Anda di halaman 1dari 23

PENGENALAN LAPANGAN

PENRADILAN AGAMA
Oleh : Drs. Achmadi, SH., MH.

BAB I

PERADILAN AGAMA

Adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi pencari keadilan


yang beragama Islam menganai perkara-perkara tertentu (ps 2 UU No. 3
tahun 2006)

Peradilan Agama diatur oleh UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan


Agama sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang
perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 dan UU No. 50 Tahun 2009 tentang
perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989.

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan Agama dilaksanakan oleh

- Pengadilan Agama, adalah pengadilan tingkat pertama yang


berkedudukan di kota / kiabupaten dan wilayah hukumnya meliputi
wilayah kota/ kabupaten
- Pengadilan Tinggi Agama, adalah pengadilan tingkat banding dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Propinsi
- Peradilan Agama sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
berpuncak ke Mahkamah Agung.

Kewenangan Pengadilan Agama diatur dalam UU No. 3 Tahun 2006


tentang perubahan UU No, 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama, yaitu :
a Perkawinan, dalam penjelasan UU No 7/1989 meliputi :

1) Ijin beristeri lebih dari seorang


2) Ijin perkawinan bagi yang berusia dibawah 21 tahun
3) Dispensasi kawin
4) Pencegahan perkawinan
5) Penolakan perkawainan
6) Pembatalan perkawinan
7) Gugatan kelalaian atas kewajiban suami isteri
8) Perceraaian marena talak
9) Gigatan perceraian
10) Penyelesaian harta bersama
11) Penguasaan anak
12) Ibu dapat memikul beaban keawajiban biaya pemeliharaan
anak jika bapak tak memenuhinya
13) Penentuan kewajiban mmberi biaya penghidupan oleh suami
kepada bekas isteri
14) Putusan tentang sah tidaknya anak
15) Putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua
16) pencabutan kekuasaan wali
17) Penunjukan orang lain sebagai wali oleh pengadilan
18) Peanunjukan seorang wali dalam hal anak yang belum usia 18
tahun
19) Pembebanan ganti rugi atas harta anak hyang dibawah
kekuasaannya
20) Penetapan asal usul anak dan pengangkatan anak
21) Putusan tentang penolakan pemberian keterangan utk
melakukan perakawainan campuran
22) Pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum
UU No. 1974 dijalankan

b. Waris

c. Wasiat

d. Hibah

e. Wakaf

f. Zakat

g. Infak

h. Shodakoh

i. Ekonomi syari’ah, dalam penjelasan UU No. 3/2006 meliputi :

1) Bank syariah
2) Lembaga keuangan mikro syariah
3) Asuransi syariah
4) Reasuransi syariah
5) Reksa dana syariah
6) Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah
7) Sekuritas syariah
8) Pembiayaan syariah
9) Pegadaian syariah
10) Dana pension lembaga keuangan syariah
11) Bisnis syariah
Pengadilan Syari’at di Propinsi Nangru Aceh Darusalam diatur berdasarkan
Keputusan Presiden R.I. No. 11 Tahun 2003 Penghadilan Agama di
Propinsi Nangru Aceh Darussalam berubah menjadi Mahkamah Syariah
dan Pengadilan Tinggi Agama berubah menjadi Mahkamah Syari’ah
Propinsi

Kewenangan Mahkamah Syari’ah berdasar UU No. 11 Tahun 2006 yaitu :

- Ahwal Syahsiyah (Hukum keluarga)


- Muamalah (hukum perdata)
- Jinayah (hukum pidana) yang didasarkan atas syari’at Islam dan
akan diatur dalam Qonun Aceh

BAB II

HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA

Pengertian Hukum Acara Peradilan Agama, terlebih dahulu harus dipahami


Hukum Acara Perdata, yaitu

- Hukum acara pedata menurut Sudikno Mertokusumo,


mendefinisikan hukum acara perdata sebagai peraturan hukum
yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya perdata
materiel dengan perantaraan hakim, atau dengan perkataan lain
adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya
menjamin pelaksanaan hukum perdata materiel.
- Hukum Acara Perdata menurut Wiryono Projodikoro menyatakan,
hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan –peraturan yang
cara bagaimana orang harus bertindak dimuka Pengadilan dan cara
bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk
melaksanakan berjalannya peraturan-peratruran hukum perdata
- Menurut ketentuan hukum perdata , setiap orang mempunyai hak
dan kewajiban dari dan terhadap orang lain, apabila hak nya
dilanggar atau tidak dipenuhi orang lain maka ia dapat menuntut hak
tersebut, bisa melalui pengadilan (litigasi) atau tanpa melalui
pengadilan seperti mediasi dll.
- Maka pengertian Hukum Acara Peradilan Agama adalah peraturan
yang mengatur tentang tata cara berperkara di pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Agama, yaitu termasuk peradilan khusus yang
berwenang mengadili perkara (sengketa) tertentu.

