Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TENTANG DEFINISI, TEORI AJARAN DAN TOKOH – TOKOH

TASAWUF FALSAFI

Dosen pengampu : Ahmad Khalakul Khairi, M.pd

DISUSUN OLEH :

ASMAYANA (200106044)

SRIYATI (200106047)

RINA SARINDI (200106034)

KELAS : 2B (PGMI)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat NYA sehingga makalah ini dapat

tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan

dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun

pikirannya. Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun

menambah isi makalah agar menjadi lebih baik. Karena keterbatasan pengetahuan maupun

pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu

kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan

makalah ini.

2
COVER………………………………………………………………………………..1.

KATA PENGANTAR ....................................................................................................2

DAFTAR ISI ..................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................4

A. Latar belakang ...................................................................................................4.

B. Rumusan masalah ..............................................................................................4

C. Tujuan ................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................6

A. Definisi tasawuf falsafi ......................................................................................6

B. Perkembangan tasawuf falsafi ...........................................................................6

C. Tokoh – tokoh dalam tasawuf falsafi ..................................................................7

D. Teori ajaran tasawuf falsafi ................................................................................11

BAB III PENUTUP …………………………………………………………………....14

A. Penutup ..............................................................................................................14

B. Saran ...................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tasawuf merupakan suatu makna mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan

mahabbah yang sedekat-dekatnya. Tasawuf mengandung banyak arti dan istilah

semuanya merupakan ajaran kezuhudan, kesahajaan, kesederhanaan, jauh dari

kemegahan dan merendahkan diri dihadapan Allah, tanpa mementingkan duniawi.

Dalam tindakan tasawuf selalu berbuat semata – mata hanya untuk Allah, maka

tasawuf sebagai ajaran pembersih hati dan jiwa manusia. Pada perkembangan ilmu

tasawuf, berorientasi kearah tasawuf akhlaqi, ada yang menyebutnya sebagai tasawuf

yang banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Selain itu juga mengacu kearah tasawuf

falsafi, ini banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof

disamping menjadi seorang sufi. Disini pemakalah akan memaparkan materi

mengenai tasawuf falsafi, teori-teori dan tokoh-tokoh yang berperan dalam tasawuf

falsafi.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimanakah definisi tasawuf falsafi?

2. Bagaimanakah perkembangan tasawuf falsafi?

3. bagaimana Teori ajaran tasawuf falsafi?

4. Siapa saja tokoh – tokoh dalam tasawuf falsafi?

4
C. Tujuan

1. Dapat mengetahui pengertian dari tasawuf falsafi

2. Dapat mengetahui perkembangan dan ciri-ciri tentang ilmu tasawuf falsafi

3. Dapat menambah wawasan tentang tokoh – tokoh dan ajaran tasawuf falsafi

4. Dapat mengetahui tentang teori ajaran tasawuf

5
BAB II

PEMBAHASAN

A.Definisi tasawuf falsafi

Tasawuf Falsafi yaitu tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi
rasional. Maksudnya dalam ajarannya itu menggunakan metode yang serba mistis atau
tersembunyi, bersifat rahasia-rahasia sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang dapat
mengenal, mengetahui dan memahami terutama kepada penganutnya. Terminologi filosofis yang
digunakan berasal dari macam-macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya,
namun keasliannya sebagai tasawuf tetap tidak hilang. Walaupun demikian tasawuf filosofis tidak
bisa dipandang sebagai filsafat, karena ajaran dan metodenya didasarkan pada rasa (dzauq), dan
tidak pula bisa dikategorikan pada tasawuf (yang murni), karena sering diungkapkan dengan
bahasa filsafat.

Ajaran dan metode tasawuf falsafi bukanlah berdasarkan pada filsafatyang harus ada aspek
rasionalitas ataupun empiris. Karena tasawuf falsafididasarkan pada rasa (dzauq).

