PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1
1.2.Rumusan Masalah
1. Jelaskan Asas Hakim Bersifat Pasif
2. Jelaskan Asas Sifat Terbukanya Persidangan
3. Jelaskan Asas Mendengarkan Kedua Belah Pihak
4. Jelaskan Asas Bebas Dari Campur Tangan
5. Jelaskan Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya Ringan
6. Jelaskan Asas Putusan Harus Disertai Alasan-Alasan
7. Jelaskan Asas Putusan Harus Dilaksanakan Setelah 14 (Empat Belas) Hari
Lewat
8. Jelaskan Asas Beracara Dikenakan Biaya
1.3.Tujuan
1) Agar Mahasiwa Dapat Memahami Asas Hakim Bersifat Pasif
2) Agar Mahasiwa Dapat Memahami Asas Sifat Terbukanya Persidangan
3) Agar Mahasiwa Dapat Memahami Asas Mendengarkan Kedua Belah
Pihak
4) Agar Mahasiwa Dapat Memahami Asas Bebas Dari Campur Tangan
5) Agar Mahasiwa Dapat Memahami Asas Sederhana, Cepat Dan Biaya
Ringan
6) Agar Mahasiwa Dapat Memahami Asas Putusan Harus Disertai Alasan-
Alasan
7) Agar Mahasiwa Dapat Memahami Asas Putusan Harus Dilaksanakan
Setelah 14 (Empat Belas) Hari Lewat
8) Agar Mahasiwa Dapat Memahami Asas Beracara Dikenakan Biaya
2
BAB II
PEMBAHASAN
Selain hakim memiliki sifat aktif, juga memilik sifat pasif, akan tetapi hanya
dalam arti kata bahwa dalam ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang
diajukan kepada hakim untuk diperiksa pada asasnya ditentukan oleh para pihak
yang berperkara dan bukan oleh.1
Pengertian pasif diatas adalah yang dianut oleh sistem hukum acara
perdata dalam HIR/RBg, akan tetapi pengertian pasif menurut regelement
rechtsvordering agak berbeda, yaitu bahwa proses beracara adalah soal kedua
belah pihak yang berperkara, yang memakai proses itu sebagai alat untuk
menetapkan saling hubungan hukumnya dikemudian hari, baik posistif maupun
negatif, sedangkan hakim hanya mengawasi supaya peraturan-peraturan acara
yang ditetapkan dengan undang-undang dituruti oleh kedua belah pihak.
1
Abdul djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo,1996).Hal.173.
3
terbuka untuk umum kecuali Undang-Undang menentukan lain (Pasal 18 ayat 1
UU No. 5 tahun 2004).2
Hakim dalam persidangan harus bertindak adil kepada para pihak yang
sedang berperkara dan tidak boleh membeda-bedakan serta tidak boleh berpihak
kepada salah satu pihak. Untuk dapat tercapainya asas keadilan yang dapat
dilaksanakan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan serta dapat diterima oleh
kedua belah pihak, maka hakim harus mendengarkan keterangan-keterangan dari
kedua belah pihak dan memberikan bantuan kepada para pencari keadilan dengan
cara mengadili perkara para pihak seadil-adilnya. Disamping itu, dalam
memberikan keputusan hakim tidak boleh hanya berdasarkan keterangan salah
satu pihak, terkecuali jika ternyata pihak tergugat setelah dipanggil dengan patut 2
(dua) kali berturut-turut tidak hadir (purge) dan tidak memerintahkan wakilnya
2
H . Zaeni Asyhadie, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT. Rajagrapindo persada,2013).
Hal.135.
