Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PEMIKIRAN TASAWUF DAN SIYASAH

DINAMIKA MAKNA TASAWUF

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran Tasawuf dan
Siyasah

Disusun Oleh :

1. Ikhwan Syaifuddin I000160042


2. Aditya Nurrahman I000160058
3. Muchamad Rizsal S I000160102
4. Yushfi Istna Chaidir I000160125

HUKUM EKONOMI SYARIAH - FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Jl. A. Yani Tromol Pos 1, Tlp (0271) 717417 719483 (Hunting) Fax. (0271)
715448 Surakarta 5710
KATA PENGANTAR

Assalaamualaikum Warahmatullaah Wabarakaatuh

Puji syukur bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Berkat
rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata
kuliah Pemikiran Tasawuf dan Siyasah ini dalam batasan waktu yang telah
ditentukan. Shalawat dan salam kami panjatkan kepada nabiyullah Muhammad
saw. yang merupakan tauladan terbaik dan panutan terbaik umat muslim di dunia.

Alhamdulillaah makalah ini dapat terselesaikan tak lain juga karena sedikit
pengetahuan yang kami dapatkan dari buku-buku yang kami baca, sumber-sumber
lain yang mendukung tema makalah ini sekaligus motivasi, semangat dan bantuan
dari dosen pengampu, serta teman-teman semua baik secara materil dan non
materil. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terimakasih yang sebanyak-
banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini.

Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak kekurangan, hal itu disebabkan karena keterbatasan kemampuan
dan pengetahuan kami. Oleh karena itu, pemakalah sangat mengharap adanya
kritik dan saran yang bersifat membangun agar dapat menjadi lebih baik lagi.

Demikian yang bisa pemakalah sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat
dan Allah senantiasa memberi balasan bagi kebaikan kita semua.

Wassalaamualaikum Warahmatullaah Wabarakaatuh.

Surakarta, 19 September 2017

Kelompok

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 3

A. Latar Belakang .......................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 5

A. Pengertian Tasawuf ................................................................................... 5


B. Sejarah perkembangan tasawuf dari masa ke masa ................................... 8
C. Tujuan Tasawuf ....................................................................................... 14

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 16

A. Kesimpulan ............................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam dalam perkembangannya mengalami berbagai perubahan baik
dalam hal keilmuan maupun hal lainnya. Didalamnya tercakup berbagai
macam unsur-unsur yang menjadikan kesempurnaan ajarannya. Namun
seiring perkembangan masa, unsur-unsur tersebut dipisahkan sehingga dapat
dipelajari secara mendalam tanpa mengurangi inti dari ajaran pokoknya.
Begitupun dengan akhlak yang membahas tentang cara cara berperilaku dan
bersikap, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia maupun
hubungan kepada Allah. Dalam proses pendekatan diri kepada Allah (ibadah),
seseorang menempuh berbagai macam cara agar mereka dapat mencapai
puncak kenikmatan beribadah, sehingga terkadang apa yang mereka lakukan
tidak dapat dinalar oleh orang lain. Namun tidak semua orang dapat mencapai
proses tersebut sehingga memerlukan bantuan orang lain agar dapat
melaksanakan interaksi dengan baik.
Tasawuf secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha untuk
menyucikan jiwa sesuci mungkin dalam usaha mendekatkan diri kepada
Tuhan sehingga kehadiran-Nya senantiasa dirasakan secara sadar dalam
kehidupan. Ibn al-Khaldun pernah menyatakan bahwa tasawuf para sahabat
bukanlah pola ketasawufan yang menghendaki kasyf al-hijab (penyingkapan
tabir antara Tuhan dengan makhluk) atau hal-hal sejenisnya yang diburu oleh
para sufi di masa belakangan. Corak sufisme yang mereka tunjukkan adalah
ittiba dan iqtida (kesetiaan meneladani) perilaku hidup Nabi. Islam
sekalipun mengajarkan tentang ketakwaan, qanaah, keutamaan akhlak dan
juga keadilan, tetapi sama sekali tidak pernah mengajarkan hidup kerahibaan,
pertapaan atau uzlah sebagaimana akrab dalam tradisi mistisisme agama-
agama lainnya. Abdul Qadir Mahmud menyatakan bahwa pola hidup sufistik
yang diteladankan oleh sirah hidup Nabi dan para sahabatnya masih dalam
kerangka zuhud. Kata Ahmad Sirhindi, tujuan tasawuf bukanlah untuk

