Anda di halaman 1dari 5

Nama : Panca Wijaya Sinaga

NIM : 030775582

1. Hukum Acara Perdata Indonesia Bersumber Dari Berbagai Peraturan, Sebagai Mahasiswa Anda
Harus Tau sumber Hukum Acara Perdata?
2. Ketika Anda Punya Masalah Hukum, Akan Tetapi Anda Tidak Tau Itu Kewenagan Siapa, Maka
Anda Harus Tahu Kasus Yang Terjadi Dikategorikan Sengketa Apa?
3. Jika anda digugat oleh pihak lain, akan tetapi pada saat sidang pertama anda oleh hakim diputus
verstek, apakah anda langsung terima begitu saja? Tanpa mengetahui apa alasan anda diputus
verstek? Coba ketahui apa alasan verstek?

Jawaban :
1. Sumber Hukum Acara Perdata :
I. Berdasarkan Pasal 5 Ayat 1 UUDar 1/1951
Hukum acara perdata pada pengadilan negeri dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
Undang-Undang Darurat 1951-1 tersebut menurut peraturan-peraturan Republik Indonesia dahulu
yang telah ada dan berlaku untuk pengadilan negeri dalam daerah Republik Indonesia. Adapun
yang dimaksud oleh Undang-Undang Darurat tersebut tidak lain adalah Het Herziene Indonesisch
Reglement (HIR atau reglemen Indonesia yang diperbarui: S. 1848 Nomor 16, S. 1941 Nomor 44)
untuk daerah Jawa dan Madura serta Rechtsglement voor de Buitengewesten (RBg atau reglemen
daerah seberang: S. 1927 Nomor 227) untuk daerah luar Jawa dan Madura.
II. UU Nomor 48 Tahun 2009
Tidak boleh dilupakan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157) tentang Kekuasaan Kehakiman yang diundangkan
pada 29 Oktober 2009 yang memuat beberapa ketentuan tentang hukum acara perdata
III. UU Nomor 3 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undangundang tersebut mengatur susunan Mahkamah
Agung; kekuasaan Mahkamah Agung; serta hukum acara Mahkamah Agung, termasuk
pemeriksaan kasasi, pemeriksaan tentang sengketa kewenangan mengadili, dan peninjauan
kembali. Undang-undang ini memuat ketentuan hukum acara perdata
IV. UU Nomor 49 Tahun 2009
Kiranya perlu juga diketahui bahwa Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Peradilan Umum yang mengatur susunan serta kekuasaan pengadilan di lingkungan peradilan
umum juga sebagai sumber hukum acara perdata.
V. Yurisprudensi
Sebagai perbandingan, perlu diketahui juga Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
(Lembaran Negara 77) tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang penerapannya selambat-
lambatnya lima tahun sesudah diundangkannya.
Yurisprudensi merupakan sumber pula dari pada hukum acara perdata, antara lain dapat
disebutkan putusan Mahakamh Agung tertanggal 14 April 1971 Nomor 99 K/Sip/197122 yang
menyeragamkan hukum acara dalam perceraian bagi mereka yang tunduk pada BW dengan tidak
membedakan antara permohonan untuk mendapatkan izin guna mengajukan gugat perceraian dan
gugatan perceraian itu sendiri yang berarti bahwa hakim harus mengusahakan perdamaian di
dalam persidangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 HOCI.
VI. Adat Kebiasaan Hakim dalam Memeriksa Perkara
Wirjono Prodjodikoro (1975)23 berpendapat bahwa adat kebiasaan yang dianut oleh para
hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata juga sebagai sumber dari hukum acara
perdata. Adat kebiasaan yang tidak tertulis dari hakim dalam melakukan pemeriksaan itu akan
beraneka ragam. Tidak mustahil adat kebiasaan seorang hakim berbeda, bahkan bertentangan
dengan adat kebiasaan hakim yang lain dari pengadilan yang sama dalam melakukan pemeriksaan.
Mengingat bahwa hukum acara perdata dimaksudkan untuk menjamin dilaksanakannya atau
ditegakkannya hukum perdata materiil yang berarti mempertahankan tata hukum perdata, pada
asasnya hukum acara perdata bersifat mengikat dan memaksa. Sementara itu, adat kebiasaan
hakim dalam melakukan pemeriksaan perkara perdata yang tidak tertulis dalam melakukan
pemeriksaan tidak akan menjamin kepastian hukum.
VII. Perjanjian Internasional
Salah satu sumber hukum acara perdata ialah perjanjian internasional, misalnya ”perjanjian
kerja sama di bidang peradilan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Thailand”. Di dalamnya,
terdapat kesepakatan mengadakan kerja sama dalam menyampaikan dokumen-dokumen
pengadilan dan memperoleh bukti-bukti dalam hal perkara-perkara hukum perdata dan dagang.
Warga negara kedua belah pihak akan mendapat keleluasaan beperkara dan menghadap ke
pengadilan di wilayah pihak yang lainnya dengan syarat-syarat yang sama, seperti warga negara
pihak itu. Masing-masing pihak akan menunjuk satu instansi yang berkewajiban untuk
mengirimkan dan menerima permohonan penyampaian dokumen panggilan. Instansi untuk
Republik Indonesia adalah Direktorat Jendral Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen
Kehakiman, sedangkan Kerajaan Thailand adalah Office of Judicial Affairs of the Ministry of
Justice
VIII. Doktrin atau Ilmu Pengetahuan
Doktrin atau ilmu pengetahuan merupakan sumber hukum acara perdata juga atau sumber
tempat hakim dapat menggali hukum acara perdata. Akan tetapi, doktrin itu sendiri bukanlah
hukum. Kewibawaan ilmu pengetahuan karena didukung oleh para pengikutnya serta sifat objektif
dari ilmu pengetahuan itu menyebabkan putusan hakim bernilai objektif juga.
IX. Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung
Bagaimanakah dengan instruksi dan surat edaran Mahkamah Agung? Instruksi dan surat
edaran Mahkamah Agung (SEMA) sepanjang mengatur hukum acara perdata dan hukum perdata
materiil tidaklah mengikat hakim sebagaimana halnya undang-undang. Akan tetapi, instruksi dan
surat edaran MA merupakan sumber tempat hakim yang dapat menggali hukum acara perdata
ataupun hukum perdata materiil.