Dalam ranah keilmuan islam, ungkapan-ungkapandengan bahasa filsafat dinamakan


Syatahiyyat, yakni suatu ungkapan yang sulitdifahami dan banyak menimbulkan kesalahpahaman
pihak luar sehingga dapatmenimbulkan banyak tragedi.Menurut At-Taftahzani, tasawuf falsafi
mulai muncul dengan jelas dalamkhazanah islam sejak abad VI (keenam) Hijriah, meskipun para
tokohnya barudikenal seabad kemudian. Sejak abad ini tasawuf falsafi terus hidup dan semakin
berkembang. Terutama dikalangan para sufi yang juga filsuf sampai menjelangakhir-akhir ini.

B.Perkembangan tasawuf falsafi

Menurut At-Taftazani tasawuf falsafi mulai muncul dalam khazanah islam sejak abad
ke-6 H, meskipun para tokohnya baru dikenal setelah seabad kemudian. Sejak saat itu, tasawuf
sejenis ini terus hidup dan berkembang, terutama di kalangan para sufi yang juga filsuf, sampai
6
menjelang akhir-akhir ini. Adanya pemaduan antara tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf
falsafi ini dengan sendirinya telah membuat ajaran-ajaran tasawuf sejenis ini bercampur dengan
sejumlah ajaran filsafat di luar islam, seperti dari Yunani, Persia, India, dan agama nasrani.

C.Tokoh – tokoh dalam tasawuf falsafi

1. Ibnu Arabi
a. Biografi

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin ‘Abdullah
al-Tha’i al-Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560
H, dan meninggal pada tahun 638 H gdi Damaskus. Di Sevilla (Spanyol) ia
memepelajari Al-Qur’an, Hadist sertaa fiqih pada sejumlah murid seorang faqih
Andalusia yakni Ibn Hazm Az-Zuhri.

b. . Ajaran – ajaran

Ajaran dari Ibn ‘Arabi adalah wahdat al-wujud (kesatuan wujud) yang
merupakan ajaran sentralnya. Menurut Ibn Arabi, hanya ada satu wujud dari
semua wujud yang ada, adapun wujud makhluk merupakan hakikat dari wujud
khaliq tidak ada perbedaan antara keduanya dari segi hakikat. Menurutnya wujud
alam pada hakikatnya adalah wujud Allah dan Allah adalah hakikat alam. Tidak
ada perbedaan antara wujud yang qadim (khaliq) dengan wujud yang baru
(makhluk). Hal itu dinyatakan dalam Al-Qur’an : “Maha Suci Tuhan yang telah
menjadikan segala sesuatu dan Dia sendiri adaegala sesuatu itu”. Apabila dilihat
dari kesamaan antara wujud Tuhan dan wujud alam dan wujud Tuhan bersatu
dengan wujud alam. Menurut Ibn Arabi wujud yang mutlak adalah wujud Tuhan
dan tidak ada wujud selain Wujud-Nya. Berarti, apapun selain Tuhan, baik berupa
alam maupun apa saja yang ada di alam tidak memiliki wujud. Dalam bentuk lain
dapat dijelaskan bahwa makhluk diciptakan oleh khalik (Tuhan) dan wujudnya
bergantung pada wujud Tuhan. Semua yang berwujud selain Tuhan tidak akan
mempunyai wujud seandainya Tuhan tidak ada. Oleh karena itu, Tuhanlah

7
sebenarnya yang mempunyai wujud hakiki, sedangkan yang diciptakan hanya
mempunyai wujud yang bergantung pada wujud di luar dirinya, yaitu wujud
Tuhan. Alam ini adalah bayangan Tuhan atau bayangan yang wujud yang hakiki.

2. Al – jili

a. Biografi

Nama lengkapnya adalah Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jilli. Ia lahir pada tahun 1365
M. Di Jilan –giwan, sebuah provinsi disebelah selatan Kasfia dan wafat pada tahun
1417M. Nama Al- Jilli diambli dari tempat kelahirannya di Gilan. Ia adalah seorang sufi
yang terkenal dari Baghdad.

b. Ajaran – ajaran

a) Insan Kamil

Ajaran yang terpenting menurut Al-Jilli adalah insan kamil yang berarti manusia
sempurna. Al-Jilli memperkuatnya dengan hadist : “Allah menciptakan Adam dalam
bentuk yang Maha Rahman. Sebagaiman diketahui, Tuhan mempunyai sifat hidup,
pandai, mampu berkehendak, mendengar dan sebagainya. Manusia Adam pun
mempunyai sifat seperti itu dan dapat dipahami bahwa Adam dilihat dari sisi
penciptaanya merupakan salah seorang insan kamil dengan segala kesempurnaanya.
Sebab pada dirinya terdapat sifat dan nama ilahiyah.

