Anda di halaman 1dari 20

LATAR BELAKANG LAHIRNYA SYIAH DAN POKOK-POKOK AJARANNYA

Dede Haris
Institut PTIQ Jakarta
Muh Zukifli
Institut PTIQ Jakarta

syafindo01@gmail.com
muhzulkifli@ptiq.ac.id

INSTITUT PERGURUAN TINGGI ALMU AL QURAN


JAKARTA

1
ABSTRAK
Syi’ah adalah salah satu aliran pemikiran Islam yang lahir akibat konflik politik dan
berkembang menjadi aliran teologis. Syiah pada zamannya berkembang dan mengakar dalam
pemikiran umat islam terutama semenjak wafatnya khalifah Utsman bin Affan. Aliran ini
identik dengan kecintaaan kepada ahlul bait (Ali bin Abi Thalib). Dalam perkembangannya
aliran ini memilki banyak kelompok dengan pemahaman masing-masing. Salah satu
kelompoknya yang mendominasi dan masih bertahan sampai saat ini adalah syiah kelompok
imamiah (itsna asyariah). Pemikiran dan ajarannya menjadi kuat dan bahkan mampu
mendirikan Negara Republik Iran.

Shi'a is one of the schools of Islamic thought that was born out of political conflict and developed into
a theological school. Shia in his day flourished and took root in the thinking of Muslims especially
since the death of caliph Utsman ibn Affan. This school was known with the love of ahlul bait (Ali
ibn Abi Talib). In its development, this school has many groups with their own understanding. One
of the group that dominates and still survives today is the “shia imamiah” group (itsna asyariah).
His thoughts and teachings became strong and were even able to establish the State of the Republic
of Iran.

‫ ازدهر الش يعة يف عرصه وتأأصلوا يف تفكري‬.‫الش يعة يه واحدة من الفرق الإسالمية اليت ودلت من الرصاع الس يايس وتطورت اإىل فرقة ا أللوهية‬
‫ هذه الفرقة‬، ‫ يف تطورها‬.)‫ هذه الفرقة مرادف حلب طعمهم حنو أأهل البيت (عيل بن أأيب طالب‬.‫املسلمني خاصة منذ وفاة اخلليفة عامثن بن عفان‬
‫ أأصبحت‬.‫ واحدة من مجموعاته اليت هتمين ول تزال عىل قيد احلياة اليوم يه جامعة الإمامية الش يعية‬.‫دلهيا العديد من اجملموعات مع فهمها اخلاص‬
.‫أأفاكره وتعالميه قوية ومتكنت حىت من اإقامة دوةل مجهورية اإيران‬

Keyword: Syiah, Sejarah, Aliran Syiah, Ajaran SYiah

2
1. PENDAHULUAN
Dalam perkembangannya, pemikiran Islam dipengaruhi oleh banyak aliran. Dilihat
dari sisi historis, ternyata berbagai aliran tersebut bersumber dari konflik politik yang
bernuansa teologis salah satunya adalah aliran/sekte Syiah. Aliran ini berakar pada
kecintaan sebagian umat Islam kepada Ahlul Bait (sosok Ali bin Abi Thalib) yang
berlebihan sehingga melahirkan rasa fanatisme yang tinggi. Atas dasar fanatik yang
tinggi itulah menyebabkan adanya gesekan di dalam tubuh umat Islam perihal
kekhalifahan yang menggantikan Rasulullah SAW.
Konflik umat Islam mencapai puncaknya pada masa terbunuhnya khalifah Utsman
bin Affan dan diangkatnya Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya. Hal tersebut
menyebabkan terjadinya dua peperangan yaitu perang jamal dan perang siffin, sehingga
lahirlah tiga kubu di dalam tubuh umat Islam yang awalnya berupa faksi politik dan
berubah menjadi aliran teologi yang eksis hingga saat ini, salah satunya adalah aliran
Syiah.
Oleh karena itu penelitian terhadap paham Syiah perlu dilakukan untuk mengkaji
permasalahan Syiah, dilihat dari sisi sejarah dan pemikirannya. Penelitian ini
diharapkan dapat menjelaskan kedudukan ideologi Syiah dalam perkembangan
pemikiran Islam dan mencoba memahami latar historis munculnya paham Syiah dengan
berbagai varian yang ada didalamnya.

2. METODE
Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan (library
research), yaitu sebuah metode penelitian dengan mencari referensi dari berbagai
literatur yang secara langsung maupun yang tidak secara langsung berhubungan
dengan tema dalam tulisan ini.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Pengertian Syiah
Secara etimologi, kata syiah memiliki arti pengikut, pecinta, pembela, yang ditujukan
kepada ide, individu atau kelompok tertentu. Syiah dalam arti kata lain dapat disandingkan
juga dengan kata tasyaiyu’ yang berarti patuh/menaati secara agama dan mengangkat
kepada orang yang ditaati itu dengan penuh keikhlasan tanpa keraguan.1 Syiah secara
terminologi memiliki banyak pengertian. Terjadi banyak kesulitan untuk memaknai syiah
dilihat dari banyaknya aliran atau sekte di dalam pemahaman keagamaannya. Dalam
Ensiklopedi Islam, Syiah merupakan kelompok aliran atau paham yang mengidolakan Ali
bin Abi Thalib dan keturunannya, yakni imam-imam atau para pemimpin agama dan umat
setelah Nabi Muhammad SAW.2
Akan tetapi, pengertian tersebut dibantah oleh kelompok di luar Syiah karena
dipandang tidak dapat mewakili fakta yang sebenarnya. Sirajudin Abbas menilai bahwa
tidak semata-mata kelompok Syiah saja yang mencintai (mengidolakan) Ali bin Abi Thalib,
tetapi kelompok Ahlu Sunnah juga mencintai Ali, dan bahkan seluruh umat muslim juga

1
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran,
(Tangerang: Lentera Hati. 2007), h. 11.
2 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,1997), Jilid 5, Cet. Ke-

4, h. 5.

3
mencintai Ali dan keturunannya.3 Sementara Muhammad Husain Thabathaba’i dalam
bukunya Syiah Islam memberikan pengertian bahwa Syiah adalah salah satu aliran dalam
Islam yang berkeyakinan bahwa yang paling berhak menjadi imam umat Islam sepeninggal
Nabi Muhammad saw ialah keluarga Nabi saw sendiri yakni Ahlulbait. Dalam hal ini, ‘Abbas
bin ‘Abdul Muththalib (paman Nabi saw) dan ‘Ali bin Abi Thalib (saudara sepupu sekaligus
menantu Nabi saw) beserta keturunannya.4
Senada dengan hal di atas, Syahrastani juga memberikan pengertian bahwa syiah
adalah kelompok masyarakat yang menjadi pendukung Ali bin Abi Thalib. Mereka
berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah imam dan khalifah yang ditetapkan melalui
nash dan wasiat Rasulullah baik secara terang-terangan maupun implisit. Artinya bahwa
imamah harus dari jalur Ali dan jika terjadi dalam sejarah bahwa imam bukan dari
keturunan Ali, hal tersebut merupakan kezaliman dan taqiyah dari pihak keturunan Ali.
Sehingga imamah menurut syiah bukan hanya sebatas maslahat agama tetapi aqidah yang
menjadi tiangnya agama.5
Dengan beragamnya pendapat mengenai Syiah, memberi pandangan yang bersifat
multidefinisi. Hal tersebut tidak terlepas dari konteks sejarah kemunculan Syiah itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Syiah adalah orang-orang yang
mencintai ahlulbait, kemudian term tentang syiah secara defenisi berkembang ketika
dikaitkan dengan peristiwa abritase dalam persoalan khilafah Ali bin Abi Thalib. Dimana
pemaknaan syiah bukan hanya sebatas orang-orang yang mencintai ahlulbait tapi mereka
adalah orang-orang yang mencintai ahlulbait dan mendukung Ali bin Abi Thalib terkait
kekhalifahan yang kemudian secara teologis kepemimpinan Ali bin Abi Thalib didukung
dengan bukti otentik sejarah nabi dalam peristiwa yang terkenal “ghadir khum” pemahaman
ini ditopang dengan dua hadits lain yakni hadits Safinah dan hadits staqalain. Kemudian
munculah defensi syiah menjadi sebuah mazhab teologis dalam islam.

