekalongan Konsentrasi Perbankan Syariah

Siti Aminah Caniago, M. Si

Email : aminahcaniago10@gmail.com

Dosen Pengampu Mata Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam IAIN Pekalongan

Abstrak

Awal munculnya teologi Islam tidak terlepas dari permasalahan politik yang akhirnya terus
berkelanjutan kepada permasalahan yang sesungguhnya yaitu bercorak agama. Sehingga
hal ini kemudian menjadi pembicaraan yang pelik dalam teologi Islam. Disamping itu,
peneliti mencantumkan beberapa persoalan yang sering kali muncul dalam teologi. Hal
ini dimaksudkan agar tidak terjadi pelebaran masalah pembahasan di dalamnya. Sesuai
latar belakang pemikiran yang ada di bab pendahuluan, dengan tidak bermaksud
menganggap permasalahan yang lain tidak penting, penelit i berusaha untuk memaparkan
empat permasalahan saja. Hal ini dirasa penting untuk diangkat sesuai dengan
penelitian ini. Dengan demikian, peneliti mencoba memberikan gambaran secara umum
tentang persoalan-persoalan teologi yang sering muncul dengan disertai alasan-alasan yang
menyertainya dari masing-masing madzhab atau golongan yang terlibat di dalamnya.
Sehingga dalam pembahasan ini akan tampak jelas madzhabmadzhab yang memberikan
argumenya dalam mempertahankan pendirian dan pendapatnya.

Kata kunci : Theologi, mazhab-mazhab dan ajarannya, tokoh-tokoh mazhab

PENDAHULUAN

Diskursus tentang teologi selalu menarik untuk dijadikan bahan kajian secara

perennial berkepanjangan karena didalamnya, sebagaimana yang dikatakan oleh Harun

Nasution dalam pendahuluan bukunya Teologi Islam, dibahas tentang ajaran-ajaran dasar

suatu agama. Setiap pribadi yang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara intens,
diharuskan untuk mengkaji teologi yang terdapat di dalam agamanya, karena hanya

melalui domain kajian inilah ia akan memiliki landasan yang kuat yang senantiasa bisa

dijadikan sebagai pandangan dunia tauhid sehingga tidak mudah tergoyahkan oleh

perubahan zaman.

Perubahan teologi muncul dalam pentas sejarah Islam ketika permasalahan politik

mengedapan tidak lama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. ketika itu muncul issue

dikalangan umat Islam tentang siapakah yang paling berhak untuk menggantikan Nabi

sebagai kepala Negara bukan sebagai Nabi atau Rasul. Karena Islam, menurut R.

Strothman, bukan hanya merupakan system agama melainkan juga merupakan system

politik. Maka wajar jika pemakaman jenazah Nabi menjadi issue yang harus diselesaikan

di kemudian, utamanya bagi kubu Muhajirin dan Ansar.

PEMBAHASAN

Istilah “teologi” secara etimologis berasal dari Bahasa Yunani, theos berarti

Tuhan dan logos berarti pengetahuan.” Dengan demikian, bila kata itu dirangkai maka

berate pengetahuan tentang Tuhan. Adapun secara terminologis teologi diartikan sebagai

pengetahuan tentang permasalahan yang menyangkut Tuhan dan hubungan-Nya terhadap

dunia realita.

Awal munculnya teologi Islam tidak terlepas dari permasalahan politik yang

akhirnya terus berkelanjutan kepada permasalahan yang sesungguhnya yaitu bercorak

agama. Sehingga hal ini kemudian menjadi pembicaraan yang pelik dalam teologi Islam.