Sumber Hukum Acara Peradilan Agama, yaitu :

- Hukum acara peradilan Agama adalah hukum acara yang berlaku


pada pengadilan dalam lingkungan pertadilan umun ( pasal 54 UU
No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama) yang berlaku pada
peradilan umum itu adalah :
a. HIR ( Herzien Indonesisch Reglement) / RBg.(Rechtsreglemen
voor de Buitengewesten, reglemen untuk luar Jawa dan
Madura)
b. KUHPerdata.
c. RV ( Reglemen op de Burgeliyke Recht Verdering / reglemen
untuk golongan Eropa).
d. UU No. 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman
e. UU No. 14 /1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
diubah dengan UU No. 5/2004 dan diubah untuk kedua kalinya
dengan UU No. 3/2009
f. UU No. 20/1947 tentang Peradilan Ulangan
g. UU No. 1/1974 tentang Perkawinan
h. PP.9/1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 /1974 tentang
Perkawinan
i. PP No.9/1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi
Pegawai Negeri Sipil
j. PP No. 45/1990 tentang Perubahan atas PP. No, 10/1983
tentang izin perkawinan dan Perceraian bagi PNS
k. UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia
l. UU No. 10/1998 tentang Perubahan UU No. 7/1992 tentang
Perbankan
m. PP No. 70/1992 tentang Bank Umum
n. PP No. 71/1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat
o. Peraturan-peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang telah
ada
p. berbagai surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA)
q. Yurispudensi

- Hukum acara yang telah diitentukan secara khusus oleh UU


pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama antara lain yang
tercantum dalam :
a. UU Nop. 7 /1989 Tentang Peradilan Agama , yang telah diubah
dg UU No. 3/2006, dan diubah kedua kalinya dengan UU
No.50/2009.
b. UU No. 22/1946 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk
c. UU No. 32/1954 Tentang Penetapan Berlakunya UU No. 22/1946
Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk didaerah luar Jawa
Madura
d. Inpres No. 1/1091 Tentang Penyebaran Kompilasi Hukum Islam.
e. UU No. 41/2004 Tentang Wakaf.
f. PP No. 42 / 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 / 2004
Tentang Wakaf.
g. PP No. 28 / 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik
h. Permenag RI No. 2 / 1987 Tentang Wali Hakim.
i. Keputusan Menteri Agama RI No. 11/ 2007 Tentang Petunjuk
Pencatan Nikah.
j. UU No. 38 / 1999 Tentang Pengelolaan Zakat.
k. Kepres No. 8 /2001 Tentang Badan Amil Zakat.
l. Kepmenag No. 581/1999 Tentang Pelaksanaan UU NO. 38/1999
Tentang Pengelolaan Zakat.
m. PP No. 72 / 1992 Tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
n. Surat Keputusan Direksi Bank Indonedsia Tentang Bank Umum
berdasarkan Prinsip Syariah.
o. UU No. 21 / 2008 Tentang Perbankan Syariah.
p. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 tgl. 29-08-
2013 Tentang Kewenangan Absolut Pengadilan Agama Dalam
Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah.
BAB III

PINSIP-PRINSIP GUGATAN PERDATA

1. Harus ada dasar hukum


- Menurut pasal 118 HIR dan 142 R.Bg. siapa yang merasa hak
pribadinya dilanggar oleh orang sehingga mendatangkan
kerugian, dan ia tidak mampu menyelesaikan sendiri persoalan
tersebut, maka ia dapat minta kepada pengadilan untuk
menyelesaikan masalah tersebut sesuai hukum yang berlaku,
dengan mengajukan surat permohonan/gugatan yang ditanda
tanganinya atau melalui kuasa ditujukan kepada Ketua
Pengadilan yang mewilayahi tempat tinggal lawannya/tergugat.
- Dasar hukum harus diketahui lebih dahulu yang terkait dalam
pembuatan surat gugatan atau berkaitan jawab-menjawab dan
pembuktian, dasar hukum ini dapat berupa peraturan per
Undang-undangan, doktrin-doktrin praktek pengadilan dan
kebiasaan yang sudah diakui sebagai hukum. Dasar hukum
untuk meyakinkan bahwa peristiwa kejadian dan peristiwa hukum
benar-benar terjadi dengan disebutkan dasar hukumnya.

