STUDI TASAWUF
Dosen Pengampu:
Rudini
Disusun Oleh:
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. yang telah
memberikan kesempatan, kesehatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah tentang “Studi Tasawuf” yang merupakan salah satu tugas yang diberikan
kepada mahasiswa untuk melengkapi penilaian dalam mengikuti mata kuliah Ilmu
Kalam semester ganjil 2022.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang
telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi. Kami
sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demikesempurnaan makalah ini.
Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kemajuan yang pesat dalam bidang ilmu yang terjadi pada masa sekarang,
tidak hanya terjadi pada ilmu-ilmu alam saja, namun juga ilmu-ilmu dalam
pengkajian Islam. Salah satunya yaitu adalah ilmu tasawuf.
Tasawuf merupakan salah satu ilmu yang penting dalam Islam, karena
tanpa adanya pemahaman mengenai pemikiran sufistik, kita akan mengalami
kesulitan dalam menelusuri kehidupan keagamaan Islam yang tampak di
permukaan saja.
Tasawuf adalah usaha yang dilakukan manusia untuk melatih jiwa melalui
peningkatan ibadah dan ketaatan dengan tujuan agar dapat menyatu dengan
Tuhannya yakni Allah SWT. Cara-cara untuk melatih jiwa dapat ditempuh
melalui uzlah (kontemplasi), membebaskan diri dari pengaruh dunia dengan
zuhud, dll.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Katimin, Mozaik Pemikiran Islam: dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer,
(Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010), h. 158
3
sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan dan mengikuti syari’at Nabi
Muhammad SAW”. 2
Dari beberapa pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa
pengertian tasawuf adalah usaha yang dillakukan manusia untuk
melatih jiwa melalui peningkatan ibadah dan ketaatan dengan tujuan
agar dapat menyatu dengan Tuhannya yakni Allah SWT.
2. Sufi
Sufi adalah sebutan bagi Muslim yang menjalankan tasawuf.
Dikutip dari Syaikh Al-Haddad berpendapat bahwa seseorang dapat
dikatakan sufi apabila amal, perkataan, niat dan moralnya bersih dari
berbagai macam penyakit hati, seperta riya’, sum’ah dan sebagainya.
Sehingga bersih dari segala sesuatu yang dapat menyebabkan
timbulnya amarah Allah SWT. Jadi secara lahir dan batin, ia selalu
taat dan ingat kepada Allah SWT.3
3. Tariqat
Tariqat secara harfiah berarti “jalan” yang mengacu pada suatu
sistem pelatihan meditasi maupun amalan (muraqabah, zikir, wirid
dan sebagainya).4 Kemudian dalam tasawuf dijelaskan bahwa tariqat
adalah jalan atau petunjuk dalam melaksanakan suatu ibadah sesuai
dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, dan
dikerjakan oleh sahabat-sahabat Nabi, Tabbin dan Tabiin-Tabiin turun
temurun hingga sampai pada Guru-guru/Ulama-ulama sambung
menyambung dan berantai-rantai sampai pada masa kita ini.5
Sebagai istilah yg khusus, tariqat sering dikaitkan dengan suatu
kelompok organisasi yang melakukan amalan-amalan zikr tertentu,
2
Ibid., h. 160
3
Umar Ibrahim, Thariqah Alawiyyah, (Bandung: Mizan, 2001), h. 150
4
Martin van Bruinessen, Tareqat Naqsyabandyah di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1996),
h. 15
5
Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya, PT. Bbina Ilmu, 1973), h.
56
4
dan menyampaikan suatu sumpah yang rumusannya telah ditentukan
oleh pimpinan organisasi tarekat tersebut.6
4. Mursyid
Mursyid berasal dari kata “Irsyad” yang berarti petunjuk. Jika kata
“irsyad” ditambahkan “mim” di depannya maka petunjuk tersebut
terdapat paada sesuatu. Maka mursyid adalah pembawa wasilah Allah
berupa Nur-Allah.7
5. Salik
Salik adalah sebutan bagi orang yang sedang berusaha mendapat
ma’rifat, dengan cara sikap istiqamah dalam setiap amal ibadah yang
dikerjakan, atau dengan cara berdzikir dengan harapan dianugerahi
ma’rifat oleh Allah SWT.8
6. Syari'at
7. Hakikat
Secara etimologi, hakikat berasal dari kata haqiqah yang berarti
sesuatu, puncak atau sumber asal dari sesuatu. Dalam dunia sufi,
hakikat diartikan sebagai rahasia yang paling dalam dari segala amal,
6
Zamakhsari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Ki’ai,
(Jakarta: LP3ES, 1982), h. 132
7
Ibn Husin Akib Al-Hadi as Syarif Hidayatullah, As-Salatu Mi’rajul Mu’minin, (Sleman:
Majelis Dzikir TQN Al-Jauhar, t.t)
8
Choer Affandi, La Tahzan Innallaha Ma’Ana, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2017), h.