Lahirnya madzhab-madzhab dalam Theologi Islam, tentunya tidak bisa terlepas realitas

sejarah awal madzhab-madzhab tersebut. Dimana diketahui, bahwa Nabi Muhammad

khususnya selama di Madinah, di samping menjadi kepala agama juga menjadi kepala

pemerintahan. Beliaulah yang mendirikan kekuasaann politik yang dipatuhi di kota

tersebut, yang sebelumnya tidak ada kekuasaan politik.1

1
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press, 2009), hal.3.
Beberapa waktu kemudian setelah Rasullullah wafat, maka timbullah aneka

ragam pemiikiran atau pendapat tentang siapa yang berhak untuk menduduki jabatan

dalam pemerintahan/khalifah. Sebagai orang yang memegang amanat akan misi Rasul

Allah dalam menegakkan agama Islam, maka beberapa persyaratan tertentu harus

dipenuhi. Anehnya masing-masing merasa berhak untuk menerima tongkat estafet

perjuangan itu. Jadi tidak mengherankan kalau masyarakat Madinah pada waktu

wafatnya Nabi Muhammad Saw. Sibuk memikirkan pengganti beliau untuk memimpin

Negara yang baru lahir itu. Dengan hal tersebut, sehingga menjadikan penguburan Nabi

merupakan soal kedua bagi mereka, maka akhirnya timbullah soal khilafah, soal

pengganti Nabi Muhammad Saw. Tentu tidak bisa di gantikan. Maka seiring dengan

persoalan tentang penggganti Nabi sebagai kepala pemerintahan/khalifah tersebut,

golongan yang ada di Madinah saling berbeda pendapat untuk mendapatkan hak,
yaitu

menjadi pengganti Nabi Muhammad sebagai kepala pemerintah/khalifah. Golongan

tersebut adalah golongan Anshar dan Muhajirin.

Golongan Anshar berpendapat, bahwa dari kalangan merekalah yang berhak dan

harus diangkat sebagai pengganti Rasul, menduduki jabatan khalifah. Secara historis,

mereka memiliki dedikasi cukup tinggi, pengorbanan yang cukup besar dalam menerima

rombongan Rasul (Muhajirin) di Madinah, dan disitu pula berdiri Daulah Islamiyah.

Sebaliknya golongan Muhajirin berpendapat bahwa, sebaliknya dari kalangan mereka

yang harus diangkat sebagai khalifah, karena dari kalangan mereka pula per tama kali

masuk Islam dan memiliki penganut. Mereka cukup berat menghadapi


tantangantantangan yang dilancarkan oleh kafir Quraisy selama di Makkah. Di samping itu
juga,

para pendukung Ali bin Abi Thalib berkeyakinan, bahwa yang berhak menjadi pengganti

Rasul sebagai khalifah haruslah dari kalangan “Ahli Bait Rasul” sendiri. Menurut mereka

pada waktu itu satu-satunya orang yang paling berhhak adalah Ali bin Abi Thalib
disamping beliau dianggap putra Rasul, juga menantu Nabi.2

Berbagai pendapat seputar persoalan khilafah tersebut, dalam perkembangan

akhirnya dapat diketahui bahwa Abu Bakar yang disetujui oleh masyarakat Islam sebagai

khalifah pengganti Nabi.

Kemudian Abu Bakar digantikan oleh Umar ibn al-Khattab dan Umar digantikan

oleh Utsman ibn Affan. Selama Abu Bakar dan Umar memegang tampuk pemerintahan

menduduki jabatan khalifah, sampai pertengahan pertama masa khalifah Utsman,

perpedaan pendapat tentang siapa yang berhak menjadi khalifah tidaklah begitu kentara.

Hal ini tidak menimbulkan pertentangan tajam dalam dunia Islam. Akan tetapi diwaktu

khalifah Utsman ibn Affan, dikalangan umat Islam mulai terjadi perpechan karena

pemerintahan dianggap lemah, terlebih lagi karena peristiwa terbunuhnya Utsman,

sehingga menimbulkan kekacauan di tubuh umat Islam. Disamping itu juga ada hal yang

lain, yakni setelah wafatnya Utsman, sebagai pengganti terkuat adalah Ali. Akan tetapi

segera ia mendapat tantangan dari pemuka-pemuka lain yang juga ingin menjadi khalifah

yang keempat, yaitu Thalhah dan Zubair yang dapat dukungan dari Aisyah. Akhirnya

terjadi peperangan yang mengakibatkan terbunuhnya orang tersebut, dan Aisyah dikirim

ke Makkah.