2. Adanya kepentingan hukum


- Syarat mutlak untuk mengajukan gugatan adalah kepentingan
hukum secara langsung dan melekat dari penggugat, apakah
penggugat betul orang yang berhak mengajukan gugatan hal
ini Penggugat dapat berupa orang perorangan, dapat pula
berbentuk Badan Hukum seperti Perseroan Terbatas,
Yayasan, Koperasi, Persero, Perum dan Badan Hukum Publik
dan sebagainya, begitu pula cara menentukan pihak Tergugat
harus hati-hati dan harus benar-benar mempunyai hubungan
hokum dengan perkara yang disengketakan, jika ternyata
Tergugat tidak mempunyai hubungan hokum dengan
Penggugat maka mengakibatkan cacat formil karena error in
persona atau orang yang digugat keliru yang berakibat gugatan
akan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijk
verklaart).
- Orang yang langsung berkepentingan merupakan pihak
materiel karena mempunyai kepentingan langsung dalam
perkara yang bersangkutan, sekaligus menjadi pihak formil
karena mereka sendiri yang beracara dimuka pengadilan.
Tetapi dalam keadaan tertentu orang yang tidak
berkepentingan dapat bertindak sebagai para pihak dimuka
pengadilan jika pihak yang berkepentingan menyerahkan
kepada orang lain dengan memberikan surat kuasa khusus.
Adapun untuk mewakili Badan Hukum tidak perlu dengan
kuasa khusus, cukup pengurusnya yang ditunjuk untuk
mewakili Badan Hukum itu.

3. Merupakan suatu sengketa


Pengadilan berkewajiban mengadili dan memutus perkara yang
diajukan ke pengadilan hanya perkara perselisihan dan
persengketaan sebagai asas point d’interent, point d’action atau
geen belaang geenactie yang berarti tidak ada sengketa maka tidak
ada perkara
Sengketa adalah sebahagian dari perkara, sedangkan pengertian
perkara tersimpul ada dua keadaan yaitu ada perselisihan dan tidak
ada perselisihan :
- Ada perselisihan adalah adanya suatu yang diperselisihan,
dan dipertengkarkan dan disengketakan yang penyelesaiannya
lewat Pengadilan sebagai instansi yang berwenang, dan
penyelesaiannya dengan cara mengadili maka hasilnya adalah
Putusan;
- Tidak ada perselisihan, artinya tidak ada yang disengketakan,
yang bersangkutan tidak minta putusan pengadilan tetapi
hanya penetapan saja dari Hakim, untuk mendapatkan
kepastian hukum yang harus dihormati oleh semua pihak,
tindakan Hakim yang demikian disebut Yurisdictio voluntaria
(bersifat tidak ada perselisihan) yang hasilnya adalah
Penetapan;

4. Gugatan dibuat dengan cermat dan terang


- Pasal 118 HIR dan pasal 142 ayat (1) RBg gugatan dapat
diajukan secara tertulis ke pengadilan, dan dapat diajukan
secara lisan ( ps.120 HIR dan ps. 144 ayat (1) RBg.).
- Surat gugat tidak boleh abscuur libel artinya tidak boleh kabur
baik mengenai pihak-pihaknya, obyek sengketanya, dan
landasan hukum yang dipergunakannya, teori-teori yang
dipergunakan serta susunan bahasa yang sesuai kaedah
bahasa Indonesia yang benar. Adapun gugatan yang kabur
tidak cermat dan terang akan berakibat perkaranya tidak
diterima.

5. Memahami hukum formil dan materiel


Hukum materiel yang berlaku dilingkungan Peradilan Agama adalah
UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, PP No. 9 tahun 1975
tentang Pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974, Inpres No. 1 Tahun
1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, UU No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama yang diubah dengan UU No, 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan UU No. 50 tahun 2009, serta doktrin-
doktrin dan teori teori hukum baik yang termuat dalam kitab-kitab fiqh
maupun kitab-kitab hukum lainnya, serta peraturan per UU an lainnya
yang berkaitan dengan kewenangan Peradilan Agama.

