Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Konsep Ittihad dan Hulul

Disusun untuk memenuhi tugas : Akhlak Tawasuf

Dosen Pengampu : Sumantri. M, Pd.

Disusun Oleh :

Andriansyah

M Ali Akbar

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DAARUSSALAAM

(STAID)

1
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah Ilmu Kalam , dengan judul: “ KONSEP ITTIHAD DAN HULUL”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna berbagai pihak. Kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dikarenakan terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari dunia pendidikan.

Sukabumi, 25 September 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4

A) Latar Belakang................................................................................................4

B) Rumusan Masalah.........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5

A) Pengertian Ittihad...........................................................................................5

B) Pengertian Hulul.............................................................................................6

1) Tokoh Ittihad...................................................................................................7

2) Tokoh Hulul.....................................................................................................8

C) Konsep Ittihad dan hulul...............................................................................9

BAB III PENUTUP..............................................................................................10

A) Kesimpulan...................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tasawuf Falsafi merupakan tasawuf yang didalamnya tercampur


antara rasa (dzauq) tasawuf dan pemikiran akal. Dzauq lebih dekat dengan
tasawuf dan rasio lebih dekat dengan filsafat. Adapun ciri dari tasawuf
falsafi adalah menyusun teori-teori wujud berlandaskan rasa atau kajian
proses bersatunya Tuhan dengan manusia dan tasawuf ini bersifat
pemikiran dan renungan.

Berdasarkan tasawuf falsafi, maka konsepsi tentang Tuhan


merupakan lebih lanjut dari pemikiran para ahli kalam (teolog) dan filosof.
Jika dalam tasawuf sunni mengenal ma’rifah adalah sebagai maqam yang
tertinggi yang dapat dicapai oleh manusia dimana manusia dapat
mengenal Allah dengan hati. Dalam tasawuf falsafi dikatakan bahwa
manusia dapat melewati maqam tersebut. Manusia dapat naik kejenjang
yang lebih tinggi, yakni persatuan dengan Tuhan yang dikenal dengan
istilah Ittihad, Hulul, Wahdah al-Wujud maupun Isyraq.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian Ittihad dan Hulul ?

2. Siapakah tokoh Ittihad dan Hulul ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ittihad dan Hulul

1. Pengertain Ittihad

Ittihad menurut bahasa berarti penyatuan atau perpaduan dua hal,


artinya perpaduan dengan Tuhan tanpa diantarai sesuatu apapun. Dalam
tasawuf, ittihad adalah kondisi dimana seorang sufi merasa dirinya
menyatu dengan Tuhan sehingga masing-masing diantara keduanya bisa
memanggil kata-kata aku.

Menurut Abu Yazid, proses ittihad adalah naiknya jiwa manusia


kehadirat Illahi, bukan melalui reinkarnasi. Sirnanya segala sesuatu dari
kesadaran dan pandangannya, yang disadari dan dilihat hanya hakikat yang
satu, yakni Allah. Bahkan dia tidak melihat dan tidak menyadari sendiri
karena dirinya terlebur dala Dia yang dilihat.

A.R. Al-Badawi berpendapat bahwa di dalam ittihad yang dilihat hanya


satu wujud. Walaupun sebenarnya ada dua wujud yang berpisah satu dari
yang lain. Hal ini terjadi karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud.
Sehingga akan terjadi pertukaran peranan antara yang mencintai dan yang
dicintai (sufi dan Tuhan). Dalam ittihad, “identitas telah hilang, identitas
telah menjadi satu”. Hal ini bisa terjadi karena sufi telah memasuki fana
yang tidak mempunyai kesadaran lagi dan berbicara dengan nama Tuhan.

Apabila seorang sufi telah berada dalam keadaan fana, maka pada
saat itu ia telah dapat menyatu dengan Tuhan. Di dalam perpaduan itu ia
menemukan hakekat jati dirinya sebagai manusia yang berasal dari Tuhan,
itulah yang dimaksud dengan ittihad.

1
Said bin Abdullah Al-Hamdany Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi Bandung: Pelita,1969

5
2. Pengertian Hulul

Kata Hulul adalah bentuk masdar dari kata kerja halla yang berarti
tinggal atau berdiam diri, secara terminologi kata al-Hulul diartikan dengan
paham bahwa tuhan dapat menitis ke dalam makhluk atau benda. Di
samping itu al-Hulul berasal dari kata halla yang berarti menempati suatu
tempat (Halla bi al-Makani). Jadi secara garis besarnya adalah menempati
suatu tempat.

