Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ISLAM ULIL ALBAB

“Perkembangan Pemikiran Dalam Islam”

DISUSUN OLEH:
QHANDISYA CHINTYA AURORA
21410071

DOSEN PENGAMPU:
SYARIF NURHIDAYAT,SH.,MH.

JURUSAN HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2023
A. Latar Belakang

Pemikiran keislaman lahir sebagai respons dari komunitas Muslim terhadap


realitas sosial, yang kemudian berkembang menjadi berbagai aliran pemikiran yang
berkelanjutan. Keanekaragaman pandangan dalam pemikiran Islam menghasilkan
sejumlah isu yang perlu dihadapi, seiring dengan jumlah pemikir yang
berkontribusi dalam hal ini. Oleh karena itu, pluralitas pemikiran dalam dunia Islam
harus diakui dan dihargai, karena hal ini merupakan aset yang penting bagi
kemajuan komunitas Muslim.1 Perkembangan pemikiran dalam Islam adalah upaya
untuk mengaktualisasikan ajaran tauhid dalam rangka menjawab tantangan zaman
dan berbagai permasalahan yang muncul dalam masyarakat saat ini. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, yang menjadi faktor utama dalam perkembangan umat
manusia, tidak terjadi tanpa adanya diskusi dan perdebatan ilmiah.2

Islam, sebagai agama yang mencakup aspek spiritual, etika, hukum, dan
sosial, selalu mengalami berbagai interpretasi dan perkembangan pemikiran
sepanjang sejarahnya. Dalam konteks pemikiran Islam, salah satu aspek yang
menarik untuk diselidiki adalah perkembangan pemikiran dalam kelompok-
kelompok seperti Khowarij, Syiah, dan Murjiah. Ketiga kelompok ini memiliki
pandangan-pandangan yang berbeda terkait agama, teologi, politik, dan etika, yang
telah memberikan dampak signifikan pada sejarah dan perkembangan pemikiran
dalam dunia Islam.3

Perkembangan pemikiran dalam kelompok Khowarij, Syiah, dan Murjiah


adalah bagian integral dari sejarah intelektual Islam. Pemikiran-pemikiran yang
berbeda ini telah mempengaruhi perkembangan sejarah Islam dalam berbagai cara,
baik dalam politik, teologi, atau masalah-masalah sosial. Oleh karena itu, penting
untuk mengkaji perkembangan pemikiran dalam kelompok-kelompok ini untuk

1
Rahmawati. 2016. “Perkembangan Pemikiran Dan Peradaban Islam.” Jurnal Rihlah V (2): hlm
108.
2
Pihar, Ahmad, Haidar Putra Daulay, and Zaini Dahlan. 2021. “Pemikiran Teologi Klasik
Khawarij Dan Syi’ah.” MUDABBIR Journal Reserch and Education Studies 1 (2): hlm 132.
3
Rubini. 2018. “Khawarij Dan Murji’ah Persfektif Ilmu Kalam.” Jurnal Komunikasi Dan
Pendidikan Islam 7 (1): hlm 97.

1
memahami keragaman pemikiran dalam Islam dan dampaknya pada sejarah serta
perkembangan masa kini. Dalam makalah ini, kita akan menjelajahi perkembangan
pemikiran dalam kelompok Khowarij, Syiah, dan Murjiah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalah


pada penulisan makalah ini yakni:

1. Apa pengertian dari Khowarij, Syiah, dan Murjiah?


2. Bagaimana sejarah kelahiran dari Khowarij, Syiah, dan Murjiah?
3. Bagaimana pemikiran dari Khowarij, Syiah, dan Murjiah.?
4. Bagaimana analisis dari pemikiran Khowarij, Syiah, dan Murjiah?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka adapun tujuan dari penulisan


makalah ini yakni:

