Anda di halaman 1dari 10

MEMAHAMI SEJARAH KAUM MURJIAH DAN SEKTE-SEKTE

NYA

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

Akidah Ilmu Kalam

Dosen Pembimbing :
Dr. H. Amir Maliki Abitolkha M. Ag

Tim Penyusun :
1. Ulfa Nur Lailatul Fajriyah (06040123146)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penyusun haturkan kepada kehadirat Allah SWT


yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami mampu
menyelesaikan makalah yang berjudul Memahami Sejarah Kaum Murjiah dan Sekte-
Sejtenya untuk memenuhi tugas mata kuliah Akidah Ilmu Kalam yang diampu oleh Dr.
H. Amir Maliki Abitolkha M. Ag

Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Agung sang
tauladan kita yaitu Nabi Muhammad SAW, karena beliau dan orang-orang yang
membantu dakwahnya, kita dapat menikmati dan merasakan nikmatnya iman dan Islam.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun begitu kami harapkan
demi kesempurnaan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Sebagai penyusun, tidak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada Dr. H. Amir Maliki Abitolkha M. Ag yang
telah membimbing dan memberikan materi, sehingga kami dapat lebih memahami dan
mendalami materi ini. Tidak lupa kami juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun


khususnya, pembaca, dan masyarakat pada umumnya, serta dapat meningkatkan
wawasan dan ilmu pengetahuan kita semua.

Surabaya, 11 Oktober 2023

Tim Penyusun

i
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam
Islam pada dasarnya berawal dari permasalahan politik yang pada saat itu terjadi diantara
umat Islam, yang akhirnya merebak pada persoalan Teologi dalam Islam. Tegasnya adalah
persoalan ini bermula dari permasalahan Khilafah, yakni tentang siapa orang yang berhak
menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan digunakan dalam pemilihan
seorang Khalifah. Di satu sisi umat Islam masih ingin mempertahankan cara lama bahwa
yang berhak menjadi Khalifah secara turun temurun dari suku bangsa Quraisy saja.
Sementara di sisi lain umat Islam menginginkan Khalifah dipilih secara demokrasi,
sehingga setiap umat Islam yang memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa ikut dalam
pemilihan.

Manusia dalam kedudukannya sebagai Khalifah Fil Ardli mendapat kepercayaan


dari Allah SWT. untuk mengemban Amanah yang sangat berat. Dia diciptakan bersama-
sama dengan jin, dengan tujuan untuk senantiasa menyembah dan beribadah kepada Allah
SWT., untuk itu manusia dituntut untuk mendalami, memahami serta mengamalkan pokok-
pokok agamanya (Ushuluddin) Dan juga cabang-cabangnya. sehingga manusia mampu
menentukan jalan hidupnya sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya.Ego
kesukuan dan kelompok yang saling mementingkan kelompok masing-masing, memuncak
pada masa kekhalifahan Usman Bin Affan, yaitu pada tahun ke 7 kekhalifahan Usman
sampai masa Ali Bin Abi Thalib yang mereka anggap sudah menyeleweng dari ajaran
Islam. Sehingga terjadilah saling bermusuhan, bahkan pembunuhan sesama umat Islam.
Masalah pembunuhan adalah dosa besar dalam Islam, dalam menyikapi masalah inilah
persoalan politik merebak ke ranah teologi dalam Islam. Dalam makalah ini Penulis
membahas tentang Sejarah, Tokoh dan Ajaran Pokok golongan Khawarij dan Murji’ah yang
muncul karena terjadinya permasalan politik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Latar Belakang Munculnya Kaum Murjiah?
2. Apa Saja Sekte-Sekte Kaum Murjiah?

1
3. Bagaimana Perkembangan Kaum Murjiah?

C. Tujuan

1. Mengetahui Latar Belakang Munculnya Kaum Murjiah

2. Mengetahui Sekte-Sekte Kaum Murjiah

3. Mengetahui Sejarah Perkembangan Kaum Murjiah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakanh Munculnya Kaum Murjiah

Murji'ah muncul sebagai kelompok teologis pada awal abad ke-8 M, yang
dimotivasi oleh konteks sosial dan politik pada masa tersebut. Pada saat itu, umat
Muslim mengalami perpecahan dan konflik yang melibatkan klaim klaim
legitimasi kekuasaan di kalangan penguasa politik Muslim. Hal ini dapat
ditelusuri dari pertarungan kekuasaan dalam periode Kekhalifahan Umayyah dan
Kekhalifahan Abbasiyah.

