Anda di halaman 1dari 7

1.

Hukum Acara Perdata Indonesia bersumber dari berbagai peraturan, sebutkan dan jelaskan
sumber-sumber Hukum Acara Perdata yang Anda ketahui?
Jawab :

Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin
ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim .
Hukum acara perdata hanya digunakan untuk menjamin hukum materiil perdata agar ditaati.
Ketentuan –ketentuan dalam hukum acara perdata pada umumnya tidaklah membebani hak
dan kewajiban kepada seseorang sebagaimana dijumpai dalam hukum materiil perdata tetapi
melaksanakan serta mempertahankan / menegakkan kaidah hukum materiil perdata yang ada.
Didalam hukum acara perdata dikenal sumber hukum yang menjadi bahan acuan,bukan saja
yang terbatas pada kategori sumber hukum, tetapi dijumpai juga sumber hukum yang tidak
dikenal .
Sumber hukum acara perdata adalah tempat dimana ditemukan peraturan hukum acara perdata
yang berlaku di negera indonesia yaitu :
1. Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
Hukum acara perdata dalam HIR dituangkan pada Pasal 115 - 245 yang termuat dalam BAB
IX, serta beberapa Pasal yang tersebar antara lain Pasal 372 - 394. Pasal 115 s/d Pasal 117
HIR tidak berlaku lagu sehubungan dihapusnya pengadilan kabupaten oleh UU No. 1 Darurat
(Drt) Tahun 1951, dan peraturan mengenai banding dalam Pasal 188 - 194 HIR juga tidak
berlaku lagi dengan adanya Undang - Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Pengadilan
Ulangan dijawa dan Madura. Sumber hukum acara ini berlaku untuk Jawa dan Madura.

2. Rechtsreglement Voor De Buitengewesten (RBg.)


RBg adalah hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah - daerah luar pulau jawa dan
madura. RBg terdiri dari lima Bab dan Bab Tujuh ratus dua puluh tiga pasal yang mengatur
tentang pengadilan pada umumnya. Dan hukum acara pidananya tidak berlaku lagi dengan
adanya Undang - Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.

3. Burgelijk Wetboek (BW)


BW (Kitab Undang - Undang hukum Perdata) meskipun sebagai kodifikasi hukum perdata
materiel, namun juga memuat hukum acara perdata,terutama dalam Buku IV tentang
pembuktian dan Kedaluwarsa (Pasal 1865 - 1993).

4. Undang-Undang no.48 tahun 2009


Tentang kekuasaan kehakiman yang diundangkan pada 29 oktober 2009 yang memuat
beberapa ketentuan tentang hukum acara perdata.

5. Undang-Undang no. 3 tahun 2009


Undang-Undang ini mengatur tentang susunan MA , temasuk pemeriksaaan kasasi ,
pemeriksaan tentang sengketa kewenangan mengadili dan peninjauan kembali.
6. Undang-Undang no. 49 tahun 2009
Undang-Undang ini selain memuat ketentuan hukum acara perdata juga mengatur susunan
serta kekuasaan pengadilan di lingkungan peradilan umum .

7. Yurisprudensi
Merupakan sumber hukum acara perdata ,antara lain putusan MA tertanggal 14 April
1971 No. 99 K/Sip /1971 yang menyeragamkan hukum acara dalam perceraian bagi
mereka yang tunduk pada BW dengan tidak membedakan antara permohonan untuk
mendapatkan izin guna mengajukan gugat percaraian dan gugatan perceraian itu sendiri .
Dalam arti bahwa hakim harus mengusahakan terwujudnya perdamaian di dalam
persidangan sebagaimana diatur dalam pasal 53 HOCI.