14
9
Jamaluddin Kafie, Tasawuf Kontemporer, (Jakarta: Penerbit Republika, 2003), h. 29
5
inti dari syari’ah dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh
seorang sufi.10 Hakikat juga dapat diartikan sebagai aspek lain dari
syari’at yang bersifat lahiriyah, yaitu aspek bathiniyah.
Hakikat dalam tasawuf terbagi menjadi 2, yakni fana dan baqa.
Fana yaitu menghalau realitas ego manusia dengan cara kehilangan
kesadaran dirinya akan duniawi. Tahap akhirnya yaitu baqa dimana
saat seorang sufi dapat merasakan keberadaan Tuhan sebagai wujud
hakiki.
8. Ma’rifat
Dari segi bahasa ma’rifat berasal dari kata arafa, ya’arifu, irfan,
ma’rifah yang artinya pengetahuan atau pengalaman. Dalam arti
sufistik, ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan mengenai Tuhan
melalui hati. Pengetahuan tersebut sangat lengkap dan jelas sehingga
jiwanya merasa satu dengan yang diketahuinya itu, yaitu Tuhan.
6
diimplementasikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah, seperti salat
malam, zikir, membaca Al-Qur’an dan lain sebagainya. Mereka
adalah sufi secara praktik.12
2. Perkembangan Pemikiran Tasawuf
Ditinjau dari segi historis, kejayaan peradaban Islam pada
kerajaan-kerajaannya di masa lalu baik pada masa Islam Klasik
hingga pada masa Islam pertengahan turut berpengaruh terhadap
perkembangan ilmu, tidak terkecuali tasawuf.
Istilah tasawuf sendiri muncul dan berkembang pada zaman
Dinasti Abbasiyah. Hal ini dapat dilihat dari keterangan Muhammad
Shiddiq al-Ghumari dengan menukil dari al-Kindi, bahwa pada
tahun 200 Hijriah muncul suatu kelompok umat Islam di Iskandaria
yang disebut dengan kaum sufi. Seperti diceritakan oleh Yahya bin
Aktsam, pada suatu hari Khalifah al-Ma’mun pada suatu majelis.
Tiba-tiba datang Ali bin Shalih al-Hajib kemudian berkata, “Wahai
pemimpin umat Islam! Di pintu ada seorang laki-laki berdiri dengan
pakaian warna putih dan kasar, datang untuk berdiskusi. Tahulah dia
bahwa yang datang adalah salah seorang sufi”. Masih menurut
Muhammad Shiddiq al-Ghumari, orang pertama yang disebut sufi
adalah Abu Hasyim ash-Shufi, yang wafat pada tahun 150 H.13
Dalam kitab Kasyf azh-Zhunnun, Haji Khalifah menjelaskan
bahwa pada setelah masa Rasul, kaum Muslimin tidak dinamakan
dengan penisbahaan melalui ilmu tertentu, seperti mufassir,
14
muhaddits, faqih, shufi, dsb. Lalu timbullah golongan orang-orang
yang nampak perbedaan kecenderungan minatnya dalam agama
Islam, misalnya bagi orang yang sangat mementingkan agamanya
disebut zuhhad, atau orang yang sangat mementingkan ibadahnya
12
Buya KH. Amiruddin MS., Upaya Membumikan Tasawuf dalam Kehidupan Modern,
(Medan: CV. Manhaji, 2015), h. 27
13
Al-Ghumari, al Intishar li Thariq ash-Shufiyah, (Mesir: Dar at Ta’lif, tt), h. 17-18
14
Haji Khalifah, Kasyf azh-Zhunnun an Asami al-Kutub wa al-Funun, (Turki: Mathba’ah
al-Ma’rif, 1360 H), jilid I., h. 414
7
(ubbad). Kemudian bagi golongan yang berpegang pada sunnah,
menjaga hubungan dengan Allah dan menjaga hati mereka dari
kelalaian, disebut sebagai orang yang menganut tasawuf.15
Agar dapat lebih memahami perkembangan tasawuf dari awal
terbentuknya, berikut perkembangan tasawuf dimulai sejak abad
pertama tahun Hijriyah hingga abad keenam Hijriyah:
a. Abad pertama Hijriyah, tasawuf terbentuk dengan dimulainya
diskusi mengenai teologi, yang diteruskan dengan formalisasi
syariah.