Secara harfiah hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh


manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat
kemanusiaannya melalui fana. Dengan pengertian lain, hulul merupakan
paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia
tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah kemanusiaan yang
ada dalam tubuh itu dilenyapkan seperti yang diungkapkan oleh Abu Nasr
Al-Tusi dalam bukunya “Al-Luma”.

Faham al-Hulul dapat dikatakan sebagai lanjutan atau bentuk lain dari
faham (ajaran) al-ittihad. Tetapi dua konsep ajaran ini berbeda. Dalam
ajaran ittihad, diri manusia lebur dan yang ada hanya diri Allah. Sedangkan
dalam konsep al-Hulul, diri manusia tidak hancur. Dalam konsep ittihad
yang dilihat satu wujud, sedangkan dalam konsep ajaran al-Hulul disana
ada dua wujud tetapi bersatu dalam satu tubuh.

Helbert W. Mason mengatakan al-Hulul adalah penyatuan sifat


ketuhanan dengan sifat kemanusiaan. Tetapi dalam kesimpulannya konsep
al-Hulul bersifat majayiz, tidak dalam pengertian yang sebenarnya (haqiqiy).
Menurut Nashiruddin at-Tushiy, al-Hulul adalah faham yang mengatakan
bahwa Tuhan memilih tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat
didalamnya setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada didalam tubuh itu
dilenyapkan.

2
Said bin Abdullah Al-Hamdany Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi Bandung: Pelita,1969

6
Al-Hulul memiliki dua bentuk, yaitu :

a. Al-Hulul Al-Jawari yakni keadaan dua esensi yang satu mengambil


tempat pada yang lain (tanpa persatuan), seperti air mengambil
tempat dalam bejana.

b. Al-Hulul As-Sarayani yakni persatuan dua esensi (yang satu


mengalir didalam yang lain) sehingga yang terlihat hanya satu
esensi, seperti zat air yang mengalir di dalam bunga.

Al-Hulul dapat dikatakan sebagai suatu tahap dimana manusia dan


Tuhan bersatu secara rohaniah. Hamka mengatakan bahwa hulul adalah
ketuhanan (lahut) menjelma ke dalam diri insan (nasut), dan hal ini terjadi
pada saat kebatinan seseorang telah suci bersih dalam menempuh
perjalanan hidup kebatinan.

B. Tokoh Ittihad dan Hulul

1. Tokoh Ittihad

Jika mempelajari tentang ittihad, kita akan mengenal Abu Yazid Al-
Bustomi. Abu Yazid Al-Bustomi adalah seorang penyebar dan pembawa
ajaran ittihad dalam tasawuf. Lahir di Bistam, Persia pada tahun 874 M.
Kehidupannya yang sederhana menaruh sayang dan kasih pada fakir
miskin. Sebagian besar waktunya dipergunakan untuk beribadah dan
memuja Tuhan, yang dimulai dengan timbulnya faham fana’ dan baqa’.

Dia menjelaskan, suatu malam ia bermimpi dengan berkata “Tuhanku,


apa jalannya untuk sampai kepadamu ? Dia menjawab : Tinggalkan dirimu
dan datanglah”. Setelah mengetahui proses pendekatan diri kepada Tuhan,
ia meninggalkan dirinya ke hadirat Allah melalui fana. Dekat atau belum
keberadaannya dapat dilihat melalui “Syatahat” yang diucapkan. Syatahat
adalah ucapan yang dikeluarkan seorang sufi pada permukaan ia berada di
pintu gerbang ittihad.

3
Said bin Abdullah Al-Hamdany Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi Bandung: Pelita,1969

7
2. Tokoh Hulul

Hulul diajarkan oleh Husein Ibnu Mansur Al-Hallaj, lahir di kota Persia
pada tahun 858 M. Menurut pemikiran tasawufnya ia mengatakan bahwa
“aku ingin untuk tidak mengingini”. Dan “Aku tidak ingin dari Tuhan kecuali
Tuhan”.

Dari ucapannya yang telah ganjil adalah ketika ia mencapai ittihad :


“Maha suci Aku, Maha suci Aku, Maha suci Aku”. Dan kalimat yang ganjil
yang dikeluarkan tatkala ia mencapai proses hulul adalah seperti ucapan
“Tuhan mempunyai sifat kemanusiaan dan manusia mempunyai sifat
ketuhanan, nasut dan lahut, ia mengambil hadits sebagai dasar
pemikirannya “Tuhan menciptakan Adam sesuai bentuknya”.