3.2 Asal usul syiah munculnya syiah dan perkembangannya


Dilihat dari sejarahnya, Syi’ah berawal pada sebutan yang ditujukan kepada
pengikut Ali, yang merupakan pemimpin pertama ahlulbait pada masa hidup Nabi sendiri.
Kejadian-kejadian pada munculnya Islam dan pertumbuhan Islam selanjutnya, selama dua
puluh tiga tahun masa kenabian, telah menimbulkan berbagai keadaan yang meniscayakan
munculnya kelompok semacam kaum Syi’ah di antara para sahabat Nabi.6
Akar permasalahan umat Islam, termasuk munculnya mazhab Syiah bermula dari
perselisihan umat muslim terkait siapa yang paling layak menjadi pemimpin setelah
Rasulullah SAW wafat. Sebab, Rasulullah sebelum wafat tidak menentukan siapa yang akan
menggantikannya sebagai pemimpin umat dan negara. Sementara kaum muslimin sesudah
wafatnya Rasul merasa perlu mempunyai khalifah yang dapat mengikat umat Islam dalam
satu ikatan kesatuan. Sebelum jasad Rasulullah dikebumikan, kaum Anshar berkumpul di
Bani Sa’idah. Mereka berpendapat bahwa kaum Anshar-lah yang paling layak menjadi
pengganti Rasul, lalu menyodorkan Sa’ad bin Ubadah sebagai pemimpin. Di waktu yang
sama, Umar mengajak Abu Bakar dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Ketiganya berangkat ke
pertemuan kaum Anshar. Di hadapan kaum Anshar, Abu Bakar berpidato tentang
keistimewaan kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Di antaranya bangsa Arab tidak akan

3 Sirajuddin Abbas, I’itiqad Ahlussunnad wa al-Jama’ah. (Jakarta: Pustaka Tarbiyah. 1992), h. 93.
4 Thabathaba’i. Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya, terj. Djohan Effendi, (Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti. 1989). h. 32.
5 Asy-Syahrastani, Almilal wa Anihal, terj. Aswadie Syukur, (Surabaya:Bina Ilmu, t.t), h. 125.

6
Thabathaba’i, Islam Syi’ah: Asal Usul dan Perkembangannya, h. 37.

4
tunduk kecuali kepada kaum Muhajirin, bahkan Allah dalam Al-Qur’an mendahulukan
kaum muhajirin dari pada kaum Anshar. Sesudah perdebatan persoalan pemimpin itu,
kemudian secara aklamasi kedua belah pihak memilih Abu Bakar menjadi pemimpin
mereka. Dengan demikian hilanglah perselisihan paham dan umat Islam kembali bersatu
dan setelah beberapa waktu berlalu Ali bin Abi Thalib turut membaiat Abu Bakar.7
Prakarsa pemilihan khalifah di Saqifah tesebut benar-benar menggugah kembali
bangkitnya semangat fanatisme golongan dan permusuhan antar suku yang pernah terjadi
sebelum Islam. Kiranya dapat dipahami bahwa pemilihan khalifah tersebut, tanpa
keikutsertaan Ali sebagai wakil Bani Hasyim, tampaknya membawa kekecewaan mereka
yang menginginkan hak legitimasi kekhilafahan di tangan Ali, yang saat itu sedang
mengurus jenazah Nabi. Mereka beralasan bahwa Ali adalah lebih berhak dan lebih utama
menggantikannya, karena dia adalah menantunya, dan selain itu ia juga seorang yang mula-
mula masuk Islam sesudah Khadijah, istri Rasulullah. Selanjutnya tak seorang pun yang
mengingkari perjuangan, keutamaan, dan namun demikian, ilmu pengetahuan yang
dimilikinya.8
Setelah Abu Bakar Wafat, khalifah dipegang oleh Umar bin Khattab, banyak daerah
yang bisa dikuasai pada masa Umar. Setelah Umar bin Khattab terbunuh, Utsman didapuk
menjadi khalifah. Pada masa Utsman ini bani Umayyah mengambil manfaat untuk diri
mereka sendiri. Utsman merasakan bahwa Bani Umayyah benar-benar ikhlas dan
membantunya dengan penuh kejujuran. Lalu Utsman mengangkat banyak pembantu dari
Bani Umayyah. Masyarakat muslim melihat Utsman menempuh jalan lain yang ditempuh
dua khalifah sebelumnya. Munculah ketidakpuasan atas kepemimpinan Utsman sehingga
Utsman akhirnya terbunuh.
Sayyidina Ali akhirnya dibaiat oleh sebagian besar kaum muslimin, termasuk
mayoritas kaum Muhajirin. Namun beberapa sahabat nabi yang enggan membaiat Ali, yaitu
Zubair dan Thalhah, dengan persetujuan Aisyah keduanya menentang Ali dan
berkecamuklah perang Jamal antara pasukan Ali dan Pasukan Aisyah, Zubair dan Thalhah
gugur dalam pertempuran tersebut. Di sisi lain, Muawiyah dari keluarga Bani Umayyah
yang menjadi Gubernur Syam menuntut Ali untuk mengusut secara tuntas dan menghukum
orang yang membunuh Utsman. Atas ketidakpuasan bani Umayyah ini, Muawwiyah
memberontak khalifah Ali. Terjadilah pertempuran di lembah Shiffin. Setelah agak terdesak,
dan hampir-hampir pasukan Ali memenangkan pertempuran, Muawiyah menyuruh salah
satu tentaranya untuk mengangkat mushaf di atas lembing yang tinggi, sebagai tanda
menyerah dan permintaan perdamaian. Beberapa orang dari pasukan Ali merasa tidak puas
atas keputusan damai (tahkim) tersebut, sebab mereka merasa pasukan Ali hampir
menumpaskan pasukan pemberontak.
Peristiwa tahkim ini tidak malah menyebabkan perdamaian antara dua belah pihak,
namum memunculkan faksi-faksi di tubuh umat Islam menjadi tiga kelompok.9
1. Kelompok Syi’ah, yaitu golongan yang memihak pada Ali dan kerabatnya dan
berpendapat bahwa Ali dan keturunannya-lah yang berhak menjadi khalifah.
2. Kelompok Khawarij, yaitu golongan yang menentang Ali dan Muawiyah, mereka
berpendapat bahwa tahkim itu menyalahi prinsip agama.
3. Kelompok Murjiah, yaitu golongan yang menggabungkan diri kepada salah satu pihak
dan menyerahkan hukum pertengkaran itu kepada Allah semata.

7 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, (Jakarta: Pustaka Rizki Putra, 2009), h.
104-105.
8 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, h. 432

9 M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, h. 109.

5
Kelompok Syi’ah di atas, mula-mula merupakan orang-orang yang mengagumi
Sayyidina Ali, sebagai pribadi dan kedudukan istimewa di sisi Rasulullah, sehingga ia
mempunyai pengaruh yang besar dan muncullah rasa cinta sebagian kaum muslimin
kepadanya. Sebagian sahabat yang sangat mencintainya menganggap bahwa Ali merupakan
sosok paling utama di antara para sahabat, dan dialah yang paling berhak atas kedudukan
khalifah daripada yang lainnya. Namun, kecintaan itu telah bergeser menjadi fanatisme
yang buta dua abad selanjutnya. Sehingga menjadi perbedaan yang besar dan esensial antara
pandangan sekelompok sahabat tersebut terhadap Ali ra. dengan prinsip-prinsip yang
dianut oleh kaum Syi’ah dua abad kemudian. Sebagai misal, kelompok sahabat pecinta Ali
tersebut tidak mungkin dinamai Syi’ah dalam artian istilah yang dikenal sekarang.
Meskipun mereka mencintai Ali melebihi kecintaan kepada sahabat lainnya (termasuk
kepada para khalifah sebelum Ali). Mereka juga membaiat para khalifah yang telah
disepakati oleh para sahabat pada waktu itu.10
Berdasarkan penjelasan di atas, maka merupakan kekeliruan besar bagi kaum Syi’ah
yang fanatis yang menganggap bahwa sahabat-sahabat yang sangat mencintai Ali
merupakan pengikut Syi’ah sebagaimana pengikut-pengikut Syi’ah yang sekarang ini
dengan doktrin menghukumi kafir para sahabat lainnya, seperti Abu Bakar, Umar, Aisyah,
Thalhah, Zubair dan lainnya. Sementara para penganut Syi’ah sekarang telah terjadi selisih
pendapat terkait dengan masalah-masalah madzhab dan aqidah. Mereka telah terpecah
belah menjadi beberapa kelompok; sebagian dari mereka bersikap ekstrim, sehingga bisa
dikatakan doktrin mereka telah keluar dari ajaran Islam. Sedangkan, sebagian pengikut
Syi’ah lain bersikap moderat, sehingga hampir-hampir menyerupai kaum Ahlussunnah wal
Jamaah.