BAB IV

PENGAJUAN GUGATAN
Proses perkara diperadilan agama dimulai dengan diajukannya surat
gugatan oleh penggugat atau kuasanya kepada instansi yang berwenang
yaitu Pengadilan Agama, dan perlu diketahui struktur pengadilan agama
adalah :

a. Ketua
b. Wakil Ketua
c. Hakim
d. Panitera
e. Panitera Muda : - Panitera Muda Gugatan
- Panitera Muda Permohonan
- Panitera Muda Hukum
f. Panitera Pengganti
g. Juru Sita - Juru Sita Pengganti.

Dalam mengajukan perkara adalah dengan mengajukan gugatan yang


meliputi :

Pihak-pihak yang berperkara

Sekurang-kurangnya ada dua pihak, yaitu pertama Penggugat adalah


pihak yang berkepentingan dan kedua pihak Tergugat .

Orang yang belum cukup umur harus diwakili oleh orang tua atau walinya,
sedangkan orang yang sakit ingatan diwakili oleh pengampunya.

Orang yang buta huruf gugatan dapat diajukan secara lisan kepada Ketua
Pengadilan, lalu ketua Pengadilan mencatat ihwal gugatan lisan tersebut
dalam bentuk tertulis.

Gugatan tertulis ditandatangani oleh Penggugat, dan jawaban tertulis


ditanda tangani oleh Tergugat, jika telah menunjuk kuasa khusus maka
surat gugatan atau jawabannya tersebut ditanda tangani oleh Kuasa
hukumnya.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Isi gugatan :


1. Identitas para pihak, meliputi nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan.
2. Posita atau fundamentum Petendi, atau penjelasan tentang
keadaan/peristiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan
hukum yang dijadikan dasar atau alasan gugatan.
Posita terdiri 2 bagian :
a. Kejadian/peristiwa dan penjelasan duduk perkara
b. Tentang alasan yang berdasarkan hukum
3. Petitum, yaitu tuntutan yang diminta oleh penggugat, terdiri :
a. Gugatan pokok, yaitu petitum yang merupakan gugatan
pokok sebagai bagian terpenting dari surat gugatan yang
harus lengkap dan jelas.
b. Tuntutan tambahan, seperti :
- Tergugat dihukum membayar beaya perkara
- Agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu, meski ada perlawanan
- Agar Tergugat dihukum membayar bunga (moratoir)
- Agar Tergugat dihukum membayar uang paksa
(dwangsom)
- Dalam gugat cerai, ada tuntutan nafkah bagi isteri
c. Tuntutan pengganti (subsider), sering tuntutan pokok
tersebut disertai pula tuntutan pengganti atau cadangan.

Posita dan Petitum tambahan :

1. Penggabungan gugatan (komulasi)


Bentuk penggabungan gugatan, yakni :

1) Komulasi subyektif, yaitu seorang penggugat menggugat


beberapa orang tergugat, atau sebaliknya beberapa orang
penggugat menggugat seorang tergugat
2) Komulasi obyektif, yaitu penggugat mengajukan lebih dari satu
tuntutan/gugatan dalam satu perkara
3) Intervensi (campur tangan), yaitu adanya pihak ketiga yang atas
kehendaknya mencampuri sengketa yang sedang berlangsung
antara penggugat dan tergugat
Bentuk intervensi dalam hukum acara perdata :
a. Voeging (menyertai), masuknya pihak ketiga untuk
membantu salah satu pihak, dalam hal ini pihak ketiga
bertindak sebagai penggugat atau tergugat.
b. Vrijwaring (penanggungan), pihak ketiga ditarik oleh
tergugat agar ia menjadi penanggung bagi tergugat.
c. Tussenkomst (menengahi), pihak ketiga masuk dalam
proses perkara yang berlangsung untuk membela
kepentingannya sendiri.
2. Putusan serta merta

Dalam gugatan juga dapat dimohonkan putusan serta merta (uit


vorbaar bij vooraad) yaitu putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu
walaupun pihak lawan mengajukan upaya hokum, vetrzet, banding
maupun kasasi. Putusan serta merta diatur dalam pasal 180 HIR dan
pasal 191 ayat (1) RBg.

Permohonan putusan seta merta itu jarang dikabulkan oleh pengadilan


tingkat pertama, karena akan timbul permasalahan apabila dalam
tingkat banding maupun kasasi perkaranya tidak diterima atau ditolak,
sedangkan penggugat seharusnya memberikan jaminan yang nilainya
harus sama dengan nilai obyek sengketa yang dieksekusi .