Karena ucapan-ucapan yang ganjil itu menyebabkan ia dihukum mati


dengan tuduhan menyebarkan ajaran sesat dan membahayakan, juga
mempunyai hubungan erat dengan golongan oposisi yaitu Syiah dan
Qaramithah. Akhirnya pada tahun 922 M, ia dijatuhi hukuman mati.
Jasadnya dibakar dan dibuang ke sungai Tigris.

4
Said bin Abdullah Al-Hamdany Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi Bandung: Pelita,1969

8
C. Konsep Hulul dan Ittihad Dalam Perspektif Islam

Hulul dan ittihad erat terkait dengan tauhid yang merupakan inti ajaran
Islam. Al-Ghazali membagi tauhid menjadi empat tingkatan. Pertama,
tauhid yang hanya diucapkan oleh lidah tapi diingkari oleh hati, ucapan
orang munafik. Kedua, tauhid yang diucapkan lidah sekaligus diyakini hati,
tauhid muslim awam. Ketiga, tauhid yang dibarengi dengan penyaksian
melalui penyingkapan (kasyf) bahwa yang beragam dan banyak berasal
dari Yang Esa, tauhid orang yang didekatkan (muqarrabin). Keempat, tauhid
shiddiqin yang melihat dalam wujud hanya satu, yang oleh para Sufi disebut
sirna dalam tauhid (fana’ fi al-tauhid), yang rahasia ilmu ini tidak
seharusnya ditulis dalam buku.

Dalam Islam pengetahuan tentang hakikat sesuatu diperoleh melalui


sarana Intuisi yang dipahami tidak terbatas hanya pada pengalaman
inderawi. Pada tingkatan nalar dan pengalaman awam, manusia melihat
dunia sebagai sesuatu yang banyak, beragam, terpisah, berdiri sendiri dan
untuk memahaminya dibutuhkan pembedaan subjek-objek. Kondisi ini
disebut keterpisahan pertama (al-farq al-awwal) yang merujuk pada dunia
yang dipahami sebagai sesuatu yang beragam dan terpisah. Penyebutan
keterpisahan ini sebagai ’yang pertama’ mengisyaratkan kemungkinan
terjadinya keterpisahan kedua (al-farq al-tsani) yang dialami setelah
seseorang mengalami transformasi dimana seseorang melampaui
keragaman dan dia mampu melihat hakikat dunia. Transformasi tersebut
bisa dicapai melalui serangkaian disiplin yang memungkinkan seseorang
untuk melampaui dunia keragaman dan mencapai keadaan fana’ dan baqa’
dimana dia memperoleh visi tentang kesatuan segala sesuatu dalam Asal
transendennya. Keterpisahan kedua yang dialami oleh seseorang berarti
bahwa dia melihat dunia yang beragam dan terpisah (the world of
multiplicity in separateness) dengan cara berbeda dengan yang dialaminya
pada keterpisahan pertama yang dimiliki semua orang.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam tasawuf, ittihad dan hulul sebenarnya memiliki makna yang


sama. Terdapat kesatuan antara manusia dengan Tuhannya. Namun dalam
ittihad sifat kemanusiaan dalam diri manusia tersebut telah hilang dan
sepenuhnya diambil alih oleh tuhan. Sedangkan dalam hulul sifat
kemanusiaan tersebut tetap ada dalam diri manusia. Tokoh dalam ittihad
adalah Abu Yazid Al-Bustami, sedangkan hulul diajarkan oleh Husein Ibnu
Mansur Al-Hallaj.

DAFTAR PUSTAKA

Mustofa, A. 2014. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. Nata, Abuddin.


1996. Akhlaq Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Nasirudin.
Pendidikan Tasawuf. 2009. Semarang: RaSAIL Media Group
http://kumal11.blogspot.com/2018/04/akhlak-tasawuf-ittihad-dan
hulul.html?m=1 http://enengsusanti.blogspot.com/2014/04/ittihad-hulul-
makalah-akhlaq-tassawuf.html?m=1 Mustofa, A. 2014. Akhlak Tasawuf.
Bandung: Pustaka Setia. Nata, Abuddin. 1996. Akhlaq Tasawuf. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. Nasirudin. Pendidikan Tasawuf. 2009. Van-
Hoeve,Ensiklopedia Islam,penerbit PT Ichtiar Baru, Jakarta, hal. 77-78. Dr.
Mustafa Zahri,Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, Surabaya: PT BINA ILMU,
1998, H 232. Jamil Shaliba, Mu’jam Al-Falsafy,jilid II, (bairud: dar alkitab,
1979), hlm 167.

10

Anda mungkin juga menyukai