8. Adat kebiasaan hakim dalam memeriksa perkara.


Wirjono Prodjodikoro(1975), mengatakan bahwa adat kebiasaaan yang dianut oleh para
hakm dalam melakukan pemeriksaan perkara juga sebagai sumber dari hukum acara
perdata . Mengingat bahwa hukum acara perdata dimaksudkan untuk menjamin
ditegakkannya hukum perdata materiil yang berarti mempertahankan tata hukum
perdata , pada asasnya hukum acara perdata bersifat mengikat dan memaksa . Sementara
itu , adat kebiasaan hakim dapat melakukan pemeriksaan perkara perdata yang tidak
tertulis dalam melakukan pemeriksaan tidak akan menjamin kepastian hukum.

9. Perjanjian Internasional .
Hal ini terjadi misalnya pada perjanjian kerja sama di bidang peradilan antara Republik
Indonesia dan Kerajaan Thailand . Di dalam perjanjian ini terdapat kesepakatan
mengadakan kerja sama dalam menyampaikan dokumen-dokumen pengadilan dan
memperoleh bukti-bukti perkara hukum perdata dan dagang . Setiap warga dari kedua
belah pihak akan mendapat keleluasaan berperkara dan menghadap ke pengadilan di
wilayah pihak yang lainnya dengan syarat yang sama seperti warga Negara pihak itu.
Masing-masing pihak akan menunjuk satu instansi yang berkewajiban untuk mengirimkan
dan menerima permohonan penyampaian dokmen panggilan . Insatansi untuk Republik
Indonesia adlah Direktorat Jendral Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen
Kehakiman, sedangkan Kerajaan Thailand adalah Office of Judicial Affairs of the Ministry
of Justice.

10. Doktrin atau ilmu pengetahuan .


Hal ini merupakan sumber hukum acara perdata atau sumber tempat hakim dapat
menggali hukum acara perdata . Akan tetapi doktrin bukanlah hukum . Kewibawaan ilmu
pengetahuan karena didukung oleh para pengikutnya serta sifat objektif dari ilmu
pengetahuan itu menyebabkan putusan hakim bernilai objektif.
11. Instruksi dan Surat Edaran MA
Hal ini merupakan sumber tempat hakim yang dapat menggali hukum acara perdata
ataupun hukum acara materiil .
SEMA Nomor 6 Tahun 1992 Tentang Penyelesaian Perkara di Pengadilan Tinggi dan
Pengadilan Negeri, SEMA Nomor 3 Tahun 2000 Tentang Putusan Serta Merta (uit voerbaar
bij voorraad) dan Provisionil, SEMA Nomor 4 Tahun 2001 Tentang Permasalahan Putusan
Serta Merta (uit voerbaar bij voorraad), SEMA Nomor 10 Tahun 2005 Tentang Bimbingan
dan Petunjuk Pimpinan Pengadilan Terhadap Hakim / Majelis Hakim dalam Menangani
Perkara.

2. Ketika Anda memiliki masalah hukum, namun Anda tidak mengetahui itu kewenangan siapa,
maka Anda harus tahu kasus yang terjadi tersebut dikategorikan sengketa apa. Menurut Anda
jenis-jenis dari sengketa hukum itu apa saja? Jelaskan jawaban Anda!
Jawab :
Sengketa adalah perselisihan yang timbul dalam masyarakat yang dapat disebabkan
perbedaaan kepentingan diantara masyarakat . apabila sengketa tersebut disebabkan suatu
peristiwa hukum maka sengketa tersebut dikenal dengan sengketa hukum . Namun , apabila
tidak ada dasar hukumnya maka hal tersebut bukan sengketa hukum .
Tindakan pertama dalam menyelesaikan sengketa hukum adalah penyelesaian secara damai.
Namun , apabila tidak tercapai perdamaian maka langkah yang dapat ditempuh adalah dengan
meminta bantuan pengadilan .
Penyelesaian sengketa hukum dengan pertolongan pengadilan diawali dengan diberikannya
peringatan (somasi) oleh pihak yang merasa dirugikan . Dan , apabila peringatan itu tidak
diindahkan/dipedulikan maka pihak yang dirugikan (penggugat) mempersiapkan gugatan yang
berisi tuntutan hak karena adanya sengketa hukum .

