Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MURJI’AH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam


Dosen Pengampu Dr. H. Mustopa, M, Ag.

Disusun Oleh :
Fauzan Akbar Novianto 2285120004
Muhammad Hakin Najili 2285120006
Zahra Aulia Putri 2285120008

AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM (AFI)


FAKULTAS USHULUDDIN DAN ADAB (F-UA)
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala


rahmat-NYA sehingga kami dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari seluruh komponen yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah yang berjudul “Murji’ah”

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, serta seluruh
Masyarakat Indonesia khususnya para mahasiswa untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,


kami yakin dalam pembuatan makalah kali ini masih banyak
ditemukan kekurangan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Cirebon, 25 Februari 2023

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kaum muslimin terpecah menjadi beberapa kelompok yang


mengusung beragam pemikiran. Hal ini, tidak lain karena kaum muslimin
jauh dari ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jauh dari
pemahaman para sahabatnya dalam beragama. Mengenai perpecahan ini,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mensinyalir dalam sebuah
hadits yang berarti:

“Sesungguhnya, barangsiapa di antara kalian yang hidup, maka ia akan


melihat perselisihan yang banyak. Dan berhati-hatilah kalian dari
perkara yang baru, karena ia adalah kesesatan. Barang siapa di antara
kalian yang mendapatinya, maka wajib berpegang teguh kepada
sunnahku dan sunnah para khulafa-ur rasyidin al-mahdiyin; gigitlah ia
dengan gigi gerahammu” [HR At-Tirmidzi]

Al- Asy’ari menjelaskan dalam bukunya yang berjudul Prinsip-


prinsip Dasar Aliran Theologi Islam, bahwa perpecahan dalam
masyarakat muslim secara implisit muncul sejak pemberontakan terhadap
kekhalifahan Utsman bin Affan. Kemudian terjadi perlawanan
Mu’awiyah, Talha dan Zubair terhadap Ali karena perebutan kekuasaan
politik.

Pemberontakan melawan Utsman dipimpin oleh khawarij.


Pemberontakan dan perang saudara ini mengakibatkan reaksi keras umat
muslim. Reaksi ini menimbulkan dukungan masyarakat yang dikenal
dengan irja’. Sikap pragmatis ini, kemudian dirumuskan sebagai ajaran.
Untuk mengenal dan memahami pemikiran aliran ini, maka pemakalah
memaparkan sejarah, pokok ajaran dan sekte-sekte yang muncul dalam
aliran Murji’ah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari murji’ah?
2. Bagaimana sejarah munculnya aliran murji’ah?
3. Apa saja doktrin-doktrin pokok aliran murji’ah?
4. Siapa saja tokoh-tokoh penyebar aliran murjia’ah?
1
5. Apa saja sekte-sekte dalam aliran murji’ah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari murji’ah
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya aliran murji’ah
3. Untuk mengetahui doktrin-doktrin pokok aliran murji’ah
4. Untuk mengetahui tokoh-tokoh penyebar aliran murji’ah
5. Untuk mengetahui sekte aliran murji’ah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Murji’ah

Kata al-Murji’ah adalah bentuk isim fa’il yang mendapat ta’


marbutah (murji’un-murji’atun). Fi’il madhinya (arja’a)-yurji’u
irja’a, artinya bisa bermacam-macam yaitu menunda
(menangguhkan), memberi harapan dan mengesampingkan. Nurdin
menguraikan ketiga makna tersebut sebagai berikut: 1

