Anda di halaman 1dari 12

IMAN KEPADA NABI DAN RASUL

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Erlina, M.S.I

Disusun oleh :

1. Masturoh (4219033)

Kelas : A

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmatnya kami dapat menyelesaikan makalah “Iman Kepada
Nabi dan Rasul”. Makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan
kepada kami dalam rangka pengembangan dasar mata kuliah Ilmu Kalam.
Selain itu tujuan dari penyusunan makalah ini untuk menambah wawasan
tentang Ilmu Kalam secara luas. Sehingga besar harapan kami, makalah yang
kami sajikan dapat menjadi kontribusi positif bagi pembaca. Akhirnya kami
menyadari dalam penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu dengan segala kerendahan hati kami menerima kritik dan saran agar
penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik.

Pekalongan, 3 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................... i

PRAKATA .............................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 3

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4

C. Tujuan Pembahasan ...................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Nabi dan Rasul ................................................................. 5

B. Bagaimana beriman kepada Nabi dan Rasul ............................ 5

C. Jumlah Nabi dan Rasul ................................................................ 6

D. Sifat-Sifat Rasul Allah .................................................................. 7

E. Fungsi Iman kepada Rasul Allah..................................................

F. Cara menumbuhkan Iman kepada Rasul....................................

G. Hikmah beriman kepada Rasul....................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 11

B. Saran ............................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 12

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Istilah Tasawuf memang sudah tidak asing lagi dikalangan cendikiawan muslim, baik
diindonesia maupun dinegara-negara lain. Tasawuf dikenal dengan istilah mistimenya islam
atau sufisme. Tasawuf juga populer sebagai ilmu tentang pengetahuan secara langsung
tentang Tuhan dan ajaran serta metodenya bersumber dari Al-Quran dan al Hadits, ilham
orang-orang saleh, serta kasyf (terbukanya hati) orang-orang arif. Tasawuf memang sudah
menjadi kajian ilmu yang sangat dikagumi para cendekiawan. Karena pesan-pesan moral
mulai dari hubungan antar manusia dengan manusia lain, sampai hubungan manusia dengan
Tuhan.

1.2 Rumusan Masalah

a) Apakah pengertian ilmu tasawuf ?

b) Apakah ruang lingkup tasawuf ?

c) Apa saja istilah-istilah dalam ilmu tasawuf ?

1.3 Tujuan Penulian

a) Untuk mengetahui ilmu tasawuf

b) Mampu memaparkan tentang ruang lingkup ilmu tasawuf

c) Untuk mengetahui istilah-istilah dalam tasawuf

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tasawuf

Pada ada masa Nabi saw dan khulafaur rasyidin., sebutan atau istilah tasawuf
tidak pernah dikenal. Para pengikut Nabi saw. Diberi panggilan sahabat , dan pada
masa berikutnya, yaitu pada masa sahabat, orang-orang muslim yang tidak pernah
berjumpa dengan beliau, disebut tabi’in, dan seterusnya disebut tabi’it tabi’in. Istilah
tasawuf baru dipakai pada pertengahan abad II Hijriyah, dan pertama kali oleh Abu
Hasyim al-Kufy (W 250 H.) dengan meletakkan ash-shufi di belakang namanya,
meskipun sebelum itu telah ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara’, dan
dalam mahabbah.1

Secara etimologis, para ahli berselisih tentang asal kata tasawuf. Sebagian
menyatakan berasal dari “shuffah” artinya emper masjid Nabawi yang didiami oleh
sahabat Anshar. Adapula yang mengatakan berasal dari “shaf”, artinya barisan.
Seterusnya ada yang mengatakan berasal dari “shafa”, artinya bersih/jernih, dan masih
adalagi yang mengatakan berasal dari kata “shufanah”, sebutan nama kayu yang
bertahan tumbuh dipadang pasir, terakhir ada yang mengatakan berasal dari bahasa
Yunani “theosofi”, artinya ilmu ketuhanan. Namun yang terakhir ini tidak disetujui
oleh H.A.R. Gibb. Dia cenderung pada kata tasawuf berasal dari shuf (bulu domba),
dan orang yang berpakaian bulu domba disebut “mutashawwif”, perilakunya disebut
tasawuf.