Dari persoalan-persoalan yang terjadi dalam lapangan politik yang akhirnya

meluas ke permasalahan ajaran dan pemahaman agama Islam. Sehingga dapat kita

ketahui sesungguhnya sebab pertentangan itu adalah karena ingin memperebutkan

kekuasaan politik yang mengakibatkan banyak jatuh korban, misalnya dengan

terbunuhnya Utsman oleh Muhammad ibn Bakr anak angkat dari Ali ibn Abi Thalib.

Thalhah dan Zubair yang mati terbunuh dalam pertempuran dengan Ali dan terbunuhnya

Ali oleh kaum Khawarij.

Golongan ini dulunya adalah sebagian dari pengikut Ali yang keluar, sedang

pengikut lain masih banyak yang setia kepada Ali. Mereka disebut kaum Syi’ah, yaitu

2
Ibid, hal.48.
golongan yang sangat fanatik terhadap Ali, maka dari sini dapat dilihat bahwa dari

masalah politik sudah merembet ke permasalahan aqidah atau kepercayaan, sehingga

dalam perkembangan selanjutnya memunculkan berbagai paham atau madzhab dalam

theol ogi Islam3

B. Madzhab-madzhab dalam Theologi Islam Beserta Ajarannya

1. Madzhab Mu’tazilah

adalah golongan yang membawa persoalan teologi yang lebih mendalam dan

bersifat filosofis dari pada persoalan-persoalan yang dibawa oleh kaum Khawarij dan

Murji’ah. Dalam pembahasan mereka banyak memakai akal sehingga mereka

mendapat julukan sebagai kaum rasionalis Islam.

Kata Mu’tazilah berasal dari kata I’tizal yang berarti memisahkan diri.

Sedangkan Mu’tazilah adalah orang-orang yang memisahkan diri. Hal ini diketahui

diamana permulaan abad pertama hijriah di kota Basrah (Irak) tepatnya di masjid

Basrah duduklah seorang imam yang bernama Hasan al-Basri bersama muridnya.

Pada suatu hari datang seoarang bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang

berdosa besar. Ketika Hasan al-Basri masih berfikir, Washil bin Atha’ mengeluarkan

pendapatnya sendiri dengan mengatakan: “pembuat dosa besar tidak mukmin dan

tidak kafir, tetapi mengambil posisi diantara keduanya”. Kemudian ia berdiri dan

menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ketempat lain di masjid, disana ia

mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hassan al-Basri

mengatakan:”Washil bin Atha’ menjauhkan diri dari kita”. Dengan demikian, orangorang
yang mengasingkan diri disebut Mu’tazilah, dimana dalam hal ini

mengasingkan diri bisa berarti mengasingkan diri dari kuliah Hasan al-Basri.

2. Madzab Asy’ariah

Adalah sebuah paham yang dinisbatkan kepada Abu Hasan alAsy’ari.Dulunya al-
Asy’ari adalah pengikut madzhab Mu’tazilah, tetapi pada

perkembangan selanjutnya ia menolak paham-paham orang Mu’tazilah dan

3
Muhammad Abdul, Risalah Tauhid (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), hal.9.
memisahkan diri dari pemikiran Mu’tazilah.

Sebab utama al-Asy’ari menjauhkan diri dari madzhab Mu’tazilah ialah

adanya perpecahan yang dialami kaum muslimin yang bisa menghancurkan mereka

kalau tidak segera diakhiri. Sebagai seorang muslim yang sangat gairah terhadap

keutuhan kaum muslimin, ia sangat menghawatirkan al-Qur’an dan al-Hadits menjadi

korban paham-paham kaum Mu’tazilah, yang menurut pendapatnya tidak dapat

dibenarkan. Karena didasarkan atas pemujaan akal pikiran, sebagaimana juga

dikhawatirkan menjadi korban sikap ahli hadits yang hanya memegangi nash-nash

dengan meninggal jiwanya dan hampir-hampir menyeret Islam kepada kelemahan

kebekuan yang tidak bisa dibenarkan agama. Oleh karenanya, al-Asy’ari mengambil

jalan tengah antara golongan rasional dan golongan tektualis, dan ternyata jalan yang

diambil al-Asy’ari tersebut dapat diterima oleh mayoritas kaum muslimin.