3.3 Aliran-aliran Syiah


Abu al-Khair al-Baghdadi, membagi Syiah dalam empat kelompok besar yaitu
Zaidiyah, Ismailliyah, Isna ‘Asyariyah, Ghulat (ekstremis). 11 Perpecahan dalam kelompok
Syiah itu terjadi lebih disebabkan oleh karena pebedaan prinsip keyakinan dalam persoalan
imâmah, yaitu pada pergantian kedudukan Imam dalam Syiah menjadi sangat penting,
karena tugas dan tanggung jawab seorang Imam hampir sejajar dengan kedudukan Nabi. 12
Imam bagi Syiah memiliki kewajiban menjelaskan makna Al-Qur’an, menjelaskan hukum
syariat, mencegah perpecahan umat, menjawab segala persoalan agama dan teologi,
menegakkan keadilan, mendidik umat dan melindungi wilayah kekuasaan.13
Perpecahan Syiah pertama terjadi sesudah kepemimpinan Imam Husein oleh karena
perbedaan pandangan siapa yang lebih berhak menggantikan kepemimpinan imam.
Sebagian pengikut beranggapan bahwa yang berhak memegang kedudukan imam adalah
putra Ali yang lahir tidak dari rahim Fatimah, yaitu yang bernama Muhammad Ibn Hanifah.
Sekte ini dikenal dengan nama Kaisaniyah. Sekte Kaisaniyah selanjutnya tidak berkembang.
Sedang golongan lain berpendapat bahwa yang berhak menggantikan Husein adalah Ali
Zaenal Abidin bin Husain. Golongan yang kedua ini (pendukung Ali Zaenal Abidin)
merupakan kelompok yang menjadi cikal bakal dari kelompok Zaidiyah.14

10Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir al-Qur’an: Perkenalan dengan Metodologi Tafsir, (Bandung: Penerbit
Pustaka, 1987), h. 121.
11Al-Baghdadi, Al-Farq Bayna Al-Firoq, (Beirut Dar-Ma’rifah, t.th.), h. 76.

12M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran Dan

Pemikiran, h. 66.
13 Ja’far Subhani, Syiah: Ajaran dan Praktiknya. (Jakarta: Nur Al-Huda), h. 159-160.

14M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajarannya h.82

6
Setelah kematian Ali Zaenal Abidin, sekte Zaidiyah terbentuk. Golongan Zaidiyah
mengusung Zaid sebagai imam kelima pengganti Ali Zaenal Abidin. Zaid sendiri adalah
seorang ulama terkemuka dan guru dari Imam Abu Hanifah dan merupakan keturunan Ali
bin Abi Thalib dari sanad Ali Zaenal Abidin bin Husain. Syiah Zaidiyah adalah golongan
yang paling moderat dibandingkan dengan sekte-sekte lain dalam Syiah. Paham yang
diajarkan oleh Syiah Zaidiyah dipandang paling dekat dengan paham keagamaannya
dengan aliran Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.15
Kekejaman semasa Dinasti Mu’awiyah terhadap kelompok Ahlul Bait, menjadikan
kelompok Syiah memilih untuk menjauhkan perjuanganya dari dunia politik dengan cara
melakukan taqiyah (berbohong untuk menyelamatkan keyakinan). Akan tetapi usaha ini
dinilai tidak membuahkan hasil. Para penguasa di luar kelompok Ahlul Bait tetap saja
memerangi Syiah. Sehingga kelompok Syiah Zaidiyah lebih memilih berdakwah secara
konfrontatif dengan penguasa. Mereka (kelompok Zaidiyah) mencontoh sikap Sayyidina Ali
Ra. (Imam pertama) dan Sayyidina al-Husain (Imam ketiga) sebagai panutan dalam
melakukan perlawanan, meski hanya dengan kekuatan sedikit (lemah).16
Syiah Zaidiyah menetapkan bahwa hak sebagai imam dapat diberikan kepada
siapapun yang memiliki garis keturunan sampai dengan Fathimah, putri Rasul baik dari
putra Hasan bin Ali maupun Husain. Akan tetapi, sekte Zaidiyah bersikukuh bahwa seorang
Imam juga harus memiliki kemampuan secara keilmuan, adil, dan berani melawan
kezaliman dengan cara mengangkat senjata. Bahkan kelompok Zaidiyah membenarkan
adanya dua atau tiga imam dalam dua atau tiga kawasan yang berjauhan dengan tujuan
untuk melemahkan kelompok musuh (penguasa yang zalim).17
Sekte Ismailliyah dan Isna ‘Asyariyah dapat digolongkan dalam Syiah Imamiyah,
karena keduanya mengakui bahwa pengganti Ali Zaenal Abidin (Imam keempat) adalah
Abu Ja’far Muhammad al-Baqir (Imam kelima). Kemunculan sekte Ismailliyah dan Isna
‘Asyariyah ini terjadi setelah wafatnya Abu Abdullah Ja’far Sadiq (Imam keenam) pada
tahun 148 H. Sekte Ismailliyah menyakini bahwa Ismail, putra Imam Ja’far ash-Shadiq,
adalah imam yang menggantikan ayahnya sebagai Imam ketujuh. Ismail sendiri telah
ditunjuk oleh Ja’far ash-Shadiq, namun Ismail wafat mendahului ayahnya. Akan tetapi satu
kelompok pengikut tetap menganggap Ismail adalah Imam ketujuh. Kepercayaan pada
tujuh Imam Syiah yang terhenti pada Ismail putra Ja’far ash-Shadiq, menjadikan Syiah
Ismailliyah disebut juga Syiah Sab’iyah.18
Dalam beberapa riwayat, dikemukakan bahwa Imam Ja’far telah berupaya untuk
meyakinkan kelompok Syiah yang menyakini bahwa Ismail belum wafat. Menurut Ja’far,
Ismail putranya adalah benar-benar meninggal secara jasad, yaitu hilangnya ruh dari badan.
Akan tetapi masih saja ada kelompok yang meyakini Ismail tidak mati sebagaimana
diperlakukan dengan Nabi Isa. Ismail akan hadir kembali sebagai penyelamat umat di akhir
zaman. Syiah Ismailliyah juga diberi gelar dengan al-Bâṭiniyah, karena kepercayaan bahwa
Al-Qur’an dan Sunnah mempunyai makna lahir dan makna batin (tersembunyi). Syiah
Ismailliyah. ini pada masa-masa setelah Imam Ja’far mengalami banyak cabang,
diantaranya: kelompok Druz, Ismailliyah Nizary, Ismailliyah Musta’ly.19
Kelompok lain dari golongan Syiah Imamiyah yaitu Isna ‘Asarîyah atau lebih dikenal
dengan Imâmiyah atau Ja’fariyah, atau kelompok Syiah Imam Dua Belas. Kelompok ini

15 Rasyidi. Apa Itu Shiah?, (Jakarta: Harian Umum Pelita, 1984), h. 52.
16 Asy-Syahrastani, Almilal wa Anihal, terj. Aswadie Syukur, h.154.
17 Thabathaba’i, Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya, h. 82.
18
Asy-Syahrastani, Almilal wa Anihal, terj. Aswadie Syukur, h.191.
19
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran Dan Pemikiran,
h.73-78.