Berikut ini adalah beberapa jenis sengketa hukum :


a. Sengketa Yurisdiksi (Geschillen Van Rechtsmacht) .
Sengketa ini antar pengadilan yang satu dengan pengadilan yang lain tentang kewenangan
mengadili (kompetensi) baik yang absolut maupun relative yang dapat dibedakan menjadi

 Sengketa Yurisdiksi positif .
Disini masing-masing pengadilan merasa berwenang mengadili .
Dalam kewenangan absolut, , misalnya : pengadilan negeri, pengadilan tersebut
merasa berwenang mengadili suatu perkara demikian juga pengadilan agama .
Dalam hal terjadi sengketa demikian ini , yang berwenang menyelesaikan adalalah
Mahkamah Agung.
Sedangkan dalam kewenangan yang relative , misalna : pengadilan negeri semarang
merasa berwenang mengadili suatu perkara akan tetapi pengadilan negeri Kendal
juga merasa berwenang mengadili . Maka , yang akan menyelesaikan adlah
pengadilan tinggi Jawa tengah di semarang.

 Sengketa Yurisdiksi negative .


Disini masing-masing pengadilan merasa tidak berwenang untuk mengadili suatu
perkara.
Dalam kewenangan absolut , pengadilan negeri merasa tidak berwenang karena
yang dianggap berwenang adlah pengadilan agama. Namun , pengadilan agama
juga merasa tidak berwenang mengadili dengan alasan yang berwenang adalah
pengadilan negeri .
Dalam kewenangan relative , pengadilan negeri semarang merasa tidak
berwenang mengadili suatu perkara , yang dianggap berwenang adlah penagadilan
negeri Kendal , sedangkan pengadilan negeri Kendal beranggapan bahwa yang
berwenang mengadili adalah pengadilan negeri semarang.

b. Sengketa Eksekusi .
Perlawanan terhadap pelaksanaan putusan (eksekusi) dibedakan menjadi :
 Perlawanan dari pihak tereksekusi .
Pada pasal 197 ayat (8) mengatakan , eksekusi dapat dilakukan terhadap seluruh
harta kekayaan debitur tetapi eksekusi tidak boleh dilakukan terhadap hewan dan
perkakas yang benar-benar diperlukan untuk mencari nafkah .
 Perlawanan dari pihak ketiga .
Dalam arti bukan pihak yang berperkara akan tetapi barang miliknya ikut serta
dieksekusi (sita), misalnya sepeda motor milik pihak ketiga yang sedang dipinjam
oleh tereksekusi ikut disita pada saat pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan
yang mengalahkan tereksekusi maka pihak ketiga dapat mengajukan perlawanan .

c. Sengketa Prayudisial .
 Sengketa mengenai tidak diikutinya tertib proses , misalnya asas pemusatan
jawaban dilanggar. Maka dalam mengajukan jawabannya tergugat harus
memenuhi ketentuan tentang pemusatan jawaban . Jika hal ini tidak dilaksanakan
maka pihak lawan mengajukan keberatan .
 Pelanggaran dalm pelaksanaan yurisdiksi voluntaria tidak dilakukan dalam siding
tertutup . jika hakim memaksakan siding tertutup maka dapat mengajukan
keberatan .

d. Sengketa Pemerintahan (Bestuur Geschillen).


Disini , seseorang menggugat pemerintah karena tindakan pemerintah menyimpang dari
ketentuan yang berlakuk sehingga menimbulkan kerugian pada seseorang. Sengketa
seperti ini diselesaikan oleh pengadilan negeri.

e. Sengketa Pemerintahan Berdasarkan Hukum Publik .


Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan berdasar ketentuan hukum public telah
merugikan seseorang . maka sengketa seperti ini diselesaikan oleh pengadilan tata usaha
Negara.

f. Sengketa Hukum yang Diakibatkan Adanya Perbuatan Melawan Hukum.


