Anda di halaman 1dari 13

Mekanisme Perkembangan Penyelesaian Perkara Perdata

dalam Sistem Hukum Acara Perdata Indonesia dan Tantangan


Pelaksanaan Pengadilan dalam Masa Pandemi COVID-19

A. PENDAHULUAN
Hukum perdata merupakan hukum yang mengatur hubungan antar
perseorangan dengan tujuam untuk melindungan kepentingan individu.
Keseluruhan mengenai hukum perdata diatur di KUHPerdata yang terdiri dari 4
(empat) buku yaitu buku I mengatur tentang orang atau van personnen, buku II
mengatur tentang benda atau van zaken, buku III mengatur tentang perikatan atau
van verbintenissen dan buku IV mengatur tentang pembuktian dab kadaluwarsa
atau van bewijs en venjaring. Dalam sistematika ilmu hukum pembagian hukum
perdata sedikit berbeda yaitu bagian pertama mengatur tentang hukum perorangan,
bagian kedua mengatur tentang hukum keluarga, bagaian ketiga mengatur tentang
hukum harta kekayaan dan bagian keempat mengaur tentang hukum warisan.1
Hukum perdata sebagai hukum formil memiliki kedudukan yang penting
dalam penegakan hukum khususnya dalam menegakkan hukum perdata ( materiil )
di ranah peradilan. Sebagai hukum formil, hukum perdata bertujuan untuk
menegakkan dan menjamin hukum perdata ( materiil ) ditaati di dalam pratek
pengadilan. Maka dari itu, hukum perdata saling berkaitan dengan hukum acara
perdata bahkan tidak dapat dipisahkan.2 Hukum acara perdata menurut Wiryono
Prodjodikoro adalah sekumpulan peraturan yang menjelasakan tentang bagaimana
cara seseorang harus bertindak atau bersikap di dalam ranah pengadilan dan
bagaimana cara pengadilan harus bertindak untuk melaksanakan perturan
hukum perdata.3

1
Tan Kamello, Hukum Perdata: Hukum orang& Keluarga, (Medan: USU
Press,2011),hlm.11
2
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Hukum Acara Perdata
Indonesia, (Yogyakarta:Liberty,1998),hlm.5.
3
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: Sumur Batu, 1962),
hlm. 12.
Di Indonesia, menggunakan ketentuan hukum acara perdata peninggalan
Pemerintah Hindia Belanda sehingga tidak dapat mengikuti atau tidak sesuai
dengan kondisi masyarakat dan keaadan Indonesia sekarang, maka dari itu
dibutuhkan pembaharuan dalam ketentuan hukum acara perdata agar terdapat
keseimbangan dengan keadaan jaman sekarang.
Indonesia sedang mengalami Pandemi Covid-19 yang berakibat
mengharuskan masyarakat untuk melakukan adaptasi kebiasaan baru (new normal)
yakni menjalankan rutinitas dengan mematuhi protokol kesehatan dan menjaga
jarak (physical distancing). Pandemi Covid-19 ini pun berimbas pada pelaksanaan
proses persidangan di pengadilan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah pengertian dan tujuan dari hukum acara perdata ?
2. Bagaimanakah upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan dalam proses
penyelesaian perkara perdata ?
3. Apakah ada pembaharuan untuk mekanisme penyelesaian perkara perdata
dalam sistem hukum acara perdata Indonesia ?
4. Bagaimanakah tantangan penyelesaian perkara perdata dalam masa
pandemi
covid-19 ?

