Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ALIRAN MUR’JIAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu: Dr. H. Rumbang Sirojudin, M. A.

Disusun Oleh Kelompok 3/PAI 2 B:


1. Tazkiya (221210042)
2. Muhammad Bizar Lazuardi Hafi (221210047)
3. Sayyid Munjid Ma’arif (221210058)
4. Ratu Ayunda Azizah (221210062)
5. Hana Maisa Antini (221210064)
6. Raudzotul Hafadzoh (221210066)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
ALIRAN MURJI’AH
A. Pendahuluan
Kata Murji’ah diambil dari kata iraja’ yang berkna penundaan atau pengguhan
serta harapan. Murji’ah artinya orang yang senantiasa menunda penjelasan orang yang
bersengketa. Teori-teori yang mengenai kemunculan Murji’ah yaitu dengan
mengatakan bahwa irja’ itu di kembangkan oleh sebagian para sahabat dengan tujuan
pesatuan umat Islam saat terjadi perseturuan politik diantara ummat Islam. Selain itu,
ada teori yang yang mengatakan bahwa irja’ merupakan paham murjia’ah yang
muncul sebagai gerakan yang disandarkan kepada cucu Ali bin Abi Thalib yakni al-
Hasan bin Muhammad hanafiyah. Teori yang lain mengatakan bahwa terjadinya
perseturuan antara Mu’awiyah dan ali bin Abi Tholaib sehingga dilakukan tahkim
atas usulan Amr bi Ash.
Kata Murji’ah juga diambil dari kata arja`a. Ada beberapa pendapat tentang arti
arja`a, di antaranya ialah :
a. Menurut Ibn ‘Asakir, dalam uraiannya tentang asal usul kaum Murji’ah
mengatakan bahwa arja`a berarti menunda. Dinamakan demikian karena mereka
itu berpendapat bahwa masalah dosa besar itu ditunda penyelesaiannya sampai
hari perhitungan nanti, kita tidak dapat menghukumnya sebagai orang kafir.
b. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajr al-Islam mengatakan bahwa arja`a juga
mengandung arti membuat sesuatu mengambil tempat di belakang, dalam arti
memandang sesuatu kurang penting. Dinamakan sesuatu kurang penting, sebab
yang penting adalah imannya. Amal adalah nomor dua setelah iman.
c. Selanjutnya Ahmad Amin juga mengatakan bahwa arja`a juga mengandung arti
memberi pengharapan. Dinamakan demikian, karena di antara kaum Murji’ah ada
yang berpendapat bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar itu tidak
berubah menjadi kafir, ia tetap sebagai orang mukmin, dan kalau ia dimasukkan
dalam neraka, maka ia tidak kekal di dalamnya. Dengan demikian orang yang
berbuat dosa besar masih mempunyai pengharapan akan dapat masuk surga.

Aliran Murji’ah merupakan aliran kedua yang muncul setelah Khawarij. Aliran ini
muncul sebagai anti tesa dari Khawarij yang berbicara masalah seorang mukmin yang
melakukan dosa besar.

2
Dalam masalah politik, Murji’ah juga bersikap netral. Mereka tidak memihak
kepada salah satu pihak yang bertikai, antara ‘Ali bin Abi Talib dan Mu’awiyah bin
Abi Sufyan. Tetapi menurut beberapa sumber, Murji’ah merupakan aliran bayangan
dari dinasti Amawiyah. Aliran Khawarij yang mengkafirkan Mu’awiyah bin Abi
Sufyan mendapat tantangan dari Murji’ah yang tidak menganggap Mu’awiyah
sebagai kafir. Aliran Khawarij yang menganggap Mu’awiyah melakukan dosa besar
dan menjadi kafir, sehingga ia merupakan ahli neraka ditentang oleh Murji’ah yang
menganggap Mu’awiyah tetap mukmin dan ia tidak bisa divonis sebagai ahli neraka,
sebab semua ketentuan dan ketetapan seseorang masuk surga atau neraka berada
sepenuhnya di tangan Tuhan. Hanya Dia yang menentukan segalanya, nanti setelah
manusia sudah menjalani hari perhitungan di akhirat. Manusia tidak mempunyai
wewenang apapun menentukan seseorang masuk surga atau neraka seperti yang
diklaim Khawarij.