3. Jika Anda digugat oleh pihak lain , akan tetapi pada saat sidang pertama Anda oleh hakim
diputus verstek, coba Anda jelaskan apa saja yang Anda ketahui tentang verstek? Apa alasan
putusan verstek?
Jawab :
Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga
mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut.
Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek
itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Maksud utama sistem verstek dalam hukum acara adalah mendorong para pihak untuk
menaati tata tertib beracara sehingga proses pemeriksaan penyelesaian perkara terhindar dari
anarki atau kesewenangan .
Dalam hal ini, hakim berwenang untuk menjatuhkan putusan diluar hadir atau tanpa hadirnya
tergugat, dengan syarat:
a. Tergugat tidak datang menghadiri sidang pemeriksaan yang ditentukan tanpa alasan yang
sah; atau
b. Tergugat tidak pula memerintahkan orang lain untuk mewakilinya di persidangan;
c. Tergugat telah diajukan di persidangan secara sah dan patut, tetapi tidak datang ke
persidangan;
d. Tergugat tidak mengajukan eksepsi/tangkisan mengenai kewenangan;
e. Penggugat hadir di pengadilan dan permohonan putusan.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, hakim untuk menjatuhkan putusan verstek yang berisi
diktum:

1. Mengabulkan Gugatan Penggugat secara keseluruhan atau sebagian, atau


2. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima, atau
Menolak Gugatan Penggugat.

Berdasarkan Pasal 129 ayat (1) HIR atau Pasal 83 Rv, menegaskan bahwa:
"Tergugat, yang dihukum sedang ia tidak hadir (verstek) dan tidak menerima putusan itu, dapat
mengajukan perlawanan atas putusan itu."
Berdasarkan Pasal 125 ayat (3) HIR atau Pasal 78 Rv menyatakan bahwa:
Jika surat gugatan diterima, maka atas perintah meminta pemberitahuan keputusan pengadilan
negeri kepada orang yang itu serta menjelaskan pula kepadanya, bahwa ia berhak memajukan
perlawanan (verzet) di dalam tempo dan dengan cara yang ditentukan pada pasal 129 tentang
keputusan verstek di muka pengadilan. ”
Melihat kedua ketentuan tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa apabila tergugat menerima
putusan verstek , maka tergugat berhak mengajukan perlawanan ( verzet ) terhadap
putusan verstek tersebut.

Upaya perlawanan / verzet dapat diajukan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah
pemberitahuan mengenai adanya putusan verstek kepada Tergugat apabila pemberitahuan
tersebut langsung disampaikan kepada yang bersangkutan. Jika pemberitahuan itu tidak
langsung diberitahukan kepada tergugat sendiri dan pada waktu aanmaning (peringatan)
tergugat, waktu sampai pada hari kedelapan sebelum aanmaning .
Jika tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning , maka tenggang waktunya adalah delapan hari
sebelum sita eksekusi dilaksanakan, sesuai dengan ketentuan Pasal 129 ayat (2) HIR jo. Pasal 207
RBg. Perkara mengenai verzet terhadap verstekdidaftar dalam satu nomor perkara dengan
perkara mengenai verstek .

Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara v erzet atas v erstek harus memeriksa gugatan
yang telah diputus verstek secara keseluruhan. Pemeriksaan perkara verzet dilakukan secara
biasa.
Apabila hearts Pemeriksaan v erzet parties Penggugat asal (Terlawan) Tidak Hadir, Maka
Pemeriksaan dilakukan Beroperasi contradictoire , akan tetapi apabila Pelawan Yang tidak Hadir,
Maka Hakim menjatuhkan Putusan verstek untuk review kedua kalinya.
Terhadap putusan verstek yang didasarkan kedua kali ini tidak dapat diajukan perlawanan,
tetapi bisa diajukan upaya hukum banding Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153 ayat(5) RBg.

 
Sumber referensi : BMP ( HUKUM ACARA PERDATA ) , dan djkn.kemenkeu.com , hukumacara
perdata .go.id

TERIMA KASIH ….

Anda mungkin juga menyukai