1. Untuk mengetahui pengertian dari Khowarij, Syiah, dan Murjiah


2. Untuk mengetahui kelahiran dari Khowarij, Syiah, dan Murjiah
3. Untuk mengetahui pemikiran dari Khowarij, Syiah, dan Murjiah
4. Untuk mengetahui hasil analisis dari pemikiran Khowarij, Syiah, dan
Murjiah

D. Pembahasan

1. Pengertian Khowarij, Syiah, dan Murjiah

a. Khowarij

Secara etimologis, kata "Al Khawarij" berasal dari kata tunggal "Khārij"
yang dalam bahasa Arab berarti "diluar" atau "bagian luar." Oleh karena itu, para
ahli bahasa merujuk pada kelompok ini dengan kata "kharaja" karena mereka
telah keluar dari prinsip-prinsip agama dan tidak lagi tunduk kepada Imam Ali.
Terminologi yang digunakan oleh para ulama dalam mendefinisikan Al
Khawarij beragam. Beberapa ulama memberikan definisi yang mencakup

2
pengertian politik secara umum, yaitu setiap kelompok yang keluar dari
kepemimpinan yang diakui secara syari, baik itu keluar dari kepemimpinan
Khulafā' Ar Rasyidīn, kepemimpinan tabī'in, atau kepemimpinan di zaman mana
pun. Sebagian ulama, seperti Al Syaristānī, menggambarkan Al Khawarij
sebagai setiap orang yang memisahkan diri dari pemimpin yang telah disetujui
kepemimpinannya.4

Selain itu, ada juga definisi yang diajukan oleh ulama Ibāḍīah, yang
menyatakan bahwa Khawarij adalah kelompok yang muncul pada masa tabi'in
(pengikut generasi setelah sahabat Nabi) dan tabi' al-tabi'in (pengikut generasi
setelah tabi'in). Kelompok Ibāḍīah ini memberikan kerangka waktu khusus
untuk munculnya Khawarij. Dengan demikian, pengertian dan definisi Al
Khawarij dalam terminologi para ulama memiliki variasi yang mencakup konsep
pemisahan dari kepemimpinan yang diakui syariah, dengan beberapa ulama
menekankan keluarnya dari kepemimpinan Imam Ali, sementara yang lain
menentukan kerangka waktu khusus untuk munculnya kelompok Khawarij.

b. Syiah

Syiah dalam bahasa Arab awalnya merujuk kepada pihak, puak,


golongan, kelompok, atau pengikut sahabat atau pendukung. Seiring berjalannya
waktu, makna ini berkembang dan kemudian mengacu pada kelompok
masyarakat yang sangat mendukung Ali dan menghormatinya beserta
keturunannya, yang dikenal sebagai Syiah-Ali. Kelompok ini secara perlahan
mengembangkan dirinya sebagai suatu aliran dalam Islam. Ahl al-bait, atau
"keluarga rumah Nabi" dalam pandangan Syiah, mencakup orang-orang seperti
Fatimah, suaminya Ali, serta Hasan dan Husein, yang merupakan anak-anak
kandung Nabi Muhammad, beserta menantu dan cucu-cucunya. Namun, istri-
istri Nabi tidak dianggap sebagai bagian dari Ahl al-Bait dalam pandangan
Syiah.5

4
Syandri. 2017. “Al Khawarij Dan Al Murjiah Sejarah Dan Pokok Ajarannya.” Nukhbatul ’Ulum 3
(1): hlm 286.
5
Chaerudji. 2007. Ilmu Kalam. Jakarta: Diadit Media, hlm 52.