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian dan Sumber Hukum Acara Perdata
Hukum acara perdata melaksanakan dan mempertahankan atau
menegakkan kaidah hukum perdata yang ada atau melindungi hak
perseorangan sedangkan hukum perdata lebih mengatur tentang hak dan
kewajiban seseoranag terhadap yang lain, hal tersebutlah yang membedakan
antara hukum acara perdata dengan hukum perdata di dalam sistem hukum
Indonesia. Hukum acara perdata digunakan untuk menjamin terlaksananya
Hukum perdata. Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum acara perdata
merupakan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin
ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim. Dengan
perkataan lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang
menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata
materiil. Hukum acara perdata lebih mengatur mengenai bagaimana caranya
mengajukan tuntutan hak, memeriksa, memutusnya dan pelaksaannya
terhadap putusaanya. Tuntutan dibuat dengan tujuan untuk memperoleh
perlindungan hukum yang diberikan oleh pengadilan agar mencegah
Tindakan menghakimi sendiri.4
Menurut R. Soepomo menyatakan bahwa Hukum Acara Perdata
adalah dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata
hukum perdata (hurgelijk rechtsorde), menetapkan apa yang ditentukan oleh
hukum dalam suatu perkara.5 Pengertian Hukum Acara Perdata menurut
Sudikno Mertokusumo memberikan batasan pada pengertian Hukum Acara
Perdata, tetapi menurut R. Soepomo lebih mengartikan Hukum Acara
Perdata tanpa memberikan suatu batasan tertentu tetapi melalui visi tugas
dan peranan hakim.
Jadi jika diliat dari beberapa pengertian dapat disimpulkan bahwa
hukum acara perdata bertujuan untuk menjamin ditaatinya hukum perdata
materiil dan memuat aturan tentang cara melaksanakan dan
mempertahankan atau menegakan kaidah-kaidah yang termuat dalam
hukum perdata materiil.
Dalam praktik perdilan hukum acara perdata memiliki sumber-
sumber hukum yaitu, pertama, Herziene Indonesisch Reglement (HIR) HIR
ini dibagi dua yaitu bagian hukum acara pidana dan acara perdata, yang
diperuntukkan bagi golongan Bumiputra dan Timur Asing di Jawa dan
Madura untuk berperkara di muka Landraad. Bagian acara pidana dari Pasal
1 sampai dengan 114 dan Pasal 246 sampai dengan Pasal 371. Bagian acara
perdata dari Pasal 115 sampai dengan 245. Sedangkan titel ke 15 yang
merupakan peraturan rupa-rupa (Pasal 372 s.d 394) meliputi acara pidana
dan acara perdata. Kedua, Reglement Voor de Buitengewesten (RBg) Rbg
yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ordonansi 11 Mei 1927 adalah pengganti
berbagai peraturan yang berupa reglemen yang tersebar dan berlaku hanya

4
Sudikno Mertokusumo, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty.
hlm.2.
5
Soepomo. R, 1994, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta, Pradnya Piramita,
hlm. 13
dalam suatu daerah tertentu saja. RBg berlaku untuk di luar Jawa dan
Madura. Ketiga, Reglement op de Burgelijke Rechtvordering (RV) Adalah
reglemen yang berisi ketentuan-ketentuan hukum acara perdata yang
berlaku khusus untuk golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan
mereka untuk berperkara di muka Raad Van Justitie dan Residentie
Gerecht. 3. Adat Kebiasaan 4. Doktrin 5. Instruksi dan Surat Edaran
Mahkamah Agung 6. Yurisprudensi 7. Undang-Undang No 14 Tahun 1970
yang diubah dengan UU No 4 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman yang memuat juga beberapa hukum acara. 8. Di
Tingkat banding berlaku UU No 20 Tahun 1947 untuk Jawa dan Madura 9.
Undang-Undang No 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung.

2. Upaya-Upaya Hukum Terhadap Putusan Dalam penyelesaian perkara


perdata.
Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-
undang kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu guna
melawan putusan hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas
dengan putusan hakim yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan, tidak memenuhi rasa keadilan. Hal ini dikarenakan hakim juga
seorang manusia yang dapat melakukan kesalahan/kekhilafan, sehingga
salah memutuskan atau memihak salah satu pihak.6 Tujuan utama dalam
suatu proses di pengadilan adalah mendapatkan putusan hakim yang
berkekuatan hukum tetap. Tetapi, seetiap putusan yang telah dijatuhkan
belum tentu menjamin adanya kebenaran yang yuridis bahkan mengandung
kekeliruan dan tidak mustahil bersifat memihak. Maka dari itu, agar
kekeliruan tersebut dapat diperbaiki dimungkinkan untuk diperiksa ulang
demi tegaknya keadilan.
Upaya hukum dibedakan antara Upaya Hukum  biasa dengan Upaya
Hukum Luar Biasa. Upaya Hukum Biasa pada asasnya ialah terbuka
untuk setiap putusan, upaya hukum ini biasanya diajukan di setiap putusan
selama tenggang waktu pengajuan upaya hukum tersebut tidak

