Anda di halaman 1dari 7

Aliran Khawarij Dan Aliran Murjiah

Muhamad Ali Akbar

STAI DAARUSSALAAM

Khawarij berasal dari kata "kharaja" yang memiliki makna di luar atau bagian luar. Sehingga,
yang dimaksud dengan golongan Khawarij adalah kaum atau kelompok yang muncul karena
tidak puas akan sikap Ali bin Abi Thalib yang berdamai dengan pihak Muawiyah bin Abu
Sufyan dalam Pertempuran Shiffin, ketika Perang Saudara Islam Pertama. Kaum Khawarij
kemudian keluar dari barisan pendukung Ali bin Abi Thalib dan mendirikan sekte baru. Tidak
hanya itu, kaum Khawarij telah keluar dari prinsip agama Islam. Adapun sumber pemikiran,
sifat, dan karakter mereka bermula dari Dzul Khuwaishirah dari Bani Tamim.

Aliran Murji’ah muncul berawal dari persoalan politik kemudian berkembang menjadi persoalan
teologi. Aliran teologi ini netral dan memberi pengharapan terhadap pelaku dosa besar.
Penamaan Murji’ah terkandung makna yang tersirat bahwa ajaran teoelogi ini menomor duakan
amal perbuatan dari pada iman. Murji’ah dapat juga berarti; menta’khirkan penentuan sikap yang
benar atau siapa yang salah dalam suatu pertikaian waktu antara Ali, Muawiyah, dan Khawarij.
Menta’khirkan penentuan orang-orang yang dianggap telah berdosa apakah akan masuk neraka
atau masuk surga. Kemudian juga menta’khirkan posisi Ali dalam komposisi kekhalifahan yang
mengandung konsekuensi menta’khirkan derajat Ali setelah Abu Bakar, Umar dan
Usman.Dalam aspek politik walaupun tidak spektakuler tetapi nampaknya juga melahirkan
tipologi prilaku politiknya yang unik yang memunculkan juga pendapat beragam, dari tipe yang
pasif, ada pula nampaknya prilaku adaptif diikuti dengan sikap feksibilitas dan loyalitas yang
tentu tidak semuanya terekam dalam sejarah.

Sejarah Kemunculan Khawarij setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, terjadi perpecahan di
antara kaumnya-yang mengklaim setiap golongan merekalah yang berhak menjadi pemimpin
pengganti Nabi. Dan hal ini terjadi hingga masa kekhalifahan Sayyidina Ali ibn Abi Thalib.
Dimana saat itu terdapat gencatan dari muawiyah-gubernur Damaskus dan keluarga dekat bagi
Sayyidiina Utsman ibn Affan. Selain itu juga, Thalhah dan Zubair yang ikut serta tidak mengakui
kekhalifahan Sayyidana Ali.

Ketidak pengakuan mereka terhadap Ali inilah yang kemudian memunculkan pertempuran.
Pertempuran ini tepatnya di Shiffin hingga disebut sebagai perang Shiffin. Dalam pertempuran di
antara keduanya ini, tentara Ali ibn Abi Thalib dapat mendesak tentara Muawiyah, hingga bisa
dikatakan kemenangan bagi Ali ibn Abi Thalib berada selangkah didepan mata. Namun „Amar
bin Ash-tangan kanan muawiyah yang terkenal licik ini, membuat tipu daya dengan mengangkat
al-Qur‟an sebagai tanda damai. Sehingga pasukan Ali ibn Abi Thalib berhenti dan menaggalkan
senjata, sehingga barisan Ali menarik diri dari peperangan itu. Dan mereka merespons seruan
Amar ibn Ash.

