Team Teaching
PERTEMUAN
II
Pengertian Hukum Acara Perdata
Menurut L.J. van Apeldoorn, hukum perdata dibagi dalam
hukum perdata materil dan hukum perdata formil. Hukum
perdata materil mengatur kepentingan-kepentingan perdata,
sedangkan hukum perdata formil mengatur pertikaian hukum
mengenai kepentingan-kepentingan perdata atau dengan
perkataan. lain, cara mempertahankan peraturan-peraturan
hukum perdata materiil dengan pertolongan hakim.
Hukum acara perdata juga merupakan Kaidah hukum yang mengatur cara dan
prosedur hukum dalam mengajukan, memeriksa, memutuskan, dan
melaksanakan putusan tentang tuntutan hak dan kewajiban tertentu sehingga
menjamin tegaknya hukum perdata materiil melalui lembaga peradilan.
Bertolak kepada aspek toeritis dalam praktek peradilan, maka pada dasarnya
hukum acara perdata adalah :
1. Peraturan hukum yang mengatur dan menyelenggarakan bagaimana
proses seseorang mengajukan perkara perdata kepada hakim/pengadilan.
Dalam konteks ini, pengajuan perkara perdata timbul karena adanya orang
yang merasa haknya dilanggar orang lain, kemudian dibuatlah surat gugatan
sesuai syarat peraturan perundang-undangan.
2. Peraturan hukum yang menjamin, mengatur dan menyelenggarakan
bagaimana proses hakim mengadili perkara perdata. Dalam mengadili perkara
perdata, hakim harus mendengar kedua belah pihak berperkara. Disamping itu
juga, proses mengadili perkara, hakim juga bertitik tolak kepada peristiwanya
hukumnya, hukum pembuktian dan alat bukti kedua belah pihak sesuai
ketentuan perundang-undangan selaku positif (Ius Constitutum)
3. Peraturan hukum yang mengatur proses bagaimana caranya hakim
memutus perkara perdata.
LANJUTAN
7. Yurisprudensi.
Yurisprudensi merupakan sumber pula dari pada hukum acara perdata, antara
lain dapat disebutkan putusan Mahakamh Agung tertanggal 14 April 1971 Nomor 99
K/Sip/197122 yang menyeragamkan hukum acara dalam perceraian bagi mereka
yang tunduk pada BW dengan tidak membedakan antara permohonan untuk
mendapatkan izin guna mengajukan gugat perceraian dan gugatan perceraian itu
sendiri yang berarti bahwa hakim harus mengusahakan perdamaian di dalam
persidangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 HOCI.