Anda di halaman 1dari 5

ALIRAN MURJIAH DAN KHAWARIJ BESERTA DOKTRINNYA

A. Aliran Murjiah dan Doktrinnya


1. Asal-usul kemunculan Murjiah
Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang berarti penundaan, penangguhan, dan
pengharapan. Kata arja’a bermakna juga memberi harapan, yakni memberi harapan kepada
pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan Rahmat Allah. Selain itu, arja’a juga
berarti meletakkan di belakang atau mengkudiankan, yaitu orang yang mengutamakan iman
daripada amal. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan
seseorang yang bersengketa (yakni Ali dan Muawiyah serta pengikut masing-masing) kelak
di hari kiamat.

Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori
pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat
dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik
dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah sebagai kelompok politik maupun Teologis
diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Yang mana
kelompok Murji’ah merupakan musuh berat Khawarij.

Teori kedua mengatakan bahwa gagasan irja muncul pertama kali sebagai gerakan politik
yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Tholib yaitu Al-Hasan bin Muhammad Al-
Hanafiyah sekitar tahun 695 M. Dengan gerakan politik tersebut Al-Hasan bin Muhammad
Al-Hanafiyah mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia mengelak berdampingan
dengan kelompok Syi’ah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta
menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui Kekhalifahan Muawiyah.

Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan
Arbitrase (Tahkim) atas usulan Amr bin Ash (kaki tangan Muawiyah). Kelompok Ali
terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra yang akhirnya
menyatakan keluar dari Ali disebut Khawarij. Khawarij berpendapat bahwa Tahkim
bertentangan dengan Al-Qur’an atau dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum
Allah dikatakan dosa besar dan pelakunya dihukumi dengan kafir sama dengan perbuatan
dosa besar lainnya, seperti: berzina, riba, membunuh tanpa alasan, durhaka kepada orang tua,
dan menfitnah wanita baik-baik. Pendapat tersebut ditentang sekelompok sahabat yang
kemudian disebut Murji’ah. Murji’ah mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin,
tidak kafir sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan diampuni atau tidak
kelak di hari kiamat.

Ciri-ciri faham Murji'ah, diantaranya adalah :


 Rukun iman ada dua yaitu : iman kepada Allah dan Iman kepada utusan Allah.
 Orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin selama ia telah beriman, dan bila
meninggal dunia dalam keadaan berdosa tersebut ketentuan tergantung Allah di akhirat
kelak.
 Perbuatan kemaksiatan tidak berdampak apapun terhadap seseorang bila telah beriman.
Dalam artian bahwa dosa sebesar apapun tidak dapat mempengaruhi keimanan seseorang
dan keimanan tidak dapat pula mempengaruhi dosa. Dosa ya dosa, iman ya iman.
 Perbuatan kebajikan tidak berarti apapun bila dilakukan disaat kafir. Artinya perbuatan
tersebut tidak dapat menghapuskan kekafirannya dan bila telah muslim tidak juga
bermanfaat, karena melakukannya sebelum masuk Islam.

2. Doktrin-doktrin Murjiah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a
yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun Teologis.

Dalam bidang politik doktrin irja diimplementasikan dengan sikap netral atau non blok, yang
mana hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Oleh karena itulah kelompok Murji’ah
dikenal dengan sebutan The Queietists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi
begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.

Sedangkan dalam bidang Teologis, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi
masalah-masalah Teologis yang muncul pada saat itu. Seperti masalah iman, dosa besar, dan
kufur.

Berkaitan dengan doktrin Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya,
yaitu:
 Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ary yang
terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah kelak di hari kiamat.
 Menyerahkan keputusan Kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
 Meletakkan/ mementingkan iman daripada amal.
 Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah.

Masih berkaitan dengan doktrin Murji’ah, W. Montgomery Wattt merincinya sebagai


berikut:
 Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di
akhirat kelak.
 Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Khulafaur
Rasyidin.
 Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan Rahmat Allah.
Doktrin Murji’ah tidak akan menetap terus di neraka, jika di dalam hatinya masih ada setitik
iman. Hal ini di landaskan Jawaban Nabi, suatu ketika ada seorang sahabat bertanya kepada
Nabi. “Ya Rasulullah di mana letak iman itu?”. Nabi menjawab: “Iman di dalam Hati”
sambil Nabi Menunjuk dada Beliau.

Inilah yang melatarbelakangi pemikiran aliran Murji’ah, yang berbeda dengan apa yang kita
yakini saat ini. Karena Murji’ah memahami/ menafsirkan al-Quran dan al-Hadits apa adanya
sesuai dengan kemampuan mereka. Hal itu menyebabkan orang menjadi permisif (tidak takut
dengan dosa), karena dosa sebesar apapun kelak di akhirat masih berkesempatan masuk
surga.

B. Aliran Khawarij
1. Asal-usul Aliran Khawarij
Khawarij merupakan asal kata dari kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau
memberontak. Maka dapat dikatakan, khawarij adalah suatu gilingan atau kelompok yang
keluar dari kepemimpinan yang sah.

Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu sekte/aliran
pengikut Ali bin Ai Thalib yang keluar dari barisan karena tidak sepakat terhadap Ali yang
menerima arbitase/tahkim dalam perang siffin tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughot
(pemberontak) Mu'awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah

Dan diterangkan oleh Muhammad Asy Syahrastani hal 114, yang artinya "Tiap yang
memberontak kepada imam yang benar dan yang disetujui oleh jamaah dinamakan khawarij,
baik berontaknya itu pada masa sahabat terhadap khulafaur rasyidin atau pada masa
sesudahnnya terhadap tabi'in dan imam-imam pada setiap zaman".

Kaum khawarij kadang-kadang menamakan diri mereka sebagai kaum syurah. Artinya
orang-orang yang mengorbankan dirinya untuk kepentingan keridhaan Allah. Mereka
mendasarkan pada ayat yang artinya "Dan diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya
kerena mencari keridhaan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya [Al-Baqarah:
207]

Aliran ini adalah aliran ilmu kalam tertua dalam agama islam. Khawarij sendiri lahir atau
muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Kemunculannya dilatarbelakangi oleh
pertikaian politik  antara Mu'awiyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib

Kelompok khawarij pada mulanya memandang Ali bin Abi Thalib dan kelompoknya berada
pada pihak yang benar karena Ali bin Abi Thalib merupakan khalifah yang sah karena telah
dibai'at oleh mayoritas umat islam. Namun Mu'awiyah menolak memberikan bai'at karena
Ali tidak kunjung melakukan kisas terhadap para pembunuh Utsman bin Affan. Karena
Mu'awiyah berpendapat bahwa "semua orang yang terlibat atas pembunuhan  Sayyidina
Utsman harus dibunuh", sedangkan Ali berpendapat bahwa " yang harus dibunuh hanya yang
membunuh saja, karena tidak semua orang yang terlibat dalam pembunuhan diketahui
identitasnya.

Keadaan ini semakin memanas , karena Sayyidina Ali mengerahkan pasukannya untuk
memerangi kelompok Mu'awiyah. Mu'awiyah juga telah mengumpulkan pasukannya untuk
menghadapi pasukan Ali yang kemudian terjadilah peperangan yang amat dasyat diantara
keduanya yang kemudian dinamakan perang siffin.

Dalam peperangan tersebut kelompok Ali mulai memperlihatkan kemenangan atas pihak
Mu'awiyah. Tapi karena menerima tipu daya licik dari pihak Mu'awiyah mengusulkan
kepada Mu'awiyah untuk memerintahkan pasukannya mengangkat Al-Quran dengan
menggunakan ujung tombak sebagai tanda atau isyarat untuk berdamai.

Pada mulanya Ali tidak mau menerima ajakan damai Mu'awiyah, karena Ali telah mencium
kelicikan dibalik ajakan damai tersebut.Namun karena mendapat desakan dari sebagian
kelompoknya terutama dari para ahli penghafal qur'an, maka diputuskanlah untuk
mengadakan perundingan yang dikenal dengan istilah tahkim atau arbitase.

Dalam arbitase tersebut, Ali bin Abi Thalib mengutus Abdullah bin Abbas namun kelompok
khawarij menolaknya dengan alasan bahwa Abdullah bin Abbas merupakan orang yang
berasal dari kelompok Ali. Mereka lalu mengusulkan agar Ali bin Abi Thalib mengutus Abu
Musa Al-Asy'ari sedang Mu'awiyah bin Abi Sufyan mengutus Amr bin Ash.

2. Doktrin-doktrin Aliran Khawarij


Setiap golongan atau aliran pasti memiliki doktrin-doktrin atau pokok-pokok pemikiran
dalam melakukan berbagai kegiatan. Adapun pokok-pokok pemikiran aliran khawarij
diantaranya:

1. Khilafah harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.


2. Khilafah tidak harus berasal dari keturunan Arab.
3. Setiap orang berhak menjadi khilafah asal sudah memenuhi syarat.
4. Memalingkan ayat-ayat al-Quran yang tampak samar.
5. Al-Quran adalah makhluk.
6. Manusia berhak melakukan perbuatannya bukan tuhan.

Apabila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan oleh kaum khawarij dapat
dikategorikan menjadi tiga kategori,yang diantaranya adalah politik yang berati kemahiran
dalam bernegara, atau kemahiran untuk berupaya menyalidiki manusia dalam memperoleh
kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat manusia ingin
memperoleh kekuasaan.

Selain itu juga ada beberapa doktrin yang mereka yakini, misalnya mereka tidak meyakini
akan adanya siksa kubur. Dan sebagian meyakini bahwa ijtihad hukum terhadap Al-Quran
tidak mungkin dilakukan.Hanya saja hal seperti ini masih diperdebatkan  di dalam kalangan
mereka sendiri.

Anda mungkin juga menyukai