Perumpamaan hubungan Tuhan dengan insan kamil bagaikan cermin. Seseorang tidak
dapat melihat dirinya kecuali melalui cermin itu. Demikian pula halnya dengan insan
kamil, ia tidak dapat melihat dirinya kecuali demngan cermin nama Tuhan, sebagaimana
Tuhan tidak dapat meliht dirinya, kecuali melalui cermin insan kamil. Dan dijelaskan
dalam QS.Al-Ahzab: 33) yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semunya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh.”

8
Ketidaksempurnaan manusia disebabkan oleh hal-hal yang bersifat ‘ardhi, termasuk
bayi yang berada dalam kandungan ibunya. Al kamal dalam konsep Al-Jilli mungkin
dimiliki oleh manusia secara profesional (bi al-quwwah) dan mungkin secara aktual (bi
al-fi’il) seperti yang terdapat dalam wali-wali, dan nabi-nabi meskipun dalam intensitas
yang berbeda. Jadi yang dimaksud dengan insan kamil oleh Al-Jilli adalah manusia
dengan segala kesempurnaannya, sebab pada dirinya terdapat sifat-sifat dan
nama-nama illahi. Hal ini sama dengan Al-Arabi yang ajarannya lebih mengedepankan
akal.

b) Maqamat (Al-Martabah)

Al-Jilli sebagai seorang sufi dengan membawa ajaran insan kamil, maka ia juga
merumuskan maqam/tingkatan yang harus dijalani oleh serang sufi pula, diantaranya:

- Islam, yamg didasarkan pada lima pokok atau rukun, dalam pemahaman kaum sufi,
tidak hanya melakukan kelima pokok itu secara ritual, tetapi juga harus dipahami dan
direalisasikannya.
- Iman, yakni membenarkan dalam hati denagan keyakinan yang sebenar-benarnya. Iman
merupakan tangga pertama untuk mengungkap tabir alam ghaib, dan alat yang membantu
seseorang untuk mencapai maqam yang lebih tinggi.
- ash-shalah, yakni dengan maqam ini seorang sufi mencapai tingkat ibadah yang
terus-menerus kepada Allah, sehingga hal ini untuk mencapai maqam tertinggi dihadapan
Allah dengan menjalankan syari’at-syari’atnya dengan baik.
-Ihsan, yakni dengan maqam ini menunjukkan bahwa seorang sufi telah mencapai tingkat
menyaksikan efek nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya, ia merasa
seakan-akan berada dihadapan-Nya. Persyaratan yang harus ditempuh pada maqam ini
adalah sikap istiqomah dalam tobat, inabah, zuhud, tawakal, tafwidh, ridha ataupun
ikhlas.
-Syahadah, yakni seorang sufi dalam maqam ini telah mencapai iradah dengan ciri-ciri:
mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih, mengingat-Nya secara terus-menerus, dan
meninggalkan hal-hal yang bersifat pribadi.
- Shiddiqiyah, yakni seorang sufi dalm tingkatan derajat shiddiq akan menyaksikan
hal-hal yang ghaib sehingga dapat mengetahui hakikat dirinya.
9
-Qurbah, yakni maqam ini meupakan maqam yang memungkinkan seseorang dapat
menampakkan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.