B. Aliran Murji’ah
1. Latar Belakang Munculnya Aliran Murji’ah
Sebagaimana sekte khawarij, munculnya teologi Murji’ah juga tidak terlepas
dari persoalan-persoalan yang muncul pada saat itu, khusus dalam tragedi
perpecahan umat Islam yang sampai saling membunuh, dalam fakta historis umat
Islam pada saat itu diwarnai oleh tiga kelompok besar yang saling bertentangan,
kelompok-kelompok tersebut ialah Khawarij, Syi’ah, serta kelompok Muawiyyah.
Kelompok khawarij adalah kelompok yang membenci terhadap Ali dan
pengikutnya, bahkan menyatakannya sebagai seorang yang telah kufur, sebaliknya
kelompok Syi’ah adalah kelompok yang sangat fanatik kepada Ali bin Abi Thalib.
Namun demikian meski antara Syi’ah dan Khawarij memiliki perbedaan, dua
kelompok tersebut adalah kelompok yang sama-sama penentang Muawiyyah.
Khawarij menentang kelompok Muawiyyah karena telah menyimpang dari al-
Qur’an, sedangkan Syi’ah menentang Muawiyyah karena mereka telah merampas
hak Ali bin Abi Thalib.
Atas dasar realitas pertentangan yang demikian parah, maka kemudian
muncullah kelompok baru, kelompok tersebut merupakan refleksi dari benturan-
benturan politik yang terjadi antar kelompok yang bersengketa, dan hakekatnya
kelompok yang dinamakan Murji’ah ini bermaksud untuk menyelesaikan konflik
yang terjadi antara Syi’ah, Khawarij, dan kelompok Muawiyyah.

3
Kelompok Murji’ah lebih memilih netral dan tidak mau terjebak dalam klaim
saling mengkafirkan antara yang satu dengan yang lainnya, dalam pendapat
mereka, kalangan sahabat yang ikut bertikai dalam konflik tersebut tetap dalam
kondisi keimanannya dan tidak keluar dari agama Islam. Oleh sebab itu, kalangan
Murji’ah lebih memilih untuk tidak mengeluarkan anggapan tentang siapa yang
benar dan siapa yang salah, dan yang paling mengerti siapa saja yang salah dan
benar maka Allah-lah yang maha tahu, atas pendapatnya yang demikian inilah
kelompok baru ini disebut dengan kelompok Murji’ah.1
Golongan murji’ah pertama kali muncul di Damaskus pada penghujung abad
pertama hijriyah. Murji’ah pernah mengalami kejayaan yang cukup signifikan
pada masa Daulah Umayah, namun setelah runtuhnya Daulah tersebut, golongan
Murji’ah ikut redup dan berangsur-angsur ditelan zaman,hingga kini aliran
tersebut sudah tidak terdengar lagi. Namun demikian, sebagai pahamnya masih
ada dan diikuti oleh sebagian orang, sekalipun bertentangan dengan Al-Qur’an
dan Sunnah.
Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau
terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa
besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij. Kaum Murji’ah
muncul setelah adanya pertentangan politik dalam Islam dengan gaya dan corak
tersendiri. Mereka bersikap netral, tidak berkomentar dalam praktik kafir atau
mengkafirkan bagi golongan yang bertentangan. Mereka menangguhkan penilaian
terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan Tuhan,
karena bagi mereka Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang.
Demikian pula orang yang melakukan dosa besar itu dianggap mukmin, sebab
orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa
tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai rasul-Nya. 2
Dengan demikian, kaum Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang
tidak mau turut campur dalam pertentangan-petentangan yang terjadi ketika itu
dan mengambil sikap menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidaknya orang-
orang yang bertentangan itu kepada Tuhan.