Dalam penyelesaian perbedaan itu, terjadi kesepakatan antara dua utusan ini. Abu Musa dan Amr
ibn Ash untuk menurunkan keduanya dan menyerahkan kepada umat. Akan tetapi Amar ibn Ash
mengumumkan sebaliknya, bahwa ia dan Abu Musa sepakat untuk menjatuhkan kepemimpinan
atau kekhalifahan Sayyidina Ali dan mengangkat Muawiyah. Sayyidina Ali di saat itu berada
dalam kondisi sangat ditekan oleh banyak hal, pertama terdapat sebagian kelompok dari tentara
beliau yang merespon seruan tangan kana Muawiyah untuk memperhatikan al-Qur‟an. Dan juga
ada kelompok yang pada pertamanya mereka jua yang mendorong untuk arbitrase yang
kemudian menolak itu, keluar dari barisan Sayyidina Ali – sekitar 4000 tentara pendapat lain
1200 tentara. Dan juga dikatakan bahwa mereka yang keluar dari pasukan Sayyidina Ali ini
merasa tidak puas atas gencatan senjata yang disepakati Sayyidina Ali dan Muawiyah (Asy-
Syahrastani,2006:101)

Mereka bersemboyan bahwa tiada hukum kecuali dari Allah, sehingga arbitrase sebagai jalan
untuk menyelesaikan persengketaan tentang khilafah dengan Muawiyah ibn Abi Sofyan , dan
timbullah klaim mereka yang mengatakan Sayyidina Ali telah menyimpang dari agama,
menganggap Sayyidina Ali telah berdosa dan murtad, dan wajib untuk di bunuh. Dan kaum
khawarij ini memutuskan untuk membunuh, baik itu dari Sayyidina Ali ataupun dari Muawiyah.
Karena, mereka mempunyai selogan bahwa mansuia tidaklah berhak menghukumi sesutupun
kecuali Allah. Maka menurut mereka Sayyidina Ali ataupun Muawiyah sama saja.

Mereka dinamakan Khawarij karena keluar dari pasukan Ali ibn Abi Thalib

Ada beberapa hal yang menjadi poin penting daripada golongan kawarij ini, khususnya pada
persoalan imamah atau kepemimpinan. Oleh karena itu, kami akan menguraikan prinsip-prinsip
dasar Khawarij. Adapun prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama,pemilihan khalifah tidak berlaku kecuali dengan demokratis dan benar yang diikuti oleh
seluruh ummat islam, dan bukan hanya dipilih oleh satu golongan saja. Dan kepemimpinan itu
berlanjut selama ia masih hidup dan menegakkan keadilan, menjalankan syariat, menjauhi segala
yang dilarang oleh aturan Islam. Dan jika melanggar maka dia wajib di pecat atau dibunuh.

Kedua, dalam kekhalifahan bukan hanya pada mereka bangsa Arab saja (Quraiys), melainkan
Ajam (non-arab) juga punya hak dalam kepemimpinan. Bahkan mereka kaum Khawarij lebih
mengutamakan orang Ajam dalam hal ini, atas dasar mereka yang mengatakan , agar tiadanya
sebuah fanatisme dan pengkhususan. Sehinngga mereka mengangkat Abdullah ibn Abi Wahb al-
Rasyidi sebagai imam walaupun bukan dari Quraiys.

Ketiga, sekte nadjat berkeyakinan bahwa eksistensi seorang imam itu yajuz (boleh) adanya,
bukan wajib syar‟i. bagi mereka imam tidak diperlukan lagi jika masyarakat melakukan yang
baik dan menjauhi yang buruk. Dan keberadaan imam adakalanya dibutuhkan disaat
kesejahteraan mulai tidak terwujud lagi.

Keempat, mereka juga epakat tentang pelaku dosa, tidak ada beda antara dosa kecil atau besar,
dan juga kesalahan dalam pendapat itu merupakan dosa. Landasan itu karena hal-hal itu dapat
menimbulkan permasalahan dan perbedaan kebenaran dan pandangan. Dan ini adalah salah satu
prinsip mereka yang kemudian berani mengkafirkan Sayydina Ali, hingga keluar dari
barisannya.