a. Menunda (menangguhkan) maksudnya ialah dalam menghadapi


sahabat-sahabat yang bertentangan, mereka tidak mengeluarkan
pendapat siapa yang bersalah. Sikap mereka adalah menunda dan
menangguhkan penyelesaian persoalan tersebut di hari akhirat
kelak di hadapan Allah.
b. Memberi harapan maksudnya ialah orang-orang Islam yang
berbuat dosa besar tidak menyebabkan mereka menjadi kafir.
Mereka tetap mukmin dan tetap mendapatkan rahmat Allah
meskipun mereka harus masuk lebih dahulu dalam neraka karena
perbuatan dosanya. Nama al-Murji’ah diberikan untuk golongan
ini karena mereka memberi pengharapan bagi orang yang berdosa
besar untuk masuk surga.
c. Mengesampingkan maksudnya ialah golongan ini menganggap
yang penting dan diutamakan adalah iman, sedang amal perbuatan
hanya merupakan soal kedua, yang menentukan mukmin atau
kafirnya seseorang adalah imannya bukan perbuatannya. Dengan
kata lain perbuatan itu berada di belakang setelah iman dalam
pengertian kurang penting atau dikesampingkan.

Sedangkan Dr. Abdul Mun’im Al-Hafni menjelaskan bahwa irja’


memiliki dua makna; yang pertama adalah ta’khir (mengakhirkan,
maksudnya; kelompok ini sepakat untuk mengakhirkan amal setelah
iman). Sedangkan makna kedua adalah i’tha’u ar-raja’a (memberikan
harapan; pengikut kelompok ini sepakat memberi harapan bagi pelaku
dosa besar, tetap mendapatkan pahala atas keimanannya).2

1
M. Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2014),
hal. 24
2
Abdul Mun’im Al-Hafni, Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai
dan Gerakan Islam (terj.), (Jakarta: Soegeng Sarjadi Syndicate bekerjasama dengan Grafindo
Khazanah Ilmu, 2006), h. 808
3
Aliran ini percaya bahwa iman merupakan suatu keyakinan dalam
hati yang tidak dipengaruhi oleh perbuatan atau amal perbuatan.
Dalam pandangan Murjiah, seseorang dapat memiliki iman yang
benar meskipun ia melakukan tindakan dosa.
Secara umum, ada tiga kelompok dalam aliran Murjiah:
1) Kelompok Murjiah Awal: Kelompok ini berpendapat bahwa iman
hanya merupakan keyakinan dalam hati dan tidak ada
hubungannya dengan perbuatan.
2) Kelompok Murjiah Pertengahan: Kelompok ini berpendapat bahwa
iman dan amal saling berkaitan, tetapi bahwa seseorang yang
melakukan dosa besar tidak akan kehilangan imannya. Mereka
berpendapat bahwa seseorang yang melakukan dosa besar akan
tetap memiliki iman, tetapi akan mengalami penurunan tingkat
iman.
3) Kelompok Murjiah Akhir: Kelompok ini berpendapat bahwa iman
dan amal saling berkaitan, dan bahwa seseorang yang melakukan
dosa besar akan kehilangan imannya. Namun, mereka berpendapat
bahwa kehilangan iman hanya sementara dan dapat dipulihkan
melalui tobat.

Banyak ulama kalam menentang aliran Murjiah karena pandangan


mereka dianggap bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya.
Namun, aliran ini tetap ada dan berpengaruh di kalangan sebagian
kecil umat Islam.

B. Sejarah munculnya aliran murji’ah

Ilmu kalam Murjiah adalah salah satu aliran dalam studi ilmu
kalam dalam Islam. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah (abad
ke-8 Masehi) dan berkembang di Irak. Ilmu kalam Murjiah
memperoleh pengaruh besar dalam pemikiran Islam dan memiliki
banyak pengikut di kalangan umat Muslim.

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul


kemunculan Murji’ah, diantaranya adalah: Mengatakan bahwa
gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan
tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi

4
pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari
persengketaan politik.3

Beberapa pakar mensinyalir bahwa gagasan irja atau arja’a, yang


merupakan basis doktrin Islam, muncul pertama kali sebagai gerakan
politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin
Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Penggagas teori ini
adalah Watt. Watt menegaskan teori ini menceritakan bahwa 20 tahun
setelah kematian Muawiyah pada tahun 680 H, dunia Islam dikoyak
oleh pertikaian sipil. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan
irja atau penangguhan. Gagasan ini pertama kali digunakan sekitar
tahun 695 H oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad
Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya, dalam surat itu, Al-
Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan,”kita
mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas
persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan
Usman, ‘Ali dan Zubair (seorang tokoh pembelot ke Mekah).”