2.2 Definisi Tasawuf menurut tokoh


1. Al-junaidi mengatakan : Tasawuf adalah keharusan (‘unwah) yang tidak ada
kelonggaran (shulh) di dalamnya. Katanya lagi, tasawuf adalah dzikir disertai ijtima,
wajd disertai istima amal disertai ittiba.2 Dengan bahasa lain, tasawuf pada dasaarnya
adalah mujahadah melawan hawa nafsu secara berkesinambungan hingga ia tunduk
mengikuti syara, atau ia adalah kesinambungan dzikir dan wajd sambil berkomitmen
mengikuti Rasulullah dalam masalah agama.”
2. Abu Bakar Asy-Syibli pernah ditanya mengenai siapa itu sufi, ia jawab: ”(sufi
adalah orang yang memurnikan hatinya hingga benar-benar murni, mengikuti jejak
Rasulullah SAW, mengacuhkan keduniaan, dan menuduhkan hawa nafsu.”3 Dengan

1 R.A. Nicholson, Fi al-Tasawuf al-Islam wa Tarikhuh, terjemahan Abu al- ‘Ala Affifi,
(Kairo: Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, 1969), hlm.112.
2 Al-Qusyairi, ar-Risalah al-Qusyairiyyah, hlm. 553.
3 Abu Naim, Hilyah al-Auliya’, 1/23.

5
bahasa lain tasawuf adalah pemberian hati atau penggolongannya dan selain Allah
kemurniaan hati atau pengosonganya dari selain Allah. Kemurnian hati dapat diraih
melalui proses musyahadat, berpegang teguh pada sunnah dalam segala kondisi,
zuhud terhadap keduniaan, dan mendudukkan nafsu diri dari kecenderungan menuruti
syahwat-syahwat (kesenangan) yang bertentangan dengan syara.
3. Abu Sa'id Al Kharaj menyatakan : Tasawuf adalah efensiensi waktu. katanya lagi,
tasawuf berarti proses pemurnian hati hingga ia benar-benar bersih dan penuh dengan
cahaya, serta merasakan kenikmatan dzikir. dengan bahasa lain, tasawuf adalah
semangat untuk tidak menyia-nyiakan waktu dengan segala kesibukan yang bisa
melalaikan diri dari Allah dan memurnikan hati hanya untuk Allah sebagai buah
kenikmatan dzikir.4

2.3 Ruang Lingkup Ilmu Tasawuf


Tasawuf adalah nama lain dari “Mistisisme dalam Islam”. Di kalangan orientalis
barat dikenal dengan sebutan “Sufisme”. Kata “Sufisme” merupakan istilah khusus
mistisisme agama-agama lain. Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan
khusus langsung dari Tuhan.
Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran, bahwa
manusia sedang berada di hadirat Tuhan. Kesadaran tersebut akan menuju kontak
komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan. Hal ini melalui cara bahwa
manusia perlu mengasingkan diri. Keberadaannya yang dekat dengan Tuhan akan
berbentuk “ijtihad” (bersatu) dengan Tuhan. Demikian ini menjadi persoalan
“sufisme” Baik pada agama Islam maupun di luarnya. Dengan pemikiran di atas dapat
dipahami bahwa “tasawuf’/ atau mistisisme Islam” adalah suatu ilmu yang
mempelajari suatu cara, bagaimana seseorang dapat dapat muda berada di hadirat
Allah SWT (Tuhan). Maka gerakan “kejiwaan” penuh dirasakan guna memikirkan
betul suatu hakikat kontak hubung yang mampu menelaah informasi dari Tuhannya.
Tasawuf atau mistisisme dalam Islam beresensi pada hidup dan berkembang mulai
dari berbentuk hidup “kezuhutan” dan ( menjauhi kemewahan duniawi). Tujuan
tasawuf untuk bisa berhubungan langsung dengan Tuhan. Dengan maksud ada
perasaan benar-benar berada di hadirat Tuhan. Para sufi beranggapan bahwa ibadah
yang diselenggarakan dengan cara formal belum dianggap memuaskan karena belum

4 Qasim Ghani, Tarikh at-Tashawwuf fi al-Islam, hlm. 276.


6
memenuhi kebutuhan spiritual kaum sufi. Dengan demikian, maka tampaklah jelas
bahwa ruang lingkup ilmu tasawuf itu adalah hal yang berkenaan dengan upaya-
upaya atau cara-cara mendekatkan diri kepada Tuhan yang bertujuan untuk
memperoleh suatu hubungan khusus secara langsung dari Tuhan.