Kelompok-kelompok, Ajaran Pokok dan Tokoh-tokoh Khawarij di antaranya

 Al-Muhakkimah yaitu Golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut


Sayyidina Ali, dan kelompok inilah disebut al- Khawarij al-Muhakkimah.
 Al-Azariqah. Setelah golongan al-Muhakkimah hancur, muncullah golongan yang dapat
menyusun barisan baru dan kuat lagi besar. Mereka berkuasa di diperbatasan Iraq dan
Iran. Nama ini diambil dari Nafi‟ ibn al-Azraq ( seorang pemberontak atas pemerintahan
Sayyidina Ali) yang memilki pengikut 20 ribu orang. Ajaran yang di ajarkan al-khawarij
yang dipelpori oleh Abu Rayid Nafi‟ ibn al-Azraq ini adalah Pertama, mereka
mengkafirkan Ali ibn Abi Thalib. Dalam hal ini juga mereka membenarkan tindakan
Abdul Rahman ibn Muljam yang telah membunuh Sayyidina Ali. Kedua, berdasarkan
prinsip ini Azariqah mengkafirkan Utsman, Thalhah, Zubair, Aisyah, Abdullah ibn
Abbas, dan kaum muslimin yang tidak sependapat dengan mereka, adalah kafir dan pasti
masuk neraka serta kekal didalamnya.
 An-Najadaat al-„Aziriah. Kelompok ini adalah kelompok yang mengikuti pemikiran
seorang yang bernama Najdah ibn Amir al-Hanafi yang dikenal sebagai Ashim yang
menetap di Yaman. Najdah ibn amir al-Hanafi inilah sebagai tokoh dari kaum khawarij
ini, yang kemudian melahirkan sebuah ajaran, bahwa ajaran agama itu ada dua yaitu:
Pertama, mengenal Allah Swt, para Rasul, haram membunuh sesama muslim, mengikuti
secara umum apa yang diturunkan Allah. Wajib setiap orang mengenalnya, dan kejahilan
menurut mereka bukan sebagai landasan untuk tidak mau mengenalnya. Kedua, mereka
juga mengatakan bahwa kemungkinan saja mujtahid itu tersalah alam menetapkan hukum
sebelum adanya bukti yang kuat.
 Al-Baihasiah . Abu Baihas al-Haisyam ibn Jabir salah seorang dari suku Bani Saad
Dhubai‟ah, merupakan tokoh dalam kelompok ini sehingga dinamakan al-Baihasiah. Ia
mengkafirkan Ibrahim dan Ma‟mun dikarenakan berbeda pendapat dengannya tentang
perjualan budak wanita. Ia memaparkan sebuah ajaran bahwa seseorang belum dikatakan
muslim kecuali ia telah mengenal Allah dengan yakin, mengenal Rasul, dan mengetahui
apa yang dibawa para Rasul, kepemimpinan hanya ditangan Allah bukan ditangan orang
yang menjadi musuh-musuh Allah. Dan sebagian besar dari kelompok ini mengatakan
bahwa: ilmu pengetahuan dan perbuatan adalah iman. Dan adapun al-Baihas sendiri
berkata bahwa: Iman menurutnya adalah pengetahuan terhadap yang benar dan bathil,
sedangkan pengetahuan bukan termasuk ucapan dan perbuatan, karena itu katanya “ iman
adalah pengakuan hati dan pengetahuan bukan hanya salah satu dari keduanya”.
