Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Al- Fana Dan Al-Baqa, Al-Ittihad Dan Al-Hulul


Dosen pengampu : Dr. Achmad Junaedi Sitika,S.Ag.M.Pd.I
Disusun oleh kelompok 8 :

- Alya Dwi Arida (2110631110081)


- Alya Zulfa (2110631110083)

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLA
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur selalu kami haturkan kehadirat penguasa seluruh alam yang tiada lain
dan tak ada yang lain kecuali Allah SWT. Karena berkat limpahan rahmat, taufik, hidayah,
serta inayah-Nya, kami bisa menyelesaikan tugas penyusunan Makalah Akhlak Tasawuf
dengan judul Al-fana dn Al-Baqa, al-Ittihad Dan Al-Hulul.
Kami selaku penyusun makalah mengucapan terima kasih kepada Bpk. Dr. Acmad junaedi
sitika selaku dosen pengampu mata kuliah Akhlak Tasawuf yang telah memberikan arahan
dan bimbingannya sehingga kami bisa dalam penyusunan makalah ini, ke-dua orang tua yang
yang tak pernah lelah mendukung kelancaran tugas kami, serta pada teman-teman yang selalu
memberikan motivasi demi lancarnya penyusunan makalah inidemi lancarnya penyusunan
makalah ini.
manusia tak luput dari kesalahan, begitulah adanya makalah ini masih jauh dari sempurna.
Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari
para pembaca demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan makalah dimasa yang
akan datang.
Dan kami berharap, semoga makalah ini bisa memberikan suatu kemanfaatan bagi kami
selaku penyusun dan para pembaca serta referensi bagi penyusun makalah yang senada di
waktu yang akan datang. Aamiin.
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................................
Kata Pengantar ............................................................................................................................
Daftar Isi ..................................................................................................................................…
BAB I. PENDAHULUAN ..........................................................................................................
a. Latar Belakang ............................................................................................................................
b. Rumusan Masalah .......................................................................................................................
c. Tujuan Penulisan ........................................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN ...........................................................................................................
a. Pengertian Al-Fana Dan Al-Baqa ..............................................................................................
b. Pengertian Al-Ittihad Dan Al-Hulul ................................................................................................
c. Tujuan dan kedudukan al-fana dan al-baqa ………………………………………………………...
d. konsep Ittihad dalam tasawuf .....................................................................................................
e Kedudukan Al-Hulul ....................................................................................................................
f. Fana, Baqa dan Ittihad Menurut Alquran………………………………………………………..
BAB III. PENUTUP ....................................................................................................................
a. Kesimpulan .................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tasawuf merupakan disiplin ilmu yang lebih banyak berbicara persoalan-persoalan batin,
kondisi-kondisi rohani dan hal-hal lain yang bersifat esoteric. Pengalaman-pengalaman yang
dibentuk melalui proses imprementasi ajaran sufi bersifat mistis dan hampir selalu mengarah
kedalam, yang sangat pribadi dan sulit dikomunikasikan kepada orang lain.

Tasawuf ini sendiri disebut juga sebagai “Mistisme dalam Islam”.Di kalangan orientalis Barat
lebih dikenal dengan sebutan “Sufisme”.Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus mistisme
Islam. Sehingga kata “Sufisme” tidak ada pada mistisme agama-agama lain.

Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari


Tuhan.Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa
manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi
dan dialog antara ruh manusia dan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa manusia perlu
mengasingkan diri. Keberadaanya yang dekat dengan Tuhan akan berbentuk “Ijtihad”
(bersatu) dengan Tuhan yang kemudian berkelanjutan menjadi fana dan baqa.