3
mendapat pengetahuan intuitif, melainkan untuk menjadi hamba Allah.
Menurutnya, tidak ada tingkatan yang lebih tinggi dibanding tingkat
abdiyyat (kehambaan) dan tidak ada kebenaran yang lebih tinggi di luar
syariat.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah Dinamika Makna Tasawuf sebagai
berikut:
1. Apa pengertian atau definisi tasawuf itu?
2. Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf dari masa ke masa?
3. Bagaimana tujuan dalam tasawuf itu?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas sehingga dapat ditarik beberapa tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa definisi tasawuf.
2. Agar mengetahui sejarah perkembangan tasawuf dari masa ke masa.
3. Agar mengetahui tujuan dalam tasawuf.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian atau Definisi Tasawuf


Tasawuf (Tasawwuf) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara
menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin serta
untuk memperoleh kebahagian yang abadi. Ada beberapa pendapat tentang
asal usul kata tasawuf diantaranya sebagai berikut :
1. Tasawuf berasal dari kata Shafa yang artinya suci, bersih atau murni.
Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan diri dihadapan
Tuhannya.
2. Tasawuf berasal dari kata Shaff, artinya saf atau baris. Yang dimaksud
adalah mereka dinamakan para sufi menurut pendapat ini karena
mereka berada pada baris pertama didepan Allah. Yang dimaksud
baris pertama adalah baris pertama dalam shalat di masjid.
3. Tasawuf berasal dari kata Suffah atau Suffah Al-Masjid, artinya
serambi masjid. Istilah ini dihubungkan dengan suatu tempat di
mesjid nabawi yang didiami oleh sekelompok para sahabat nabi yang
sangat fakir dan tidak memiliki tempat tinggal. Mereka dikenal
sebagai ahli suffah. Mereka menyedikan waktunya untuk berjihad dan
berdakwah dan meninggalkan hal-hal yang berbau duniawi. Jadi
istilah sufi diambil dari sifat orang-orang yang tinggal di serambi
masjid (suffah) pada masa Rasulullah.
4. Tasawuf berasal dari kata Suf, yaitu bulu domba atau wol. Mereka tidak
memakai pakaian yang halus atau indah dipandang. Al-Kalabazi berpendapat
istilah ini dapat diterima dan sekaligus memiliki makna yang dibutuhkan
seperti mengelak atau cenderung menjauhkan diri dari dunia, dan
kemewahan, dan juga memurnikan tingkah laku, meluaskan ilmu.
5. Tasawuf berasal dari kata Sufah, maksudnya adalah nama surat ijazah
bagi orang yang akan melaksanakan ibadah haji.
6. Tasawuf berasal dari kata Sophia, bahasa Yunani yang berarti hikmah
atau filsafat.