 Al-Ajaridah Kelompok ini dipimpin oleh Abd al-Karim „Araj yang isi ajarannya sama
mirip dengan ajara an-Najdiah. Ada yang mengatakan bahwa ia termasuk sahabat dekat
Baihas. Menurut kelompok ini bahwa tidak boleh mengatakan kafir atau muslim kepada
seorang anak muslim sampai usianya baligh. Sedangkan anak orang kafir bersama orang
tuanya masuk kedalam neraka. Kelompok ini terbagi menjadi tiga kelompok yaitu:
Pertama, ash-Shalthiah yang mengikuti ajaran-ajaran yang diajarkan Utsman ibn Abi
Shalt, yang sependapat dengan apa yang dikatakan kelompok al-Jaridah tadi. Kedua, al-
Maimuniyyah yang mengikuti ajaran Maimun ibn Khalid. Yang mempunyai pandangan
ajaran bahwa baik dan buruk itu berasal dari manusia Ketiga, kelompok al-Hamziyyah
yang berdasarkan ajaran hamzah ibn Adrak. Kelompok ini sependapat dengan al-
Maimunah tentang qodar, namun berbeda pendapat dengan muslim atau kafir yang
ditentukan pada seorang anak yang baru lahir.
 At-Tsa‟alibah. Pendiri kelompok ini adalah Tsa‟alibah ibn Amir, menurutnya tidak ada
yang mengikat antara orang tua dengan anaknya, baik anak itu menjadi patuh terhadap
agama atau tidak, sampai anak itu mencapai dewasa telah sampai dakwah agama
padanya. Dan tentunya hal ini bertentangan dengan al-Jaridah, dan Tsa‟alibah juga
berkata bahwa jika seorang anak itu menerima ajaran agama maka ia muslim, jika
sebaliknya maka ia kafir.
 Al-Ibadhiyah, adalah kelompok yang dipimpin oleh orang yang bernama Abdullah ibn
Ibadh yang memberontak terhadap pemerintahan khalifah Marwan ibn Muhammad.
Menurut kelompok ini Negara yang dihuni ummat Islam yang tidak sependapat dengan
mereka masih dianggap negara berketuhanan, kecuali benteng kepala negara termasuk
Daru al-Harbi. Dan orang yang melakukan dosa masih dianggap ahlu tauhid tetapi bukan
mukmin. Mereka juga mengatakan bahwa semua hukum Allah itu berlaku umum, karena
tidak diterangkan secara khusus kepada kelompok mana. Dan juga bahwa mukjizat yang
ada pada Rasul bukanlah tanda kerasulan.
 As-Shufriyyah az-Ziyadiyyah, Kelompok ini dipelopori oleh orang yang bernama Zayad
ibn Ashfar, yang mana pemikirannya berbeda dengan perkembangan pemkiran Khawarij
yang lain. Kelompok ini tidak mengkafirkan orang yang ikut perang selama masih
seagama dan satu akidah. Mereka mengakui adanya hukum rajam, dalam peperangan
tidak boleh membunuh anak orang musyrik dan tidak mengatakan anak orang musyrik
kekal didalam neraka, menurut mereka taqiyah tidak diperbolehkan dalam perkataan tapi
boleh dalam perbuatan. Tidak ada perbuatan yang dikategorikan dosa besar tanpa ada
hukumannya seperti meninggalkan perang , shalat, dan orang yang seperti itu dikatakan
kafir karena perbuatannya.