Untuk mengetahui corak pemikiran madzhab Asy’ariah, maka dengan ini ada

dua corak pemikiran yang kelihatannya berlawanan pada diri al-Asy’’ari, akan tetapi

sebenarnya saling melengkapi. Dua corak itu ialah pertama, ia berusaha mendekati

orang-orang madzhab fiqih Sunni, sehingga ada yang mengatakan bahwa ia

bermadzhab Syafi’I dan yang lain ada yang mengatakan ia bermadzhab Maliki.

Lainnya lagi mengatakan bahwa ia bermadzhab Hambali. Corak kedua, adanya

keinginan menjauhi madzhab-madzhab fiqih.

Dari dua hal tersebut merupakan akibat pendekatan kepada madzhabmadzhab fiqh
Sunni dan keyakinan adanya kesatuan madzhab-madzhab tersebut

dalam soal-soal kecil (furu’), karenanya menurut pendapat al-Asy’ari semua orang

berijtihad adalah benar. Dengan demikian, al-Asy’ari yang sebelumnya sebagai orang

yang pernah menganut paham Mu’tazilah, tidak menjauhkan diri dari pemakaian akal

pikiran dan argumentasi pikiran ini dijadikan sebagai dasar atau pokok yang tugasnya

tidak lebih daripada memperkuat nash-nash al-Qur’an dan al-Hadits.

Al-Asy’ari merupakan pemuka yang pertama membentuk madzhab yang

kemudian memakai namanya, maka pemuka-pemuka yang memperkembangkan


madzhab itu adalah pengikut-pengikutnya. Salah satu pengikut yang terpenting adalah

Muhammad Ibn al-Tayyib Ibn Muhammad Abu Bakar al-Baqillani, tetapi al-Baqillani

tidak begitu saja menerima ajaran-ajaran al-Asy’ari. Dalam beberapa hal ia tidak

sepaham dengan al-Asy’ari. Salah satu pengikut al-Asy’ari yang besar pula

pengaruhnya ialah Abd Al-Malik al-Juwaini yang terkenal dengan nama Imam
alHuramain. Sama dengan al-Baqillani, al-Juwaini juga tidak selamanya setuju dengan

ajaran-ajaran yang ditinggalkan al-Asy’ari. Mengenai Hadits umpamanya ia

berpendapat bahwa tangan Tuhan harus diartikan kekuasaan Tuhan, mata Tuhan

diartikan penglihatan Tuhan dan wajah Tuhan diartikan wujud Tuhan.

Abu Hamid al-Ghazali adalah pengikut Al-Asy’ari yang terpenting dan

terbesar pengaruhnya pada umat Islam yang bermadzhab Asy’ariah. Berlainan dengan

kedua gurunya al-Juwaini dan al-Baqillani, paham teologi yang dimajukannya boleh

dikatakan tidak berbeda dengan paham-paham al-Asy’ari. Menurut al-Ghazali,

pertalian antara dalil akal dengan dalil syara’(naqli) ialah kalau dalil akal merupakan

fondamen bagi suatu bangunan, maka dalil syara’ merupakan bangunan itu sendiri.

Fondamen tidak aka ada artinya, kalau ada bangunan di atasnya, sebagaimana

bangunan tidak akan senantiasa kokoh tanpa fondamen. Jadi madzhab Asy’ariah pada

akhir perkembangannya ialah apabila ada ayat -ayat al-Qur’an yang menyerupakan

Allah dengan Makhluk-Nya, maka ayat tersebut harus dita’wilkan.

