Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Sengketa perdata merupakan perselisihan kepentingan yang terjadi antar subjek


hukum, baik orang pribadi (naturlijk person) maupun badan hukum (recht person), yaitu:
Antar orang pribadi, antara individu dan badan hukum dan antar badan hukum.

Namun, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang hukum, dalam hal ini hukum
perdata menyebabkan mereka kesulitan menyelesaikan perkara perdata yang dihadapi. Belum
lagi rumitnya bahasa hukum yang sulit dicerna oleh masyarakat awam, minimnya sosialisasi
pemerintah perihal peraturan perundang-undangan, adanya makelar kasus, dan penyimpangan
yang mungkin dilakukan oleh aparat penegak hukum menjadi kendala.

Seringkali, walaupun pokok perkaranya benar namun apabila cara membuat


gugatannya tidak tepat atau keliru, hal tersebut akan membuat gugatan menjadi kandas di
tengah jalan. Demikian pula dalam kasus tertentu bila tidak dapat memberikan analisa hukum
yang tepat atau keliru sehingga dalam membuat gugatan atau jawabannya tidak sempurna
atau keliru, hal ini tentunya merugikan kepentingan penggugat.

Diperlukan pengetahuan mengenai hukum acara perdata, baik secara teori maupun
pengalaman dalam praktik di pengadilan. Penulis mencoba memberikan suatu pemahaman
bagi pembaca untuk lebih mematangkan wawasan dalam menganalisa serta memahami secara
matang permasalahan hukum yang akan dihadapinya.

Untuk menanggulangi hal tersebut, diperlukan pengetahuan terhadap masalah-


masalah dasar yang akan sering dijumpai dalam melakukan praktik beracara perdata di
pengadilan dan cara menghadapi permasalahan tersebut.

1. Hukum Acara Perdata


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Acara Perdata

Hukum Acara Perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana ditegakkannya


hukum perdata materiil. Dalam hal ini hukum acara perdata mengatur bagaimana cara
berperkara dipengadilan, bagaimana cara mengajukan gugatan dan lain sebagainya di dalam
hukum perdata.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, Pengertian Hukum Acara Perdata adalah rangkaian


peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak dihadapan pengadilan dan cara
bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya
peraturan hukum perdata.1

Menurut MH. Tirraamidjaja, Pengertian Hukum Acara Perdataadalah suatu akibat


yang ditimbulkan dari hukum perdata materil.

Sudikno Mertokusumo mengemukakan pengertian hukum acara perdata, Hukum


Acara Perdata ialah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya
hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim atau peraturan hukum yang menentukan
bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Hukum acara perdata
mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, cara memeriksa dan cara
memutusnya, serta bagaimana pelaksanaan daripada putusannya.

R. Subekti (Mantan Ketua Mahkamah Agung) berpendapat : Hukum acara itu


mengabdi kepada hukum materiil, setiap perkembangan dalam hukum materiil itu sebaiknya
selalu diikuti dengan penyesuaian hukum acaranya. Oleh karena itu Hukum Perdata diikuti
dengan penyesuaian hukum acara perdata dan Hukum Pidana diikuti dengan penyesuaian
hukum acara pidana.

Soepomo seorang ahli hukum adat mengatakan bahwa dalam peradilan tugas hakim
ialah mempertahankan tata hukum perdata, menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum
dalam suatu perkara.

1
Moh. Taufik, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm: 05.

2. Hukum Acara Perdata


Dari pengertian hukum acara perdata yang diungkapkan pakar di atas, dapat
disimpulkan bahwa Pengertian Hukum Acara Perdataadalah hukum yang mengatur
bagaimana ditegakkannya hukum perdata materiil, bagaimana orang berhadapan dimuka
pengadilan dan bagaimana pelaksanaan dari putusannya.