Tindakan pengkafiran terhadap Ali bi Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sofyan, Amr bin Ash, Abu
Musa al-Asy‟ari yang dilakukan oleh kalangan Khawarij, mengundang sikap kekhawatiran di
tengah umat Islam. Khususnya para ulama.
Munculnya Murji‟ah sangat erat kaitannya dengan Khawarij, dimana golongan yang dipimpin
oleh Ghilan al-Dimasyai berusaha bersikap netral.

Golongan tidak sepaham dengan Khwarij yang mengkafirkan para sahabat tersebut.

Khwarij yang menaruh rasa hormat kepada dua khalifah pertama, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq
dan Umar bin Khattab, tatapi membenci Ali ibn Abi Thalib dan Utsman ibn Affan yang
sebenarnya bertentangan dengan pemahaman kaum muslimin pada umumnya. Sebagaimana
dijelaskan di atas Murji‟ah menentang apa yang dipahami oleh kelompok Khwarij dengan dalil
bahwa meraka tidak bisa menyelesaiklan kemusykilan tersebut.

Murji‟ah kemudian berusaha menyelesaikan dengan sebuahprinsip qawl al-Irja: Mendahulukan


perkara Abu Bakar dan Umar dan menangguhkan urusan selalainnya hingga hari kiamat kelak.
(Ja‟far Subhani, 1997:47). Hal ini sesuai dengan makna dari kelompok Murji‟ah itu sendiri,
dimana akar katanya yaitu Irja’ yang berarti penangguhan.

Pokok ajaran dari golongan murji’ah ini adalah orang Muslim yang melakukan dosa besar tidak
boleh dihukumi dengan hukuman dunia, sehingga masuk surga atau neraka tidak bisa ditentukan,
karena di akhiratlah nanti yang menjadi sah. Golongan ini memandang orang yang beriman tidak
merusak iman ketika berbuat maksiat. Sama halnya dengan ketaatan bagi orang yang kafir.

Iman diartikan sebagai pengetahuan tentang Allah secara mutlak dan kafir adalah ketidaktahuan
tentang Allah secara mutlak. Oleh karena orang Murji‟ah menganggap iman itu tidak bertambah
dan tidak berkurang. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa golongan ini mengganggap antara
iman dan amal tidak ada hubungannya. Atau lebih tepatnya amal tidak termasuk dalam
keimanan, dengan demikian orang yang beriman tidak melakukan dosa besar, sebagaimana
imannya para Malaikat dan para Nabi. Hal sesuai dengan semboyan mereka yang makruf:
Mendahukukan iman dengan menagguhkan amal.

Golongan Murji‟ah terbagi menjadi empat golongan besar , yaitu Murji‟ah al-Khawarij,
Murji‟ah al-Qadariyah, Murji‟ah Jabariyah dan Murji‟ah Murni. Di sini yang akan kami bahas
yaitu Murji‟ah Murni saja, di antaranya sebagai berikut:

 Al-Yunusiyyah. Kelompok ini adalah kelompok yang mengikuti ajaran Yunus ibn „Aun
an-Numairi. Pemimpin al-Yunusiyyah berpendapat bahwa iman adalah pengenalan
kepada Allah dengan mentaatinya, meninggalkan keinginan, menyerahkan diri kepada-
Nya dengan menafikan rencana pribadi, dan mencintai-Nya dengan sepenuh hati.
Kelompok ini juga berpandangan bahwa Iblis itu adalah makhluk yang arif billahi,
dihukumi kafir hanya saja kerana ketakaburannya. “Ia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Qs. Al-Baqarah: 34)
 Al-„Ubaidiyyah. Ubaid al-Mukta‟ib adalah pendiri dari kelompok ini, karena para
pengikutnya menisbatkan padanya, dengan mengikuti ajaran-ajaran „Ubaid. Beberapa
pokok ajarannya adalah tentang syirik, bahwa pelaku syirik akan diampuni dosanya oleh
Allah. Selama ada katauhidan pada seseorang lantas meninggal dunia, maka dia tidak
binasa oleh kejahatan dan dosa besar. Diriwayatkan oleh Al-Yaman dan disandarkan
kepada „‟Ubai dan para pengikutnya, bahwa Allah tidak (dibatasi) kitab Allah dan tidak
bersifat, maka dari itu agama dipahami bukan dari Allah.
 Al-Ghasaniyyah. Kelompok yang dipimpin oleh Ghassan al-Kafi, berpandangan bahwa
iman adalah pengetahuan kepada Allah dan Rasul, mengakui dengan lisan akan
kebenaran yang diturunkan oleh Allah, namun secara global tidak perlu secara rinci. Juga
menganggap bahwa iman itu bersifat statis, artinya tidak bertambah dan tidak berkurang.
Ghassan pernah meriwayatkan dari Abu Hanifah termasuk adalah orang Murji‟ah,
dengan alasan bahwa Abu Hanifah pernah mengatakan bahwa iman adalah tashdiq
dengan hati bahwa ia tidak bertambah dan tidak berkurang. Ucapan tersebut diartikan
bahwa Abu Hanifah telah menangguhkan perbuatan dari iman, walau diketahui juga Abu
Hanifah telah mengajak orang-orang untuk bekerja dan berusaha. Demikian ini menjadi
bantahan atas ketidak mungkinan hal tersebut. Mungkin saja hal ini juga kerena saat itu,
Mu‟tazilah menganggap kelompok selalin dirinya adalah Murji‟ah.
 Ats-Tsaubadiyyah. Ajaran ats-Tsaubadiyyah mengikuti Abu Tasaubah al-Murji‟ yang
berpendapat bahwa iman adalah pengenalan dan pengakuan lidah kepada Allah, Rasul
dan kepada semua perbuatan yang menurut akal tidak boleh dikerjakan dan perbuatan
yang menurut akal boleh dikerjakan termasuk iman. Iman lebih dahulu dari amal.
Beberapa penundaan amal dari iman relevan dengan apa yang telah dipahami oleh
kelompok Yunussiyyah dan Ubaidiyyah. Ia berpednapat bahwa orang yang melakukan
dosa besar tidak dikatakan kafir, karena ketaatan dan kemaksiatan bukan inti iman
sehingga hilang karenanya.
Adapun tokoh-tokoh yang mendukung tsauban ini adalah Marwan Ghailan Ibn Marwan
al-Damisqi, Abu Tsamar, Muwis ibn Umran, Al-Fadhal-Raqasyi, Muhammad ibn
Syu‟aib, al-„Arabi, dan Shaleh Qubbah.
 Al-Tuminiyyah. Al-Tuminiyyah adalah kelompok yang berkiblat kepada Abu Muaz At-
Tumini yang mentakan iman adalah terpelihara dari kekufuran, iman adalah nama
perbuatan yang apabila ditinggalkan akan menjadi kafir, demikian juga kalau satu
perbuatan saja ditinggalkan menjadi kafir. Karena itu tidak boleh beriman kepada
sebagian saja dan kafir pada sebagian.
 As-Shalihiyyah. Kelompok ini adalah kelompok yang terakhir yang akan dibicarakan.
As-Shalihiyyah merupakan nama yang dinisbatkan kepada Shalih ibn „Umar ash-Shalihi,
karena para pengikutnya berkiblat kepada dirinya. Ash-Shalihi, Muhammad Ibn Syu‟aib,
Abu Syamar dan Ghailan, semuanya adalah pengikut Qadariyah dan Murji‟ah. Kelompok
ini sendiri digolongkan kedalam Murji‟ah Murni, karena mereka mempunyai pendapat
yang berbeda dengan kelompok Murji‟ah lain. Pendapat ash-Shalihi yang mengatakan
bahwa iman adalah semata-mata pengenalan kepada Allah dan mengakui Allah sebagai
pencipta alam semesta. Ini mengindikasikan bahwa kekafiran itu adalah ketidaktahuan
(jahil) terhadap Allah. Orang yang mengatakan bahwa Tuhan itu tiga, menurutnya,
bukanlah kafir tetapi ucapan itu tidak akan keluar kecuali dari mulut orang kafir.
Makrifah sendiri diartikan sebagai kecintaan dan ketundukan kepada Allah. Iman tumbuh
dari pemberitaan Rasul dan menurut ukuran akal mungkin wajib beriman kepada Allah
tapi tidak kepada Rasul. Menurutnya shalat bukanlah ibadah , kecuali dari orang-orang
yang beriman kepada Allah, karena ia telah mengenal-Nya. Dan iman menurutnya hanya
terdiri dari satu unsur yang tidak bertambah dan tidak berkurang, demikian juga kafir
tidak bertambah dan tidak berkurang.

Anda mungkin juga menyukai