5
Secara umum Dr. Ibrahim Hilal merumuskan definisi tasawuf yaitu
memilih jalan hidup dalam segala bentuknya. Tasawuf itu adalah bermacam-
macam ibadah, wirid dan lapar, berjaga di waktu malam dengan
memperbanyak shalat dan wirid, sehingga lemahlah unsur jasmaniah dalam
diri seseorang dan semakin kuatlah unsur rohaniahnya. Tasawuf dengan kata
lain menundukkan jasmani dan rohani dengan jalan yang telah disebutkan
sebagai usaha mencapai hakikat kesempurnaan rohani dan mengenal dzat
Tuhan dengan segala kesempurnaan-Nya.
Tasawuf menurut Abu Al-wafa Al-Taftazani adalah suatu yang tidak
berarti suatu tindak pelarian diri dari kenyataan hidup sebagaimana yang telah
di tuduhkan mereka yang anti, tetapi ia adalah usaha yang mempersenjatai
diri dengan nilai-nilai rohaniah baru yang akan menegakkannya saat
menghadapi kehidupan materialis dan juga untuk merealisasikan
keseimbangan jiwanya, sehingga timbul kemampuannya ketika menghadapi
berbagai kesulitan ataupun masalah hidupnya.
Dari serangkaian defenisi tasawuf ada satu asas yang disepakati yakni
tasawuf merupakan moralitas-moralitas yang berasaskan Islam. Artinya
bahwa pada prinsipnya tasawuf bermakna moral dan semangat islam, karena
seluruh ajaran Islam dari berbagai aspeknya adalah prinsip moral.
Menurut Basyuni defenisi-defenisi yang ada dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
1. Al-Bidayah, yaitu defenisi yang membicarakan tentang pengalaman
pada tahap permulaan. Defenisi tasawuf pada tahap al-bidayah ini
adalah menurut Zu Al-Nun Al-Misri (w.254 H) orang yang tidak
suka meminta dan tidak merasa susah karena ketiadaan. Dan
menurut Maruf al-Karkhi (w. 200 H) mengatakan, tasawuf ialah
mengambil hakikat dan putus asa terhadap apa yang ada di tangan
makhluk, maka siapa yang tidak benar-benar fakir, dia tidak benar-
benar bertasawuf.
2. Al-Mujahadah, defenisi yang membicarakan tentang pengalaman
yang menyangkut kesungguhan dan kegiatan. Hal ini dilihat dari

6
segi amaliah yang dilaksanakan ahli sufi yang dimulai dengan
menghiasi diri dengan suatu perbuatan yang diajarkan agama dan
akhlak yang mulia. Menurut Sahl ibn Abdillah al-Tustari, tasawuf
ialah sedikit makan, tenang dengan allah dan menjauhi manusia.
Dan menurut Abu Muhammad Ruwaim (w. 303 H.), tasawuf terdiri
dari tiga perangai: Berpegang kepada kefakiran dan mengharap
Allah, merendahkan diri dan mendahulukan orang lain dengan
tidak menonjolkan diri dan meninggalkan usaha.
3. Al-Mazaqah, yaitu defenisi yang membicarakan pengalaman dari
segi perasaan. Dalam melaksanakan kehidupan beragama,
hubungan antara seseorang dengan Tuhannya tidak lebih dari
hubungan seorang hamba yang menyembah dengan Tuhan yang
disembah, seorang hamba harus tunduk dan taat kepada perintah
dan larangan Tuhan yang diyakininya sebagai pencipta. Dalam
kehidupan tasawuf segala kemauan dilebur untuk larut dalam
kehendak Tuhan. Umur, kegiatan dan seluruh perhatian dikerahkan
sehingga hubungan itu lebih kuat dan murni. Menurut Al-Junaid al-
baghdadi (w. 297 H.), tasawuf ialah bahwa engkau bersama allah
tanpa ada penghubung. Dan menurut Abu Bakr al-Syibli (w. 297
H.) berkata, orang-orang sufi adalah anak-anak kecil di pangkuan
Tuhan.
Definisi tasawuf yang universal dan representatif, yaitu tasawuf ialah
kesadaran murni yang mengarahkan jiwa secara benar pada amal dan
kegiatan yang sungguh-sungguh, menjauhkan diri dari keduniaan dalam
rangka mendekatkan diri kepada Allah, untuk mendapatkan perasaan
berhubungan erat dengan-Nya.
Salah satu asas tasawuf yang berdasarkan Islam, yaitu bahwa tasawuf
adalah moralitas berdasarkan Islam. Al-Kattani berkata Tasawuf adalah
moral, barang siapa diantara kamu semakin bermoral, tentulah jiwanya
semakin bening.. Dengan demikian jelas bahwasannya pada dasarnya
tasawuf berarti moral atau nilai Islam, sebab semua ajaran Islam dibangun di