b. Abad kedua Hijriyah, yaitu tasawuf terus berkembang dan
meluas, dengan subjeknya yaitu individu-individu yang
memusatkan perhatiannya pada ibadah, dan meluasnya
gerakan zuhud.
c. Abad ketiga Hijriyah, pergantian sebutan zahid menjadi sufi.
Berbagai konsepsi tentang jenjang perjalanan yang harus
ditempuh seorang sufi (al-maqamat) serta ciri-ciri yang
dimiliki oleh seorang salik (calon sufi) pada tingkatan tertentu
16
(al-ahwal). Kemudian juga telah tercetus pembicaraan
mengenai derajat fana dan ittihad, dan ditandai dengan
munculnya beberapa tokoh tasawuf kenamaan, seperti al-
Muhasibi, al-Harraj, dan al-Junaid al-Baghdadi .
d. Abad keempat Hijriyah, ditandai dengan penyebarluasan buku
filsafat yang merupakan hasil terjemahan orang-orang Muslim
sejak permulaan Daulah Abbasiyah.
e. Abad kelima Hijriyah, ditandai dengan tariqat yang muncul
sebagai perpanjangan dari kegiatan para sufi. Hal ini bisa
dilihat dari nama pendiri atau tokoh sufi yang lahir pada abad
15
Abd al-Qadr Isa, Haqa’iq an at-Tasawuf, (Suria: Dar al-Irfan, 2001). h. 26
16
A.J. Arberry, Sufism: An Account of the Mystics of Islam, terj: Bambang Herawan,
(Jakarta: Mizan, 1991), h. 81-90
8
itu, identik dengan silsilah tariqat. Setiap tariqat memiliki
syaikh, kaifiyah zikr, dan upacara ritual masing-masing.17
f. Abad keenam Hijriyah dan seterusnya, sebagai kelanjutan dari
hasil pemikiran al-Ghazali, tasawuf semakin luas
penyebarannya dalam kerajaan-kerajaan Islam. Sebagai contoh
pada masa Kerajaan Turki Usmani, tasawuf pada Islam Sunni
mengalami perkembangan dalam tariqat, contohnya dengan
kemunculan tariqat Bekstasyi dan tariqat Maulawi di kalangan
tentara Jenissari. Kemudian pada masa Kerajaan Syafawi,
tasawuf dalam aliran Syi’ah berkembang pula dengan sebutan
tariqat Safawiyah di Persia pada 1301 M yang dipimpin oleh
Safi Al-Din. Tariqat ini bertujuan memerangi orang-orang
ingkar, dan memerangi golongan ahli bid’ah. 18
Pada
perkembangannya masa kini, para ahli tasawuf modern
kemudian membagi tasawuf ke dalam 3 golongan, yakni
tasawuf akhlaqi, tasawuf amali dan tasawuf falsafi.
17
Sri Mulyati, Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia,
(Jakarta:Kencana, 2005), h. 6
18
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.
139
9
1. Maqam Taubat
Taubat adalah berlindung kepada Allah karena takut akan azab dan
hukuman-Nya 19. Maqam taubat dalam kajian tasawuf yaitu taubat nasuha
(taubat sebenar-benarnya), sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. At
Tahrim ayat 8. Menurut Muhammad Fethulah Gullen, para pakar membagi
taubat berdasarkan subjek pelaku dan keadaanya kedalam 3 yaitu :
a. Taubat orang awam, yakni taubat yang timbul akibat perasaan tidak
nyaman setelah melakukan pelanggaran terhadap Allah, yang membuat
hati terasa susah karenanya.