3
c. Murjiah

Murji’ah, berasal dari kata "irja’" atau "arja’a," mengandung makna


penangguhan dan harapan terhadap pengampunan serta rahmat dari Allah.
Dalam konteks ini, Murji’ah merujuk kepada individu yang menunda penilaian
atau kedudukan seseorang yang terlibat dalam konflik, seperti Ali dan Muawiyah
serta pengikut-pengikut mereka pada hari kiamat nanti.6

2. Sejarah Kelahiran Khowarij, Syiah, dan Murjiah

a. Khowarij
Munculnya kelompok Khawarij dapat dijelaskan melalui tiga faktor
utama. Pertama, fanatisme kesukuan menjadi pemicu penting dalam
perkembangan Khawarij. Meskipun fanatisme ini telah berkurang pada masa
Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar, namun kembali muncul pada masa
pemerintahan Utsman dan setelahnya. Persaingan dalam memperebutkan
jabatan kunci dalam kekhilafahan, di mana Utsman dianggap melakukan
nepotisme dengan mengangkat banyak anggota keluarganya untuk jabatan
strategis, memberikan peluang bagi fanatisme ini untuk berkembang dan
menjadi alasan bagi kelompok Khawarij untuk memberontak.7

Kedua, faktor ekonomi memainkan peran penting. Hal ini terlihat dalam
aksi mereka merampas harta Baitul Mal serta dendam mereka terhadap Ali
dalam perang Jamal. Ali melarang mereka mengambil wanita dan anak-anak
sebagai budak hasil perang, yang menjadi pemicu untuk permusuhan mereka
terhadap Ali. Ketiga, semangat keagamaan juga menjadi pendorong mereka
untuk memberontak terhadap penguasa yang dianggap sah. Pada suatu waktu,
Ali menerima tawaran perdamaian dari kelompok Mu'awiyah, tetapi desakan
dari beberapa pengikutnya, terutama para ahli qurra', membuat Ali terpaksa

6
Rubini. 2018. “Khawarij Dan Murji’ah Persfektif Ilmu Kalam.” Jurnal Komunikasi Dan
Pendidikan Islam 7 (1): hlm 109.
7
Yusuf, Muhammad, Faridah Faridah, and Laessach M Pakatuwo. 2021. “Al-Khawarij Dan
Murjiah, Sejarah Muncul Dan Pokok Ajarannya.” Tekno Aulama: Jurnal Teologi Pendidikan Islam
01 (02): hlm 170,

4
menghentikan peperangan. Ketika tawaran damai datang, Ali berencana
mengirim Abdullah bin Abbas sebagai juru damai, tetapi Khawarij menolaknya
karena menganggap bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali.
Mereka mengusulkan Abu Musa Al-Asy'ari sebagai juru damai, tetapi hasil dari
tahkim, yaitu Ali diberhentikan sebagai khalifah oleh utusannya, sementara
Mu'awiyah diakui sebagai khalifah oleh delegasinya, mengecewakan Khawarij.
Ini memicu pernyataan mereka bahwa hukum hanya berasal dari Allah, dan
mereka mulai memisahkan diri dari pasukan Ali. Akhirnya, mereka keluar dari
pasukan Ali dan bergerak menuju Harura, di mana mereka mengangkat
pemimpin definitif mereka, Abdullah bin Sahab Ar-Rasyibi. Mereka kemudian
dikenal sebagai kelompok Hururiyah atau Khawarij.8

b. Syiah

Sejak zaman Rasulullah dan khalifah Abu Bakar serta Umar bin Khatab,
tidak pernah ada kelompok politik atau agama yang memiliki banyak pengikut,
karakteristik, identitas khusus, dan tujuan yang jelas. Kelompok semacam itu
baru muncul pada masa Khalifah Utsman. Mereka adalah pendukung setia Ali,
yang meyakini bahwa Ali berhak atas kepemimpinan berdasarkan dalil Al-Quran
dan wasiat Rasulullah, baik yang terungkap dengan jelas maupun yang kabur.
Bagi mereka, kepemimpinan seharusnya tetap berada di tangan Ali dan
keturunannya. Tentang asal-usul dan perkembangan Syi'ah, pandangan para
ulama berbeda. Ada yang berpendapat bahwa keyakinan Syi'ah sangat
dipengaruhi oleh ajaran Yahudi, terutama melalui figur Abdullah bin Saba' yang
berasal dari komunitas Yahudi. Namun, ada juga pandangan yang cenderung
menyatakan bahwa Syi'ah lebih dipengaruhi oleh budaya Persia, karena mereka
menganggap bahwa Islam didirikan oleh orang Persia.9