Dengan sikap politik ini Al-Hasan mencoba menanggulangi


perpecahan umat Islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan
kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau mengagungkan ‘Ali
dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang
menolak mengakui kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia
adalah keturunan si pendosa Usman.4

Namun, dalam konteks historis lahirnya Aliran Murji’ah pada


akhir abad pertama Hijrah pada saat ibukota kerajaan Islam dari
Madinah pindah ke Kuffah kemudian pindah lagi ke Damaskus. Hal
itu berawal dari adanya gejolak konflik politik imamah atau khilafat,
pada pasca kholifah Usman Ibnu Affan. Kemudian berlanjut dan
berkembang pada kholifah ke empat yaitu Ali Ibn Abi Thalib.
Sehingga tragedi atas terbunuhnya kholifah Usman oleh abdullah bin
Salam dinyatakan bahwa kaum muslimin telah membuka pintu
bencana baginya tidak akan tertutup hingga hari kiamat.

Sedangkan konflik politik yang bahkan sampai terjadi


pertempuran antara kholifah Ali Ibn Abi Thalib dengan Mu’awiyah
(seorang gubernur) yang diakhiri dengan cara arbitase atau tahkim.
Walaupun Ali sendiri dalam menerima tahkim itu dalam keadaan

3
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: al Nahdal, 1965), 280
4
Rosihon Anwar dan Abdul Rojak, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007). 56- 57.
5
terpaksa atas dorongan anak buahnya. Akan tetapi hal tersebut dalam
fakta historis boleh dikatakan sebagai situasi yang membidani
lahirnya aliran-aliran dalam islam, diantaranya aliran Murji’ah.5

C. Doktrin-doktrin Aliran Ilmu Kalam Murji’ah

Ajaran murji’ah pada dasarnya bersumber pada gagasan atau


doktrin irja atau arj`a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan,
baik persoalan politik maupun persoalan teologis. Di bidang Politik,
doktrin irja` diimplementasikan dengan sikap politik netral atau
nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah
sebabnya kelompok murji’ah dikenal sebagai the queietists (kelompok
bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga
membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.

Adapun dibidang teologi6 , doktrin irja` dikembangkan murji`ah


ketika menanggapi persoalan – persoalan teologis yang muncul pada
saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan – persoalan yang
ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencangkup
iman, kufur, dosa besar dan ringan, tauhid, tafsir Al Qur’an,
eksatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman Nabi,
hukuman atas dosa, ada yang kafir dikalangan generasi awal Islam,
hakikat Al Qur’an, nama dan sifat Allah serta ketentuanNya. 7

Dalam doktrin – doktrinnya murji`ah memiliki empat ajaran pokok :

1. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu
Musa Al Asy’`ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya
kepada Allah di hari kiamat kelak.
2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang
berdosa besar.
3. Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal.
4. Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar
untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

Berkait dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt


merincikan sebagai berikut:

5
Mulyadi dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/ Kalam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010). 117
6
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar., Ilmu Kalam. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006) 57
7
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran – Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI
Press. 1986) 22 – 23
6
a) Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga
Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b) Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam
peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyiddin.
c) Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim
yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat
dari Allah.
d) Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (madzhad)
para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.8

Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin


pokok ajaran Murji’ah, yaitu:

a) Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja.