2. Sengketa dalam Hukum Perdata


Perkara perdata adalah perkara mengenai perselisihan hubungan antara perseorangan
(subjek hukum) yang satu dengan perseorangan (subjek hukum) yang lain mengenai hak dan
kewajiban/perintah dan larangan dalam lapangan keperdataan (mis perselisihan tentang
perjanjiann jual beli, sewa, pembagian harta bersama, dsb). Dalam perkara perdata sudah pasti
terdapat perselisihan. Dalam hal ini ada sesuatu yang menjadi pokok perselisihan, ada yang
dipertengkarkan, dan ada yang di sengketakan. Sebenarnya perselisihan itu bisa diselesaikan
dengan cara kekeluargaan atau musyawarah. Jika perselisihan atau persengketaan itu tidak dapat
di selesaikan oleh pihak-pihak itu sendiri, maka diperlukan penyelesaian melalui pihak ketiga yang
lebih kompeten, dalam hal ini adalah hakim di pengadilan sebagai pihak dan instansi yang
berwenang, dan tidak memihak pihak manapun dalam memutuskan perselisihan atau sengketa
tersebut. Hakim di pengadilan tersebut bertugas menyelesaiakan suatu perkara dengan jalan
memeriksa dan mengadili seadil-adilnya pihak yang berselisih dalam suatu sidang yang terbuka
untuk umum menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (hukum formil), dalam hal ini
Hukum Acara Perdata. Putusan hakim tersebut bersifat mengikat ke dua belah pihak yang
berperkara. Berdasarkan uraian diatas ciri-ciri perkara perdata yaitu:
a. Berawal dari adanya perselisihan,
b. Terdapat dua belah pihak yag berperkara,
c. Petitum gugatan dan putusan hakim bersifat condemnatoir,
d. Putusan hakim mengikat kedua belah pihak dan saksi.
Pengadilan sebagai pihak dan instansi yang berwenang dalam memutuskan perselisihan
atau sengketa Perdata, dituntut untuk mengedepankan prinsip Peradilan yang terbuka. Walaupun
hal ini tidak boleh mengesampingkan prinsip utama lembaga peradilan yaitu prinsip indepensi
peradilan, karena dengan prinsip independensi peradilan ini maka akan tercipta proses peradilan
yang fair.
Macam-macam Sengketa
Sengeketa hukum dapat berupa:
a. Sengketa yurisdiksi, sengketa tentang kewenangan mengadili antara pengadilan baik relatif
maupun absolut.
b. Sengketa Eksekusi, perlawanan dari pihak eksekusi dan perlawanan dari pihak ketiga.
c. Sengketa Prayudisial, yaitu sengketa tentang tidak diikutinya tertib proses dan pelanggaran
dalam pelaksanaan yurisdiksi voluntaria tidak dilakukan dalam sidang tertututp.
d. Sengketa pemerintah.
e. Sengketa pemerintahan berdasar hukum publik.
f. Sengekta hukum yang diakibatkan adanya perbuatan melawan hukum.