8
Ibid
9
Beti Mulu. 2018. “Aliran-Aliran Dalam Pemikiran Kalam.” Jurnal Ad-Dirasah 1: hlm 10..

5
Prof. Ahmad Amin menyatakan bahwa Syi'ah telah ada sebelum
masuknya orang-orang Persia ke dalam Islam, meskipun pada awalnya tidak
ekstrem seperti sekarang. Awalnya, mereka hanya menganggap Ali lebih utama
dari sahabat lainnya, namun pemahaman Syi'ah berkembang seiring berjalannya
waktu dan munculnya kasus-kasus pembunuhan yang mengatasnamakan
Syi'ah. 10 Sejumlah tokoh dalam aliran Syi'ah termasuk Jalaludin Rakhmat,
Haidar Bagir, Haddad Alwi, Nashr bin Muzahim, dan Ahmad bin Muhammad
bin Isa Al-Asy'ari.

c. Murjiah

Munculnya aliran Murji'ah memiliki beberapa teori yang menjelaskan


asal-usulnya. Teori pertama menyebutkan bahwa konsep irja' atau penangguhan
dikembangkan oleh sebagian sahabat sebagai upaya untuk mempertahankan
persatuan dan kesatuan dalam umat Islam saat terjadi pertikaian politik serta
untuk menghindari sektarianisme. Aliran Murji'ah diduga muncul bersamaan
dengan kemunculan aliran Syiah dan Khawarij. 11

Teori kedua mengaitkan asal-usul irja' dengan aliran Murji'ah dan


menyatakan bahwa irja' pertama kali muncul sebagai doktrin yang diperkenalkan
oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar
tahun 695. Menurut teori ini, sekitar dua puluh tahun setelah kematian
Muawiyah pada tahun 680, Al-Mukhtar membawa pemikiran Syiah ke Kuffah
antara tahun 685-687, dan kemudian muncul respon terhadap gagasan irja' atau
penangguhan sekitar tahun 695 oleh Al-Hasan. Hal ini disampaikan dalam
sebuah surat pendek yang menunjukkan sikap politik Al-Hasan untuk mengatasi
perpecahan dalam umat Islam. Al-Hasan kemudian menjauhi kelompok Syiah
yang mengagungkan Ali dan pengikutnya serta berupaya menjauhkan diri dari
Khawarij.12

10
Chaerudji. 2007. Ilmu Kalam. Jakarta: Diadit Media, hlm 60.
11
Syandri. 2017. “Al Khawarij Dan Al Murjiah Sejarah Dan Pokok Ajarannya.” Nukhbatul ’Ulum
3 (1): hlm 286.
12
Rubini. 2018. “Khawarij Dan Murji’ah Persfektif Ilmu Kalam.” Jurnal Komunikasi Dan
Pendidikan Islam 7 (1): hlm 106.

6
Teori ketiga menggambarkan perseteruan antara Ali dan Muawiyah,
yang berujung pada tahkim atau arbitrase atas usulan Amr bin Ash, seorang
pendukung Muawiyah. Akibatnya, kelompok pendukung Ali terpecah menjadi
dua, salah satunya adalah Khawarij. Khawarij berpendapat bahwa tindakan
tahkim merupakan dosa besar dan membuat pelakunya dapat dianggap kafir,
serupa dengan dosa besar seperti zina, riba, atau pembunuhan tanpa alasan.
Namun, kelompok Murji'ah menolak pandangan ini dan berpendapat bahwa
orang yang melakukan dosa besar tetap mukmin dan tidak dianggap kafir,
sementara dosanya akan menjadi urusan Allah.13