Adapun amal atau perbuatan tidak merupakan suatu keharusan
bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap
dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang
difardukan dan melakukan dosa besar.
b) Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada
iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan
madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk
mendapatkan pengampunan, manusia cukup hannya dengan
menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah
tauhid.9

D. Tokoh-tokoh Penyebar Aliran Kalam Murji’ah


Tokoh-tokoh aliran Murji’ah antara lain adalah Hasan bin
Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan
beberapa ahli hadits lainnya.
Selain itu, ada juga beberapa referensi dan keterangan para ulama
menyatakan bahwa di antara tokoh-tokoh faham Murji’ah adalah sebagai
berikut: Jahm bin Shufwan, golongan Al-Jahmiyah, Abu Musa Ash-
Shalahi, golongan Ash-Shalihiyah, Yunus As-Samary, golongan Al-
Yunushiya, Abu Smar dan Yunus, golongan As-samriah, Abu Syauban,
golongan AsySyaubaniyah, Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-
Dimasqy, golongan Al-Ghailaniyah, Al-Husain bin Muhammad An-Najr,
golongan AnNajariyah, Abu Haifah An-Nu’man, golongan Al-Hanafiyah,
Muhammad bin Syabib, golongan Asy-Syabibiyah, Mu’adz Ath-Thaumi,
8
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar. 58
9
Kumaidi, Aqidah Ilmu Kalam, (Surabaya: Akik Pusaka, 2001). 21
7
golongan AlMu’aziyah, Basr Al-Murisy, golongan Al-Murisiyah,
Muhammad bin Karam As-Sijistany, golongan Al-Kalamiyah.
Adapun pemimpin dari kaum Murji’ah adalah Hasan bin Bilal al
Muzni, Abu Salat as Samman (meninggal 152 H.) Tsauban, Dhirar bin
Umar. Penyair mereka yang terkenal pada masa Bani Umayah adalah
Tsabit bin Quthanah, yang yang mengarang sebuah syair tentang i’tiqad
dan kepercayaan kaum Murji’ah.
E. Sekte-sekte Murji’ah
Al-Syahrastani telah mengemukakan pandangan berbagai golongan
Murji’ah dalam persoalan iman dan kufur sebagai berikut:
a) Al-Yunusiyyah: yang dipelopori oleh Yunus ibn ‘Aun al-Namiri,
berpendapat bahwa iman adalah ma’rifah kepada Allah dengan
menaatinya, mencintai dengan sepenuh hati, meninggalkan takabbur.
Menurutnya, iblis termasuk makhluk arif billah, namun ia dikatakan
kafir karena ketakabburannya kepada Allah.
b) Al-Ubaidiyyah: yang dipelopori oleh ‘Ubaid al-Mukta’ib berpendapat
bahwa selain perbuatan syirik akan diampuni Allah. Seorang yang
meninggal dunia dalam keadaan masih punya tauhid tidak akan
binasa oleh kejahatan dan dosa besar yang diperbuatnya.
c) Al-Ghassaniyyah: dipelopori oleh Ghassan Al-Kafi berpendapat
bahwa iman adalah pengetahuan (ma’rifah kepada Allah dan Rasul,
mengakui dengan lisan akan kebenaran yang diturunkan oleh Allah,
namun secara global tidak perlu secara rinci. Iman menurutnya
bersifat statis: tidak bertambah dan berkurang.
d) Ats-Tsaubaniyyah: dipelopori oleh Abu Tsauban al-Murji’i
berpendapat bahwa iman adalah mengenal dan mengakui (ma’rifah
dan ikrar) terhadap Allah dan rasulnya. Melakukan apa-apa yang
tidak pantas menurut akal atau meninggalkan apa yang pantas
menurut akal, tidak disebut iman. Iman lebih dahulu daripada amal. 10
Harun Nasution membagi Murji’ah secara global ke dalam dua
golongan besar, yaitu golongan Murji’ah moderat dan golongan Murji’ah
ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar
bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, akan tetapi akan dihukum
dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada
kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena
itu ia tidak akan masuk neraka sama sekali. Yang termasuk golongan

10
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, 140-146
8
moderat antara lain adalah al-Hasan ibnu Muuhammad ibn ‘Aly ibn Abi
Talib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli hadist.
Murji'ah Ekstrim mengatakan, bahwa iman hanya pengakuan atau
pembenaran dalam hati (tasdiq bi al-qalb). Artinya, mengakui dengan hati
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan Muhammad Rasul-Nya 11.
Berangkat dari konsep ini, Murji'ah berpendapat bahwa seseorang tidak
menjadi kafir karena melakukan dosa besar, bahkan mengatakan
kekufurannya secara lisan. Oleh karena itu, jika seseorang telah beriman
dalam hatinya, ia tetap dipandang sebagai seorang mukmin sekalipun
menampakkan tingkah laku seperti Yahudi atau Nasrani12.

