NYA
MAKALAH
Dosen Pembimbing :
Dr. H. Amir Maliki Abitolkha M. Ag
Tim Penyusun :
1. Ulfa Nur Lailatul Fajriyah (06040123146)
Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Agung sang
tauladan kita yaitu Nabi Muhammad SAW, karena beliau dan orang-orang yang
membantu dakwahnya, kita dapat menikmati dan merasakan nikmatnya iman dan Islam.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun begitu kami harapkan
demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Sebagai penyusun, tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dr. H. Amir Maliki Abitolkha M. Ag yang
telah membimbing dan memberikan materi, sehingga kami dapat lebih memahami dan
mendalami materi ini. Tidak lupa kami juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.
Tim Penyusun
i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam
Islam pada dasarnya berawal dari permasalahan politik yang pada saat itu terjadi diantara
umat Islam, yang akhirnya merebak pada persoalan Teologi dalam Islam. Tegasnya adalah
persoalan ini bermula dari permasalahan Khilafah, yakni tentang siapa orang yang berhak
menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan digunakan dalam pemilihan
seorang Khalifah. Di satu sisi umat Islam masih ingin mempertahankan cara lama bahwa
yang berhak menjadi Khalifah secara turun temurun dari suku bangsa Quraisy saja.
Sementara di sisi lain umat Islam menginginkan Khalifah dipilih secara demokrasi,
sehingga setiap umat Islam yang memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa ikut dalam
pemilihan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Latar Belakang Munculnya Kaum Murjiah?
2. Apa Saja Sekte-Sekte Kaum Murjiah?
1
3. Bagaimana Perkembangan Kaum Murjiah?
C. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Murji'ah muncul sebagai kelompok teologis pada awal abad ke-8 M, yang
dimotivasi oleh konteks sosial dan politik pada masa tersebut. Pada saat itu, umat
Muslim mengalami perpecahan dan konflik yang melibatkan klaim klaim
legitimasi kekuasaan di kalangan penguasa politik Muslim. Hal ini dapat
ditelusuri dari pertarungan kekuasaan dalam periode Kekhalifahan Umayyah dan
Kekhalifahan Abbasiyah.
3
Muslim.
Istilah Murji'ah berasal dari kata irja' atau arja'a yang berarti penundaan,
penangguhan, dan harapan, yang mengindikasikan harapan terhadap pelaku dosa
besar untuk diberikan pengampunan dan rahmat oleh Allah. Karenanya, Murji'ah
mencerminkan individu yang menangguhkan penerangan tentang status dua orang
yang terlibat dalam perselisihan, yaitu Ali dan Muawiyah dan pengikut-
pengikutnya akan menghadapi hari kiamat di masa depan.Teori-teori tentang asal-
usul kemunculan gerakan Murji'ah telah dikaji secara mendalam.
Teori kedua menyatakan bahwa irja' adalah sebuah doktrin yang berasal
dari aliran Murji'ah, pertama kali muncul sebagai gerakan yang diawali oleh Al-
Hasan bin cucu Ali bin Abi Thalib. Muhammad Al-Hanafiyah dilahirkan pada
tahun 695. Pencetus teori ini, yaitu Watt, menyatakan bahwa dua puluh tahun
setelah Muawiyah wafat Pada tahun 680, Al-Mukhtar mengenalkan aliran Syiah
di Kuffah pemindahan hak kepemilikan atau pengaruh ekonomi. Pada rentang
tahun 685-687, muncul respon terhadap gagasan irja' atau pemindahan hak
kepemilikan atau pengaruh ekonomi. Al-Hasan melakukan penundaan sekitar
tahun 695 dengan membentuk sebuah surat singkat yang memberikan pandangan
politik untuk mengatasi perpecahan umat. Al-Hasan lalu tidak sejalan dengan
kelompok Syiah yang Memuliakan Ali dan para pengikutnya serta menjauhkan
diri dari kelompok Khawarij.