Seperti pada :

- Gugatan serta merta mengenai hutang piutang yang jumlahnya


sudah pasti dan telah tidak ada bantahan dari pihak tergugat.
- Gugatan serta merta mengenai gugatan yang didasarkan pada bukti
otentik yang tidak diajukan bantahannya oleh pihak tergugat.
3. Gugatan provisional

Yaitu gugatan yang diajukan oleh pihak berkepentingan supaya


dilakukan tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak.
Gugatan provisional ini diperiksa sebelum pokok perkara dan diputus
dengan putusan sela, maka apabila putusan sela tersebut dikabulkan
atau sebaliknya ditolak hal ini tidak dapat dilakukan upaya hukum
banding, kasasi, kecuali bersama-sama dengan putusan akhir.

Contoh gugatan provisional : dalam perrkara cerai gugat lalu isteri


menuntut agar selama proses pemeriksaan perkara dapat hidup
berpisah dengan tergugat/suami.

4. Sita jaminan

Permohonan sita jaminan (beslaag) yang dimohonkan dalam gugatan


bertujuan untuk menghilangkan kekhawatiran penggugat agar obyek
sengketa tidak dipindah-tangankan kepada orang lain serta apabila
tuntutannya dikabulkan tidak sia-sia dan dapat terpenuhinya
tuntutannya.

Sita jaminan ada 3 macam :

1) Conservatoir beslaag (benda milik Tergugat)


Atas permohonan penggugat agar menyita barang milik tergugat
untuk menjamin gugatan yang diajukan penggugat.
2) Revindicatoir beslaag (benda milik Penggugat)
Yaitu penyitaan untuk barang yang berada dalam kekuasaan
tergugat agar menjadi jaminan tidak dialihkan kepada orang lain.
3) Marital beslaag (harta bersama milik suami isteri)
Yaitu dalam tuntutan pembagian harta bersama maka dapat diajukan
sita terhadap barang yang dikuasai pihak tergugat untuk menjamin
hak masing-masing agar tidak dipindahkan kepada orang lain.

Menurut pasal 178 HIR, Hakim wajib mengadili semua bagian dari petitum
tersebut, dan dilarang untuk memutuskan lebih dari apa yang diminta (ultra
petita).

BAB V
PROSES PEMERIKSAAN DI PENGADILAN
1. Persiapan persidangan
- Gugatan telah didaftarkan, dan telah menjadi perkara yang terdaftar
dengan nomor perkara : 0000/Pdt.G/2019/PA Ska.
- Penetapan Majelis Hakim (PMH) oleh Ketua Pengadilan
- Penunjukan Panitera/Panitera Pengganti & Juru sita/Jurusita
Pengganti oleh Panitera
- Penetapan Hari Sidang (PHS) oleh Hakim Ketua Majelis
- Juru sita/Juru sita Pengganti lalu memproses relaas/panggilan
sidang pada hari/tanggal yang ditentukan dalam PHS, kepada para
pihak :
 Pihak yang berada dalam wilayah yurisdiksi pengadilan
relaas/panggilan langsung disampaikan oleh Juru sita/Juru sita
Pengganti ke alamatnya
 Pihak yg berada diluar wilayah yurisdiksi pengadilan
disampaikan melalui tabayun/pendelegasian pemanggilan
kepada Pengadilan yang mewilayahi pihak ybs
 Pihak yang berada diluar negeri relaas/panggilan disampaikan
kepada KBRI melalui Kementerian Luar Negeri dg tenggang
waktu minimal 6 bulan
 Pihak yang tak diketahui alamatnya/ghoib pemanggilannya
melalui mass media seperti radio dan koran dlm tenggang
waktu 4 bulan.