2.4 Beberapa istilah dalam Ilmu Tasawuf


1. Maqamat

Secara harfiah maqamat berasal dari bahasa Arab yang berarti tempat orang terdiri
atau Pangkal Mulia.5 Istilah ini selanjutnya digunakan untuk arti sebagai jalan panjang
yang harus ditempuh oleh seorang sufi untuk berada dekat dengan Allah. Seperti telah
disinggung diatas, bahwa makam-makam yang dijalani kaum sufi umumnya terdiri
atas:

a. Taubat
Taubat berasal dari bahasa Arab taba, yatubu, taubatan yang artinya kembali.
sedangkan Taubat yang dimaksud oleh kalangan Sufi adalah memohon ampun atas
segala dosa dan kesalahan disertai janji yang sungguh-sungguh untuk tidak akan
mengulangi perbuatan dosa tersebut, yang disertai dengan melakukan amal kebajikan.

b. Cemas dan harap (khauf dan raja’)

Menurut Hasan Al Bashri, yang dimaksud dengan cemas atau takut adalah suatu
perasaan yang timbul karena banyak berbuat salah dan sering lalai kepada Allah.
Karena sering menyadari kekurangan sepurnaannya dalam mengabdi kepada Allah,
timbulah rasa takut dan khawatir apabila Allah akan murka kepadanya.6

c. Zuhud

Secara harfiah zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang bersifat keduniawian.
Sedangkan menurut Harun Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan
hidup kematerian.

5 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta; Hidakarya Agung, 1990), hlm. 179
6 Abudin Nata, Op.cit., h. 204.
7
• d. Fakir

Secara harfiah fakir biasanya diartikan sebagai orang yang beradat, butuh atau
orang miskin. Sedangkan dalam pandangan kaum Sufi fakir adalah tidak meminta
lebih dari apa yang telah ada pada diri kita. Tidak meminta rezeki kecuali hanya untuk
dapat menjalankan kewajiban-kewajiban. tidak meminta sungguh pun tak ada pada
diri kita, kalau diberi diterima. tidak meminta tetapi tidak menolak.

e. Sabar
Secara harfiah sabar tabah hati. Menurut Zun al Nun al-Mishry, sabar artinya
menjauhkan diri dari hal-hal yang bertentangan dengan kehendak Allah, Tetapi
tenang ketika mendapatkan cobaan, dan menambahkan sikap cukup walaupun
sebenarnya berada dalam kefakiran dalam bagian bidang ekonomi.

f. Ridho (rela)
Secara harfiah artinya rela, suka, senang. Harun Nasution mengatakan bahwa hal
itu berarti tidak berusaha, tidak menentang qada dan qadar Allah. Menerima qada dan
qadar Allah dengan senang hati.

g. Muraqabah
Kata ini mempunyai arti yang mirip dengan intropeksi atau self correction. Dengan
kalimat yang lebih populer dapat dikatakan bahwa muraqabah adalah siap dan siaga
setiap saat untuk meneliti keadaan diri sendiri.
2. Hal
Menurut Harun Nasution hal merupakan keadaan mental seperti perasaan senang
perasaan sedih perasaan takut dan sebagainya Hal yang biasa disebut sebagai hal
adalah takut (al-Khauf), rendah hati (al-Tawadlu), patuh (al-Taqwa), ikhlas (al-
Ikhlas), rasa berteman (al-Uns), gembira hati (al wajd), berterima kasih (al-Syukr).
Hal berlainan dengan maqam, bukan diperoleh atas usaha manusia, tetapi sebagai
anugerah dari Rahmat dari Tuhan. Dan berlainan pula dengan maqam, hal bersifat
sementara datang dan pergi, datang dan pergi bagi seorang sufi dalam perjalanan
mendekati Tuhan.
3. Mahabah
Kata mahabbah berasal dari kata ahabha, yahibbu, mahabbatan yaitu secara harfiah
berarti mencintai cara secara mendalam, atau kecintaan atau cinta yang mendalam.