1
Faisol Nasar Bin Madi, Ilmu Kalam, IAIN Jember Press, Jember, Oktober 2015, hlm. 73-74
2
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid menuju Keadilan, Prenada Media, Depok, Februari 2018, hlm.
72-73

4
Mengenai asal usul nama Murji’ah, al-Syahrastani menyatakan bahwa, kata
“Murjiah” berasal dari kata arja’a yang mengandung dua pengertian yaitu: al-
ta’khir, karena mereka mengakhirkan amal dari pada niat dan aqad, yang kedua,
mereka (Murjiah) mengatakan “kemaksiatan tidak merusak iman, sebagaimana
ketaatan tidak bermanfaat terhadap kekufuran.”
Disamping itu, ada yang mengatakan bahwa kata al-irja’ berarti “penundaan”,
karena orang-orang Murjiah menunda penentuan hukum orang yang berbuat dosa
besar pada hari kiamat nanti, mereka tidak menetapkan hukumnya di dunia ini
apakah mereka masuk surga atau neraka.
Harun Nasution berpendapat bahwa kata Murjiah yang berasal dari kata
“arja’a” yang selanjutnya mengandung arti memberi pengharapan. Orang yang
berpendapat bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar bukanlah kafir tetapi
tetap mukmin dan tidak kekal dalam neraka, memang memberi pengharapan bagi
yang berbuat dosa besar untuk mendapat rahmat Allah. Oleh karena itu, ada juga
pendapat yang mengatakan bahwa Murjiah diberikan kepada golongan ini, bukan
karena mereka menunda penentuan hukum terhadap orang Islam yang berdosa
besar kepada Allah di hari perhitungan kelak dan bukan pula karena mereka
memandang perbuatan mengambil tempat kemudian dari iman tetapi karena
mereka memberi pengharapan bagi orang yang berdosa besar untuk masuk surga.
Bila ditilik dari latar belakang munculnya golongan ini nampaknya kata “al-
irja’” yang berarti menunda, yaitu menunda penentuan hukum terhadap orang
yang berdosa besar kelak di hari kiamat (di akhirat) adalah pengertian yang lebih
mendekati kenyataan dan didukung oleh fakta, sedangkan pengertian lainnya lebih
merupakan interpretasi dari sikap yang ditunjukkan golongan ini.3
2. Jumlah Aliran dalam Aliran Murjiah
Sebelum membicarakan persoalan ini, lebih dahulu ditegaskan bahwa yang
banyak akan disinggung adalah sekte-sekte yang tergolong ekstrim. Karena
mereka inilah yang sesungguhnya Murjiah yang asli atau yang secara khusus
memakai nama Murjiah dikalangan mayoritas umat Islam, 4 sedangkan bagi yang
moderat pandangan-pandangan mereka tentang teologi iman, kafir dan dosa besar

3
Muhammad Hasbi, Ilmu Kalam Memotret berbagai Aliran dalam Islam, Trustmedia Publishing, Yogyakarta,
November 2015, hlm. 52-53
4
Abu Zahra, op. cit., hlm. 148