3. Madzhab Maturidiah

adalah seperti madzhab Asy’ariah, dimana masih tergolong Ahli Sunnah. Nama

madzhab Maturidiah diambil dari nama pendirinya, yaitu Muhammad bin

Muhammad Abu Mansur. Tokoh yang dikenal dengan nama Abu Mansur al-Maturidi.

Dalam perkembanganya, madzhab Maturidiah dan aliran Asy’ariah mempunyai

titik kesamaan. Hal ini dimungkinkan karena musuh yang dihadapi kedua madzhab

tersebut adalah sama yaitu Mu’tazilah. Tetapi dalam segi yang lain kedua madzhab

tersebut mempunyai perbedaan pemikiran. Walaupun keduanya sama-sama berusaha

keras untuk memantapkan akidah yang terkandung dalam al-Qur’an dengan penalaran
dan dalil logika, akan tetapi salah satu madzhab tersebut memberikan otoritas yang

lebih besar terhadap akal dari pada yang lain. Sebagai bukti akan hal tersebut

Asy’ariah misalnya, menganggap ma’rifat (mengetahui Allah) wajib berdasarkan

syara’, sedangkan Maturidiah sesuai dengan metode Abu Hanifah, menganggap

ma’rifat dapat dijangkau dengan penalaran akal. Asy’ariah tidak mengakui adannya

sesuatu dapat dinilai baik berdasarkan subtansinya karena akal, tanpa adanya instruksi

dari syara’. Sedangkan Maturidiah mengakui bahwa sesuatu dapat dinilai baik

berdasarkan subtansinya dapat dijangkau oleh akal manusia. Maka dengan demikian

jelas, bahwa madzhab Maturidiah memberiakn otoritas yang besar terhadap akal

manusia, akan tetapi kapasitas dalam pemakaian akal ini tidak bertentangan dengan

syara’. Maka akal harus tunduk kepada keputusan syara’.

Salah satu pengikut penting dari al-Maturidi ialah Abu al-Yusr Muhammad alBazdawi.
Seperti al-Baqillani dan al-Juwaini, al-Bazdawi tidak pula selamanya

sepaham dengan al-Maturidi. Antara kedua pemuka madzhab Maturidiah ini, terdapat

perbedaan paham sehinggga boleh dikatakan bahwa dalam madzhab Maturidiah

terdapat dua gol ongan. Golongan Samarkand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi

sendiri, dan golongan Bukhara yaitu pengikut -pengikut al-Bazdawi. Kalau golongan

samarkand mempunyai paham-paham yang lebih dekat kepada paham Mu’tazilah,

sedangkan golongan Bukhara mempunyai pe ndapat-pendapat yang lebih dekat

kepada pendapat-pendapat Asy’ariah4

4. Mazhab khawarij

Munculnya mazhab Khawarij dikarenakan Khalifah usman wafat tahun 655 M

dibunuh oleh pemberontak yanh tidak puas dengan kebijakan politik utsman yang

disetir oleh ambisi keluarga. Setelah utsamn wafat ali bin abu thalib diangakat

menjadi khalifah (655-661), akan tetapi tidak semua pemuka waktu itu mengangkat

bai'at sebagaimana yang dilakukan kepada abu bakar dan usman. Mereka menuduh

ali terlibat pembunuhan usman dan menuntut pertanggung jawaban.

4
Imam Muhammad Abu Zahra, Aliran Politik dan Akidah dalam Islam (Jakarta: Logos, 1996), hal. 190-195.
Kelompok keras yang tidak menyetujui diselenggarakannya majelis tahkim

mengecan dan menuduh ali telah berdosa besar. Kemudian mereka memisahkan diri

dan keluar dari kelompok ali dan membentuk kekuatan baru, kelompok inilah hang

kemudian disebut Khawarij, yaitu orang-orang yang memisahkan diri dan keluar dari

kelompok ali. Dengan demikian, Khawarij timbul bukan semata-mata peristiwa

politik,karena pertimbanhannya dilandasi oleh pemikiran teologi, yaitu interpretasi