8
Pengertian mahabbah dari segi tasawuf ini lebih lanjut dikemukakan oleh al-Qusyairi,
yaitu Bahwa mahabbah adalah keadaan jiwa yang mulia bentuknya adalah
disaksikannya kemutlakan Allah SWT oleh hambanya, selanjutnya yang dicintainya
itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasih-Nya dan yang seorang hamba
mencintai Allah SWT.
4. Ma’rifah
Dari segi bahasa ma’rifah berasal dari kata arafa, ya’rifu, irfan Marif ah artinya
pengetahuan atau pengalaman. selanjutnya ma'rifah digunakan untuk menunjukkan
kepada salah satu tingkatan dalam tasawuf. dalam arti sufistik ini, ma'rifah diartikan
sebagai pengetahuan mengenai tuhan melalui hati sanubari. selanjutnya Harun
Nasution mengatakan bahwa makrifah mengambarkan hubungan rapat dalam bentuk
penguatan dengan hati sanubari.
5. Fana dan Baqa
Dari segi bahasa al-fana berarti hilangnya wujud sesuatu. Adapun arti fana
menurut kalangan Sufi adalah hilangnya kesadaran pribadi dengan dirinya sendiri atau
dengan sesuatu lazim digunakan pada diri. Menurut pendapat lain, fana berarti
bergantinya sifat-sifat kemanusiaan dengan sifat sifat ketuhanan. Dan dapat pula
berarti hilangnya sifat-sifat yang tercela. Sebagai akibat dari fana adalah baqa.
Secarah harfiah baqa berarti kekal. Sedangkan baqa yang dimagsut oleh para sufi
adalah kekalnya sifat sifat terpuji, dan sifat-sifat Tuhan dalam diri manusia.
6. Ittihad
Ittihad merupakan suatu tingkatan di mana yang mencintai dan yang dicintai telah
menjadi satu. Dalam situasi Ijtihad yang demikian itu, seorang Sufi telah merasa
dirinya bersatu dengan Tuhan.
7. Hulul
Secara harfiah berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu,
yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaan melalui fana.
Jika sifat Ketuhanan yang ada dalam diri manusia bersatu dengan sifat kemanusiaan
yang ada dalam dari Tuhan maka terjadilah Hulul.
8. Wahdat al-Wujud
Wahdat Al Wujud adalah ungkapn yang terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan Al
wujud. wahdat artinya sendiri, tunggal atau kesatuan sedangkan al-wujud artinya ada.
Dengan demikian wahdat al-wujud berarti kesatuan wujud. menurut pandangan para

9
ahli wahdat al-wujud adalah paham bahwa antara manusia dan Tuhan pada
hakikatnya adalah satu kesatuan wujud.
9. Insan Kamil
Insan Kamil berasal dari bahasa Arab, yaitu dari dua kata; Insan dan Kamil. Secara
harfiah, insan berarti manusia, dan Kamil berarti yang sempurna. Dengan demikian,
Insan Kamil berarti manusia yang sempurna. Insan kamil pula lebih ditujukan kepada
manusia yang sempurna dari segi pengembangan potensi intelektual, rohaniah, intuisi,
kata hati, akal sehat, fitrah dan lainnya yang bersifat batin lainnya.
10. Tarekat
Dari segi bahasa tarekat berasal dari bahasa Arab thariqat yang artinya Jalan,
Keadaan, aliran dalam garis sesuatu. lebih khusus lagi tarekat di kalangan sufi berarti
sistem dalam rangka mengadakan latihan jiwa, membersihkan diri dari sifat-sifat yang
tercela dan mengisinya dengan sifat-sifat yang terpuji dan memperbanyak dzikir
dengan penuh ikhlas semata-mata untuk mengharapkan bertemu dan bersatu secara
ruhiyah.

10
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Tasawuf sebagai salah satu Hasanah Islam lahir sebagai produk sejarah Islam setelah
melalui proses dan mengalami pasang surut sejarahnya telah mengkristal menjadi sebuah
disiplin ilmu keislaman yang berdiri sendiri pada dalam aspek materi maupun
metodologinya

Sebagai seorang muslim khususnya yang terjun dalam dunia akademik perlu
melakukan upaya terobosan metodologis untuk menetapkan pengetahuan intuitif termasuk
kerangka epistemologi barat sehingga ia bisa diakui kebenarannya baik secara
metodologis maupun materinya karena dalam kenyataan pengetahuan ini bisa dimasukkan
dalam kerangka pengetahuan rasional.

B. SARAN

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari terdapat banyak kekurangan baik dari
segi materi ataupun penyusunan makalah, untuk itu saran dan kritik yang membangun
dari para pembaca sangat ditunggu agar kedepannya bisa lebih meningkat lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Muhammad Fauqi Hajjaj. 2011. Tasawuf Islam dan Akhlak. Jakarta: AMZAH

Prof. Dr. H.M. Amin Syukur, MA. 2002. Intelektualisme Tasawuf. Semarang:
LEMBOTA

12

Anda mungkin juga menyukai