7
mempercayai pengganti Ja’far ash-Shadiq adalah Musa al-Kadzam sebagai Imam ketujuh
bukan Ismail saudaranya. Kelompok Syiah inilah yang jumlahnya paling banyak (mayoritas)
dari kelompok Syiah yang ada sekarang.20 Disebut sebagai Syiah Imam dua belas karena
kelompok syiah ini meyakini dua belas imam secara berurutan yaitu:
1. Sayyidina Ali bin Abi Thalib.
2. Sayyidina Hasan bin Ali bin Abi Thalib.
3. Sayyidina Husein bin Ali bin Abi Thalib.
4. ‘Ali Zaenal ‘Abidin bin Husein bin ‘Ali bin Abi Thalib.
5. Mohd. al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin.
6. Ja’far Shadiq bin Muhammad al-Baqir.
7. Musa al-Kazim bin Ja’far Shadiq.
8. Ali Ridla bin Musa al-Kazhim.
9. Muhammad al-Jawwad bin ‘Ali Redha.
10. Ali bin Muhammad bin Ali Ridla.
11. Hasan bin Ali, bin Muhammad al-Askari.
12. Muhammad bin Hasan al-Mahdi21
Sekte selanjutnya adalah syiah Ghulat, merupakan kelompok ekstrim dari paham
Syiah, yang saat ini telah dipandang telah punah, dan sangat sulit untuk dilacak genealogi
pemikiran dari tiga kelompok besar lainnya. (Ismailliyah, Isna ‘Asyariyah, dan Zaidiyah).
Kelompok ekstrim ini banyak yang dipandang telah keluar dari Islam sehingga
keberadaaanya saat ini telah punah. Kelompok paham Syiah yang termasuk Ghulat di
antaranya As-Sabaiyah yaitu pengikut-pengikut Abdullah bin Saba’.22
Di antara Syiah Ghulat yang lain yaitu: AlKhaththabiyah, mereka adalah penganut
paham Ghulat yang disebarkan oleh Abu al-Khaththâb al-Asady. Kelompok
AlKhaththabiyah menyatakan bahwa Imam Ja’far ash-Shadiq dan leluhurnya adalah Tuhan.
Imam Ja’far sendiri menolak dirinya dianggap sebagai Tuhan. Kelompok ini dalam
perkembangan sejarahnya juga mengalami perpecahan dalam kelompok kelompok kecil
yang berbeda-beda. Sebagian di antaranya adalah mereka percaya bahwa dunia ini kekal,
tidak akan binasa, surga adalah kenikmatan dunia, mereka tidak mewajibkan shalat dan
membolehkan minuman keras.23
Kelompok lain yang masuk dalam golongan ekstrim yaitu Al- Ghurabiyah.
Kelompok Al-Ghurabiyah memiliki ajaran yang sangat bertentangan dengan Islam.
AlGhurabiyah memandang bahwa sebenarnya malaikat Jibril mengalami kekeliruan dalam
menyampaikan wahyu karena berkhianat terhadap Allah, sehingga wahyu yang seharusnya
diberikan kepada Ali justru disampaikan pada Nabi Muhammad.
Al-Qaramithah merupakan kelompok yang sangat keras dan ekstrem. Kelompok
AlQaramithah pempercayai bahwa Sayyidina Ali bin Abi Thalib adalah Tuhan, bahwa setiap
teks yang ada dalam Al-Qur’an memiliki makna lahir dan batin, dan yang terpenting adalah
makna batinnya. Mereka menganjurkan kebebasan seks dan kepemilikan perempuan dan
harta secara bersama-sama dengan dalih mempererat hubungan kasihsayang. Kelompok Al-
Qarâmithah bahkan pernah menyerbu dan menguasai Makkah pada tahun 930 M dengan
melukai para jamaah haji. Al-Qaramithah beranggapan bahwa ibadah haji adalah sia-sia
karena dinilai sebagai bentuk perbuatan jahiliyah, berthawaf dan mencium Hajar al-Aswat

20
M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran Dan Pemikiran,
h.83.
21
Thabathaba’i, Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya, h. 99.
22
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta, Djambatan, t.th), h. 999
23Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, terj. Abdurrahman Dahlan & Ahmad Qarib,

(Jakarta: Logos, 1996), h. 39.

8
adalah perbuatan syirik. Karenanya mereka merampas Hajar alAswat. Kelompok Syiah Al-
Qarâmithah akhirnya dikalahkan oleh al-Mu’iz al-Fâthimy ketika melakukan penyerbuan ke
Mesir pada tahun 972M, lalu punah sama sekali di Bahrain pada 1027 M.24

3.4 Pemikiran dan Ajaran Syiah


Secara umum, masing-masing aliran Syi’ah memiliki pemikiran tersendiri
berdasarkan pemahaman masing-masing, pokok- pokok paham mereka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Hak Kekhalifaan sesudah Rasulullah adalah Ali ibn Abi Thalib, karena itu
kekhalifaan Abu Bakar, Umar dan Utsman bukan hak mereka.
2. Khalifah – dalam istilah mereka iman – harus ditunjuk oleh Nabi.
3. Imam adalah Ma‘shum, tidak berdosa dan tidak boleh diganggu gugat25.
Dari banyaknya aliran syiah yang berkembang, penulis akan membatasi
pembahasan tentang pemikiran dan ajaran syiah hanya pada aliran syiah kelompok
Imamiah atau (Itsna ‘Asyariyah). Pertama, karena aliran ini merupakan aliran Syi’ah
yang mayoritas dan terbesar sampai saat sekarang ini. Kedua, dalam konsep imamah
aliran Syi’ah ini berhasil membangun negara sendiri di era kontemporer, yakni
Republik Iran. Sementara itu aliran lain mulai merosot tajam, walaupun pada era
klasik mereka pernah berjaya seperti mendirikan Dinasti Buwaih (Syi’ah Zaidiyah)
dan Dinasti Fathimiyah (Syi’ah Isma’iliyah)26.
Dalam perkembangannya syiah Imamiah mengalami perkembangan menjadi
beberapa kelompok, antara lain: Al-Baqiriyah al-Ja’fariyah al-Waqifiyah, Al-
Nawusiyah, Al-Afthahiyah, Al-Sumaithiyyah, Al-Isma’iliyyah, Al- Musawiyyah dan
Al-Mufadhaiyah, dan Al-Itsna ‘Asyriyah27. Dan Syi’ah Al-Itsna ‘Asyriyah ini yang
akan menjadi fokus penulis dalam pembahasan ini.
Mazhab syiah dikenal sebagai mazhab yang memiliki sanad yang bersambung
langsung pada Rasulullah dan Ahlu Bait. Pemikiran dan ajaran syiah terutama
kelompok Imamiah sampai saat ini masih bertahan dibawah bimbingan para Imam
syiah yang dikenal dengan imam dua belas. Urutan imam mereka yaitu28:
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminîn
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain al-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5. Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
6. Jafar bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far al-Shadiq
7. Musa bin Ja'far (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
8. Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali al-Ridha
9. Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad al-Jawad

24M. Quraish Shihab, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian Atas Konsep Ajaran Dan
Pemikiran, h.70-73
25Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah II (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1993) , h. 88

26Hasnah Nasution, Analytica Islamica, Vol. 4, No. 1, 2015: 27-53 Pemikiran Kalam Syi’ah Imamiyah

27Asy Syarastani, Al Milal Wa Al Nihal, Aliran-aliran Teologi dalam sejarah umat manusia, h.138

28
Ahmad Mahmud Subhi, Nazhariyyah Al-Imâm ba‟da al-Syî‟ah Itsna „Asyariyyah. (Mesir: Dar al-
Ma‘arif, 1969), h. 28-29.

9
atau Muhammad al-Taqi
10. Ali bin Muhammad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
11. Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-Asykari
12. Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-Mahdi
Secara prisip, ajaran Mazhab Syi’ah dikenal dengan konsep Ushuluddin yang
mempunyai lima akar yaitu:

1. Tauhid
Ini mencakup semua tentang Tauhid, dzat Allah yang tidak ada satupun yang
serupa dengan-Nya dan tidak memiliki sekutu. Allah adalah satu tidak ada
bagian-bagiannya sebagaimana sifatnya juga satu. Atau dalam kata lain,
keyakinan bahwa sifat Allah seperti ilmu, qudrot, irodat, dan hayat semuanya
adalah dzat Allah yang maha suci29.
َ‫اَّلل لَفَ َسدَ ت‬
ُ ‫لَ ْو ََك َن ِف ِهي َما أ ِلهَ ٌة ا ال ا‬
ِ
Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu
telah rusak binasa (Al Anbiya: 22)

Tuhan adalah Esa baik esensi maupun eksistensinya. Ke-Esa-an Tuhan adalah
muthlâq, Ia bereksistensi dengan sendiri-Nya. sebelum ada ruang dan waktu,
Tuhan adalah Qâdim. Maksudnya Tuhan bereksistensi dengan sendirinya
sebelum ada ruang dan waktu. Ruang dan waktu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan
Mahatahu, Maha Mendengar, Selalu hidup, mengerti semua bahasa, selalu benar
dan bebas berkehendak. Ke-Esa-an Tuhan tidak tersusun (murakkab). Tuhan tidak
membutuhkan sesuatu. Ia berdiri sendiri, tidak dibatasi oleh ciptaannya. Tuhan
tidak dapat dilihat dengan mata30. sebagaimana disebutkan dalam firman Nya:
‫َش ٍء عَ ِل ٌي‬ ‫ه َُو أ ْ َل او ُل َوأ ْل َءا ِخ ُر َوأ الظ َّٰ ه ُِر َوأ ْل َبا ِط ُن ۖ َوه َُو ب ُ ِل‬
ْ َ ‫ِك‬

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu (Al Hadid : 3)

Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi Nya tidak memerlukan apakah itu
masalalu, kini atau akan datang, sebagaimana firman-Nya:
‫َش ٍء فَقَد َار ُهۥ تَ ْق ِد ًيرا‬ ‫َو َخلَ َق ُ ا‬
ْ َ ‫ُك‬
"Dan dia Telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapkan ukuran- ukurannya
dengan serapi-rapinya. (Al Furqon: 2)

ٌ‫أَلَ ْم تَ ْع َ َْل أَ ان أ ا ََّلل ي َ ْع َ َُل َما ِِف أ الس َمآ ِء َوأ ْ َل ْر ِض ۗا ان َذَّٰ ِ َِل ِِف ِكتَ َّٰ ٍب ۚ ا ان َذَّٰ ِ َِل عَ َىل أ ا َِّلل ي َِسري‬
ِ ِ
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang
ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah Kitab
(Lauh mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah (Al Hajj: 70)

29
Professor Hossein Ansarian, https://www.erfan.ir/arabic/36707.html., 2022
30
Hasnah Nasution, Analytica Islamica, Vol. 4, No. 1, 2015: 27-53 Pemikiran Kalam Syi’ah Imamiyah

10
‫َش ٍء قَ ِد ٌير‬ ‫ْل أ الس َم َّٰ َ َّٰو ِت َوأ ْ َل ْر ِض َو َما بَيَْنَ ُ َما ۚ َ َْيلُ ُق َما ي َشَ آ ُء ۚ َوأ ا َُّلل عَ َ ٰىل ُ ِ ل‬
ْ َ ‫ُك‬ ُ ْ ‫َو ِ ا َِّلل ُم‬
“Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (AL
Maidah : 17)

Dalam konsep tauhid Syiah juga dikenal istilah Bada’. Bada’ adalah
membatalkan keputusan yang telah diputuskan sebelumnya karena ada
pemikiran baru. Mamduh Farhan al-Buhairi, seorang peneliti Syiah dari Ummul
Qura Makkah, menjelaskan tentang akidah Bada’, Syiah meyakini bahwa Allah
menciptakan makhluk, dan Dia tidak mengetahui apakah mereka itu baik atau
buruk. Dengan kata lain, ilmu Allah itu akan berubah dan menyesuaikan
fenomena yang terjadi. Akidah bada’ pertama dikumandangkan oleh Mukhtar al-
Tsaqafi, seorang ulama Syiah klasik. Ia pernah mengaku mengetahui hal-hal
ghaib.31

2. (Al-‘Adl) Keadilan
Yang dimaksud dengan “Adlu” adalah Tuhan tidak melakukan keburukan,
tidak meninggalkan kewajiban dan membebani sesuatu apapun yang tidak
penting kecuali ada maslahatnya. Atau dalam kata lain Azas yang kedua ini adalah
keyakinan bahwa Allah itu adil tidak zolim dalam hokum dan qada qadar-Nya.
Allah Swt Terlepas dari sifat-sifat buruk diatas. Azas inilah yang menjadi pembeda
syiah itsna Asyariah dengan kelompok kelompok Mu’tazilah32.
Tuhan menciptakan kebaikan di alam ini merupakan keadilan. Ia tidak
pernah menghiasi ciptaan-Nya dengan ketidakadilan. karena ketidakadilan dan
kezhaliman merupakan tanda kebodohan dan ketidakmampuan dan sifat ini jauh
dari keabsolutan dan kehendak Tuhan. Tuhan memberikan akal kepada manusia
untuk mengetahui perkara yang benar atau salah melalui perasaan. Manusia dapat
menggunakan penglihatan, pendengaran, dan indera lainnya untuk melakukan
perbuatan, baik perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jadi, manusia dapat
memanfaatkan potensi berkehendak sebagai anugerah Tuhan untuk mewujudkan
dan bertanggung jawab atas perbuatannya33.
Menurut Syi‘ah bahwa Allah tidak berbuat dzalim kepada seseorang dan
tidak melakukan sesuatu yang buruk menurut akal sehat. Akal yang mengatakan
bahwa buruk bagi Allah itu mustahil maka kaum Syi’ah menetapkan sifat al-Adl
hanya pantas dipunyai atau bagi Allah sedangkan syara’ hanya memperkuat dan
memberi tanda-tandanya saja, bahkan akal tanpa bantuan syara‘ tidak dapat
menentukan baik buruk.34
Mereka memberi makna keadilan Tuhan dengan pengertian menafikan
kemungkinan Tuhan berbuat zhalim. Tuhan adalah zat yang Maha Adil, yang

31
Ali Ahmad al-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syiah Jilid I,[terj] (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,1997), h. 327
32
‫الشيخ صالح الكرباسي‬, ‫ مركزاإلشعاع اإلسالمي للدراسات والبحوث اإلسالمية‬https://www.islam4u.com/
33
Hasnah Nasution, Analytica Islamica, Vol. 4, No. 1, 2015: 27-53 Pemikiran Kalam Syi’ah Imamiyah
34
Katimin, Mozaik Pemikiran Islam; Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer
(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010), h. 25.