11
Maqalat, I/198
12
Lihat al – Fisal, jilid V, hal 46
9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a) Aliran ini berasal dari kata "murji'ah" yang berarti "orang-orang yang
menunda" atau "orang-orang yang menganggap bahwa iman dan amal
tidak berkaitan".
b) Ilmu kalam Murjiah adalah salah satu aliran dalam studi ilmu kalam
dalam Islam. Aliran ini muncul pada abad ke-2 Hijriyah (abad ke-8
Masehi) dan berkembang di Irak. Ilmu kalam Murjiah memperoleh
pengaruh besar dalam pemikiran Islam dan memiliki banyak pengikut
di kalangan umat Muslim.
c) Aliran ini disebut Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda
penyelesaian persoalan konflik politik antara Ali bin Abi Thalib,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Khawarij ke hari perhitungan di
akhirat nanti.
d) Dalam perjalanan sejarah, aliran ini terpecah menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Tokoh-tokoh
kelompok moderat adalah Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi
Thalib, Abu Hanifah (Imam Hanafi), Abu Yusuf dan beberapa ahli
hadits.Golongan moderat ini berpendapat bahwa orang yang berdosa
besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan
dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang
dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni
dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka sama sekali.
Sedangkan tokoh – tokoh kelompok ekstrim adalah Jahm bin Safwan,
Abu Hasan As-Shalihi, Yunus bin An-Namiri, Ubaid Al-Muktaib,
Abu Sauban, Bisyar AlMarisi, dan Muhammad bin Karram.
Golongan ekstrim ini berpendapat bahwa Islam percaya pada Tuhan
dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi
kafir, karena iman dan kafir tempatnya hanyalah dalam hati, bukan
menjadi bagian lain dari tubuh manusia.

10
DAFTAR PUSTAKA

M. Amin Nurdin, Sejarah Pemikiran Islam, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2014), hal
24
Abdul Mun’im Al-Hafni, Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai
dan Gerakan Islam (terj.), (Jakarta: Soegeng Sarjadi Syndicate
bekerjasama dengan Grafindo Khazanah Ilmu, 2006), h. 808
Al-Qurtubi, Abu 'Abdullah Muhammad bin Ahmad. (2000). Al-Jami' li Ahkam al-
Qur'an. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah.
Ibn Taymiyyah, Ahmad bin 'Abd al-Halim. (2003). Majmu' al-Fatawa. Riyadh: Dar
al-Watan.
Al-Nawawi, Yahya bin Sharaf. (2001). Sharh Sahih Muslim. Beirut: Dar Ihya' al-
Turath al-'Arabi.
Al-Baghdadi, Abu Mansur 'Abd al-Qahir bin Tahir. (2007). Al-Farq bayn al-Firaq.
Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah.
Al-Juwayni, Imam al-Haramayn. (2005). Kitab al-Irshad ila Qawati' al-Adilla fi Usul
al-I'tiqad. Beirut: Dar al-Kutub al-'Ilmiyah.
Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Kairo: al Nahdal, 1965), 280
Rosihon Anwar dan Abdul Rojak, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2007). 56-
57.
Mulyadi dan Bashori, Studi Ilmu Tauhid/ Kalam, (Malang: UIN-Maliki Press, 2010).
117
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar., Ilmu Kalam. (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006)
57
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran – Aliran Sejarah Analisa Perbandingan,
(Jakarta: UI Press. 1986) 22 – 23
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar. 58 Kumaidi, Aqidah Ilmu Kalam, (Surabaya: Akik
Pusaka, 2001). 21 Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, 140-146 Maqalat,
I/198 Lihat al – Fisal, jilid V, hal 46

11

Anda mungkin juga menyukai