Harus diakui bahwa kajian tentang paham ittihad, hulul dan terutama menyangkut
pandangan terhadap keduanya bukanlah merupakan topik pengamatan yang pertama tentang
pemikiran a1-Ghazali. Sebagai tokoh intelektual muslim, al-Ghazali dapat di- kategorikan
sebagai figur yang paling menarik perhatian para pengkaji ilmiah, dulu dan sekarang, baik
dari kalangan Islam sen- diri maupun orientalis. Sudah begitu banyak pemikiran al-Ghazali
yang dikaji oleh para ahli, tetapi kajian khusus pandangannya terhadap paham ittihad al-
Busthami dan hulul al-Hallaj belum perIttihad & Hulul Dalam Pandangan Al Ghazali 11 nah
dilakukan. Pada umunya, kajian ilmiah tentang al-Ghazali yang sudah ada lebih terfokuskan
pada pemikirannya di luar sufisine (tasawuf). Dan jika sudah ada, kajian tentang tasawufnya
itu, khususnya yang menyangkut pandangan al-Ghazali terhadap paham ittihad dan hulul,
biasanya hanya disinggung secara sepintas, sebagai pelengkap atau suplemen terhadap topik
inti dalam kajian itu. Akibatnya, inforimasi yang dapat dipahami dan kajian semacam itu
masih bersifat parsial dan kurang memuaskan.
B. Rumusan masalah
a. Definisi Al-Fana, Al-Baqa, Al-ittihad dan Al- Hulul
b. Bagaimana Tujuan dan kedudukan al-fana dan al-baqa
c. Bagaimana konsep Ittihad dalam tasawuf
d. Kedudukan Al-hulul
e. Tujuan dan cara untuk mencapai Al-hulul
f. Fana, Baqa dan Ittihad Menurut Alquran
C. Tujuan pembahasan
1. Agar kita tahu apa yang di maksud dari Al-fana, Al-baqa, Al-ittihad dan Al-hulul
2. Agar kita tahu bagaimana tujuan dan kedudukan alfana dan albaq
3. Agar kita tahu konsepan dari ittihad
4. Agar kita tahu kedudukan al-Hulul
5. Agar kita tahu bagaiman tujuan dan cara untuk mencapai Al-hulul
6. Agae kita tahu Fana, Baqa dan Ittihad Menurut Alquran
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al-Fana, Al-Baqa, Al-ittihad dan Al- Hulul

Fana’ adalah sirnanya kesadaran manusia terhadap segala fenomena alam, dan bahkan
terhadap nama-nama dan sifat-siat Tuhan (fana’’an shifat al-haqq), sehingga yang betul-
betul ada secara hakiki dan abadi (baqa’) didalam kedasarannya adalah wujud mutlak.
Dalam sufisme, seseorang mngharapkan kematian sebelum datangnya kematian.
Maksudnya adalah mematikan diri dari pengaruh dunia, sehingga yang tersisa hidup
didalam dirinya hanyalah Tuhan semata, keadaan yang kedua ini dinamakan baqa’

Baqa’merupakan istilah teknis dikalangan sufi. Menurut pandangan sufi, setelah


melalui kegiatan spiritual, penghayatan zikir, pencurahan terhadap segala sifat kebajikan,
pengabdian yang sebenarnya terhadap Tuhan, pemusnahan dan penghapusaan unsur-unsur
kejiwaan (fana’) maka yang tersisa dalam diri sufi adalah sesuatu yang hakiki dan sesuatu
yang abadi dibalik segala penampilan luaran. Asal mula istilah baqa’ sebagaimana
diungkapkan dalam Al Quran surah Ar-Rahman ayat 26-27.

Yang dimaksud dengan Ittihad adalah suatu tingkatan dalam tasawuf di mana seorang sufi
telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan; suatu tingkatan di mana yang mencintai dan
yang dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang
satunya lagi dengan katakata: Hai Aku. Menurut A.R. al-Badawi, dalam ittihad yang dilihat
hanya satu wujud sungguhpun sebenarnya ada dua wujud yang terpisah satu sama lain.
Karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud, maka dalam ittihad bisa terjadi
pertukaran peranan antara yang mencintai dan yang dicintai atau tegasnya antara sufi dan
Tuhan. Dalam ittihad, “identitas telah hilang, identitas telah menjadi satu”. Sufi yang
bersangkutan, karena fana‟nya telah tak mempunyai kesadaran lagi, dan berbicara dengan
nama Tuhan.
Kata Hulul berasal dari halla, yahullu, hululan. Kata ini memiliki arti menempati,
mistis, berinkarnasi. Hulul juga bermakna penitisan Tuhan ke makhluk atau benda.
secara harfiah hulul mengandung arti bahwa Tuhan mengambil tempat dalam tubuh
manusia tertentu yang telah lenyap sifat kemanusiaannya melalui fana. Hulul
menurut keterangan Abu Nasr alTusi dalam al Luma‟ adalah faham yang mengatakan
bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di
dalamnya, setelah sifat sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan

B. Tujuan serta kedudukan Al-Fana Dan Al-Baqa

Yang dituju oleh fana’ dan baqa’ adalah mencapai persatuan secara rohaniah, dan batiniah
dengan Tuhan, sehingga yang disadarinya hanya Tuhan dalam dirinya. Adapun
kedudukannya adalah merupakan hal, karena hal yang demikian tidak terjadi terus-menerus
dan juga karena dilimpahkan oleh Tuhan. Fana’ merupakan keadaan seseorang hanya
menyadari kehadiran Tuhan dalam dirinya, dan kelihatannya lebih merupakan alat, jembatan
atau maqam menuju ittihad (penyatuan rohani dengan Tuhan). Abu yajid menekankan dengan
istilah fana’’an-nafs yaitu hilangnya kesadaran kemanusiaannya dan menyatu kedalam iradah
Allah, bukan jasad tubuhnya yang menyatu dengan zat Allah. Jadi yang hilang adalah
kesadarannya bukan jasadnya.

C. Konsepan Ittihad dalam Tasawuf

Hasil pemetaan sejarah perkembangan tasawuf (sufisme), baik yang dilakukan oleh para
orientalis maupun intelektual muslim, menunjukkan bahwa abad pertama dan kedua Hijriah
merupakan fase asketisme (kezuhudan),1 sebuah fase yang merupakan an embrio (cikal-
bakal) sufisme (tasawuf). Kehidupan asketik dalam Islam tidak identik dengan praktek
kerahiban (kependetaan), karena para tokoh asketik Muslim seperti al-Hasan al-Bashri (w.
185 H) tidak sampai meninggalkan (mengingkari) kehidupan duniawi secara total. Dalam
kaitan ini, para asketis Muslim lebih cenderung pada upaya-upaya pembebasan dan
penghambaan nafsu duniawi yang dapat menghalangi kedekatan dirinya dengan Tuhan.
Sebagai cikal-bakal sufisme, selain dilatari oleh kuatnya semangat kezuhudan dan ibadah,
asketisme dalam tradisi sufisme juga dimotivasi oleh semangat dan upaya penyucian diri
lahir-batin, hanya saja pada dekade itu belum dilakukan upaya penyusunan konsep-konsep
sufisme yang bersifat teoritis. Selanjutnya, permulaan abad ketiga Hijriah merupakan masa
transisi atau peralihan dari periode kezuhudan (asketisme) kepada sufisme (tasawuf).
Pada abad pertama dan kedua Hijriah. tihad & Hulul Dalam Pandangan Al Ghazali
belum dilakukan suatu kajian yang melahirkan konsep-konsep tertentu dalam sufisme, maka
permulaan abad ketiga Hijriah merupakan rintisan konseptualisasi tasawuf dalam berbagai
dimen-sinya. Dengan mempergunakan unsur-unsur budaya asing yang mempengaruhinya,
para tokoh sufi menyusun konsep-konsep, prinsip-prinsip teoritis yang menyangkut konsep-
konsep tersebut, aturan-aturan praktis sehubungan dengan tarikatnya, serta simbul-simbul
khusus dalam sufisme. Fenomena sejarah semacam ini bukan saja terjadi di sepanjang abad
ketiga Hijriah, melainkan terus mengalami penyempurnaan hingga abad keempat Hijriah.
Realitas sejarah yang demikian inilah yang tampaknya mendasari pernyataan ahli yang
mengatakan bahwa “pada abad ketiga dan keempat Hijriah, eksistensi tasawuf sudah
sempurna unsur-unsurnya”.Di antara konsep sufisme yang muncul pada abad ketiga Hijriah
dan mempunyai peran signifikan terhadap perkembangan tasawuf pada abad-abad berikutnya
adalah ma’rifah, yang secara historis diformulasikan pertama kali oleh Dzu an-Nun al-
Mishri.