3. Al – sabi’in

a. Biografi

Nama lengkap Ibn Sabi’in adalah ‘Abdul Haqq ibn Ibrahim Muhammad ibn Nashr,
seorang sufidan juga filsuf dari Andalusia. Ia di panggil Ibn Sabi’in dan digelari
Quthbuddin dan dikenal pula dengan panggilan Abu Muhammad. Dia berasal dari
keturunan Arab dan dilahirkan tahun 614 H (1217/1218 M) di kawasan Murcia dan lahir
dari keluarga terhormat. Dia mempelajari bahasa arab dan sastra, dia juga mempelajari
ilmu agama dari madzhab Maliki, ilmu-ilmu logika dan filsafat. Dia mengemukakan
bahwa guru-gurunya itu adalah Ibn Dihaq, yang dikenal dengan Ibn Mir’ah (wafat 611H).

b. Ajaran – ajaran

a) Kesatuan Mutlak

Ibn Sabi’in pengasas sebuah paham dalam kalangan tasawuf filosofis yang dikenal
dengan paham kesatuan mutlak. Gagasan esensialnya sederhana yaitu wujud adalah satu
alias wujud Allah semata. Wujud yang lainnya hanyalah wujud Yang Satu itu sendiri.
Paham ini lebih dikenal dengan paham kesatuan mutlak. Kesatuan mutlak ini, atau
kesatuan murni, atau menguasai, menurut terminologi Ibn Sabi’in, hampir tidak mugkin
mendeskripsikan kesatuan itu sendiri.Dalam paham ini, Ibn Sabi’in menempatkan
ketuhanan pada tempat pertama. Sebab wujud Allah menurutnya adalah asal segala yang
ada pada masa lalu, masa kini maupun masa depan. Pemikiran-pemikiran Ibn Sabi’in
merujuk pada dalil-dalil Al-Qur’an yang diinterpretasikan secara filosofis maupun
khusus. Pendapat Ibn sabi’in tentang kesatuan mutlak tersebut merupakan dasar paham,
khusunya tentang para pencapai kesatuan mutlak ataupun pengakraban Allah SWT.
Paham ini sama dengan paham hakikat Muhammad SAW. Pencapai kesatuan mutlak
menurut Ibn Sabi’in adalah individu yang paling sempurna, sempurna yang dimilki
seoran faqih, teolog, filosof ataupun sufi.

b) Penolakan terhadap Logika Aristotelian


10
Intinya Ibnu Sab’in berusaha menyusun logika baru yang membantah adanya
konsep jamak. Konsep ini disusun untuk mencapai kesatuan mutlak tadi. Menurut
Ibnu Sab’in logika ini menggunakan penalaran ketuhanan atau ilahi. Pemikiran ini
yang membuat manusia melihat dan mendengar sesuatu yang baru, yang belum
pernah dilihat dan didengar sekalipun.
D.Teori ajaran tasawuf falsafi
Adapun yang termasuk kategori ajaran tasawuf falsafi adalah:
1. Fana’dan baqa’
fana’dan baqa’.Secara harfiah,fana berarti Meninggal dan Musnah. Dalam kaitan
dengan Sufi, Sebutan Tersebut Biasanya Digunakan Dengan Proposisi Fana’an Yang
Artinya Kosong dari segala sesuatu, Melupakan atau tidak menyadari sesuatu Dari
Segi bahasa,Kata”fana” berasal dari bahasa arab yakni ”Faniya yafna”,yang berarti
musnah, Lenyap, hilang, atau Hancur.Dalam Istilah tasawuf Fana Adakalnya diartikan
sebagai keadaan moral yang luhur.1
Adapun Baqa’.Berasal dari kata Baqiya.yang artinya , dari segi bahasa adalah tetap,
sedangkan berdasarkan istilah tasawuf berarti mendirikan sifat-sifat terpuj kepada
Allah. Dalam kaitan dengan Sufi, Sebutan Baqa’ biasanya digunakan dengan
Proposisi baqa’bi, yang berarti diisi dengan sesuatu, hidup atau bersama sesuatu.
Paham Baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan paham Fana’ karena keduanya
merupakan paham yang berpasangan. Jika seorang Sufi sedang mengalami Fana’,
Ketika itu juga ia sedang Menjalani Baqa’. Akan tetapi Fana’ dan Baqa’ yang sangat
esensial dan penting bagi sufisme sebenarnya bukan yang satu atau yang lain,
melainkan ia adalah pengalaman efektif. Dalam rangka memahami pengalaman ini,
seseorang sufi harus mengikuti prosedur.
2. Ittihad
Dilihat dari sudut etimologi, ittihad (Al-Ittihad) berarti persatuan, dalam kamus
sufisme bearti persatuan antara manusia dengan tuhan. Menurut istilah Al-Ittihad
adalah penyatuan batin dan rohaniah dengan Tuhan. Karena tujuan fana’ dan baqa’ itu
sendiri adalah Ittihad. Hal ini sejalan dengan pendapat Mustafa Zahri yang
mengatakan bahwa fana’ dan baqa’ tidak dapat dipisahkan dengan pembicaraan