11
tidak mungkin ada kezaliman pada ketetapan dan hukum-hukum-Nya. Dia
memberi pahala bagi orang-orang yang taat dan memberi siksa bagi orang-orang
yang berbuat dosa. Dia tidak membebani hamba-hamba-Nya dengan sesuatu yang
tidak disanggupi dan tidak menyiksa mereka melebihi dari siksa yang seharusnya
mereka terima.
Maka manusia hendaknya mengetahui jalan kebenaran yang lurus yang akan
membawanya pada kesempurnaan tujuan hidup yaitu hidup yang sesuai dengan
kehendak Allah Swt, dengan selalu menebar kebaikan pada sesame manusia.
Berbuat jujur, saling menghormati, adil, ikhlas, ramah dan sifat-sifat kebaikan
lainnya35:
‫هللا يَأْ ُم ُر ِِبلْ َعدْ لِ َوال ْح َس ِان‬
َ ‫ا ان‬
ِ ِ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (An Nahl: 90)

3. Nubuwwah
Nubuwah secara etimologi adalah kabar atau penyampaian kabar. Nubuwah
dapat diartika sebagai penyampaian wahyu (kabar) dari Allah Swt. Orang yang
menyapaikan wahyu ini adalah manusia yang kemudian disebut Nabi. Dan Nabi
adalah manusia yang diberi tugas untuk menyampaikan kabar (wahyu) dari Allah
Swt secara langsung. Nubuwah adalah khilafah robbaniah yang Allah lakukan
dengan memilih hamba diantara hamba-hamba-Nya yang sholeh. Lalu mengutus
mereka kepada manusia untuk membimbing dan mengarahkan mereka kepada
kebahagiaan di dunia dan akhirat36.
Setiap makhluk sekalipun telah diberikan insting, pasti tetap membutuhkan
petunjuk, baik dari Tuhan ataupun dari manusia. Rasul merupakan petunjuk
hakiki utusan Tuhan yang secara transenden diutus untuk memberikan acuan
dalam membedakan antara yang baik dan yang buruk dialam semesta.
Dalam keyakinan Syi’ah Itsna Asyriyah: Tuhan telah mengutus 124.000 rasul
untuk memberikan petunjuk kepada manusia. Syi’ah Itsna ‘Asyriyah percaya
muthlak tentang ajaran tauhid dengan kerasulan sejak Nabi Adam hingga
Muhammad dan tidak ada lagi Nabi atau rasul setelah muhammad. Mereka
percaya adanya kiamat. Kemurnian dan keaslian al- Qur‘an jauh dari tahrîf,
perubahan, atau tambahan. Hal terpenting dalam keyakinan mereka tentang
kenabian adalah masalah ishmah (maksum). Mereka meyakini tentang
kesempurnaan sifat-sifat para nabi. Kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada
nabi adalah mu‘jizat. Menurut golongan Syi‘ah bahwa imam imam mereka itu
sebagaimana para nabi adalah bersifat al-ishmah atau ma’shum, yaitu dalam
segala tingkah laku, tidak pernah berbuat dosa besar maupun kecil, tidak ada
tanda-tanda berlaku maksiat, tidak boleh berbuat salah ataupun lupa. Mereka
berpendapat bahwa para imam itu menerima wahyu karena itu tidak salah dan
senantiasa benar.

35
Professor Hossein Ansarian, https://www.erfan.ir/arabic/36707.html., 2022
36
‫ا الشيخ صالح الكرباسي‬, ‫ مركزاإلشعاع اإلسالمي للدراسات والبحوث اإلسالمية‬https://www.islam4u.com/

12
4. Ma’ad (Hari Kiamat)
Ma’ad adalah hari kebangkitan atau hari dibangkitkannya manusi secara ruh
dan jasad dan kembalikan setelah kematian. Hal ini dilakukan untuk menghisab
amal perbuatan mereka, dimana yang taat akan mendapat balasan dan yang sering
maksiat akan mendapatkan azab.37
Setiap muslim harus yakin akan keberadaan kiamat dan kehidupan suci
setelah dinyatakan bersih dan lurus dalam pengadilan Tuhan. Mati adalah transit
dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat. Mereka juga menyakini tentang
keterangan yang ada dalam al-Qur‘an dan Sunnah tentang surga, neraka, alam
barzakh, shirat, al-A‘raf, al-kitab (catatan amal manusia).
Salah satu doktrin tentan ma’ad adalah doktrin Raj’ah yaitu keyakinan
akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah yang paling shaleh dan
sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran dan
kekuasaan Allah Swt., di muka bumi bersama dengan munculnya Imâm Mahdi.38
Di kalangan Syi‘ah, paham Mahdiyah merupakan I’tiqad yang berkenaan
bahwa kelak akan muncul seorang imam yang dinamakan al-Mahdi, yaitu
pemimpin yang akan mengembangkan keadilan dan memusnahkan kezaliman.
Al-Raj`ah adalah keyakinan yang mempercayai bahwa sebagian manusia
akan mengalami proses reinkarnasi atau hidup kembali ke dunia setelah mereka
mengalami kematian. Mereka adalah orang-orang yang telah berbuat zalim dan
menganiaya para imam dan ahl al-bait, setelah itu baru Allah menghidupkan
kembali para imam dan ahl al-bait, setelah itu baru Allah menghidupkan kembali
para imam satu persatu, dimulai dari Ali ibn Abi Thalib, sampai dengan Hasan
al-Akari. Namun sebelum kedatangan mereka, akan muncul terlebih dahulu
imam Mahdi al-Muntazhar, sebagai pembuka jalan bagi raj`ah-nya para imam
yang lain. Raj`ah mereka ke dunia ini adalah sebagai pengganti atas hak syar’i-
nya dalam khalifah yang belum terwujudkan pada kehidupan sebelum raj’ah.39

5. Imamah
Imamah adalah kepemimpinan setalah Nabi atau kenabian. Tugas dan
perannya hamper sama dengan Nabi, hanya saja Imammah tidak menerima
wahyu secara langsung. Imamah bias terjadi setelah setiap para Nabi khususnya
setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw. Karena pada setiap zaman harus ada
imam yang menjadi petunjuk menggantikan Nabi dalam tugasnya memberikan
arahan dan petunjuk kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Imamah adalah
keberlangsungan kenabian dalam tugasnya. Oleh karenanya imamah harus
dengan nash yang diwahyukan Allah kepada Nabi atau kepada imam
sebelumnya, bukan dengan pemilihan oleh beberapa kabilah atau kelopmok umat
islam. Imamah atau para imam setelah Nabi Muhammad Saw adalah imam dua
belas yang dinashkan oleh Rasulullah Saw.40

37
‫الشيخ صالح الكرباسي‬, ‫ مركزاإلشعاع اإلسالمي للدراسات والبحوث اإلسالمية‬https://www.islam4u.com/
38
Katimin, Mozaik Pemikiran Islam; Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer (Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2010), h. 26.
39Musa al-Musawi, Meluruskan Penyimpangan Syi’ah (Jakarta: t.p., 1993), h. 201-204

40 ‫الشيخ صالح الكرباسي‬, ‫ مركزاإلشعاع اإلسالمي للدراسات والبحوث اإلسالمية‬https://www.islam4u.com/

13
Imamah adalah Institusi yang di inagurasikan Tuhan untuk memberikan
petunjuk manusia yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada
keturunan Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. Dalam paham Syi’ah,
pelanjut kenabian dan pembimbing selain nabi adalah sebuah keharusan pula
yang dikenal dengan imam, yang menjadi washi (pemerima wasiat), Khalifah
(pengganti), dan wali (pemimpin) setelah nabi Muhammad Saw.
Imamah berasal dari bahasa Arab berakar dari kata Imam, yang berasal
dari kata amma yang berarti menjadi ikutan. Kata imam berarti Pemimpin atau
contoh yang harus diikuti atau yang mendahului. Dalam konteks Syi’ah konsep
Imamah berarti meyakini bahwa Allah Swt., melalui lisan para nabi-Nya telah
mengangkat orang yang memiliki kualitas tinggi untuk menjadi pemimpin umat.
Ada dua argumentasi tentang kemestian Imamah:
Pertama: Dalil Aqli, Syi’ah meyakini bahwa kebijaksanaan Tuhan
mengutus para Nabi untuk membimbing umat manusia. Demikian pula dengan
Imamah yakni kebijaksanaan Tuhan pun menuntut perlunya kehadiran seorang
imam sesudah meninggalnya rasul guna terus dapat membimbing umat manusia
dan memelihara kemurnian ajaran para Nabi dan agama Ilahi dari penyimpangan
dan perubahan.
Kedua: dalil Naqli, dalam firman Allah yang berbunyi:

‫ْل لِلنا ِاس ا َما ًما ۖ قَا َل َو ِمن ُذ ل ِري ا ِىت ۖ قَا َل َل ي َ َن ُال َعهْ ِدى أ الظ َّٰ ِل ِمني‬
َ ُ ‫َوا ِذ أبْ َت َ ٰ ٓىل ا ْب َ َّٰر ِهۦ َم َربُّهُۥ ب َ َِِك َم َّٰ ٍت فَأَتَ امهُ ان ۖ قَا َل ا ِ لّن َجا ِع‬
ِ ِ ِ ِ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahîm diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perinah dan larangan), lalu Ibrahîm menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya
Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahîm berkata: "(Dan saya
mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang
yang zalim"(Al Baqarah 124).
Ulama Syi’ah menyimpulkan bahwa kedudukan Imamah berbeda dengan
kedudukan kenabian, Imamah adalah janji Tuhan yang tidak ada campur tangan
manusia; ayat ini juga menetapkan Imamah bagi Nabi Ibrahim dan sebagian
keturunannya (dari Isma‘il ke Nabi Muhammad Saw., Ali bin Abi Thalib, dan
keturunannya dari Fathimah binti Muhammad sebanyak 11 orang)41.
Dalam mazhab Syi’ah Imamiyah ini, Imamah merupakan bentuk dari
pemerintahan Tuhan. Kedudukan Imam sama seperti kedudukan Nabi. Hanya
saja perbedaan antara nabi dengan imam adalah bahwa nabi sebagai pendiri
risalah, sementara imam sebagai penjaga risalah. Jika nabi menerima wahyu maka
imam tidak menerima wahyu dari Allah hanya saja imam memperoleh ilham dari
Allah Swt.
Kelanjutan dari konsep Nubuwwah dan Imamah adalah konsepsi Wilayah
Fâqih. Secara priodik dalam sejarah Syi’ah, kepemimpinan universal
berdasarkan mandat ilahi terbagi pada empat periode yaitu: Periode Nabi, Periode
Imam, Periode Keghaiban sughro, dan Periode Keghaiban Kubra. Pada keghaiban

41
Katimin, Mozaik Pemikiran Islam; Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer (Bandung: Citapustaka
Media Perintis, 2010), h. 271-180.

14
kubra ini ulama (faqih) dinobatkan menjadi penerus rangkaian kepemimpinan
umat sebagai wakil dari imam (naib Imâm).
Dalam hal yang bersifat mahdah, Syi’ah Itsna Asyriyah berpijak kepada
cabang agama yang disebut dengan Furu’ al-Din yang terdiri atas: Shalat,
Puasa, Haji, Zakat, Jihad, Ada juga yang menambahkan dengan: Khumus (Pajak
seperlima dari penghasilan), Amar Ma’ruf dan Nahi ani al-MunkAr, dan lain- lain.

3.5 Analisis Terhadap Pemikiran dan Ajaran Syiah


Syiah memiliki ushuluddin sebagai azas dalam pemikiran ilmu kalam. Diatas penulis
sudah membasa kelima azas tersebut dari berbagai referensi, berikut penulis akan
melakukan analisis terhadap 5 azas syiah dalam beragama atau yang dikenal dengan
Ushuludin Syiah:
1. Konsep keesaan Allah yang diyakini Syiah dengan dalil Qur’an memang tidak jauh
berbeda dengan tauhid sunni. Akan tetapi penyematan sifat bada’ kepada Allah
menjadikan keesaan Allah Nampak tidak murni, karena tidak mungkin Allah
menciptakan makhluk dan Dia tidak mengetahui apakah makhluk itu baik atau buruk.
Lalu kemudian Allah merubah putusan-Nya dan menyesuaikan fenomena yang terjadi
2. Konsep ke-Esa-an dalam Syiah juga menjadi rancu ketika dikaitkan dengan konsep
imamah. Akidah Imamah diposisikan sebagai akidah penyerta dalam konsep
ketuhanan. Imamah adalah suatu jabatan Ilahi. Allah yang memilih berdasarkan
pengetahuan-Nya yang azali menyangkut hamba-hamba- Nya, sebagaimana Dia
memilih Nabi. Imam Khomeini mengatakan Imamah merupakan kedudukan
Kekhalifahan yang menyeluruh bersifat ketuhanan. Maksudnya para Imam memiliki
kuasa seperti Allah atau alam semesta ini diatur oleh Allah dan para Imam. Para Imam
memiliki hak kuasa yang tidak dimiliki para Nabi sekalipun. Itulah maksud ismah atau
maksum bagi konsep Imamah.
3. Kaum Syi‘ah Imamiyah mengatakan tidak sempurna iman seseorang
kecuali ia yakin terhadap doktrin yang lima, yaitu al-Tauhîd, al-Adl, al-
Nubuwwah, al-Imamah, dan al-Ma’ad. Konsep Iman ini sama dengan paham
Mu'tazilah yang mengatakan Iman adalah tashdiq di dalam hati, iktar dengan lisan
dan dibuktikan dengan perbuatan konsep ketiga ini mengaitkan perbuatan manusia
dengan iman, karena itu, keimanan seseorang ditentukan pula oleh amal
perbuatannya. Konsep ini dianut juga oleh Khawarij karena iman dalam arti
mengetahui pun belumlah cukup.
4. Masalah pelaku dosa besar, Syi‘ah Imamiyah mengatakan bahwa para
pelaku dosa besar bukan berada dalam suatu kedudukan antara mukmin dan kafir
tetapi adalah muslim yang berdosa, sedangkan penganut Syi‘ah zaidiyah juga
percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal di dalam neraka, jika
ia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi‘ah zaidiyah
memang dekat dengan Mu'tazilah. Dalam hal pelaku dosa besar khwarij mengkafirkan
pelaku dosa besar dan murji‘ah memelihara keimanan pelaku dosa besar, Mu'tazilah
tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar tetapi
menyebutkan al-manzilah baina manzilataini yaitu berada diposisi tengah diantara
posisi mukmin dan kafir, atau tidak dimasukkan ke dalam surga ataupun neraka
melainkan posisi diantara keduanya. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum
sempat bertaubat, ia akan dimasukkan ke dalam neraka selama-lamanya. Walaupun
demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari pada siksaan orang-orang
kafir.

15
5. Dalam konsep tauhidnya Syi‘ah ingin mensucikan Tuhan dari segala hal sehingga
meniadakan sifat-sifat Tuhan, berarti Tuhan tidak mempunyai pengetahuan, tidak
mempunyai kekuatan dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui dan sebagainya tetapi
bukanlah sifat dalam arti kata sebenarnya karena jika Tuhan mengetahui dengan
perantara pengetahuan dan pengetahuan itu adalah Tuhan sendiri. Jika Tuhan
mempunyai sifat-sifat maka sifat-sifat itu mestilah kekal seperti halnya dengan zat
Tuhan, kekalnya sifat-sifat akan membawa kepada paham banyak yang kekal, dan hal
ini akan membawa kepada paham syirik. Suatu hal yang tidak dapat diterima dalam
teologi.
Sebagian besar tokoh Syi‘ah rafidhah menolak bahwa Allah senantiasa
bersifat tahu, namun adapula sebagian dari mereka berpendapat bahwa Allah tidak
bersifat tahu terhadap sesuatu sebelum ia menghendaki. Tatkala ia menghendaki
sesuatu, ia pun bersifat tahu, jika dia tidak menghendaki, dia tidak bersifat tahu,
maka Allah berkehendak menurut mereka adalah bahwa Allah mengeluarkan
gerakan (taharraka harkah), ketika gerakan itu muncul, ia bersifat tahu terhadap
sesuatu itu. Mereka berpendapat pula bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap
sesuatu yang tidak ada.
6. Untuk melihat perbandingan peran wahyu dan akal, dapat dilihat beberapa pojok
pemikiran yaitu pendapat kelompok Syi‘ah dalam masalah imamah seakan- akan
kelompok Syi‘ah memberikan peran yang banyak kepada akal karena seorang imam
dalam kelompok Syi‘ah memiliki jabatan Ilahi dan memiliki kuasa seperti Allah, berarti
seorang imam dengan kemampuan akalnya dapat membuat dan menentukan hokum
karena telah diberi kekuasaan oleh Allah, akan tetapi dalam hal memperkuat argument
kalangan Syi‘ah tetap mengutamakan peran wahyu seperti hadis yang menyarakan
keistimewaan Ali sebagaimana tersebut di atas, jadi dapat disimpulkan Syi‘ah
memandang peran akal dan wahyu sama seperti aliran maturidiyah samarkan.
7. Konsep Al- ̳Adl (keadilan) dalam ajaran pokok Syi‘ah menyebabkan pahamnya hampir
sama dengan aliran Qadariyah dan Mu‘tazilah, menurut Qadariyah manusia
mempunyai iradat (kemampuan berkehendak atau memilih) dan qudrah (kemampuan
untuk berbuat), karena Allah Swt telah membekali manusia sejak lahirnya dengan
qudrat dan iradat sebagai suatu kemampuan untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan
tersebut. Mu'tazilah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban itu
dapat disimpulkan dalam satu kewajiban yaitu kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi
manusia seperti kewajiban Tuhan menepati janji-janji-Nya. Kewajiban Tuhan mengirim
Rasul-rasul-Nya untuk petunjuk kepada manusia dan lain-lain. Kewajiban Tuhan untuk
berbuat adil, mengutus nabi, para imam, dan menepati janjinya di hari kiamat
sebenarnya merupakan anugrah kepada manusia untuk menentukan perbuatan.