b. Kembalinya orang-orang khusus (khawash), yaitu yang mulai
menyadari adanya hakikat yang ada setelah melakukan berbagai
gerakan, suara dan pikiran yang menyimpang dari adab al hudhur dan
adab al ma’iyah.
c. Tawajuh yang dilakukan oleh orang yang lebih khusus, yaitu yang
selalu menjalani kehidupan dengan menyingkirkan semua selain Allah
dai kedalam jiwanya, dan melemparkannya ke lembah ketiadaan.20
2. Maqam Wara’
19
Buya, Upaya..., h. 104
20
Muhammad Fethulah Gullen, Kalbin Zumrut Tepeleri, terj. Fuad Syaifudin Nur,
Tasawuf untuk Kita Semua, (Jakarta: Republika, 2013), h. 26-28
10
3. Maqam Zuhud
4. Maqam Fakir
5. Maqam Sabar
6. Maqam Tawakal
21
Murtadha Muthahhari, Mengenal ‘Irfan:Meniti Maqa-Maqam Kearifan,
(Jakarta:IIMAN & Hikmah, 2002), h. 71
22
Musthafa Syaikh Ibrahim Haqqi, Dahsyatnya Energi Sabar, (Solo: Multazam, 2013),
h. 19
23
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996),
h. 68
11
pemberian, ia berterima kasih. Namun jika tidak mendapatkan pemberian,
maka ia tidak apa-apa, ia tidak memikirkan hari esok dan percaya kepada
janji Allah.24
7. Maqam Ridho
2. Tahalli adalah mengisi diri dengan sifat-sifat yang terpuji yaitu taat
lahir dan taat bathin dengan jalan membiasakan diri bersikap dan
24
Simuh, Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1997),
h. 66-67
12
berperilaku akhlak terpuji. Teknik yang dapat digunakan pada tahap ini
adalah:
a. Teknik penghayatan Asmaul Husna
b. Teknik meneladani Rasulullah
c. Teknik pengembangan hablum minannas, karena pada dasarnya
manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri 25
3. Tajalli yaitu terungkapnya nur ghaib atau kelihatan Allah dalam hati
melalui penerapan ilmu ilahiyah yang ditampilkan dalam batas
kemanusiaan. Tekniknya yaitu :
a. Memperbanyak membaca istighfar
b. Memperbaiki kebiasaan yang dianggap kurang baik
25
Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2009, h. 42
13
Berdasarkan hadits diatas, al-Ghazali berpendapat bahwa hati
manusia tidak akan dapat menjadi bersih dari sifat keduniawian hingga
manusia itu mampu melepaskan ikatan yang membelenggunya dari hal-
hal yang bersifat duniawi tersebut.
Maka dari itu usaha atau cara yang dilakukan dalam rangka
memutuskan ikatan yang membelenggu manusia adalah dengan
memulainya dari maqam taubat.
Taubat dideskripsikan sebagai bangkitnya jiwa dari ketidak
pedulian, sehingga manusia yang berdosa menyadari akan kesalahan
yang telah dilakukannya, dan menyesali ketidaktaatannya dalam
bertindak.
Tasawuf bersumber dari al-Qur’an dan Hadits, seperti contoh dalam
surat Al Ahzab ayat 48. Agar dapat memberikan pemahaman kepada
manusia seefektif mungkin tentang keyakinan yang dimilikinya terhadap
kekuatan yang menguasai dirinya yaitu Allah SWT, maka Allah SWT
selaku pencipta seluruh jagat raya beserta isinya telah menganugerahkan
aql dan qalb untuk membimbing manusia kepada jalan kebaikan. Selain
itu, Allah SWT juga telah menurunkan kitab Al-Qur’an melalui perantara
Nabi Muhammad SAW agar dapat dijadikan petunjuk hidup manusia.