1
Abuddin Nata,Akhlak Tasawuf ,(Jakarta:Grafindo Persada,2006)Hlm.231
11
paham ittihad. Dalam ajaran ittihad sebagai salah satu metode tasawuf sebagaimana
yang dikatakan oleh Al-Badawi yang dilihat hanya satu wujud yang berpisah dari
yang lain karena yang dilihat dan dirasakan hanya satu wujud. Maka dalam ittihad ini
bisa terjadi pertukaran peranan antara yang mencintai (manusia) dengan yang dicintai
(Tuhan).
3. Hulul
Kata al-hulul adalah bentuk masdar dari kata kerja halla yang berarti tinggal atau
berdiam diri. Secara terminologis kata al-hulul diartikan dengan paham bahwa Tuhan
dapat menitis ke dalam makhluk atau benda. Di samping itu, al-hulul berasal dari kata
halla yang berarti menempati suatu tempat (halla bi al-makani). Jadi pengertian hulul
secara garis besarnya adalah menmpati suatu tempat.
Paham al-hulul dalam tasawuf, yang pertama kali dikemukakan oleh Husain ibn
Mansur al-Hallaj. pada abad ke 9 (ke 3 H). Paham al-hulul inilah yang diajarkan
al-Hallajn sebagai bentuk tersendiri dalam persatuan Tuhan dengan hamba (ittihad).
Menurutnya bahwa manusia dapat ittihad, bersatu dengan Tuhan, dan Tuhan
mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat
melenyepakan sifat-sifat kemanusiannya melalui fana. Sebab menurut al-Hallaj,
manusia itu mempunyai sifat dasar yang ganda, yaitu sifat ketuhanan dan sifat
kemanusiaan (nasut), demikian pula Allah, juga mempunyai sifat dasar ketuhanan
(lahut), inilah kedua sifat saling mengambil tempat. Apabila sifat-sifat kemanusiaan
itu telah dapat dilenyapkan melaui fana dan sifat-sifat ketuhanan dikembangkan, maka
akan tercapailah persatuan atau ittihad (menyatu)dengan Tuhan dengan bentuk hulul.
4. Wahdah al – wujud
Wahdatul wujud adalah konsep atau ajaran yang mengajarkan tentang bersatunya
wujud Tuhan dan manusia. Dalam ajaran Hamzah Fansuri dikenal paham wujudiyyah,
yaitu ajaran yang mengajarkan tentang keberadaan wujud Tuhan.
Perdebatan-perdebatan yang terjadi dikalangan para cendikiawan muslim tentang
wahdatul wujud, menuai polemik yang berkepanjangan ditengah masyarakat,
sehingga memunculkan para tokoh sufistik yang mendukung bahkan menentang keras
wahdatul wujud. Dari pemikiran para tokoh tersebut, terdapat perbedaan dan
persamaan antara tokoh tersebut tentang wahdatul wujud, terutama wahdatul wujud