3. Pemikiran Khowarij, Syiah, dan Murjiah

a. Khawarij
Pemikiran Khawarij mencakup sejumlah prinsip inti yang dapat dibagi
ke dalam tiga kategori: politik, teologi, dan sosial. Dalam konteks politik,
Khawarij menganggap bahwa pemimpin atau khalifah harus dipilih oleh seluruh
umat Islam secara bebas, tanpa memandang latar belakang etnis atau keturunan
Arab. Mereka mempercayai bahwa setiap muslim yang memenuhi syarat berhak
menjadi khalifah, dan pemilihan khalifah harus permanen selama yang
bersangkutan menjalankan syariat Islam dan bersikap adil. Khalifah yang
melakukan kezaliman dianggap harus dijatuhkan atau bahkan dibunuh.14

Selanjutnya, Khawarij mengklaim bahwa khalifah sebelum Ali (Abu


Bakar, Umar, dan Utsman) dianggap sah, tetapi setelah tahun ketujuh dari masa
kekhalifahannya, Utsman dianggap telah menyeleweng. Khalifah Ali juga
dianggap sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia dianggap menyeleweng.
Selanjutnya, Mu’awiyah bin Amr bin Al-Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari juga

13
Ibid
14
Saleh. 2018. “Khawarij; Sejarah Dan Perkembangannya.” EL-AFKAR : Jurnal Pemikiran
Keislaman Dan Tafsir Hadis 7 (2): hlm 30.

7
dianggap menyeleweng dan menjadi kafir. Pasukan yang berperang melawan Ali
dalam perang Jamal juga dianggap kafir.15

Dalam ranah teologi, Khawarij memandang bahwa seseorang yang


berdosa besar tidak lagi disebut muslim, dan mereka menganggap bahwa
pembuat dosa besar harus dibunuh. Mereka juga mempercayai bahwa setiap
muslim harus berhijrah dan bergabung dengan kelompok mereka. Apabila
seseorang menolak bergabung, ia wajib diperangi karena dianggap hidup dalam
"dar al harb" (negara musuh), sementara kelompok Khawarij dianggap berada
dalam "dar al islam" (negara Islam). Khawarij juga menekankan pentingnya
menghindari pemimpin yang menyeleweng. Dalam konteks sosial, Khawarij
meyakini adanya pembagian antara orang baik yang akan masuk surga dan orang
jahat yang akan masuk neraka. Mereka juga menerapkan prinsip "amar makruf
nahi mungkar" (mendorong yang baik dan melarang yang buruk) serta
memandang ayat-ayat Al-Qur'an yang tampak mutasyabihat (samara) sebagai
pedoman dalam kehidupan.16

Seluruh pandangan Khawarij tercermin dalam sikap fanatisme dan


keteguhan dalam menjalankan agama. Ini juga mendorong mereka untuk
menggunakan kekerasan sebagai sarana untuk mencapai tujuan mereka, dan
sejarah mencatat bahwa kekerasan memainkan peran penting dalam perjalanan
kelompok ini. Fanatisme ini, sebagian besar berasal dari latar belakang budaya
dan sifat keras masyarakat mereka yang kadang-kadang bersifat tekstual dan
fundamentalis.

b.Syiah

Pemikiran Syiah adalah salah satu aliran besar dalam Islam yang memiliki
pandangan dan keyakinan agama yang berbeda dibandingkan dengan aliran utama
dalam Islam, yaitu Sunni. Pemikiran Syiah menekankan peran penting dan otoritas

15
Yusuf, Muhammad, Faridah Faridah, and Laessach M Pakatuwo. 2021. “Al-Khawarij Dan
Murjiah, Sejarah Muncul Dan Pokok Ajarannya.” Tekno Aulama: Jurnal Teologi Pendidikan Islam
01 (02): hlm 171-172.
16
Ibid

8
Ahlul Bait, yaitu keluarga Nabi Muhammad, dan terutama Imam Ali, dalam
menjalankan kepemimpinan umat Islam. Pemikiran Syiah juga mengakui dua belas
Imam yang dianggap sebagai pemimpin spiritual dan otoritas dalam hal-hal agama
dan dunia.