4. KESIMPULAN
Syiah merupakan kelompok aliran atau paham yang mengidolakan Ali bin Abi
Thalib dan keturunannya, yakni imam-imam atau para pemimpin agama dan umat
setelah Nabi Muhammad SAW. Mereka berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah
imam dan khalifah yang ditetapkan melalui nash dan wasiat Rasulullah baik secara
terang-terangan maupun implisit. Artinya bahwa imamah harus dari jalur Ali dan jika
terjadi dalam sejarah bahwa imam bukan dari keturunan Ali, hal tersebut merupakan
kezaliman dan taqiyah dari pihak keturunan Ali. Sehingga imamah menurut syiah bukan
hanya sebatas maslahat agama tetapi aqidah yang menjadi tiangnya agama
Lahirnya Syiah berawal ketika Sayyidina Ali dibaiat oleh sebagian besar kaum
16
muslimin, termasuk mayoritas kaum Muhajirin. Namun beberapa sahabat nabi yang
enggan membaiat Ali, yaitu Zubair dan Thalhah, dengan persetujuan Aisyah keduanya
menentang Ali dan berkecamuklah perang Jamal antara pasukan Ali dan Pasukan
Aisyah, Zubair dan Thalhah gugur dalam pertempuran tersebut. Di sisi lain, Muawiyah
dari keluarga Bani Umayyah yang menjadi Gubernur Syam menuntut Ali untuk
mengusut secara tuntas dan menghukum orang yang membunuh Utsman. Atas
ketidakpuasan bani Umayyah ini, Muawwiyah memberontak khalifah Ali. Terjadilah
pertempuran di lembah Shiffin. Setelah agak terdesak, dan hampir-hampir pasukan Ali
memenangkan pertempuran, Muawiyah menyuruh salah satu tentaranya untuk
mengangkat mushaf di atas lembing yang tinggi, sebagai tanda menyerah dan
permintaan perdamaian. Beberapa orang dari pasukan Ali merasa tidak puas atas
keputusan damai (tahkim) tersebut, sebab mereka merasa pasukan Ali hampir
menumpaskan pasukan pemberontak. Peristiwa tahkim ini tidak malah menyebabkan
perdamaian antara dua belah pihak, namum memunculkan faksi-faksi di tubuh umat
Islam dan Syiah adalah salah satu faksi dari perpecahan tersebut
Syiah memiliki empat kelompok besar yaitu Zaidiyah, Ismailliyah, Isna
‘Asyariyah, Ghulat (ekstremis). Dari banyaknya aliran syiah yang berkembang, hanya
aliran syiah kelompok Imamiah atau (Itsna ‘Asyariyah) yang masih bertahan. Hal ini
Karena aliran ini merupakan aliran Syi’ah yang mayoritas dan berhasil membangun
negara sendiri di era kontemporer, yakni Republik Iran. Sementara itu aliran lain mulai
merosot tajam, walaupun pada era klasik mereka pernah berjaya seperti mendirikan
Dinasti Buwaih (Syi’ah Zaidiyah) dan Dinasti Fathimiyah (Syi’ah Isma’iliyah)
Secara prisip, ajaran Mazhab Syi’ah dikenal dengan konsep Ushuluddin yang
mempunyai lima akar yaitu: Tauhid, Al Adl, Nubuwah, Ma’ad, Imamah. Lima azas yang
menjadi pegangan syiah ini pada dasarnya tidak bersebarangan dengan ahlu sunnah wal
jama’ah atau sunni. Hanya saja ada beberapa pemikiran dan ajarannya yang kontradiktif
dan justru lebih mirip dengan aliran lainnya seperti Qodariah, Jabariah, Murjiah,
Khawarij dan Mu’tazilah.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Sirajuddin, I’itiqad Ahlussunnad wa al-Jama’ah. Jakarta: Pustaka Tarbiyah. 1992.

Ansarian Hossein, https://www.erfan.ir/arabic/36707.html., 2022

Ali Ahmad al-Salus, Ensiklopedi Sunnah-Syiah Jilid I, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,1997)

Al-Syahrastânî, Muhammad ̳Abd al-Karîm ibn Abî Bakr Ahmad, Al-Milal wa al-Nihal,

Beirût: Dâr al-Fikr, 1997

Al-Baghdadi, Al-Farq Bayna Al-Firoq, Beirut Dar-Ma’rifah, t.th.

Musa al-Musawi, Meluruskan Penyimpangan Syi’ah (Jakarta: t.p., 1993)

Al-Shabuni, Muhammad Ali, al-Nubuwah wa al-Ambiya’, Damaskus: Dar al-Qalam, 1989

Al-Zuhaili, Wahbah, Tafsir Al-Munir: Akidah, Syariah, Manhaj, terj. Abdul Hayyie Al-

Kattani, dkk, Depok: Gema Insani, 2021.

Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam, Jakarta: Pustaka Rizki

Putra, 2009.

Asy-Syahrastani, Almilal wa Anihal, terj. Aswadie Syukur, Surabaya:Bina Ilmu, t.th.

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,1997,

Jilid 5, Cet. Ke-4.

Faudah, Mahmud Basuni, Tafsir-Tafsir al-Qur’an: Perkenalan dengan Metodologi Tafsir,

Bandung: Penerbit Pustaka, 1987.

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jakarta: Panjimas, 1983, jilid 27

Katimin. Mozaik Pemikiran Islam; Dari Masa Klasik Sampai Masa Kontemporer. Bandung:

Citapustaka Media Perintis. 2010.

Katsir, Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh, Lubab Tafsir min

Ibni, Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2005

Rasyidi. Apa Itu Shiah?, Jakarta: Harian Umum Pelita, 1984.

Rezi, Melisa & Amrina, “Semit: Asal Muasal Bahasa Arab, Jurnal Lughawiyah, vol.1, no. 2,

2019

Shihab, M. Quraish, Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah: Kajian atas Konsep

Ajaran dan Pemikiran, Tangerang: Lentera Hati. 2007.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah Jakarta: Lentera Hati, 2012

Subhani, Ja’far, Syiah: Ajaran dan Praktiknya, Jakarta: Nur Al-Huda, t.th.
18
Thabathaba’i. Islam Syiah: Asal-Usul dan Perkembangannya, terj. Djohan Effendi, Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti. 1989.

Zahrah, Muhammad Abu, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, terj. Abdurrahman Dahlan

& Ahmad Qarib, Jakarta: Logos, 1996.

‫الشيخ صالح الكرباسي‬, ‫ مركزاإلشعاع اإلسالمي للدراسات والبحوث اإلسالمية‬https://www.islam4u.com/

19

Anda mungkin juga menyukai