2. Usaha Perdamaian dan Mediasi


- Pada sidang pertama, Ketua Majelis mencocokkan identitas
para pihak dan cheking apakah tergugat telah menerima
panggilan/relaas lengkap dg lampiran surat gugatan
penggugat
- Sebelum memeriksa pokok perkara, melakukan perdamaian
dan proses mediasi berdasar ps. 130 HIR/154 RBg. Yang
dijabarkan dg PERMA No.01/ 2008 dan PERMA No. 1/2016
tentang prosedur mediasi di pengadilan
- Mediator adalah Hakim yang ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan, atau mediator dari luar pengadilan yang telah
bersertifikat dari Lembaga yang terakreditasi oleh
Mahkamah Agung
- Hasil mediasi jika gagal mendamaikan kedua belah pihak
maka mediator wajib memberi laporan kepada Majelis yang
menangani perkara ybs, untuk selanjutnya guna memeriksa
pokok perkara
- Apabila mediasi berhasil mendamaikan kedua pihak ,
maka pada waktu sidang dibuatkan Putusan berupa Akta
Perdamaian yang kedua pihak dihukum untuk menepati isi
perjanjian dalam perdamaian, akta Perdamaian tsb akan
berkekuatan sama dengan putusan biasa dan dijalankan
eksekusinya sebagaimana putusan biasa. Tetapi tak dapat
dimintakan banding, kasasi.
Kelalaian Majelis Hakim yang tidak melaksanakan upaya
mediasi akan berakibat putusannya batal demi hukum.

3. Jawab menjawab dalam persidangan


a. Pembacaan gugatan
- Pembacaan gugatan dilakukan oleh majelis hakim, pada
tahab ini penggugat dapat mencabut perkaranya atau
merubahnya
- Pembacaan gugatan tidak perlu dilakukan, jika penggugat
atau kuasanya tidak hadir dua kali persidangan, maka
perkara dinyatakan gugur.
- Surat gugatan yang dibacakan tidak memenuhi syarat formil,
majelis hakim dapat menjatuhkan putusan negative, yaitu :
 Jika surat gugatan kurang sempurna penyebutan
identitas maupun duduk perkaranya, perkara akan
dinyatakan kabur
 Surat gugatan diajukan oleh orang yang tidak berhak,
seperti seorang ayah mengajukan perkara cerai untuk
anaknya, gugatan ini tidak diterima karena error in
persona.
 Surat gugatan yang substansi/pokok perkaranya
bukan kewenangan mutlak peradilan agama, hal ini
Tergugat dapat mengajukan tangkisan (eksepsi)
tentang kewanangan relative
 Isi gugatannya kabur (obscuur libel), karena antara
posita dengan petitum tidak ada kesesuaian, gugatan
ini akan dinyatakan tidak diterima / di NO (Niet
onvankelijk verklaard )
 Pokok perkaranya dan para pihaknya pernah diperiksa
dan diputus dan berkekuatan hukum tetap, ini akan
dinyatakan tidak dapat diterima karena nebis in idem.
 Gugatan yang diajukan ternyata belum saatnya
(premature) spt gugatan warisan yang pewarisnya
belum meninggal.
 Gugatan yang kedaluwarsa (telah lampau waktu)
seperti pembatalan nikah yang diajukan setelah 6
bulan setelah tidak ada ancaman, atau pada masalah
yang salah sangka.
# Untuk gugatan yg memuat permohonan sita jaminan
maka dapat diperiksa permohonan sita jaminan tersebut
pada sidang pertama atau pada sidang lanjutan sebelum
perkara diputus, untuk menerima atau menolak
permohonan sita jaminan tsb dengan putusan sela.

b. Jawaban Tergugat
- Jawaban hanya diterapkan pada perkara gugatan
(contentiosa) bukan perkara permohonan (voluntair)
- Jawaban Tergugat berupa :
1) Eksepsi (tangkisan)
 Eksepsi prosessual/formil
 Obscuur libel /kabur
 Declinatoir krn nebis in idem
 Diskualifikatoir karena error in persona
 Kompetensi absolut atau relatif
 Eksepsi materiel
 Dilatoir / ditunda karena belum memenuhi
syarat hukum
 Peremtoir / menghalangi dikabulkan
tuntutan karena daluwarsa
2) Pengakuan, membenarkan sebagian atau
seluruhnya
3) Bantahan / sangkalan / sanggahan terhadap
pokok perakara
4) Reverte, tidak membantah dan tidak
membenarkan, terserah kebijaksanaan hakim
5) Gugat balik / rekonvensi, dapat diajukan selama
masih dalam proses jawab menjawab.
c. Replik (repliek)
Adalah tanggapan penggugat atas jawaban yang
disampaikan Tergugat, isinya mempertegas dan
memperjelas lebih rinci tentang gugatan penggugat,
adapun jika terdapat rekonvensi/gugat balik dari
tergugat maka penggugat dapat mengakui ataupun
membantah yang dituangkan dalam bentuk posita dan
petitum dalam rekonvensi.