Pemikiran Syiah memiliki beberapa karakteristik utama, yang termasuk:17

1. Kepemimpinan Imam (Imamah): Salah satu karakteristik paling mencolok


dalam pemikiran Syiah adalah konsep Imamah. Penganut Syiah meyakini
bahwa pemimpin umat Islam harus dipilih berdasarkan keturunan langsung
dari Nabi Muhammad melalui keluarga Ahlul Bait. Mereka percaya bahwa
Imam adalah pewaris ilmu dan spiritualitas dari Nabi Muhammad, dan
bahwa Allah telah menunjuk mereka untuk memimpin umat Islam. Syiah
Dua Belas (Imamiah) meyakini bahwa ada dua belas Imam yang terakhir
dari mereka akan muncul sebagai Mahdi, yang akan membawa kedamaian
dan keadilan di dunia.

2. Taqiyya: Taqiyya adalah konsep dalam pemikiran Syiah yang


memungkinkan penganut Syiah untuk menyembunyikan keyakinan mereka
jika mereka merasa dalam bahaya atau terancam. Ini adalah tindakan untuk
melindungi diri sendiri atau kelompok mereka dari persekusi atau
penindasan. Taqiyya tidak dianggap sebagai bentuk kebohongan, tetapi
sebagai tindakan perlindungan.

3. Ziyarah: Ziyarah adalah kunjungan ke makam Imam atau tempat-tempat


suci yang diyakini memiliki nilai spiritual. Penganut Syiah sering
melakukan ziyarah untuk menghormati Imam-imam mereka dan berdoa di
tempat-tempat suci ini.

4. Azadari: Azadari adalah praktik berkabung dan pengenangan yang


melibatkan peringatan peristiwa-peristiwa tragis dalam sejarah Syiah,
terutama peristiwa Karbala di mana cucu Nabi Muhammad, Imam Hussein,

Pihar, Ahmad, Haidar Putra Daulay, and Zaini Dahlan. 2021. “Pemikiran Teologi Klasik
17

Khawarij Dan Syi’ah.” MUDABBIR Journal Reserch and Education Studies 1 (2): hlm 135.

9
terbunuh. Selama Muharram, bulan di mana peristiwa Karbala terjadi,
penganut Syiah mengadakan prosesi, pertunjukan dramatis, dan ceramah
untuk mengenang peristiwa tersebut.

5. Maraqis (Husseiniyah): Husseiniyah adalah pusat komunitas atau tempat


pertemuan untuk beribadah, pendidikan, dan kegiatan sosial. Di sini,
penganut Syiah berkumpul untuk melakukan ibadah bersama, membahas
masalah-masalah agama, dan memperkuat ikatan sosial.

6. Ijtihad: Pemikiran Syiah mendorong pemahaman mendalam terhadap ajaran


agama, dan konsep ijtihad, yaitu penafsiran hukum Islam, sangat penting.
Penganut Syiah menganggap para ulama (cendekiawan agama) yang
memiliki wewenang untuk melakukan ijtihad sebagai sumber otoritatif
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan hukum dan agama.

c. Murji’ah

Paham Murji’ah memiliki akar dalam berbagai persoalan, termasuk


dalam ranah politik dan teologis. Dalam aspek politik, Murji’ah dikenal sebagai
kelompok yang netral, sering kali tidak mengambil posisi tegas, yang sering
disebut sebagai kelompok moderat. Dalam aspek teologis, mereka merespons
beragam masalah yang berkaitan dengan iman, kufur, serta dosa besar dan kecil.