12
Hamzah Fansuri yang menuai pro dan kontra yang berkepanjangan. Banyak yang
menolak pemikiran wahdatul wujud Hamzah Fansuri, sehingga banyak para ulama
semasa Hamzah Fansuri saling memperdebatkan wahdatul wujud Hamzah Fansuri.
Sehingga menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap para murid dan
pengikutnya. Sehingga memunculkan permasalahan, bagaimanakah konsep wahdatul
wujud dalam pemikiran Hamzah Fansuri?, dan bagaimana pengaruh konsep wahdatul
wujud Hamzah Fansuri terhadap muridnya?. Penelitian ini merupakan jenis penelitian
kepustakaan (Library Research), sedangkan sifat penelitian ini termasuk penelitian
Hitoris Faktual Tokoh. Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan data primer
dan skunder. Setelah datadata diperoleh, konsep wahdatul wujud dalam pemikiran
Hamzah Fansuri dianalisis menggunakan metode Interpretasi, komparasi,
Kesinambungan historis. Kemudian diadakan perumusan kesimpulan dengan
menggunakan metode deduksi. Dari penelitian ini, ditemukan beberapa hal. Bahwa,
yang pertama tentang konsep wahdatul wujud Hamzah Fansuri yaitu Hakekat Wujud,
bahwa wujud hanya satu yaitu Allah SWT. Kemudian, tentang Eka dalam
Keanekaannya, bahwa wujud bukan hanya mencakup kesatuannya melainkan
keanekaannya. Meskipun wujud (Tuhan) adalah satu, Ia menampakkan diri (tajalli)
dalam banyak bentuk yang tidak terbatas pada alam, yang tak lain dari manifestasi
sifat-sifat atau butir-butir ide dalam pengetahuan Tuhan, semacam ekspresi lahiriah
sifat-sifat Tuhan, dan yang terahir tentang Penciptaan Alam, bahwa alam tercipta dari
yang tidak ada menjadi ada. Alam bersifat qadim yang diciptakan melalui proses
tajalli, yaitu manifestasi diri yang abadi dan tampak akhir.Kedua tentang pengaruh
konsep wahdatul wujud terhadap muridnya, yang mengakibatkan terjadinya sebuah
tragedi di Aceh, yakni pembakaran karya-karya mistis Hamzah Fansuri dan
Syamsuddin Pasai yang memuat ajaran wahdatul wujud, oleh Nuruddin al-Raniry dan
para pengikutnya, diadakan pengejaran dan pembunuhan terhadap murid Hamzah
Fansuri yang tidak mau meninggalkan wahdatul wujud. Kaum Muslimin sepakat
menganggap murid Hamzah Fansuri kafir dan mesti diperangi, sehingga Ar-Raniri
berinisiatif untuk mengumpulkan 40 orang ulama besar pada waktu itu untuk
membahas ajaran Hamzah Fansuri tentang wahdatul wujud.

13
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Dari pembahasan materi diatas dapat disimpulkan :

1. Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan
pendekatan rasional (filsafat) hingga menuju ketingkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal
Tuhan sajamelainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wahdat al- wujud (kesatuan wujud). Tasawuf
yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional, maksudnya dalam
ajarannya itu menggunakan metode yang serba mistis atau tersembunyi, bersifat rahasia-rahasia
sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengenal, mengetahui dan memahami
terutama kepada penganutnya.

2. Tasawuf falsafi mempunyai dua ciri – ciri, yaitu umum dan khusus seperti yang sudah dibahas
pada BAB II poin B

3. Tokoh-tokoh tasawuf falsafi serta ajaran-ajarannya antara lain yaitu:

a. Ibn Arabi, Ajaran tasawufnya yaitu yang paling sentral adalah wahdat al-wujud (kesatuan
wujud).

b. Al-Jilli, Ajaran tasawufnya yaitu tentang insan kamil (manusia sempurna) dan maqamat

c. Ibn Sabi’in, Ajaran tasawufnya yaitu tentang kesatuan mutlak dan ia menolak terhadap logika
Aristotelian.

B. SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih fokus
dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber – sumber yang lebih
banyak yang akan dapat di pertanggung jawabkan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya, dan

14
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat ilmu baru dalam bidang tasawuf falsafi
kepada pembaca secara umum.

15
DAFTAR PUSTAKA

Rosihon Anwar, 2010, Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia


Moh. Toriquddin, 2008, Sekularitas Tasawuf, Malang: UIN Malang Press
M. Afif Anshor, 2004, Tasawuf Falsafi Syaikh Hamzah Fansuri, Yogyakarta: Gelombang Pasang
M. Solihin, Rosihan Anwar, 2002, Kamus Tasawuf, Bandung: Remaja Rosdakarya
Abuddin Nata,2006,Akhlak Tasawuf,Jarkarta,Grapindo Persada.

16

Anda mungkin juga menyukai