5
masuk ke dalam aliran ahli sunnah dan jama’ah. 5 Dengan demikian sekte-sekte
yang moderat ini tidak mencerminkan perkembangan secara khusus.
Secara umum menurut Harun Nasution bahwa para ulama membagi penganut
Murjiah ke dalam dua golongan besar yaitu, golongan moderat dan golongan
ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar
bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka,6 tetapi akan dihukum dalam neraka
sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa
Tuhan akan mengampuni dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka
selamanya.7
Dalam golongan ini termasuk banyak dari kalangan ahli fiqih dan hadis di
antaranya al-Hasan ibn Muhammad ibn Ali ibn Abi Thalib, Abu Hanifa, Abu
Yusuf, Thalq ibn Hubaib, Said ibn Jubir, Amr ibn Murrah, Maharib Ibn Ziyad,
Muqotil Ibn Sulaiman, Amr ibn Zar, Hamad ibn Sulaiman, Muhammad ibn Hasan
Qodidi ibn Ja’far. Jadi bagi golongan ini, orang Islam yang berdosa besar masih
tetap mukmin. Hal ini nampak dalam definisi yang dikemukakan oleh Abu Hanifa
yang menyatakan bahwa: iman ialah pengakuan dan pengetahuan dan pengakuan
tentang Tuhan, tentang Rasul-Rasul-Nya dan tentang segala apa yang datang dari
Tuhan dalam keseluruhan dan tidak dalam perincian; iman tidak mempunyai sifat
bertambah dan berkurang, dan tidak ada perbedaan antara manusia dalam hal
iman.8
Selanjutnya Harun Nasution mengomentari pendapat Abu Hanifa di atas
bahwa semua iman atau dengan kata lain iman semua orang Islam sama, tidak ada
perbedaan antara iman orang yang berdosa besar dan iman orang Islam yang patuh
menjalankan perintah-perintah Allah. Walaupun pernyataan ini dapat disimpulkan
bahwa Abu Hanifa mempunyai jalan pikiran bahwa perbuatan kurang penting bila
dibandingkan dengan iman, tetapi Harun kurang sependapat kalau Abu Hanifa
dikatakan tidak mementingkan amal. Sebagaimana kata al-Syahrastani:”
Bagaimana mungkin seorang yang tidak beramal sampai besarnya dapat
menganjurkan untuk meninggalkan amal.
Untuk itu sebagian ulama di antaranya Abu Zahrah kurang sependapat untuk
memberikan sebutan Murjiah kepada para ulama khususnya yang tergolong
5
Harun Nasution, op. cit., hlm. 30
6
Al-Syahrastani, op. cit., hlm. 146
7
Abu Zahra, op. cit., hlm. 148
8
Harun Nasution, op. cit., hlm. 27

6
moderat untuk tidak menyamakannya dengan mereka yang membolehkan segala-
galanya (Murji’ah ekstrim).
Adapun sekte-sekte yang tergolong ekstrim diantaranya:
1. Jahmiyah

Tokohnya adalah Jahm ibn Safwan, ajaran pokoknya antara lain adalah
Orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran
secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufur tempatnya hanyalah
di hati bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia. Bahkan orang tersebut
tidak menjadi kafir sungguhpun ia menyembah berhala, menjalankan agama
Yahudi atau agama Kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya
pada trinitas kemudian mati. Orang demikian bagi Allah tetap merupakan
seorang mukmin yang sempurna imannya.

2. Yunusiyah

Tokohnya adalah Yunus Ibn Aun al-Namiry, ajaran pokonya antara lain
sebagai berikut:

a. Iman adalah berarti ma’rifat (mengenal) Allah, tunduk kepadanya,


tidak menunjukkan kesombongan kepadanya serta cinta
kepadaNya.
b. Ketaatan bukan merupakan bagian dari iman dan meninggalkan
ketaatan tidak merusak hakekat iman dan mereka tidak mendapat
hukuman apabila mereka benar-benar beriman
c. Iblis termasuk makhluk yang ma’rifat kepada Allah, hanya ia
menjadi kafir karena kesombongannya.9
d. Orang mukmin masuk surga karena keikhlasannya dan cintanya
kepada Allah bukan karena amal atau perbuatannya.
e. Iman ada dalam hati dan lisan
f. Iman tidak bisa di bagi, serta tidak bisa bertambah dan berkurang
g. Allah boleh memasukkan orang kafir ke dalam neraka, boleh
mengekalkannya atau tidak mengekalkannya .10
3. Ghasssaniyah

9
Al-Syahrastani, op. cit., hlm. 140
10
Al-Asy’ari, Maqalat al-Islamiyah wa Ikhtilaf al-Musallin, (t.tp: t.p., t.th.,), hlm. 212