Dari segi teologi, paham Murji’ah memiliki beberapa pandangan inti: a.


Mereka mendukung penundaan hukuman bagi orang-orang seperti Ali,
Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat dalam arbitrase
dan menganggap bahwa keputusan akhir ada di tangan Allah pada hari kiamat.
b. Mereka meyakini bahwa hanya Allah yang memiliki kewenangan untuk
menghakimi orang-orang Muslim yang melakukan dosa besar. c. Paham
Murji’ah mengedepankan iman daripada amal dalam penilaian ke-Islaman
seseorang. d. Mereka juga menghargai mukmin yang melakukan dosa besar,

10
dengan keyakinan bahwa mereka dapat memperoleh pengampunan dan rahmat
dari Allah. 18

Paham Murji’ah, dengan keseimbangan antara aspek politik dan


teologisnya, menonjolkan pandangan yang lebih moderat dalam berbagai isu
penting dalam Islam.

4. Analisis Pemikiran Khowarij, Syiah, dan Murjiah

Dalam kehidupan saat ini, keberadaan dan pemikiran dari kelompok


pemikiran seperti Khowarij, Syiah, dan Murjiah masih ada. Kelompok Khowarij
adalah kelompok yang muncul pada awal sejarah Islam dan mereka dikenal
karena pandangan mereka yang ekstrem dan keras terhadap orang-orang yang
dianggap tidak setuju dengan mereka. Meskipun jumlah mereka mungkin tidak
sebesar pada masa lalu, tetapi pemikiran dan ajaran mereka masih ada dalam
beberapa kelompok radikal yang menganut ideologi yang serupa. Kelompok
Syiah, di sisi lain, adalah komunitas yang mempercayai pewaris imamah
(kepemimpinan) setelah Nabi Muhammad SAW dan mereka memiliki
keyakinan yang berbeda dalam hal suksesi kepemimpinan Islam. Syiah memiliki
pengikut yang signifikan di negara-negara seperti Iran, Irak, Bahrain, dan
Lebanon. Mereka memiliki lembaga-lembaga keagamaan, tokoh-tokoh
terkemuka, dan organisasi-organisasi politik yang mempromosikan keyakinan
dan pandangan mereka.

Sedangkan kelompok Murjiah adalah kelompok yang memiliki


pandangan bahwa keimanan seseorang tidak tergantung pada tindakan atau
perbuatan, melainkan hanya tergantung pada keyakinan dalam hati. Mereka
berpendapat bahwa penilaian tentang keimanan seseorang harus ditangguhkan
sampai Hari Kiamat. Meskipun kelompok Murjiah mungkin tidak sepopuler
kelompok Khowarij atau Syiah, pemikiran mereka masih ada dalam beberapa
diskusi teologis dan pemahaman tentang keimanan dalam masyarakat Muslim
saat ini. Dalam konteks keberadaan dan pemikiran kelompok pemikiran ini,

18
Opcit, hlm 173.

11
penting untuk dicatat bahwa tidak semua individu yang teridentifikasi dengan
kelompok ini memiliki pandangan yang sama. Ada variasi dalam keyakinan dan
pemahaman di dalam kelompok tersebut. Oleh karena itu, perlu melakukan
analisis yang lebih mendalam dan kajian yang lebih luas untuk mendapatkan
pemahaman yang komprehensif tentang keberadaan dan pemikiran kelompok
Khowarij, Syiah, dan Murjiah dalam kehidupan saat ini.

Ketiga aliran tersebut adalah aliran yang tidak boleh diikuti oleh umat
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam karena dari pemikiran dan juga
perbuatan kedua aliran tersebut sudah menyimpang dari Alquran dan hadis dan
bisa dikatakan kedua aliran ini adalah aliran yang sesat yang harus ditinggalkan
dan harus dibentengi terhadap keluarga agar kiranya tidak masuk ke dalam kedua
aliran ini.

