Disusun Oleh :
Andriansyah
M Ali Akbar
(STAID)
1
KATA PENGANTAR
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna berbagai pihak. Kami berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dikarenakan terbatasnya
pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari dunia pendidikan.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
A) Latar Belakang................................................................................................4
B) Rumusan Masalah.........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5
A) Pengertian Ittihad...........................................................................................5
B) Pengertian Hulul.............................................................................................6
1) Tokoh Ittihad...................................................................................................7
2) Tokoh Hulul.....................................................................................................8
A) Kesimpulan...................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertain Ittihad
Apabila seorang sufi telah berada dalam keadaan fana, maka pada
saat itu ia telah dapat menyatu dengan Tuhan. Di dalam perpaduan itu ia
menemukan hakekat jati dirinya sebagai manusia yang berasal dari Tuhan,
itulah yang dimaksud dengan ittihad.
1
Said bin Abdullah Al-Hamdany Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi Bandung: Pelita,1969
5
2. Pengertian Hulul
Kata Hulul adalah bentuk masdar dari kata kerja halla yang berarti
tinggal atau berdiam diri, secara terminologi kata al-Hulul diartikan dengan
paham bahwa tuhan dapat menitis ke dalam makhluk atau benda. Di
samping itu al-Hulul berasal dari kata halla yang berarti menempati suatu
tempat (Halla bi al-Makani). Jadi secara garis besarnya adalah menempati
suatu tempat.
Faham al-Hulul dapat dikatakan sebagai lanjutan atau bentuk lain dari
faham (ajaran) al-ittihad. Tetapi dua konsep ajaran ini berbeda. Dalam
ajaran ittihad, diri manusia lebur dan yang ada hanya diri Allah. Sedangkan
dalam konsep al-Hulul, diri manusia tidak hancur. Dalam konsep ittihad
yang dilihat satu wujud, sedangkan dalam konsep ajaran al-Hulul disana
ada dua wujud tetapi bersatu dalam satu tubuh.
2
Said bin Abdullah Al-Hamdany Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi Bandung: Pelita,1969
6
Al-Hulul memiliki dua bentuk, yaitu :
1. Tokoh Ittihad
Jika mempelajari tentang ittihad, kita akan mengenal Abu Yazid Al-
Bustomi. Abu Yazid Al-Bustomi adalah seorang penyebar dan pembawa
ajaran ittihad dalam tasawuf. Lahir di Bistam, Persia pada tahun 874 M.
Kehidupannya yang sederhana menaruh sayang dan kasih pada fakir
miskin. Sebagian besar waktunya dipergunakan untuk beribadah dan
memuja Tuhan, yang dimulai dengan timbulnya faham fana’ dan baqa’.
3
Said bin Abdullah Al-Hamdany Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi Bandung: Pelita,1969
7
2. Tokoh Hulul
Hulul diajarkan oleh Husein Ibnu Mansur Al-Hallaj, lahir di kota Persia
pada tahun 858 M. Menurut pemikiran tasawufnya ia mengatakan bahwa
“aku ingin untuk tidak mengingini”. Dan “Aku tidak ingin dari Tuhan kecuali
Tuhan”.
4
Said bin Abdullah Al-Hamdany Sanggahan Terhadap Tasawuf dan Ahli Sufi Bandung: Pelita,1969
8
C. Konsep Hulul dan Ittihad Dalam Perspektif Islam
Hulul dan ittihad erat terkait dengan tauhid yang merupakan inti ajaran
Islam. Al-Ghazali membagi tauhid menjadi empat tingkatan. Pertama,
tauhid yang hanya diucapkan oleh lidah tapi diingkari oleh hati, ucapan
orang munafik. Kedua, tauhid yang diucapkan lidah sekaligus diyakini hati,
tauhid muslim awam. Ketiga, tauhid yang dibarengi dengan penyaksian
melalui penyingkapan (kasyf) bahwa yang beragam dan banyak berasal
dari Yang Esa, tauhid orang yang didekatkan (muqarrabin). Keempat, tauhid
shiddiqin yang melihat dalam wujud hanya satu, yang oleh para Sufi disebut
sirna dalam tauhid (fana’ fi al-tauhid), yang rahasia ilmu ini tidak
seharusnya ditulis dalam buku.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
10