Agar manusia senantiasa menyadari bahwa dibalik kekuatan di dunia ini
ada kekuatan Maha Dahsyat yang mampu memberlakukan sesuatu
kepada manusia, tidak peduli betapa hebat dan kuatnya kedudukan,
jabatan atau kekuasaan yang dimiliki manusia di dunia ini. Sehingga
tercipta sikap tawakkal yang senantiasa menjadi perisai bagi manusia
agar tidak bersikap sombong akan keberadaan dirinya di dunia ini, bahwa
darimana ia berasal dan kemanakah ia akan dikembalikan.26
E. Tokoh dan Karya Utama Dalam Kajian Tasawuf/ Tarekat
26
Nawir Yuslem, Metodologi dan Pendekatan dalam Pengkajian Islam,
(Bandung:Citapustaka Media, 2013), h. 132-134
14
pula bermunculan tokoh-tokoh dalam ilmu tasawuf. Berikut adalah
beberapa tokoh dan karya utama dalam kajian tasawuf yang
dikelompokkan berdasarkan paham tasawuf yang dianutnya :
b. Al-Muhasibi
Nama lengkapnya adalah Abu 'Abdillah al-Harits bin Asad al-
Basri al-Baghdadi al-Muhasibi. Lahir di Basrah pada tahun 165 H/
dan meninggal di Basrah pada tahun 243 H. Karya beliau dianggap
memiliki pengaruh yang kuat terhadap para ahli sufi sesudahnya
yaitu kitab Al-Ri’ayah li Ruquq ql-Insan.
c. Al-Qusyairi
Nama lengkapnya yaitu ‘Abd al-Karim bin Hawazin al-
Qusyairi. Ia lahir di Astawa pada 376 H dan wafat di Naisabur pada
465 H. Karyanya yang terkenal yaitu Ar-Risalah Al-Qusyairiyyah
fi’ Ilm at-Tasawufi, yang apabila dikaji secara mendalam akan
terlihat bahwa ia melandaskan tasawuf pada Ahlus Sunnah wal
Jama’ah
d. Al-Gazali
Nama lengkapnya adalah Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy Syafi’i, di dunia Timur
dikenal dengan nama al-Ghazali. Lahir di Thus pada 450 H dan
15
wafat di Thus pada 505 H. Karyanya dalam bidang tasawuf antara
lain Ihya Uumuddin, Kimiya as-Sa’adah, dan Misykah al-Anwar.
e. Rabiah al-Adawiyah
b. Al-Junaid
Nama lengkapnya yaitu Al-Junaid bin Muhammad bin Abu
Qasim al-Qawariri al Khazzaz al-Nahawandi al-Baghdadi al-
Syafi’i. Ia lahir di Nihawand, Persia, 220 H dan wafat pada 298 H.
Ajarannya dalam tasawuf yaitu keselarasan antara praktik dan
doktrin tasawuf dengan kaidah-kaidah syari’at.
c. Al-Hallaj
Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Husain bin Mansur al-
Hallaj, lahir di kota Thur pada tahun 244 H dan wafat pada 309 H.
Kezuhudannnya dalam tasawuf membuatnya memiliki prinsip
bahwa tujuan akhir dari sebuah pencarian kebenaran, baik untuk
para sufi maupun seemua makhluk adalah bersatu dengan Tuhan.
16
d. Al-Bustami
Nama lengkapnya adalah Abu Yazid bin Isa bin Syurusan al-
Bustami. Lahir di Bistami tahun 188 H dan wafat di Bistami pula
pada tahun 261 H. Ia adalah pencetus paham al-fana, al-baqa’, dan
Ittihad.
b. Ibnu Sab’in
Ibnu Faridh lahir di kawasan Mursyiah, Andalusia pada 614 H
dan wafat di Mesir pada 669 H. Nama lengkapnya yaitu Abdul Haq
ibn Ibrahim Muhammad ibn Nashr. Adapun kitab yang ditulisnya
mengenai tasawuf yaitu Badu al-A’rif, Kitab al-Ahwal, dan
Risalah an-Nashiah.
17
tersohor yaitu Fusus al Hikam yang memuat tentang tajalli dan
tanazzul zat Tuhan. 27
27
Katimin, Mozaik..., h. 168-169
18
Pada tasawuf tradisonal, para sufi lebih banyak mengedepankan
aspek batiniyah daripada aspek lahiriyah, sehingga menimbulkan kesan
di masyarakat bahwa tasawuf identik dengan para sufi yang tidak tertarik
pada masalah-masalah sosial dan kemasyarakatan. Hal ini dikarenakan
para sufi memfokuskan kehidupannya untuk beribadah dan melakukan
kontemplasi demi tercapainya ma’rifat sehingga mereka bisa menyatu
dengan Sang Pencipta yakni Allah SWT.