E. Kesimpulan

Khowarij adalah kelompok yang muncul pada awal sejarah Islam, yang
dikenal karena pandangan mereka yang ekstrem dan keras. Mereka memandang
kepemimpinan harus dipilih secara bebas oleh umat Islam, dan setiap pemimpin
yang dianggap menyeleweng harus dijatuhkan atau dibunuh. Mereka juga
menganggap bahwa seseorang yang berdosa besar menjadi kafir, dan fanatisme
mereka telah memainkan peran dalam kekerasan sepanjang sejarah.

Syiah adalah aliran Islam yang mengakui otoritas dan kepemimpinan Ahlul
Bait, terutama Imam Ali, sebagai pewaris sah Nabi Muhammad. Mereka memiliki
konsep Imamah dan mengakui dua belas Imam sebagai otoritas spiritual. Praktik
dan keyakinan mereka mencakup ziyarah, azadari, taqiyya, dan penghormatan
kepada makam-makam suci.

Murjiah adalah kelompok yang menekankan penundaan dalam penilaian


dan menganggap bahwa iman lebih penting daripada amal. Mereka berpendapat
bahwa hanya Allah yang dapat menghakimi orang-orang yang melakukan dosa
besar, dan bahwa dosa besar tidak langsung membuat seseorang kafir. Mereka juga
mempromosikan sikap moderat dalam berbagai isu agama.

12
Meskipun pemikiran dan kelompok ini telah ada sejak awal Islam, mereka
tetap memengaruhi sejarah dan perkembangan umat Islam hingga saat ini. Penting
untuk memahami variasi dalam pandangan dan keyakinan dalam setiap kelompok
ini dan menjaga keseimbangan antara sikap kritis terhadap pandangan mereka
dengan upaya menjaga persatuan dalam umat Islam.

F. Referensi

Beti Mulu. 2018. “Aliran-Aliran Dalam Pemikiran Kalam.” Jurnal Ad-Dirasah 1:


1–20.
https://files.osf.io/v1/resources/duj3w/providers/osfstorage/5b7a654f95f24f0
015f0a096?action=download&version=1&direct.

Chaerudji. 2007. Ilmu Kalam. Jakarta: Diadit Media.

Mugiyono. 2013. “Peradapan Islam,” 11.


http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/JIA/article/view/457/407.

Pihar, Ahmad, Haidar Putra Daulay, and Zaini Dahlan. 2021. “Pemikiran Teologi
Klasik Khawarij Dan Syi’ah.” MUDABBIR Journal Reserch and Education
Studies 1 (2): 131–40. https://doi.org/10.56832/mudabbir.v1i2.84.

Rahmawati. 2016. “Perkembangan Pemikiran Dan Peradaban Islam.” Jurnal


Rihlah V (2): 108–22.

Rubini. 2018. “Khawarij Dan Murji’ah Persfektif Ilmu Kalam.” Jurnal Komunikasi
Dan Pendidikan Islam 7 (1): 95–114.

Saleh. 2018. “Khawarij; Sejarah Dan Perkembangannya.” EL-AFKAR : Jurnal


Pemikiran Keislaman Dan Tafsir Hadis 7 (2): 25–34.
https://doi.org/10.29300/jpkth.v7i2.1597.

Syandri. 2017. “Al Khawarij Dan Al Murjiah Sejarah Dan Pokok Ajarannya.”
Nukhbatul ’Ulum 3 (1): 285–300. https://doi.org/10.36701/nukhbah.v3i1.23.

Yusuf, Muhammad, Faridah Faridah, and Laessach M Pakatuwo. 2021. “Al-


Khawarij Dan Murjiah, Sejarah Muncul Dan Pokok Ajarannya.” Tekno
Aulama: Jurnal Teologi Pendidikan Islam 01 (02): 164–78.

13

Anda mungkin juga menyukai