7
Tokohnya adalah Ghassaniya al Kufy, ajaran pokoknya antara lain sebagai
berikut :

a. Iman adalah ikrar, cinta kepada Allah, mengagungkan serta tidak


sombong kepada-Nya
b. Iman tidak dapat bertambah dan berkurang
c. Jika seorang mengatakan bahwa, “saya tahu Tuhan melarang
makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan
itu adalah kambing ini”, orang yang demikian tetap mukmin bukan
kafir. Dan jika seseorang mengatakan, “saya tahu Tuhan
mewajibkan haji ke Ka’bah tetapi saya tidak tahu apakah Ka’bah
itu di India atau di tempat lain”, orang yang demikian juga tetap
mukmin.11
4. Tuminiyah

Tokohnya Abu Muaz al-Tuminy, pokok ajarannya antara lain sebagai


berikut :

a. Iman adalah sesuatu yang dapat menghindarkan diri dari kekufuran


b. Kafirnya orang yang membunuh Nabi bukan karena menikam dan
membunuhnya, tetapi karena adanya rasa benci, memusuhi dan
meremehkan haknya
c. Orang yang meninggalkan ibadah fardu karena keingkaran dan
penolakannya menjadi kafir
d. Allah mempunyai kewenangan untuk menyiksa orang yang
mengesakan Allah.
5. Tsaubaniyah

Tokohnya adalah Abu Tsauban, ajaran pokoknya antara lain sebagai


berikut:

a. Iman adalah pengenalan dan pengakuan adanya Allah dan


kerasulan Muhammad.
b. Mengetahui setiap apa yang wajib dikerjakan menurut akal dan
apa yang tidak boleh dikerjakan bukanlah iman \
c. Akal mengetahui kewajiban sebelum adanya kewajiban syara’.
11
Al-Syahrastani, op. cit., hlm. 140

8
6. Marisiyah

Tokohnya adalah Basyar al-Marisy, ajaran pokoknya antara lain :

a. Al-Qur’an adalah makhluk


b. Iman adalah tashdiq
c. Iman ada dalam hati dan lisan
d. Orang yang sujud pada matahari tidaklah kafir melainkan
tandatanda kekufuran
e. Mustahil bagi Allah untuk mengekalkan masuknya orang mukmin
durhaka di dalam mereka
7. Ubaidiyah

Tokohnya Ubaid al-Muktaib, ajaran pokonya antara lain:

a. Semua dosa selain syirik diampuni oleh Allah


b. Seorang yang meninggal asal ia bertauhid, ia akan bebas siksa
meskipun ia berdosa.

Dari pendapat berbagai sekte Murji’ah di atas, nampak bahwa golongan ini
banyak dipengaruhi oleh aliran-aliran seperti kata al-Baghdadi yang dikutip oleh
Harun Nasution dalam catatan kaki buku teologi Islam menyatakan bahwa
Murjiah itu ada yang dipengaruhi oleh Jabariyah, Qadariyah dan ada yang tidak
dipengaruhi oleh ajaran itu.12 Sementara itu al-Syahrastani menyebutnya Murjiah
asli.13

Dengan demikian di antara pendapat golongan ini dalam kasuskasus tertentu


sama dengan golongan-golongan lainnya. Karenanya tidak mengherankan ketika
golongan ini telah hilang dalam arti tidak berbentuk sebagai aliran yang kongkrit
dan berdiri sendiri pendapat mereka banyak dijumpai pada aliran aliran lainnya

3. Tokoh-tokoh Pendiri dan Ciri Khas Faham Aliran Murjiah


a. Tokoh-tokoh Aliran Murjiah

Tokoh utama aliran Murji'ah ialah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Salat As-
Samman, dan Tsauban Dliror bin 'Umar. Penyair Murji‟ah yang terkenal pada

12
Harun, op. cit., hlm. 24
13
Al-Syahrastani, op.cit., hlm. 143

9
pemerintahan Bani Umayah ialah Tsabit bin Quthanah, mengarang syair
kepercayaan-kepercayaan kaum Murji‟ah (Nasir: 2010, 152)

Tokoh Aliran Murjiah:

1) Abu Hasan ash-Shalihi


2) Yunus bin an-Namiri
3) Ubaid al-Muktaib
4) Ghailan ad-Dimasyq
5) Bisyar al-Marisi
6) Muhammad bin Karram
b. Ciri Khas Faham Aliran Murjiah
Paham Murji'ah bersumber dari gagasan yang dikembangkan dalam banyak
persoalan baik dibidang politik maupun dibildang teologis.
Dibidang politik paham Murji'ah ini senantiasa bersikap nertral yang
diaplikasikan dengan tidak berbicara, itulah sebabnya Murji'ah dikenal dengan
kelompok yang pembangkang. Dalam bidang teologis, Murji'ah yang
dikembangkan dengan menanggapi berbagai masalah yang muncul terkait dengan
iman, kufur, dosa besar dan kecil.
Bersadarkan paham teologi Murji'ah ada beberapa pendapat terkait dengan
ajaran pokoknya yaitu :
a. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-
Asy'ari yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat
kelak.
b. Menyerahkan keputusan hanya kepada Allah atas orang-orang muslim yang
melakukan dosa besar.
c. Menganggap bahwa lebih penting iman daripada amal.
d. Memberikan penghargaan kepada orang-orang mukmin yang berdosa besar
untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4. Gerakan Kaum Murjiah
Aliran Murji‟ah merupakan salah satu aliran yang dipelajari dalam Teologi
Islam. Munculnya aliran ini dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal
khalifah (kekhalifahan). Setelah terbunuhnya khalifah Usman ibn Affan, umat
Islam terpecah kedalam dua kelompok besar, yaitu kelompok Ali dan Mu‟awiyah.
Kelompok Ali lalu terpecah pula kedalam dua golongan yaitu golongan yang setia

10
membela Ali (disebut Syiah) dan golongan yang keluar dari barisan Ali (disebut
Khawarij). Ketika berhasil mengungguli dua kelompok lainnya, yaitu Syiah dan
Khawarij dalam merebut kekuasaan, kelompok Mu’awiyah lalu membentuk
dinasti Umaiyah. Syiah dan Khawarij bersama-sama menentang kekuasaannya.
Syiah menentang Mu‟awiyah karena menuduh Mu‟awiyah merebut kekuasaan
yang seharusnya milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak
mendukung Mu‟awiyah karena ia dinilai menyimpang dari ajaran Islam. Dalam
pertikaian antara ketiga golongan tersebut, terjadi ditengah-tengah suasana
pertikaian ini, muncul sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat
dalam pertentangan politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian
berkembang menjadi golongan “Murji‟ah”.
Sebagaimana halnya dengan kaum Khawarij, kaum Murji’ah pada mulanya
juga ditimbulkan oleh persoalan politik, tegasnya persoalan khilafah yang
membawa perpecahan di kalangan umat Islam setelah Usman Ibn Affan mati
terbunuh. Seperti telah dilihat, kaum Khawarij, pada mulanya adalah penyokong
Ali, tetapi kemudian berbalik menjadi musuhnya. Karena adanya perlawanan ini,
penyokong-penyokong yang tetap setia padanya bertambah keras dan kuat
membelanya dan akhirnya mereka merupakan satu golongan lain dalam Islam
yang terkenal dengan nama Syiah. Kefanatikan golongan ini terhadap „Ali
bertambah keras, setelah ia sendiri mati terbunuh pula. Kaum Khawarij dan
Syi’ah, sungguhpun merupakan dua golongan yang bermusuhan, sama-sama
menentang kekuasaan Bani Umayyah, tetapi dengan motif yang berlainan. Kalau
Khawarij menentang Dinasti ini, karena memandang mereka menyeleweng dari
ajaran-ajaran Islam, Syi’ah menentang, karena memandang mereka merampas
kekuasaan dari Ali dan keturunannya.
Dalam suasana pertentangan serupa inilah, timbul suatu golongan baru yang
ingin bersikap netral tidak mau turut dalam praktek kafir-mengkafirkan yang
terjadi antara golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka sahabat-sahabat yang
bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak
mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah, dan memandang
lebih baik menunda (arja’a) penyelesaian persoalan ini ke hari perhitungan di
depan tuhan(Ahmad Amin: 1965, 279).
Al-Syahrastani mengemukakan bahwa orang pertama yang telah menemukan
paham “irja” adalah Ghailan al-Dimasyqi, tetapi di tempat lain juga dikatakan