7
atas landasan moral. Dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang mendorong
hidup zuhd, sabar, tawakkal, rela cinta, hidup sederhana dan segala sifat yang
diperintahkan kepada setiap muslim sebagai kesempurnaan iman. Al-Quran
sendiri menyatakan bahwa Rasulullah SAW adalah suri-teladan yang terbaik
bagi orang yang ingin menyempurnakan diri dengan keutamaan-keutamaan
dalam bentuknya yang paling sempurna. Dalam menyempurnakan keimanan
para sufi juga begitu menaruh perhatian terhadap moral dan ilmu. Ilmu yang
tidak dilandasi rasa taqwa kepada Allah dan pengetahuan mengenai-Nya,
tidak akan berarti dan bermanfaat. Dan untuk memiliki moral yang baik
memerlukan perjuangan karena moral yan baik adalah hasil dari praktek-
praktek berat dan perjuangan setiap manusia dengan hawa nafsunya sendiri.
Dan para sufi dalam pembahasan moral mereka mengembangkan ilmu yang
mandiri yang merupakan pendukung ilmu kalam dan ilmu fiqh. Dan oleh
kaum muslimin ilmu ini dipandang sebagai salah satu dari imu-ilmu yang
bersumber dari Al-Quran dan Al-Sunnah.

B. Sejarah Perkembangan Tasawuf


Secara garis besar kehidupan kerohanian dalam Islam terbagi menjadi
dua, yakni tasawuf dan zuhud. Keduanya merupakan istilah baru dalam Islam,
sebab belum ada pada masa Nabi. Pada masa beliau, istilah yang populer
adalah sahabat. Ketika Islam berkembang dan banyak orang yang memeluk
Islam, dan terjadi perkembangan strata sosial, maka muncul istilah baru
dikalangan sahabat, yakni diantaranya Qurra, Ahl al Shuffah, Fuqara,
Tawwabin. Sebagaimana telah diketahui, bahwa sejarah Islam ditandai
dengan peristiwa tragis, yakni terbunuhnya khalifah Utsman. Dari peristiwa
ini, menyebabkan sahabat yang masih ada kembali kejalan yang benar. Inilah
benih tasawuf yang paling awal.

1. Masa Pembentukan

Pada abad I hijriyah lahirlah Hasan Basri, seorang zahid

8
pertama dan termasyhur dalam sejarah tasawuf. Ia lahir di madinah
pada tahun 642 M, dan meninggal di basrah pada tahun 728 M.
Hasan Basri tampil pertama dengan membawa ajaran khauf dan
raja. Sebenarnya bibit tasawuf sudah ada sejak itu, garis-garis besar
mengenai thariq atau jalan beribadah sudah kelihatan disusun,
dalam ajaran-ajaran yang disana sini sudah mulai dianjurkan
mengurangi makan, menjauhkan diri dari keramaian duniawi
(zuhud), mencela dunia (dzam al-dunya) seperti harta, keluarga
dan kedudukan.

Kemudian pada akhir abad II hijriah, munculah Rabiah


Al-Adawiyah, seorang sufi wanita yang terkenal dengan ajaran
cinta (hubb al-illah). Selanjutnya pada abad II hijriyah ini,
tasawuf tidak banyak berbeda dengan abad sebelumnya, yaitu
sama dalam corak kezuhudan.

Abu Al-Wafa menyimpulkan, bahwa zuhud islam pada abad


I dan II mempunyai karakter sebagai berikut :

1) Menjauhkan diri dari dunia menuju ke akhirat


dengan tujuan meningkatkan moral.
2) Masih bersifat praktis,sementara sarana praktisnya
adalah hidup dalam ketenangan dan kesederhanaan
secara penuh, sedikit makan dan minum, banyak
beribadah dan mengingat allah.
3) Motif zuhudnya ialah rasa takut yaitu rasa takut
yangmuncul dari landasan amal keagamaan secara
sungguh-sungguh
4) Menjelang akhir abad II hijriyah, sebagian zahid,
khususnya di khurasan, dan rabiah al-adawiyah ditandai
kedalaman membuat analisa, yang bisa dipandang cikal
bakal para pendiri tasawuf falsafi pada abad III dan IV
hijriyah.