6
Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prenamedia Group, 2016),
hlm. 135.
dilanggar oleh para pihak. Upaya hukum tersebut bisadilakukan oleh para
pihak asal tidak melewati tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-
undang. Jenis Upaya Hukum Biasa diantaranya yaitu, Upaya Hukum
Verzet, Upaya HukumBanding dan Upaya Hukum Kasasi.Upaya Hukum
Luar Biasa tentunya adalah upaya hukum yang diluar upaya hukum biasa
yang telah disebutkan pada Upaya Hukum Biasa tersebut, diantaranya yaitu,
PeninjauanKembali (PK) dan Perlawanan dari Pihak Ketiga (denderverzet )
terhadap sita eksekutorial.Upaya hukum luar biasa dilakukan terhadap
putusan yang telah mempunyai kekuatan hukumtetap dan pada asasnya
upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi.

A. Upaya hukum biasa


Upaya hukum biasa merupakan upaya hukum yang digunakan
untuk putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya ini
mencakup sebagai berikut:
- Perlawanan/verzet
Suatu upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya
tergugat (putusan verstek). Dasar hukum verzet dapat dilihat
di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam
tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah
putusan putusan verstek diberitahukan atau disampaikan
kepada tergugat karena tergugat tidak hadir.
Syarat verzet adalah (pasal 129 ayat (1) HIR):
 keluarnya putusan verstek
 jangka waktu untuk mengajukan perlawanan adalah
tidak boleh lewat dari 14 hari dan jika ada eksekusi
tidak boleh lebih dari 8 hari; dan
 verzet dimasukan dan diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri di wilayah hukum dimana
penggugat mengajukan gugatannya.
- Banding
Banding adalah upaya hukum yang dilakukan apabila salah
satu pihak tidak puas terhadap putusan Pengadilan Negeri.
Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Pokok Kekuasaan dan UU No 20/1947
tentang Peradilan Ulangan. Permohonan banding harus
diajukan kepada panitera Pengadilan Negeri yang
menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947).
Urutan banding menurut pasal 21 UU No 4/2004 jo. pasal 9
UU No 20/1947 mencabut ketentuan pasal 188-194 HIR,
yaitu:
 ada pernyataan ingin banding
 panitera membuat akta banding
 dicatat dalam register induk perkara
 pernyataan banding harus sudah diterima oleh
terbanding paling lama 14 hari sesudah pernyataan
banding tersebut dibuat.
 pembanding dapat membuat memori banding,
terbanding dapat mengajukan kontra memori
banding.
- Kasasi
Menurut pasal 29 dan 30 UU No 14/1985 jo. UU No 5/2004
kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan
dari semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan
akhir.
Putusan yang diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan
banding. Alasan yang dipergunakan dalam permohonan
kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo.
UU No 5/2004 adalah sebagai berikut:
 tidak berwenang (baik kewenangan absolut maupun
relatif) untuk melampaui batas wewenang.
 salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku;
 lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh
peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian dengan batalnya putusan yang
bersangkutan.