11
bahwa pembawa ajaran ini adalah Hasan Ibn Muhahammad Ibn Ali Ibn Abi
Thalib. Dan kemudian orang yang manganut paham ini di sebut dengan kaum
“Murji‟ah”.
Mereka muncul sebagai reaksi terhadap pendapat kaum Khawarij yang
mengafirkan orang-orang yang telah melakukan dosa besar, dalam hal ini adalah
Ali Bin abi Thalib, Mu‟awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Ash‟ari. Dan lain-lain
yang telah menerima arbitrase dan tahkim. Hal ini diawali oleh pertikaian dan oleh
pertumpahan darah antara pengikut ali dengan pengikut Mu’awiyah Ibn Abi
Sufyan yang memperebutkan masalah “khalifah” (Risan Rusli: 2015, 19)
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan
Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a
dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan
kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari
sektarianisme. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun Teologis, diperkirakan
lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana kelompok
Murji’ah merupakan musuh berat Khawarij (Montgomery Watt: 1987, .23).
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan
Muawiyah, dilakukan Arbitrase (Tahkim) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan
Muawiyah). Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra.
Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij.
Khawarij berpendapat bahwa Tahkim bertentangan dengan Al-Qur‟an atau dalam
pengertian, tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah dikatakan dosa besar dan
pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan dosa besar lainnya,
seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua, dan
menfitnah wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang
kemudian disebut Murji’ah. Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar
tetap mukmin, tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia
akan diampuni atau tidak (Montgomery Watt: 1987, .21).
Adapun secara istilah, murjiah adalah kelompok yang mengesampingkan atau
memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu
tidak mengurangi keimanan seseorang (Abdul Rozak: 2001, 56).
Dari penjelasan diatas memberikan pemahaman tentang
perseturuanperseteruan antara aliran, golongan ataupun sekte, yang lebih
mengagatakan dan pendapat masing-masing kaum mengklaim, bahwa aliran yang

12
diluar dari golongan mereka adalah orang-orang kafir dalam artian aliran yang
benar adalah alirannya dari golongan yang mereka anut. Kemudian jika dikaitkan
dengan kajian teori kominikasi pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa
pendekatan ataupun teori komunikasi yang dipakai adalah teori kendali organisasi.
Phili tompkins, George Cheney dan rekan-rekan mereka telah
mengembangkan sebuah pendekatan yang baru dan berguna terhadap komunikasi
organisasi. Para ahli teori ini tertarik dalm cara-cara komunkasi biasa membentuk
kendali atas pegawai. Sebenarnya kendali dinyatakan dalam organisasi dengan
emat cara. Pertama, kendali sederhana (simple conreol), atau penggunaan
kekuasaan yang langsung dan terbuka. Kedua, kendali tekhnis (technical control),
atau penggunaan alat-alat dan teknologi. Ketiga, Kendali birokrasi, yang
merupakan enggunaan prosedur organisasi dan aturan-aturan formal. Keempat,
konsertif (concertive control), pengguna hubungan interpersonal dan kerjasama
tim sebagai sebuah cara kendali (Littlejohn: 2009, 378).
Dari teori kendali organisasi terebut diatas menyatakan bahwa, bagaimana
tiap-tiap organisasi atau kelopok melakukan komunikasi organisasi agar
mempertahandan dan menguatkan suatu kelompok yang di perjuangkan dengan
melakukan beberapa hal dari keempat teori komunikasi kendali organisasi
tersebut. kemudian di gabungkan dengan teori komunikasi politik atau komunikasi
politik. Kalau kita berbicara tentang komunikasi politik maka perlu di perhatikan
beberapa hal diantaranya ; 1). Sosialisasi Politik, 2). Partisipasi Politik, dan 3).
Rekrutment Politik. Sosialisai politik adalah keseluruhan proses untuk
menyebarluaskan pesanpesan politik, termasuk informasi politik dan ideologi
politik dari partai politik, melalui teknik komunikasi, propaganda atau kampanye.
Partisipasi pilotik adalah sasaran dari sosialisasi politik, yaitu mendapatkan
sumbangan pemikiran, tenaga dari sasaran politik, mereka tergabung di dalam
bersama kita, memiliki informasi, ideologi dari organisasi politik. Rekrutmen
politik adalah proses utuk menerima dan meningkatkan kualitas anggota baru di
dalam sebuah organisasi politik (Alo Liliweri: 2010, 60).
Penggabungan dari teori kendali organisasi dan komunikasi politik
memberikan sebuah jalan dan arah dari sebuah kelompok, organisasi, partai untuk
lebih berkembang, berkualitas, kuat karena dengan adanya beberapa sumber
penguatan dari teori-teori tersebut. bagaimana kelompok tersebut