9
2. Masa Pengembangan

Tasawuf pada abad III dan IV hjriyah sudah mempunyai


corak yang berbeda dengan tasawuf abad sebelumnya. Pada abad ini
tasawuf sudah bercorak kefanaan (ekstase) yang menjurus ke
persatuan hamba dengan khalik. Orang sudah ramai membahas
tentang lenyap dalam kecintaan (ittihad bi al-mahbub), kekal
dengan tuhan (baqabi al-mahbub), menyaksikan tuhan
(musyahadah), bertemu dengan nya (liqa) dan menjadi satu
dengannya (ain al-jama) seperti yang diungkapkan oleh Abu Yazid
Al-Bushtami (261H), seorang sufi dari persia yang pertama kali
menggunakan istilah fana (lebur atau hancurnya perasaan) sehingga
dianggap sebagai peletak batu pertama dalam aliran ini.

Nicholson mengatakan bahwa Abu Yazid mendapat julukan


sebagai pendiri tasawuf yang berasal dari persia, yang memasukkan
ide wahdat al-wujud sebagai pemikiran orisinil dari timur
sebagaimana theosofi merupakan kekhususan pemikiran yunani.
Sesudah Abu Yazid Al-Busthami, lahirlah seorang sufi kenamaan
yaitu Al-Halaj yang menampilkan al hulul (inkarnasi tuhan).
Menurut Al-Hallaj, manusia mempunyai dua sifat, yakni sifat
kemanusiaan (nasut) dan sifat ketuhanaan (lahut). Disamping
pandangan hululnya, dia juga mempunyai pandangan tentang teori
nur muhammad dan wahdat al adyan. Dalam teori nur muhammad
dinyatakan bahwa asal segala sesuatu, asal segala kejadian,amal
perbuatan,dan ilmu pengetahuan. Teori ini mempunyai konsekuensi
terhadap pandangan keduanya, yakni bahwa sumber segala agama-
agama itu adalah satu dan memancar dari cahaya yang satu.
Kemudian datanglah Junaidi Al-Baghdady meletakan dasar-
dasar ajaran tasawuf dan thariqah. Dengan demikian, tasawuf abad
III dan IV hijriyah sudah siap sedemikian berkembang, sehingga

10
sudah merupakan madzhab, bahkan seolah-olah agama yang berdiri
sendiri. lebih jauh Abu al-Wafa menegaskan, bahwa tasawuf ada
abad in lebih mengarah kepada ciri psikomoral, dan perhatiannya
diarahkan pada moral dan tingkah laku. Pada abad ni terdapat dua
aliran yaitu tasawuf sunni dan tasawuf semi falsafi.

3. Masa Konsolidasi

Tasawuf pada abad V hijriyah mengadakan konsolidasi.


Pada masa ini ditandai dengan kompetisi dan pertarungan antara
tasawuf sunni dan tasawuf semi falsafi, dan dimenangkan oleh
tasawuf sunni. Kemenangan tasawuf sunni dikarenakan menangnya
aliran theologi Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang dipelopori oleh
Abu Hasan Al-Asyary, yang mengadakan kritis pedas terhadap teori
Abu Yazid Al-Busthamy dan al hallaj.sebagaimana tertuang dalam
syathahiyatnya yang nampak bertentangan dengan akidah islam.
Oleh karena itu tasawuf pada abad ini cenderung mengadakan
pembaharuan. Al-Qusyairi adalah salah satu tokoh sufi utam pada
abad V hijriyah. Kedudukannya kian penting karena karya-
karyanya banyak dipakai sebagai rujukan para sufi seperti Ar-
Risalah Al-Qusyairiyah, isinya lengkap, baik secara teoritis maupun
praktis. Dia terkenal pembela theologi ahlus sunnah wal jamaah
yang mampu mengompromikan syariah dan hakikah. Dia berusaha
mengembalikan tasawuf pada landasannya, Al Quran dan Al
Sunnah.