3. Tidak, Karena Verstek memiliki syarat agar dapat diputus secara sah, syaratnya ialah : Tergugat
telah dipanggil secara sah dan patut, namun tidak hadir tanpa alasan yang sah, dan juga Tergugat
tidak mengajukan eksepsi kompetensi (kewenangan) pengadilan.
Dalam hal gugatan ini, dasar hukum dalam memutus Verstek adalah Berdasarkan Pasal
125 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44) hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.
Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga
mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut.
Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek
itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap. Penjelasan
lebih lanjut mengenai putusan ini dapat ditelaah lebih dalam pada Putusan Verstek dan Uang
Panjar Pengadilan. Jadi putusan verstek ini adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim apabila
tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia
sudah dipanggil dengan patut.
Menurut Pasal 127 HIR, harus ditegakkan tata cara berikut:
a. Secara Imperatif, Pemeriksaan Diundurkan Misalnya, tergugat terdiri dari 5 orang. Pada hari
sidang yang ditentukan, satu atau dua orang tidak datang menghadiri pemeriksaan sidang. Dalam
hal yang demikian, tidak ada pilihan lain bagi hakim selain daripada:
- mengundurkan persidangan ke hari lain;
- memerintahkan untuk memanggil tergugat yang tidak hadir, agar hadir pada sidang berikutnya;
- sedangkan kepada tergugat yang hadir, pengunduran cukup diberitahukan pada persidangan itu.

b. Tidak Boleh Memeriksaan Tergugat yang Hadir dan Tidak Boleh Menjatuhkan Verstek Kepada
yang Tidak Hadir
Seperti telah dikatakan di atas, berdasarkan Pasal 127 HIR, pengunduran sidang pertama
ke hari lain apabila salah seorang tergugat tidak hadir adalah bersifat imperatif, yaitu hakim wajib
mengundur sidang, dan berbarengan dengan itu, memerintahkan sekali lagi untuk memanggil
tergugat yang bersangkutan. Dengan demikian: hakim dilarang atau tidak dibolehkan memeriksa
para tergugat yang hadir, Yang mesti dilakukan hakim adalah: Mengundurkan sidang, dan
Memanggil sekali lagi tergugat yang tidak hadir. Juga tidak boleh menerapkan acara verstek
kepada tergugat yang tidak hadir. Jadi tindakan yang dapat dilakukan hakim menghadapi kasus
seperti ini, hanya mengundur hari persidangan.
c. Tetap Tidak Hadir Pada Sidang Berikutnya, Proses Pemeriksaan Dilangsungkan Secara
Kontradiktor
Jika ternyata pada sidang berikutnya tergugat dimaksud tetap tidak hadir tanpa alasan yang
sah, hakim dapat memilih tindakan berikut:
1. Mengundurkan sidang untuk kedua kalinya
- Hukum membenarkan hakim mengundurkan sekali lagi persidangan untuk yang kedua kali;
- Berbarengan dengan itu, memerintahkan untuk memanggil tergugat tersebut menghadiri sidang
yang akan datang.
Meskipun hukum memperbolehkan, penerapan seperti ini dianggap kurang tepat dan tidak
profesional. Sehingga ada baiknya jika dihindari.
2. Melangsungkan pemeriksaan secara kontradiktor
Tindakan yang efektif dan efisien:
- Melangsungkan proses pemeriksaan terhadap para tergugat yang hadir dengan penggugat secara
kontradiktor (contradictoir) atau op tegenspraak
- Sedangkan bagi tergugat yang tidak hadir, pemeriksaan berlaku baginya tanpa bantahan terhadap
dalil penggugat, yang berakibat, tergugat tersebut dianggap mengakui dalil penggugat.

Jadi Saya tidak akan serta merta menerima Verstek yang diputuskan oleh Hakim karena alasan
ketidakhadiran saya, mungkin saja saya dalam kondisi fisik yang lemah dan tidak memungkinkan
saya untuk hadir disana yang meskipun saya tidak bisa memberikan surat keterangan dari Dokter.

Sumber Referensi : - Inisiasi 1,2 dan 3 Hukum Acara Perdata. Universitas Terbuka
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
-
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5aaf18303d84a/putusan-verstek-jika-salah-
satu-tergugat-tidak-hadir

Anda mungkin juga menyukai