B. Upaya Hukum Luar Biasa


Dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak
menangguhkan eksekusi. Upaya hukum luar biasa mencakup :
- Peninjauan Kembali
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang
ditentukan dengan undang-undang, terhadap putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat
dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung
dalam perkara perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang
berkempentingan. Alasan-alasan peninjauan kembali
menurut pasal 67 UU no 14/1985 jo. UU no 5/2004, yaitu:
 ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah
perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-
bukti yang kemudian oleh hakim pidana yang
dinyatakan palsu;
 apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-
surat bukti yang bersifat menentukan yang pada
waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemuksn;
 apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak
dituntut/lebih daripada yang dituntut;
 apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan
belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-
sebabnya
 apabila dalam satu putusan terdapat suatu
kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata.
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan
berkekuatan hukum tetap. (pasal 69 UU 14/1985).
Mahkamah Agung memutus permohonan
peninjauan kembali pada tingkat pertama dan
terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).
- Denderverzet
Terjadi apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan
kepentingan dari pihak ketiga, maka pihak ketiga tersebut
dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan tersebut.
Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR.
Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada
dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang
berperkara saja (pihak penggugat dan tergugat) dan tidak
mnegikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini, hasil putusan akan
mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh ebab itu dikatakan
luar biasa).Denderverzet diajukan ke Pengadilan Negeri
yang memutus perkara tersebut pada tingkat pertama.

3. Pembaharuan Mekanisme Penyelesaian Perkara Hukum Acara


Perdata Dalam Sistem Hukum Acara Perdata di Indonesia
Di Indonesia, hukum acara perdata merupakan peninggalan
pemerintah Hindia Belanda dimana didalamnya belum dapat memenuhi
perkembangan kebutuhan masyarakat Indonesia. Untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, dilakukan pengaturan yang terdapat pada beberapa
Undang-Undang antara lain seperti Undang-Undang No.48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No.14 Tahun 1985
tentang Mahkmah Agung sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
No.5 Tahun 2004 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun
2009.
Dengan adanya pengaturanini menimbulkan tidak konsistennya
antara peraturan yang baru dengan sistem pelaksanaanya, terlebih
pengaturan ini tidak diatur secara rinci . untuk menanggulangi hal tersebut
maka Mahkamah Agung kemudian sesuai dengan kewenangannya membuat
Peraturan Mahkmah Agung (PERMA).7 PERMA tersebut dapat membantu
7
https://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/rechtsvinding_online_PEMBAHARUAN
%20SISTEM %20HUKUM%20ACARA%20PERDATA.pdf Peraturan Mahkamah Agung No. 2
Tahun 2015 (Perma) tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana telah
proses peradilan perdata yang tidak dapat dikatakan efektif, cepat dan
terjangkau.
Berbeda dengan peradilan pidana, dalam peradilan pidana terdapar
acara pemeriksaan singkat dan acara pemeriksaan cepat untuk jenis perkara
tertentu, sedangkan peradilan perdata hanya mengacu pada Het Herziene
Indonesische Reglement (HIR) dan Reglement Buitengewesten (RBg) tidak
memiliki mekanisme yang dianggap mudah untuk penyelesaian sengketa
yang sederhana. Keadaan tersebut berdampak pada sedikitnya jumlah
perkara yang masuk. Kondisi tersebut diatasi oleh MA dengan membentuK
mekanisme gugatan sederhana yang diatur dalam Peraturan Makamah
Agung ( PERMA ).8
Pembaharuan hukum acara perdata memiliki ruang lingkup yang
harus diperhatikan yang meliputi sebagai berikut, pembaharuan muatan
filosofis, yuridis (normatif), dan sosiologis. Pembaharuan muatan filosofis
dimaksudkan untuk mengkaji ulang relevansi konsep dasar dan asasasas
hukum acara perdata, pembaharuan muatan yuridis (normatif) dimaksudkan
untuk mengevaluasi muatan dari norma-norma atau kaidah hukum positif
yang berlaku sekarang ini, sedangkan pembaharuan muatan sosiologis
dimaksudkan agar lahirnya suatu peraturan perundang-undangan baru tidak
mendapat tantangan dari masyarakat.9
Masyarakat yang mecari keadilan sering direpotkan dengan proses
preadilan yang rumit dan panjang. Mekanise atau prosedur yang berbelit-
belit dalam acara pemeriksaan perdata tidak mecerminkan asas sederhana,
cepat dan biaya ringan. Selain itu penyelesaian yang dihasilkan
memposisikan adanya pihak yang menang dan kalah saling berhadapan,
meskipun dituangkan dalam bentuk putusan hakim yang memiliki kekuatan
hukum mengikat bagi para pihak.
Jadi bisa disumpulkan bahwa dalam penyelesaian perkara perdata
diperlukan ketentuan hukum acara perdata yang baru dan dapat menjawab