Ada dua hal yang dikritiknya yaitu tentang syatahiyah yang


dikatakan sufi semi falsafi dan cara berpakaian mereka yang
menyerupai orang miskin, sementara pada saat yang sama tindakan
mereka.bertentangan dngan pakaiannya. Tokoh sufi lain yang
gencar menyerang penyelewengan dalam tasawuf ialah Al Harawy.
Sikapnya yang keras dan tandas terhadap tasawuf cukup

11
dimaklumi, karena dia termasuk an nabillah (pendukung Ahmad ibn
Hambal). Tokoh lain ialah Al-Ghazali, pembela tasawuf sunni yang
menduduki peringkat setingkat lebih tinggi dari pada kedua sufi
yang telah disebutkan di muka. Corak tasawufnya psiko-moral yang
mengutamakan pendidikan moral. Hal ini dapat dilihat dalam
karya-karyanya seperti, Ihya Ulumuddin, Bidayah Al- Hidayah dan
sebagainya. Al-Ghazali menilai negatif terhadap syathahiyat,
karena dianggapnya mempunyai dua kelemahan. Pertama, kurang
memperhatikan amal lahiriah, hanya mengungkapkan kata-katayang
sulit dipahami dan mengemukakan kesatuan dengan tuhan. Kedua,
keganjilan ungkapan yang tidak dipahami maknanya,diucapkan dari
hasil pikiran yang kacau, hasil imaginasi sendiri.

4. Masa Falsafi

Pada abad VI hijriyah, tampillah tasawuf falsafi, yaitu


tasawuf yang bercampur dengan ajaran filsafat, kompromi dalam
pemakaian term-term filsafat yang maknanya disesuaikan
dengan tasawuf

Ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya menyimpulkan,bahwa


tasawuf falsafi mempunyai empat obyek utama dan menurut Abu
Al-Wafa bisa dijadikan karakter sufi falsafi, yaitu :

1) Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi, serta instropeksi,

2) Illuminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib,

3) Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos


berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan
atau keluar biasaan,
4) Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya
sepintas samar-samar.
Pada abad VI dan (dilanjutkan) VII, muncul cikal-bakal orde-

12
orde (thariqoh) sufi kenamaan. Thariqoh terkenal yang berkembang
sampai sekarang antara lain, qodariyah, suhrawardiyah, rifaiyah,
naqsabandiyah dan lain sebagainya.

5. Masa Pemurnian

Pada masa ini terlihat tanda-tanda keruntuhan kian jelas,


penyelewengan dan skandal melanda dan mengancam kehancuran
reputasi baiknya. Kemudian tasawuf pada waktu itu ditandai bidah,
khurafat, mengabaikan syariat dan hukunm-hukum moral dan
penghinaan terhadap ilmu pengetahuan, berbentengkan diri dari
dukungan awam untuk menghindarkan diri dari rasionalitas, azimat
dan ramalan serta kekuatan ghaib ditonjolkan. Munculah pendekar
ortodox, Ibnu Taimiyah yang dengan lantang menyerang
penyelewengan- penyelewengan para sufi tersebut. Dia dikenal
kritis, peka terhadap lingkungan sosialnya, polemis dan berusaha
meluruskan ajaran Islam yng telah diselewengkan para sufi
tersebut.

Ibnu Taimiyah melancarkan kritik terhadap ajaran


ittihad,hullul, dan wahdat al wujud sebagai ajaran ang menuju
kekufuran (atheisme). Ibn taimiyah membagi fana menjadi tiga
bagian : fana ibadah, fana syuhud al-qolb, dan fana wujud ma siwa
allah. terhadap fana petama dan kedua, masih dalam batas
kewajaran, baik ditinjau dari segi psikologis maupun agamis.
Sedang fana ketiga dianggap menyeleweng dari ajaran islam,
dianggap kufur. Ibnu Taimiyah cenderung bertasawuf sebagaimana
yang pernah diajarkan Rasulullah SAW, yakni menghayati ajaran
Islam, tanpa mengikuti aliran thariqoh tertentu, sebagaimana
manusia pada umumnya. Tasawuf model ini yang cocok untuk
dikembangkan di masa modern sekarang.