4
atau kuasa hukumnya serta tidak mempergunakan haknya untuk didengar
keterangannya hakim dapat memberikan putusan verstek. Akan tetapi, setelah
hakim memberikan putusan verstek dan ada perlawanan (verzet) dari pihak
tergugat, maka hakim juga diharuskan mendengarkan keterangan pihak tergugat
dan memberikan keputusan yang seadil-adilnya tanpa pandang bulu (Pasal 121
ayat (2), 132 a HIR jo. Pasal 145 ayat (2), 157 RBg. jo. Pasal 47 Rv. jo Pasal 4
UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).3
Yang dimaksud dengan asas bebas dari campur tangan para pihak di luar
pengadilan adalah hakim pengadilan di dalam memberikan keputusan terhadap
para pihak yang sedang berperkara harus berdasarkan keyakinannya dan tidak
boleh terpengaruh oleh pihak lain di luar pengadilan.
Asas bebas dari campur tangan para pihak di luar pengadilan menghendaki
bahwa hakim di dalam melaksanakan tugasnya mengadili para pencari keadilan
yang sedang bersengketa dan perkaranya diajukan ke pengadilan. Hakim wajib
menjaga kemandiriannya, yang mana dalam hal memberikan keputusan tentang
siapa yang menang dan kalah atau siapa yang benar dan salah dalam suatu perkara
tidak diperbolehkan terpengaruh oleh pihak lain yang berada di luar pengadilan,
sehingga di dalam putusannya dapat mencerminkan keadilan yang dapat diterima
oleh para pihak yang sedang bersengketa dan penegakkan rule of law betul-betul
dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada dan
dapat menjadi tumpuan akhir bagi para pihak yang sedang berperkara dan atau
para pencari keadilan (Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (1) dan (2) UU No. 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman).
3
Mohammad taufik, Hukum Acara Pidana, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010).Hal.21.
5
tidak diperbolehkan terpengaruh. Apabila hakim dalam menangani perkara tidak
terpengaruh oleh pihak lain di luar pengadilan, maka keputusannya sudah barang
tentu akan dapat mencerminkan keadilan yang seadil-adilnya yang dapat diterima
oleh para pihak yang sedang berperkara dan tidak akan menimbulkan proses
litigasi yang berkepanjangan, yaitu adanya upaya huum lain atau perlawanan
terhadap keputusan hakim oleh pihak yang dikalahkan dalam persidangan berupa
banding, kasasi dan peninjauan kembali yang disebabkan oleh karena keputusan
tidak mencerminkan keadilan, sehingga dapat berguna untuk mengurangi perkara
yang menumpuk di tingkat banding maupun kasasi.
Dalam peradilan asas ini harus betul-betul diterapkan oleh para hakim
karena apabila hakim yang menangani suatu perkara tidak bisa menerapkan “asas
bebas dari campur tangan para pihak di luar pengadilan” dan tidak bisa
menempatkan dirinya di tengah-tengah para pihak yang sedang berperkara
(berpihak kepada salah satu pihak), maka sudah dapat dipastikan bahwa
keputusannya akan dilawan oleh pihak yang dikalahkan dan proses litgasi akan
menjadi berkepanjangan, sehingga mengakibatkan banyak perkara yang
menumpuk di tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Yang dimaksud dengan asas sederhana, cepat, dan biaya ringan adalah
hakim dalam mengadili suatu perkara harus berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan perkara dalam tempo yang tidak terlalu lama serta biaya yang
ringan.
6
keputusan pengadilan yang dapat dilaksanakan dengan cara paksa, jika para pihak
tetap mempertahankan kehendaknya dan tidak mau berdamai, maka perkaranya
baru diselesaikan melalui persidangan.
7
dan betul-betul orang yang ahli di bidangnya serta penuh dengan kearifan di
dalam menangani suatu perkara, sehingga permasalahan yang dihadapi oleh para
pihak yang sedang berperkara dapat terselesaikan dengan sederhana, cepat, dan
biaya ringan.