diundangkan sejak 7 Agustus 2015


8
https://pshk.or.id/blog-id/memangkas-kerumitan-peradilan-perdata/
9
Bambang Sutiyoso, Ruang Lingkup dan Aspek-asoek Pembaharuan Hukum Acara
Perdata di Indonesia, dalam Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM,Vol.9 No.20
segala kebutuhan masyarakat yang dinamis walaupun dengan cara
mengubah, menambah, dan melengkapi HIR, R.Bg yang berlaku sekarang.

4. Tantangan Penyelesaian Perkara perdata dalam Masa pandemi


Covid-19
Dalam masa pandemi Covid-19 semua kegiatan yang memungkin
untuk besentuhan dibatasi sehingga diwajibkan untuk menjaga jarak dengan
semasa. Hal tesebut tentu berdampak dan mempengaruhi pelaksanaan
proses penyelesaian perkara dalam pengadilan salah satunya proses
penyelesaian perkara perdata.
Maka dari itu Mahkamah Agung menciptakan penyelesaian perkara
secara online dan dijuluki dengan e-court atau aplikasi administrasi
perkara berbasis online yaitu hasil dari pada Peraturan Mahkamah Agung
(PERMA)RI No 3 Tahun 2018 tentang Pedoman Administrasi perkara
secara Elektronik di seluruh jenis pengadilan di Indonesia pada Maret
2018 serta diresmikannya aplikasi e-courtini pada Juli 2018.10
E-Court sendiri memiliki makna yakni suatu instrumen pengadilan
diIndonesia selaku wujud pelayanan terhadap warganya dalam perihal
registrasi perkara online, pembayaran menggunakan e-payment,
pemanggilan onlineserta sidang pun dilaksanakan online dengan
catatan penggugat dan tergugat mengirimkan dokumen sidang
(Replik, Duplik, Kesimpulan, Jawaban) kepada pihak pelaksana atau
pengadilan terkait.
Maka dari itu Pelaksanaan perkara di pengadilan yang
mudah, tidak membutuhkan banyak waktu dan tenaga serta menghemat
biaya penyelesaian perkaranya adalah bentuk kerja nyata dari pengadilan
untuk memberikan keadilan serta kepastian hukum terhadap masyarakat.
International Consortium For Court Excellence (ICCE) berpendapat bahwa

10
Fahmi Putra Hidayat and Asni, ‘Efektifitas Penerapan E-Court Dalam Penyelesaian
Perkara Di Pengadilan Agama Makassar’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum Keluarga
Islam, Vol.2, No.1 (2020), h. 104
pengadilan yang memiliki efektifitas dan efisien waktu termasuk salah
satu peradilan yang unggul. Hal tersebut dipengaruhi oleh sarana-sarana
yang ada, salah satu dari itu yakni dalam pemanfaatan teknologi informasi.
Dan Mahkamah Agung Republik Indonesia telah meluncurkan aplikasi
e-court untuk mempermudah seluruh masyarakatnya dalam
menyelesaikan perkaranya hanya dengan berdiam diri di rumah dan
melakukan nya secara online, pada masa Pandemi ini, kita bisa merasakan
efek positif dari pada adanya aplikasi tersebut, salah satunya bisa
meminimalisir virus covid-19 menyebar, karena itu salah satu cara kita
sebagai masyarakat untuk membantu semua pihak dalam membasmi
virus covid-19 ini.
Tantangan dalam pelaksanaan persidangan dalam masa pandemic
yang mengharuskan siding dilakukan secara online yaitu persidangan secara
daring harus tetap memenuhi berbagai asas hukum layaknya persidangan
biasa, seperti terbuka untuk umum, peradilan yang jujur, imparsial, dan
berbagai norma yang diatur dalam KUHAPerdata.

D. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Hukum acara perdata adalah serangkaian peraturan yang bertujuan untuk


menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dan memuat aturan tentang cara
melaksanakan dan mempertahankan atau menegakan kaidah-kaidah yang termuat
dalam hukum perdata materiil.

Upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh undang-undang


kepada seseorang atau badan hukum untuk hal tertentu guna melawan putusan
hakim sebagai tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas dengan putusan hakim
yang dianggap tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, tidak memenuhi rasa
keadilan. Upaya hukum dibedakan antara Upaya Hukum  biasa dengan Upaya
Hukum Luar Biasa. Upaya Hukum Biasa pada asasnya ialah terbuka untuk setiap
putusan, upaya hukum ini biasanya diajukan di setiap putusan selama tenggang
waktu pengajuan upaya hukum tersebut tidak dilanggar oleh para pihak. Upaya
hukum tersebut bisadilakukan oleh para pihak asal tidak melewati tenggang waktu
yang ditentukan oleh undang-undang.

Dalam penyelesaian perkara perdata diperlukan ketentuan hukum acara


perdata yang baru dan dapat menjawab segala kebutuhan masyarakat yang dinamis
walaupun dengan cara mengubah, menambah, dan melengkapi HIR, R.Bg yang
berlaku sekarang karena hukum acara perdat di Indonesia yang merupakan
peninggalan Hindia Belanda sudah using dan dianggap tidak sesuai dengan kondisi
di Indonesia.

Dilihat dari kondisi Indonesia pada masa pandemic Covid-19 yang


mewajibkan untuk menjaga jarak dan meminimalisir kegiatan yang memungkin
bersentuhan, maka pelaksanaan proses penyelesaian perkara perdata seperti
kelengkapan berkas dapat melalui aplikasi e-court untuk mempermudah seluruh
masyarakatnya dalam menyelesaikan perkaranya hanya dengan berdiam diri di
rumah dan melakukan nya secara online

SARAN

Dalam penyelesaian perkara perdata yang berkaitan erat dengan hukum


acara perdata, diperlukan pembaharuan Hukum acara perdata memerlukan adanya
rumusan-rumusan asas hukum acara perdata yang sesuai dengan falsafah hidup
bangsa Indonesia agar dapat memenuhi jawaban atas segala kebutuhan masyarakat
yang dinamis sehingga dalam proses penyelesaian perkara tidak myusahkan
masyarakat dengan proses peradilan yang berbelit-belit.

E. DAFTAR PUSTAKA

Tan Kamello, Hukum Perdata: Hukum orang& Keluarga, (Medan: USU


Press,2011),hlm.11

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Hukum Acara Perdata


Indonesia, (Yogyakarta:Liberty,1998),hlm.5.
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: Sumur Batu,
1962), hlm. 12.

Sudikno Mertokusumo, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty.


hlm.2.

Soepomo. R, 1994, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Jakarta, Pradnya


Piramita, hlm. 13

Zainal Asikin, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prenamedia Group, 2016),
hlm. 135.

Bambang Sutiyoso, Ruang Lingkup dan Aspek-asoek Pembaharuan Hukum Acara


Perdata di Indonesia, dalam Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM,Vol.9 No.20

Fahmi Putra Hidayat and Asni, ‘Efektifitas Penerapan E-Court Dalam Penyelesaian
Perkara Di Pengadilan Agama Makassar’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Hukum
Keluarga Islam, Vol.2, No.1 (2020), h. 104

https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/2296/Upaya-Hukum-dalam-Hukum-
Acara-Perdata.html

https://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/
rechtsvinding_online_PEMBAHARUAN%20SISTEM %20HUKUM%20ACARA
%20PERDATA.pdf Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2015 (Perma) tentang
Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana telah diundangkan sejak 7 Agustus 2015

https://pshk.or.id/blog-id/memangkas-kerumitan-peradilan-perdata/

https://www.bphn.go.id/data/documents/na_ruu_tentang_hukum_acr_perdata.pdf

Anda mungkin juga menyukai