D. Kedudukan al-Hulul

Hulul berkedudukan paling tinggi dalam bertasawuf karena untuk melalui ini seorang yang
bertasawuf harus terlebih dahulu melaui beberapa tingkatan atau tahapan sebelumnya.
Dalam pandangan Al-Quran dan Hadist
1. QS. Al-Maidah : 116
2. QS. An-Nisa : 171
3. HR. Bukhari (no.609)
“Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah saw. bersabda : Allah azza wajalla berfirman : Aku
dalam sangkaan hamba Ku kepada Ku, dan aku kepadanya jika ia mengingat Ku. Maka jika
ia mengingat Ku pada dirinya, Aku akan mengingatnya pada diri Ku. Dan jika ia
mengingatku dalam satu kelompok maka Aku akan mengingatnya dalam satu kelompok yang
lebih baik dari mereka. Dan jika ia mendekat pada Ku sejengkal maka Aku akan
mendekatnya sehasta, dan jika ia mendekat pada Ku sehasta maka Aku akan mendekat
padanya sedepa, dan jika ia datang pada Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya
dengan cepat-cepat.” (HR. Bukhari, no.609)

E. Tujuan dan cara untuk mencapai Al-Hulul


manusia dan Tuhan bersatu secara rohaniah. Tujuan dari hulul adalah mencapai persatuan
secara batin. Untuk itu, Hamka mengatakan, bahwa al-Hulul adalah ketuhanan (lahut)
menjelma kedalam diri insan (nasut), dan hal ini terjadi pada saat kebatinan seorang insan
telah suci bersih dalam menempuh perjalanan hidup kebatinan.

F. Fana, Baqa dan Ittihad Menurut Alquran


Paham fana dan baqa yang ditujukan untuk mencapai ittihad itu dipandang oleh sufi sebagai
sejarah dengan konsep liqa al-rabbi menemui Tuhan. Fana dan baqa merupakan jalan menuju
berjumpa dengan Tuhan. Hal ini sejalan dengan firman Allah yang berbunyi:
“Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadah kepadanya”. (QS. al-Kahfi/18 : 110).
Paham ittihad ini juga dapat dipahami dari keadaan ketika Nabi Musa ingin melihat Allah.
Musa berkata: “Ya Tuhan, bagaimana supaya aku sampai kepada-Mu?” Tuhan berfirman:
tinggallah dirimu (lenyapkanlah dirimu) baru kamu kemari (bersatu). Ayat dan riwayat
tersebut memberi pentunjuk bahwa Allah Swt. telah memberi peluang kepada manusia untuk
bersatu dengan Tuhan secara rohaniah atau batiniah, yang caranya antara lain dengan beramal
saleh, dan beribadat semata-mata karena Allah, menghilangkan sifat- sifat dan akhlak yang
buruk, menghilangkan kesadaran sebagai manusia, meninggal dosa dan maksiat, dan
kemudian menghias diri dengan sifat-sifat Allah, yang kesemuanya ini tercakap dalam
konsep fana dan baqa. Adanya konsep fana dan baqa ini dapat dipahami dari isyarat yang
terdapat dalam ayat sebagai berikut.
"Semua yang ada di dunia ini akan binasa. Yang tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai
kebesaran dan kemulian" (QS. Al-Rahman, 55: 26-27).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Paham tentang fana dan baqa mulai dikembangkan oleh Abu Yazid Al Bustami pada abad III
Hijriyah. Fana dan baqa erat hubungannya dengan al-ittihad, yakni penyatuan batin atau
rohaniah dengan Tuhan, karena tujuan dari fana dan baqa itu sendiri adalah ittihad. Paham ini
dianggap sebagai cikal bakal timbulnya ajaran

kesatuan wujud atau ittihad Di antara beberapa inti ajaran tasawuf pemahaman terhadap fana
dan baqa merupakan dasar untuk memahami hakikat diri dan hakikat ketuhanan. Paham ini
merupakan peningkatan dari paham makrifat dan mahabbah
DAFTAR PUSTAKA
Al-ittihad dan Al-hulul http://jurnal.uinbanten.ac.id/index.php/tazkiya/article/view/212/214
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, oom mukarromah. Terbit pada tahun 2017.

Al-Fana Dan Al-Baqa https://elanurainiblog.wordpress.com/2016/04/09/al-fana-dan-al-baqa-dalam-


tasawuf/ arini Metro, terbit pada tahun 2015.

Akhlak dan Tasawuf Al-Hulul https://www.catatanichan.com/2009/05/pendahuluan-tasawuf-secara-


etimologi.html di terbitkan pada tahun 2009.

MEMAHAMI AJARAN FANA, BAQA DAN ITTIHAD DALAM TASAWUF


file:///C:/Users/acer/Downloads/280-495-1-SM Rahmawari, di terbitkan pada tahuan 2014.

Anda mungkin juga menyukai