Dasar pemikiran Murji'ah terletak pada gagasan bahwa keimanan


seseorang tak bisa diukur oleh tindakan fisik saja. Mereka menolak ide bahwa
dosa-dosa besar akan mengakibatkan iman seseorang berkurang. Pemikiran ini
bertentangan dengan golongan Khawarij dan Kaisaniyah yang meyakini bahwa
tindakan dosa yang besar dapat menghilangkan status keimanan seseorang dan
menggugurkan haknya menjadi Muslim. Murji'ah mengajarkan bahwa iman
adalah suatu prinsip internal yang berhubungan erat dengan keyakinan batiniah
individu terhadap Allah dan Rasul-Nya. Mereka percaya bahwa dosa-dosa besar
tidak secara langsung mempengaruhi status keimanan seseorang. Sebaliknya,
iman yang sejati akan mempengaruhi perilaku seseorang secara keseluruhan.

Kehadiran kelompok Murji'ah dalam komunitas Muslim mencerminkan


upaya untuk menyatukan umat Muslim yang terpecah belah oleh konflik politik
dan perbedaan teologis pada masa itu. Dalam pandangan mereka, penting untuk
memprioritaskan persatuan dan toleransi dalam agama, serta menghindari konflik
dan pertumpahan darah yang terjadi akibat perbedaan pandangan dalam teologi.
Dalam perkembangannya, Murji'ah mengalami perubahan dan perpecahan
internal. Meskipun demikian, gagasan mereka tetap memberi pengaruh yang
signifikan pada pemikiran teologis Islam dan konsep iman dalam komunitas

3
Muslim.

Istilah Murji'ah berasal dari kata irja' atau arja'a yang berarti penundaan,
penangguhan, dan harapan, yang mengindikasikan harapan terhadap pelaku dosa
besar untuk diberikan pengampunan dan rahmat oleh Allah. Karenanya, Murji'ah
mencerminkan individu yang menangguhkan penerangan tentang status dua orang
yang terlibat dalam perselisihan, yaitu Ali dan Muawiyah dan pengikut-
pengikutnya akan menghadapi hari kiamat di masa depan.Teori-teori tentang asal-
usul kemunculan gerakan Murji'ah telah dikaji secara mendalam.

Teori awal menyatakan bahwa arja'a. Dalam situasi pertikaian politik,


beberapa teman telah merancang dengan maksud untuk mempersatukan umat
Islam dan memperkuat kesatuan mereka untuk mengelak dari sektarianisme.
Murji’ah diyakini muncul bersamaan dengan timbulnya aliran Syiah dan
Khawarij.

Teori kedua menyatakan bahwa irja' adalah sebuah doktrin yang berasal
dari aliran Murji'ah, pertama kali muncul sebagai gerakan yang diawali oleh Al-
Hasan bin cucu Ali bin Abi Thalib. Muhammad Al-Hanafiyah dilahirkan pada
tahun 695. Pencetus teori ini, yaitu Watt, menyatakan bahwa dua puluh tahun
setelah Muawiyah wafat Pada tahun 680, Al-Mukhtar mengenalkan aliran Syiah
di Kuffah pemindahan hak kepemilikan atau pengaruh ekonomi. Pada rentang
tahun 685-687, muncul respon terhadap gagasan irja' atau pemindahan hak
kepemilikan atau pengaruh ekonomi. Al-Hasan melakukan penundaan sekitar
tahun 695 dengan membentuk sebuah surat singkat yang memberikan pandangan
politik untuk mengatasi perpecahan umat. Al-Hasan lalu tidak sejalan dengan
kelompok Syiah yang Memuliakan Ali dan para pengikutnya serta menjauhkan
diri dari kelompok Khawarij.