13
mempertahankan kelompoknya, ideologi, paham dan anggoranya dengan
memperdayakan sumber daya yang ada pada kelompoknya tersebut.
C. Kesimpulan
Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat
dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar,
sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran Khawarij. Kaum Murji’ah muncul setelah
adanya pertentangan politik dalam Islam dengan gaya dan corak tersendiri. Mereka
bersikap netral, tidak berkomentar dalam praktik kafir atau mengkafirkan bagi
golongan yang bertentangan. Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang
yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan Tuhan, karena bagi mereka
Tuhan-lah yang mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang yang
melakukan dosa besar itu dianggap mukmin, sebab orang mukmin yang melakukan
dosa besar itu dianggap tetap mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad sebagai rasul-Nya.
Mengenai asal usul nama Murji’ah, al-Syahrastani menyatakan bahwa, kata
“Murjiah” berasal dari kata arja’a yang mengandung dua pengertian yaitu: al-ta’khir,
karena mereka mengakhirkan amal dari pada niat dan aqad, yang kedua, mereka
(Murjiah) mengatakan “kemaksiatan tidak merusak iman, sebagaimana ketaatan tidak
bermanfaat terhadap kekufuran.”
Secara umum menurut Harun Nasution bahwa para ulama membagi penganut
Murjiah ke dalam dua golongan besar yaitu, golongan moderat dan golongan ekstrim.
Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan
tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya
dosa yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni
dosanya dan oleh karena itu tidak akan masuk neraka selamanya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Basri, Hasan,dkk. Ilmu Kalam Sejarah dan Pokok Pikiran Aliran-Aliran .


bandung: Azkia Pustaka Utama.2007.

Hamsah, Amir, dan Ariadi. “Gerakan dan Dakwah Islam (Peran Murjiah dalam
Membangun Peradaban Islam)”. Jurnal Mimbar 06, No.01 (2020): 75.

http://ilmu-ushuluddin.blogspot.com/2020/04/sejarah-khawarij-murjiah-tokoh-
dan-doktrin-ajaran.html?m=1

Hasbi, Muhammad. Ilmu Kalam. Yogyakarta: Trustmedia Publishing. 2015.

Kiswati, Tsuroya. Ilmu Kalam Aliran Sekte Tokoh Pemikiran dan Analisa
Perbandingan. Surabaya: IAIN Sunan Ampel. 2013.

Nasar, Faisol. Ilmu Kalam. Mataram: IAIN Jember Press. 2015.

Rubini. “Khawarij dan Murjiah Persepektif Ilmu Kalam”. Jurnal Komunikasi


dan Pendidikan Islam 07, No.01 (2020): 108.

Yususf, Muhammad, dkk. “Al-Khawarij dan AL-Murjiah (Sejarah Muncul dan


Pokok Ajarannya)”. Jurnal Teknologi dan Pendidikan Islam 01, No.02
(2021): 169.

15
1.

2.

16
3.

4.

17
5.

18
6.

7.

19
8.

20

Anda mungkin juga menyukai