13
C. Tujuan Tasawuf
Tujuan tasawuf adalah berada sedekat mungkin di sisi Allah dengan
mengenalnya secara langsung dan tenggelam dalam ke Maha Esaan-Nya yang
mutlak. Dengan kata lain, bahwa sufi yaitu seorang ego pribadinya sudah
lebur dalam pelukan keabadian Allah, sehingga semua rahasia yang
membatasi dirinya dengan Allah tersingkap atau kasyaf. Dan di sisi lain
hakikat tasawuf itu sendiri sama dengan tujuan tasawuf yaitu mendekatkan diri
kepada Tuhan dalam ajaran Islam, Tuhan memang dekat sekali dengan
manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia itu tertuang dalam Al-Quran dan
hadits.
Tasawuf itu diciptakan hanya sebagai media lintasan untuk mencapai
maqasid al syari (tujuan-tujuan syari). Sebagai contoh orang yang
diperintahkan naik ke atas atap rumah, maka secara tidak langsung ia juga
diperintahkan untuk mencari media yang dapat digunakan untuk
melaksanakan tugas itu dengan cara menaiki tangga. Berikut tujuan tasawuf
diantaranya adalah:
1. Berupaya menyelamatkan diri dari akidah-akidah syirik dan bathil.
2. Melepaskan diri (takhalli) dari penyakit kalbu.
3. Menghiasi diri (tahalli) dengan akhlak islam yang mulia.
4. Menggapai derajat ihsan dalam ibadah (tajalli).
5. Menstabilkan akidah shuhbah ilahiyah (persahabatan ketuhanan),
dalam arti bahwa Allah SWT melihat hamba-hambaNya dari atas
arsy dan meliputi mereka dan segala arah dengan ilmu, kekuasaan
(qudrat), pendengaran (sama) dan penglihatan (bashar) Nya.
6. Menggapai kekuatan iman yang dulu pernah dimiliki para sahabat
Rasulullah SAW, menyebarkan ilmu-ilmu syariat dan meniupkan
ruh kehidupannya, sehingga menghasilkan motivasi bagi kaum
muslimin untuk dapat memimpin kembali umat, baik ilmiah,
pemikiran keagamaan maupun politik. Selain itu mereka juga
mampu mengembalikan kepemimpinan global ke pangkuannya,

14
baik peta politik maupun ekonomi serta dapat menyelamatkan
bangsa-bangsa yang ada dari alenasi dan kehancuran.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ibnu Khaldun mengatakan: Ilmu tasawuf termasuk salah satu ilmu
agama yang baru dalam agama (Islam). Jadi, tasawuf adalah ilmu untuk
mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq,
membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian yang abadi
berdasarkan Al-Quran dan Al-Sunnah dibarengi dengan rasa taqwa kepada
Allah dan pengetahuan mengenai-Nya untuk menyempurnakan keimanan
terhadap Allah.
Cikal bakal tasawuf bermula dari generasi pertama umat Islam, baik
dari kalangan sahabat, tabiin dan generasi setelahnya. Namun pada saat itu
hanya tersirat tanpa ada teori dan lebih ke tingkah perbuatan sehari-hari.
Abad selanjutnya mulai di bentuk aturan-aturan, prinsip-prinsip tentang
tasawuf. Lalu muncullah berbagai macam karya tentang tasawuf. Sedangkan
pada abad kelima, tasawuf makin berkembang, terbukti dengan adanya aliran
tasawuf Sunni dan semi filosofis. Pada abad ini, lebih aktif memikirkan
pembaharuan-pembaharuan dengan tetap mengembalikan pada Al-Quran dan
Hadist. Abad-abad selanjutnya lebih sering menyebarkan apa itu tasawuf
kepada masyarakat luar tanpa harus meninggalkan dunia sufi mereka.

16
DAFTAR PUSTAKA

As, Asmaran. 1994. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


Syukur, Amin. 1999. Menggugat Tasawuf. Yogyakart a: P ust aka P el aj ar .
Syukur, Amin dan Masyharuddin. 2 0 0 2 . Intelektualisme Tasawuf Studi
Intelektuaisme Tasawuf Al-Ghazali. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Aceh, Abubakar. 1982. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf. Solo:
CV.RAMDHANI.
Siregar, Mahmud dkk. 1981. Pengantar Ilmu Tasawuf.
Sayyid, Nur. 2003. Tasawuf Syari. Jakarta: Hikmah

Anda mungkin juga menyukai