mereka terhadap term kafir dan perbuatan dosa besar. Ada versi lain tentang awal

lahirnya pemikiran teologi. Secara substansinya,pemikiran teologi lahir sejak

menjelang terjadinya pembunuhan terhadap usman. Bahkan usman bin affan mereka

anggap telah menyeleweng mulai dari tahun ketujuh (650 M) dari masa khalifahnya,

sejak waktu itulah usman dianggap telah menjadi kafir. Perbincangan masalah

kafir,dosa besar dan musyrik bukan lagi soal politik,tetapi sudah masuk pasa

pemikiran teologi. Jadi menurut versi ini secara substansi teologi lahir pada akhir

kepemimpinan usman. Karena kaum masig berada dalam kesatuan organik dengan

induk organisasinya,maka tidak diistilahlan khawarij, sedangkan pemikiran teologi

yang lahir setelah tahkim,selain paham-pahamnya bersifat teologis,juga secara

organil-lahirlah kelompok ini keluar dari induk organisasi yang dipimpin oleh Ali.

Ajaran khawarij, mengartikan bahwa Paham khawarij yang menonjol dalam

bidang teologi berkisar pada soal kufur dan dosa besar. Orang yang beriman

melakukan dosa besar menjadi kafir, dalam arti keluar dari islam,yaitu murtad dan

wajib dibunuh. Apabila dilihat dari sisi keteguhan memegang prinsip, Khawarij

termasuk kelompok yang berpegang teguh kepada prinsip yang diyakinya, akan tetapi

kelemahannya sangat kaku dalam penerapan ajarannya. Hal ini pula yanh

mengakibatkan kurang berkembangnya ajaran khawarij. Kaum khawarij pada

umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi yang hidup di padanh pasir yang

serba tandus, membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan
pemikiran,tetapi keras hati dan pemberani.5

5. Mazhab Murjiah

Munculnya Mazhab Murjiah karena Mereka muncul sebagai reaksi terhadap

pendapat kaum khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang telah melakukan dosa

besar, dalam hal ini asalah ali bin abi thalib, Mu'awiyah, Amr bin ash,abu musa alasy'ari,
dll yang menerima arbitrase atau gahkim. Hal ini diawali oleh pertikaian dan

pertumpahan darah antara pengikut Ali dengan pengikut Mu'awiyah ibn Abi Sufyan

hanh memperebutkan masalah "khalifah". Masalah politis inilah yanh mengawali

munculnya aliran-aliran teologi,maka pada waktu itulah muncul tiga aliran teologi

islam,aliran khawarij, aliran murjiah, dan mu'tazilah. Dimana tiga aliran itu

mempunyai pandangan yang berbeda antara satu dengan yang lain dalam

menghukumi para murtakib al kabair, tentang keimanan dan pandangan politiknya.

Kata murji'ah diambil dari kata "arjaa" yang berarti melambatkan dan

menunda. Pendapat ahmad amin ini didukunh oleh pendapat al-syahrastani dan harun

nasution,bahkan harun mengatakan bahwa arti kaya tersebut mengandung makna"

memberi pengharapan". Makna melambatkan dan menunda itu ditujukan kepada paea

pelaku dosa besar yang hukumannya tergantung pada hari akhir nanti,dan semuanta

itu terserah allah, jika diam-diam masuk surga dan jika tidak akan masuk neraka.

Adapun yang dimaksud pengharapan di sini adalah pelaku dosa bersar diharapkan

nanti mendapat rahmat dari allah.

Ajaran pokok murji'ah menyangkut masalah kedudukan orang yang

melakukan dosa besar, dalam hal ini kaum murjiah menegaskan bahwa orang itu

masih mukmin bukan kafir. Sedangkan kaum khawarij mengatakan sebaliknya

Mazhab murjiah yang tidak mau turut campur dalam kafir mengkafirkan para sahabat

yang bertikai sehingga melakukan dosa besar, terlepas dari niatnya baik karena ingin

mempertahankan dirinya atau lainnya, maka para sahabat itu masih dapat dipercayai

dan tidak keluar dari jalan yang benar. Sehingga aliran ini punya argumentasi untuk