d. Duplik (dupliek)
Adalah merupakan sikap akhir dari tergugat terhadap
gugatan yang diajukan penggugat, sekaligus tahab akhir
dari proses jawab menjawab. Dan jika terdapat
rekonvensi maka tergugat dapat mengajukan replik
dalam rekonvensi.
e. Rereplik dalam rekonvensi.
Adalah berupa duplik yang diajukan penggugat dalam
rekonvensi, untuk menanggapi replik dalam rekonvensi
yang diajukan Tergugat

4. Pembuktian
Pembuktian dalam perkara perdata tidak mensyaratkan adanya
keyakinan Hakim, sehingga cukup digantungkan kepada
kebenaran formil, Hakim harus aktif tetapi terikat pada pristiwa
yang diajukan para pihak. Sedangkan perkara pidana
mensyaratkan adanya keyakinan Hakim, hakim harus aktif
mencari kebenaran, karena yang dicari kebenaran materiel, hakim
tak terikat pada peristiwa yang adiajukan jaksa maupun terdakwa.

Macam-macam alat bukti berdasar pasal 164 HIR yaitu :


a. Alat bukti tertulis
b. Alat bukti saksi
c. Persangkaan
d. Pengakuan, dan
e. Sumpah

 Alat bukti tertulis


Dalam perkara perdata merupakan alat bukti yang utama dan
pertama yang diminta oleh majelis, dan dibebankan para pihak
berperkara, apabila alat bukti tertulis yang diminta oleh ketua
majelis tidak ada, lalu majelis memerintahkan untuk
mengajukan alat bukti berikutnya berupa saksi-saksi.

Bukti tertulis berupa surat akta dan bukan akta :


1) Akta adalah surat tanda bukti yang ditanda tangani yang
berkepentingan, ada 3 macam
- Akta otentik, yang dibuat didepan pejabat pembuat
akta (spt. Notaris, Camat, bupati, gubernur)
sebagai bukti bersifat sempurna dan mengikat.(
165 HIR)
- Akta dibawah tangan, yang dibuat para pihak untuk
pembuktian tanpa bantuan pejabat pembuat akta (
spt. surat perjanjian bermeterai yang ditanda
tangani dua pihak).(1875-1876 KUHPerdata)
- Akta sepihak, sebagai surat pengakuan spt
kwitansi.
2) Bukan akta, yaitu segala macam surat yang dibuat bukan
untuk dijadikan alat bukti, spt register.
 Saksi
Yaitu orang yang memenuhi syarat tertentu didepan sidang
yang menerangkan tentang peristiwa/keadaan yang dilihat,
didengar dan dialami sendiri (diatur ps. 139-152, 168-172 HIR
dan ps. 1895,1902-1912 KUHPerdata)
Keterangan dari seorang saksi saja tanpa bukti lainnya, tidak
dapat dipercaya (unus testis nullus testis =satu saksi bukan
saksi ps.1905 dan 169 HIR)
 Persangkaan
(ps 1915-1915 KUHPerdata, 173 HIR)
Adalah merupakan dugaan-dugaan penting, seksama, tertentu
dan sesuai satu sama lainnya, dapat dijadikan alat bukti spt.
Faximil, email, SMS, foto copy, rekaman dll siring dg
perkembangan teknologi.
 Pengakuan
Ps. 174-176 HIR / 311-313 RBg pengakuan yang diucapkan
didepan hakim cukup menjadi bukti.
- Pengakuan murni, mempunyai nilai bukti sempurna,
mengikat dan menentukan
- Pengakuan bersyarat, tidak bernilai sempurna tetapi
hanya bukti permulaan yang hrs dg bukti lainnya
 Sumpah
Ps. 155-158 dan 177 HIR / 182-185 dan 314 RBg.Adalah
merupakan ucapan/tindakan bersifat religius yang digunakan
dipersidangan diperadilan
- Sumpah suppletoir pelengkap
- Sumpah penaksir, menetukan ganti rugi
- Sumpah decisoir /pemutus
- Sumpah lian
# Pemeriksaan setempat (discente) dan (saksi) ahli dapat dilakukan
dalam pemeriksaan jika diperlukan untuk memperjelas bukti yang diajukan
oleh para pihak ( 153 dan 154 HIR).

Catatan : agar diperhatikan semua keterangan dosen saat penyampaian


kuliahnya.

oooooooooooooooo

Anda mungkin juga menyukai