Adalah seperangkat norma yang mengatur tentang hak dan kewajiban perdata, yang
banyak diatur dalam peraturan perundang-undangan yang memuat aturan tentang apa yang
boleh dikerjakan dan apa-apa yang tidak boleh dikerjakan (Larangan untuk dikerjakan).
Misalnya :
a. KUHPerdata.
b. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria.
d. Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.
e. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Persaiagan Usaha.
f. Undang- Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.
g. KUHD.
Pengertian Hukum Formil / Hukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata dapat disebut juga dengan Hukum Perdata Formil, namun lebih lazim
dipergunakan istilah Hukum Acara Pedata.
Hukum Acara Perdata merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hukum perdata sebab
Hukum Acara Perdata adalah ketentuan yang mengatur tata cara berperkara di muka Pengadilan.
Dalam berbagai literature Hukum Acara Pedata, terdapat berbagai macam definisi Hukum Acara
Perdata ini dari Para Ahli (Sarjana), yang satu sama laim merumuskan berbeda-beda,namun pada
prinsipnya mengandung tujuan yang sama.
Hukum Acara Perdata dikenal pula dengan nama Proces Recht atau Formeel Recht. Hukum
Acara Perdata berisifat Privaatrecht (tergantung pada perseorangan).
Menurut Wirjono Prodjodikoro :
Peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
meteril dengan perantaraan hakim atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana
caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil atau kingkritnya Hukum Acara
Pedata mengatur terhadap bagaimana caranya menjalankan tuntutan hak, memeriksa
serta memutuskannya dan pelaksanaan dari putusannya.
Menurutnya, Hukum Acara Perdata meliputi tiga tahap tindakan yaitu : Tahap
Pendahuluan, Tahap Penentuan dan Tahap Pelaksanaan. Tahap pendahuluan
merupakan persiapan menuju kepada penentuan diadakan pemeriksaan peristiwa dan
pembuktian sekaligus sampai kepada putusannya. Sedang dalam tahap pelaksanaan
diadakan pelaksanaan daripada putusan.
Menurut Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oerip Kartawinata :
Dalam bukunya “Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri” meskipun tidak memberikan
batasan, tetapi dengan menghubungkan tugas hakim, menjelaskan, dalam peradilan
perdata tugas hakim adalah mem pertahankan Tata Hukum Perdata, menetapkan apa
yang ditetapkan oleh hukum dalam suatu perkara.
Inti dari berbagai definisi (rumusan) Hukum Acara Perdata diatas, agaknya tidak berbeda
dengan apa yang telah dirumuskan dalam Laporan Hasil Simposium Pembaharuan
Hukum Acara Perdata Nasional yang diselenggarakan oleh BPHN Departemen
Kehakiman tanggal 21-23 Tahun 1984 di Yogyakarta, bahwa Hukum Acara Perdata
adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya untuk menjamin ditegakkannya atau
dipertahankannya hukum perdata materiil.
Kesimpulan Definisi Hukum Acara Perdata
Suatu aturan hukum yang dipergunakan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
para pencari keadilan yang diberikan oleh lembaga peradilan guna mencegah pemaksaan
kehendak pihak lain atau main hakim sendiri (Eigenrichting).
Dengan kata lain Hukum Acara Perdata bertujuan untuk mempertahankan Hukum Perdata
Materiil melalui perantaraan hakim (Peradilan), atau dapat juga dikatakan bahwa Hukum
Perdata Formil adalah suatu peraturan hukum yang mengatur tentang bagaimana caranya
menjamin pelaksanaan hukum perdata meteriil, atau yang mengatur tentang bagaimana
caranya seseorang mengajukan tuntutan hak, bagaimana berproses atau beracara di
pengadilan, bagaimana hakim menerima, memeriksa, mengadili dan memtutus perkara yang
diajukan kepadanya, serta bagaimana caranya untuk melaksanakan isi putusan.
Secara singkat bahwa tujuan adanya Hukum Acara Perdata atau
Hukum Perdata Formil adallah “Bagaimana beracara, berproses
melalui peradilan dalam rangka mempertahankan hukum materiil.
Tuntutan hak seperti yang telah diuraikan sebelumnya adalah sebagai tindakan yang
bertujuan untuk memperoleh perlindungan hukum yang diberikan oleh Pengadilan untuk
mencegah tindakan menghakimi sendiri (Eigenrichting) ada 2 (dua) macam, yaitu :
1. Gugatan adalah tuntuan hak yang mengandung sengketa, yang melibatkan 2 (dua) orang
yang saling berhadapan atau lebih termasuk peradilan Contentious (contentious
juristictie) atau peradilan yang sesungguhnya.
2. Permohonan adalah tuntutan yang tidak mengandung sengketa, biasanya hanya 1 (satu)
Pihak saja dan bersifat sukarela atau pengadilan yang tidak sesungguhnya atau lebih
termasuk peradilan Volunteer (Volunteer jurisdictie)
D. Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata
6. Yurisprudensi menurut kamus Fockema Andre adalah pengumpulan yang sistematis dari
Putusan Mahkamah Agung dan putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
yang tetap, dan diikuti oleh hakim lain dalam membuat putusan dalam perkara yang sama;
atau Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap, yang diikuti
terus menerus oleh hakim dibawahnya dalam perkara yang sama. Beberapa yurisprudensi
terutama dari Mahkamah Agung menjadi sumber hukum acara perdata yang sangat penting
di Negara kita ini, terutama untuk mengisi kekosongan, kekurangan, dan ketidak
sempurnaan yang banyak terdapat dalam peraturan perudang-undangan Hukum Acara
Perdata peninggalan Zaman Hindia Belanda.
Sumber Hukum Acara Perdata
7. Peraturan Mahkamah Agung, juga merupakan sumber Hukum Acara Perdata. Dasar
hukum bagi Mahkamah Agung untuk mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung ini termuat
dalam Pasal 79 Undang –Undang No 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua Undang-
Undang No. 14 Tahun 1985 tentang mahkamah Agung.
8. Perjanjian Internasional (Traktat), suatu perjanjian yang dibuat antara dua Negara atau
lebih dalam bidang keperdataan. Terutama erat kaitannya dengan perjanjian Internasional,
yang dijadikan salah satu sumber Hukum Acara Pedata.
9. Doktrin adalah pendapat-pendapat para ahli hukum atau ilm pengetahuan yang dapat
dijadikan salah satu sumber oleh hakim untuk menggali Hukum Acara Perdata.