4
(arbitrase) berdasarkan saran Amr bin Ash, orang dekat Muawiyah dan kelompok
Ali. Konflik ini mengakibatkan suatu perpecahan menjadi dua kelompok yang
memiliki pandangan pro dan kontra, di mana salah satunya adalah kelompok
Khawarij yang tidak setuju yaitu mereka beranggapan bahwa dihukum secara
tegas dan keras, karena melakukan tindakan tahkim dianggap sebagai tindakan
yang sangat tercela dan pelakunya berpotensi untuk mendapatkan hukuman yang
berat. Mereka yang diberi hukuman sebagai kafir, seperti melakukan perbuatan
zina, mengambil keuntungan dari riba, atau melakukan pembunuhan tanpa alasan
yang jelas selain itu, terdapat berbagai hal lain yang masih banyak disertakan
dalam daftar tersebut. Pendapat tersebut mendapat penolakan dari kelompok
Murji’ah yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mereka yang beriman,
bukan kafir, sementara kesalahan mereka dilepasankan kepada Allah SWT.
B. Sekte-Sekte Murjiah
Dalam hal ini terdapat problem yang mendasar ketika para pengamat
mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah, yaitu beberapa tokoh aliran tertentu
yang diklaim sebagai pengikut Murjiah, namun pengamat lain tidak
mengklaimnya, tokoh aliran tersebut adalah Washil bin Atha dari Mu’tazilah dan
Abu Hanifah dari Ahlu Sunnah. Beberapa ahli memiliki pendapat mengenai sekte-
sekte Murji’ah diantara lain, ASy-Syahrastani menyebutkan bahwa sekte-sekte
Murji’ah ada 5 dan Muhammad Imarah menyebutkan ada 12 sekte Murji’ah.
Harun Nasution mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte, yaitu golongan
moderat dan golongan ekstrim. Murji’ah Moderat berpendirian bahwa pendosa
besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka, karena menurut
golongan ini iman adalah pengetahuan tentang Allah dan Rasul-Nya serta iman
tidak bertambah dan juga berkurang, penggagas tersebut adalah Al-Hasan, Abu
Hanifah, Abu Yusuf, dan ahli Hadits lainnya. Adapun kelompok Murji’ah Ekstrim
adalah:
a. Jahmiyah, berpandangan orang yang percaya tuhan dan mengatakan
kekufurannya secara lisan, maka tidak kafir karena iman dan kufur berada di
dalam hati.
5
b. Shalihiyah, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Allah, kufur adalah
tidak tahuTuhan, ibadah adalah iman kepada Allah bukan sholat, begitu pula
zakat, puasa, haji, itu hanyalah sekedar kepatuhan.
c. Yunusiyah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa maksiat atau
perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang sebagai musyrik, walaupun
sudah mati.
d. Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan “Saya tahu Tuhan
melarang saya memakan babi, tetapi saya tidak tahu babi yang diharamkan itu
kambing ini” ataupun berkata “ Saya tahu Tuhan mewajibkan untuk naik Haji ke
Ka’bah,tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau di tempat lain.” Maka
orang-orang tersebut tetaplah mukmin.Dengan sikap politik ini, Al-Hasan
mencoba menanggulangi perpecahan umat islam. Ia kemudian mengelak
berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau
mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij
yang menolak mengakui kekhalifaan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah
keturunan si pendosa Utsman.
Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin ‘Ash, seorang
kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadii dua kubu, yang
pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yaitu
khubu Khawarij, memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan Al-Qur’an,
dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah SWT. Oleh karena
itu, khawarij berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan dihukum
kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba’, membunuh tanpa
alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik.
Pendapat Khawarij tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut
Murji’ah dengan mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak
kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah SWT., apakah mengampuninya
atau tidak.
6
BAB III
PENUTUP
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja
atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun
teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral
atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Golongan Murji’ah
dibagi kedalam 2 kelompok besar yaitu golongan moderat dan ekstrim.