Sementara itu, konsep neo sufisme Fazlur Rahman mengkehendaki
agar umat Islam mampu untuk menyeimbangkan antara pemenuhan
ukhrawi dan duniawi, dan umat Islam yang dapat merumuskan ajaran
Islam dalam kehidupan bermasyarakat.Sejalan dengan Hamka yang
menggunakan istilah tasawuf modern pada karyanya, ia menyebutkan
bahwa khultah dalam mencari kebenaran yang hakiki agar tetap
berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Lalu ditilik dari kata uzlah sebagai salah satu cara sufi dalam upaya
melakukan penyucian diri, uzlah memiliki makna bergeser yang dapat
dilakukan baik secara jasmani ataupun hati. Sebagaimana terdapat dalam
Q. S. Hud ayat 42. Seirama dengan pendapat Nurcholish Majid yang
mengatakan bahwa Islam harus dilibatkan dalam pergulatan-pergulatan
modernistik. Maka neo sufisme telah mengalami perkembangan yang
cukup pesat di abad 21 ini. Dapat kita lihat contohnya yaitu seperti yang
terjadi pada fenomena munculnya komunitas-komunitas yang
mengatasnamakan aliran tarikat tertentu yang diikuti oleh kaum urban.
Sebagai contoh seperti yang terjadi pada Tariqat Naqsyabandiyah di
Babussalam, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Setiap minggunya,
jama’ah dengan menggunakan berbagai jenis transportasi dari berbagai
daerah datang ke daerah Babussalam untuk menimba ilmu tasawuf
disana.
19
BAB III
KESIMPULAN
Terdapat beberapa istilah kunci dalam tasawuf yaitu tasawuf, sufi, tariqat,
mursyid, salik, syari’at, hakikat, dan ma’rifat. Sumber dari ajaran tasawuf adalah
Al-Qur’an dan Hadits, yang praktiknya telah dimulai sejak zaman Rasuullah
SAW dan sahabat berupa sikap taqwa, wara’ mujahadah dan pelaksanaan ibadah.
Perkembangan pemikiran tasawuf dimulai sejak abad pertama hijriyah hingga
abad keenam hijriyah yang ditandai dengan meluasnya ilmu tasawuf hingga ke
kerajaan-kerajaan Islam.
Variasi praktik tasawuf (tarekat) terdiri dari maqam taubat, maqam wara’,
maqam zuhud, maqam fakir, maqam sabar, maqam tawakal, dan maqam ridho.
Kemudian pengkajiannya dapat dilakukan dengan menggunakan teknik takhalli,
tahalli, dan tajalli.
Pendekatan utama dalam kajian tasawuf/tarekat adalah dengan
menggunakan taubat. Lalu tokoh dalam kajian tasawuf/ tarekat adalah Hasan al-
Basri, Al-Muhasibi, Al-Qusyairi, Al-Gazali, Rabiah al-Adawiyah, Abd al-Qadir
Jailani, Al-Junaid, Al-Hallaj, Al-Bustami, Abdul Karim Al-Jili, Ibnu Sab’in, dan
Ibnu ‘Arabi.
Perkembangan mutakhir (abad 21) studi tasawuf/tarekat yaitu munculnya
neo sufisme yang digagas oleh Fazlur Rahman, yang kemudian didukung oleh
Hamka dengan istilah tasawuf modern. Di Indonesia, fenomenanya dapat dilihat
pada Tariqat Naqsyabandiyah, Sumatera Utara.
20
DAFTAR PUSTAKA
Ja’far. Gerbang Tasawuf: Dimensi Teoretis dan Praktis Ajaran Kaum Sufi.
Medan: Perdana Publishing, 2016.
Katimin. Mozaik Pemikiran Islam: dari Masa Klasik sampai Masa Kontemporer.
Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2010.
21
Mulyati, Sri. Mengenal dan Memahami Tarekat-Tarekat Muktabarah di
Indonesia. Jakarta:Kencana, 2005.
Muthahhari, Murtadha. Mengenal ‘Irfan:Meniti Maqa-Maqam Kearifan.
Jakarta:IIMAN & Hikmah, 2002.
Nasution, Harun Nasution. Falsafah dan Mistisme dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1996.
Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Jakarta: Rajawali Press,
1997.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008.
Yuslem, Nawir. Metodologi dan Pendekatan dalam Pengkajian Islam.
Bandung:Citapustaka Media, 2013.
Zahri, Mustafa. Kunci Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1973.
22