Dalil-dali dan atau dasar hukum positif yang ada dimaksudkan untuk
mempertanggungjawabkan dari sebuah keputusan yang telah dikeluarkan oleh
hakim dalam persidangan di pengadilan, sehingga pihak lawan tidak akan mudah
atau akan kesulitan untuk mencari celah-celah atau kelemahan dari pada
keputusan yang telah dikeluarkan. Hakim dalam menerapkan dalil-dalil atau dasar
hukum positif harus betul-betul jeli dan cermat serta harus sesuai dengan sengketa
yang dihadapi oleh para pihak, karena jika dalam suatu keputusan penerapan
tentang dasar hukumnya salah dan atau tidak sesuai dengan permasalahan yang
dihadapi oleh para pihak, maka keputusan pengadilan yang telah dikeluarkan akan
berakibat cacat hukum dan dapat dibatalkan, diubah, dan diperbaiki di tingkat
banding.
Jadi, penerapan dasar hukum yang benar dan sesuai dengan permasalahan
yang dihadapi para pihak yang sedang berperkara dimaksudkan selain untuk
mempertanggungjawabkan keputusan yang telah dikeluarkan juga dapat
mencerminkan adanya keadilan, sehingga keputusan yang telah dikeluarkan oleh
pengadilan apabila diajukan upaya hukum lain tidak berakibat dibatalkan,
diperbaiki dan diubah di tingkat banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
Dalam praktik jika pihak lawan yang dikalahkan dalam suatu perkara di
persidangan tingkat pertama mengajukan upaya hukum lain berupa banding tidak
mempunyai alasan-alasan yang kuat, maka permohonan banding atas keputusan
8
pengadilan di tingkat pertama tidak akan dikabulkan oleh hakim pengadilan tinggi
dengan alasan bahwa perlawanannya tidak beralasan.
Untuk itu, dalam upaya hukum lain pihak yang dikalahkan dalam
persidangan harus menggunakan alasan yang sah dengan harapan agar dapat
diterima baik di tingkat banding, kasasi, maupun peninjauan kembali sehingga
upaya hukumnya tidak sia-sia. Disamping itu, kuasa hukumnya harus dapat
menjelaskan secara detail kepada pemberi kuasa atau pihak yang dikalahkan
dalam persidangan tentang kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi jika
tidak disertai dengan alasan-alasan yang sah..
9
dapat dilaksanakan terlebih dahulu. Jika ada dugaan bahwa tergugat akan
menggelapkan barang-barang milik penggugat yang berada di tangan tergugat
atau di tangan pihak ketiga tanpa persetujuan penggugat. Sedangkan dalam
putusan uit voebaar bij voorraad atau putusan serta merta pelaksanaan eksekusi
terhadap barang-barang jaminan baik bergerak maupun tidak bergerak dapat
dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada upaya hukum lain atau banding oleh
pihak lawan yang dikalahkan dalam persidangan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu, dengan catatan bahwa dalam petitum gugatan penggugat harus disebutkan
bahwa putusan pengadilan dapat dilaksanakan dengan serta merta dan ada
jaminan yang jumlah nominalnya sama dengan nilai objek yang disita.
Maksud dari asas beracar dikenakan biaya adalah para pihak yang beracara
di pengadilan dikenakan biaya perkara.
Jika dalam perkara tersebut ada barang-barang jaminan baik yang bergerak
maupun yang tidak bergerak yang harus di sita oleh panitera pengadilan negeri
maka selain biaya-biaya tersebut diatas masih ada biaya tambahan yaitu biaya sita
eksekusi dari eksekusi lelang termasuk didalamnya biaya-biaya pengacara, para
saksi, saksi ahli dan juru bahasa (pasal 121 ayat 4, pasal 182, pasal 183 HIR jo.
Pasal 145 ayat 4, pasal 192, pasal 193 RBg. jo. Pasal 2 ayat 2, pasal 4 ayat 2 UU
No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
10
Apabila hakim dalam melaksanakan tugasnya tidak berpedoman atau
menyimpang dari asas-asas hukum yang ada sesuai dengan peraturan perundang-
undangan maka keputusannya dapat berakibat cacat hukum dan dapat batal demi
hukum.4
4
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika,2016).
Hal.123.
11
BAB III
PENUTUP
12
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono, 2016. Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika.
13