5
Prof. Dr. H. Ris’an Rusli, M.Ag, Teologi Islam Cet.4 (Jakarta: KENCANA, 2019), hal.5.
menguatkan pendapatnya :

a) Iman itu tidak akan rusak karena perbuatan maksiat (dosa besar) sebagaimana

kekufuran ifu juga tidak akan ada pengaruhnya terhadap ketaatan.

b) pelaku dosa besar masih mengakui/tetap mengucapkan dua kalimat syahadat yang

menjadi dasar u tama dari keimanan. Corak keimanan murjiah ini secara

politis mempunyai dampak yang dapat menetralisasi keadaan unat islam yang

kebingungan dan berpecah belah bahkan bertumbah darah, terutama masa

berpengaruhnya paham khawarij yang mengafirkan ali dan mu'awiyah di

Damaskus, walaupun dia dianggap kafir. Oleh sebab itu. Oleh sebab itu,

segolongan yang berpaham "irja" melontarkan pendapat untuk menetralisasi dan

mendamaikan umat, yaitu "orang islam yang melakukan dosa besar tapi masih

mengucap dua kalimat syahadat, masih mukmin bukan kafir atau musyrik". Dan

imam atau pemimpin yang bersalah dan berbuat dosa tidak menjadi kafir akibat

kesalahannya itu, oleh karena itu harus tetap ditagig dan shalat di belangnya

sah.6

C. Tokoh-tokoh Mazhab dalam Theologi Islam

1. Tokoh-tokoh Mazhab Khawarij'

-Azariqah, diambil dari seorang tokoh bernama Nafi' IBN Al-azraq daerah

kekuasaannya terletak di perbatasan antara Irak dan Iran dengan kekuatan

pengikutnya 20 ribu lebih. Beberapa orang pengikutnya seperti Abu Fudaik,

Rasyid al Tawil dan Atiah Al Hanafi tidak sepaham dengan orang-orang azraqi,

kemudian memisahkan diri dan pergi ke yamamah mendirikan kelompok baru

- Ajaridah ( Abd. Al Karim ibn arjad, Maimunah Ibn Khalid dan Hamzah ibn

Adraq)

6
Ibid, hal.19.
far)

Al Ibadiah (Abdullah ibn 'ibad)7

2. Tokoh-tokoh Mazhab Murjiah

iyah (golongan Ghassan Al Kufi)

3. Tokoh-tokoh Mazhab Mu’tazilah

-Allaf

-Jubba’i

-Nazzam

-Jahiz

-Mu’tamir

-Mudrar

-Fuwati

4. Tokoh-tokoh Asy’ariyah

-Baqillany

-Ma’aly bin Abdillah al-Juwainy

-Qaazali

Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf asSanusi

-Taimi al Kubro

7
Ibid, hal.105.
5. Tokoh-tokoh Maturidiyah

-Yusr Muhammad al-Badzawi

PENUTUP

Teologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan yang berdasarkan

kebenaran wahyu dan atau dengan pemikiran akal. Teologi dalam islam disebut dengan

ilmu kalam, yang memberikan dalil naqli terhadap adanya Allah SWT.

Teologi islam mulai muncul pada masa khalifah yang berhubungan dengan gejala

politik, selain itu juga karena adanya perbedaan pemikiran antar imam, guru, dan murid.

Salah satu penyebab munculnya teologi adalah adanya perbedaan pemikiran

hingga muncul beberapa aliran/mazhab, diantaranya mazhab mu’tazilah, asy’ariyah,


almaturidiyah, khawarij, dan murji’ah.
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. 2009. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan . Jakarta: UI

Press.

Abdul, Muhammad.1992. Risalah Tauhid . Jakarta: Bulan Bintang.

Abu Zahra, Muhammad.1996. Aliran Politik dan Akidah dalam Islam . Jakarta: Logos.

Rusli, Ris’an. 2019. Teologi Islam Cet.4. Jakarta: KENCANA.

Anda mungkin juga menyukai