Teori ketiga mengisahkan adanya konflik yang terjadi dalam perundingan


antara Ali dan Muawiyah, mereka memutuskan untuk melakukan tahkim

4
(arbitrase) berdasarkan saran Amr bin Ash, orang dekat Muawiyah dan kelompok
Ali. Konflik ini mengakibatkan suatu perpecahan menjadi dua kelompok yang
memiliki pandangan pro dan kontra, di mana salah satunya adalah kelompok
Khawarij yang tidak setuju yaitu mereka beranggapan bahwa dihukum secara
tegas dan keras, karena melakukan tindakan tahkim dianggap sebagai tindakan
yang sangat tercela dan pelakunya berpotensi untuk mendapatkan hukuman yang
berat. Mereka yang diberi hukuman sebagai kafir, seperti melakukan perbuatan
zina, mengambil keuntungan dari riba, atau melakukan pembunuhan tanpa alasan
yang jelas selain itu, terdapat berbagai hal lain yang masih banyak disertakan
dalam daftar tersebut. Pendapat tersebut mendapat penolakan dari kelompok
Murji’ah yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mereka yang beriman,
bukan kafir, sementara kesalahan mereka dilepasankan kepada Allah SWT.

B. Sekte-Sekte Murjiah
Dalam hal ini terdapat problem yang mendasar ketika para pengamat
mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah, yaitu beberapa tokoh aliran tertentu
yang diklaim sebagai pengikut Murjiah, namun pengamat lain tidak
mengklaimnya, tokoh aliran tersebut adalah Washil bin Atha dari Mu’tazilah dan
Abu Hanifah dari Ahlu Sunnah. Beberapa ahli memiliki pendapat mengenai sekte-
sekte Murji’ah diantara lain, ASy-Syahrastani menyebutkan bahwa sekte-sekte
Murji’ah ada 5 dan Muhammad Imarah menyebutkan ada 12 sekte Murji’ah.
Harun Nasution mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte, yaitu golongan
moderat dan golongan ekstrim. Murji’ah Moderat berpendirian bahwa pendosa
besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka, karena menurut
golongan ini iman adalah pengetahuan tentang Allah dan Rasul-Nya serta iman
tidak bertambah dan juga berkurang, penggagas tersebut adalah Al-Hasan, Abu
Hanifah, Abu Yusuf, dan ahli Hadits lainnya. Adapun kelompok Murji’ah Ekstrim
adalah:
a. Jahmiyah, berpandangan orang yang percaya tuhan dan mengatakan
kekufurannya secara lisan, maka tidak kafir karena iman dan kufur berada di
dalam hati.

5
b. Shalihiyah, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Allah, kufur adalah
tidak tahuTuhan, ibadah adalah iman kepada Allah bukan sholat, begitu pula
zakat, puasa, haji, itu hanyalah sekedar kepatuhan.
c. Yunusiyah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa maksiat atau
perbuatan jahat tidaklah merusak iman seseorang sebagai musyrik, walaupun
sudah mati.
d. Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seseorang mengatakan “Saya tahu Tuhan
melarang saya memakan babi, tetapi saya tidak tahu babi yang diharamkan itu
kambing ini” ataupun berkata “ Saya tahu Tuhan mewajibkan untuk naik Haji ke
Ka’bah,tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah di India atau di tempat lain.” Maka
orang-orang tersebut tetaplah mukmin.Dengan sikap politik ini, Al-Hasan
mencoba menanggulangi perpecahan umat islam. Ia kemudian mengelak
berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau
mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij
yang menolak mengakui kekhalifaan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah
keturunan si pendosa Utsman.
Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin ‘Ash, seorang
kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadii dua kubu, yang
pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yaitu
khubu Khawarij, memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan Al-Qur’an,
dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah SWT. Oleh karena
itu, khawarij berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan dihukum
kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba’, membunuh tanpa
alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik.
Pendapat Khawarij tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut
Murji’ah dengan mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak
kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah SWT., apakah mengampuninya
atau tidak.

6
BAB III
PENUTUP

Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja
atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun
teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral
atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Golongan Murji’ah
dibagi kedalam 2 kelompok besar yaitu golongan moderat dan ekstrim.

Anda mungkin juga menyukai