B. Asas Asas Hukum Acara Perdata

Asas asas hukum acara perdata ini dikaitkan dengan dasar serta asas-asas peradilan
serta pedoman bagi lingkungan peradilan umum, peradilan militer, peradilan agama dan
peradilan tata usaha negara, dimana ketentuan ini diatur di dalam UU No. 14 Tahun 1970
mengenai Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Selain itu juga asas-asas hukum acara
perdata ini didasarkan pada HIR atau Rbg.2

1) Peradilan bebas dari campur tangan pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman.


Kebebasan dalam melaksanakan wewenang judicieel menururt UU No. 14/1970 tidak
mutlak sifatnya. Karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar hukum
serta asas-asas yang jadi landasannya. Sehungga keputusannya mencerminkan
perasaan keadilan bangsa dan rakyat indonesia.
2) Asas Objektivitas

Asas asas hukum acara perdata salah satunya ialah asas objektivitas. Di dalam
memeriksa perkara dan menjatuhkan putusan, maka hakim harus bersifat objektif dan
tidak boleh memihak kepada pihak manapun dalam persidangan. Semua putusan
pengadilan harus memuat alasan-alasan atas putusan yang dijadikan dasar untuk
mengadili.

3) Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan

Asas sederhana, cepat dan biaya ringan merupakan salah satu dari asas asas hukum
acara perdata. Yang dimaksud dengan sederhana adalah acara peradilan dilaksanakan
dengan jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit. Kata cepat menunjuk kepada
jalannya peradilan yang dilaksanakan. Terlalu banyak formalitas merupakan
hambatan bagi jalannya pengadilan, yang seharusnya pengadilan berjalan dengan
cepat tanpa adanya penundaan karena pihak-pihak yang tidak menghadiri persidangan
membuat persidangan menjadi lama. Biaya ringan yaitu terpikul oleh rakyat, jika
2
Moh. Taufik, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, hlm: 06-11.

3. Hukum Acara Perdata


biaya berperkara sangat tinggi akan menyebabkan rakyat tidak mau untuk berperkara
di pengadilan.

4) Gugatan atau Permohonan Diajukan dengan Surat atau Lisan

Asas asas hukum acara perdata salah satunya adalah gugatan diajukan dengan surat
atau lisan. Dalam menyampaikan gugatan perdata harus diajukan ddengan surat yang
ditandatangani oleh penggungat atau oleh orang yang dikuasakan. Namun jika
penggugat tidak dapat menulis, maka diberikan keringanan untuk menyampaikan
gugatan secara lisan kepada ketua pengadilan negeri.

5) Inisiatif Berperkara diambil oleh Pihak Yang Berkepentingan

Asas asas hukum acara perdata salah satunya ialah inisiatif dari pihak yang
berkepentingan. Dalam hukum acara perdata, inisiatif yaitu tidak adanya suatu
perkara harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa, bahwa
haknya atau hak mereka telah dilanggar. Jadi tanpa adanya inisiatif dari pihak yang
dirugikan untuk menggugat, maka pengadilan tidak akan berlangsung.

6) Keaktifan Hakim dalam Pemeriksaan

Asas asas hukum acara perdata salah satunya yaitu keaktifan hakim dalam
pemeriksaan. Dalam Hukum Acara Perdata hakim harus aktif memimpin pemeriksaan
perkara dan tidak merupakan pegawai atau sekedar alat dari pada para pihak, hakim
juga harus berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk
dapat tercapainya keadilan.

7) Beracara Dikenakan Biaya

Asas asas hukum acara perdata salah satunya adalah beracara dikenakan biaya. Pihak
penggugat membayar terlebih dahulu kepada panitera dengan sejumlah uang yang
besarnya ditentukan dengan pertimbangan keadaan perkara. Jika penggugat tidak
mampu membayar biaya berperkara, maka penggugat dapat mengajukan perkara
secara cuma-cuma (prodeo) untuk dibebaskan dari pembayaran biaya, dengan
mengajukan surat keterangan tidak mampu. Surat keterangan tersebut dapat dibuat
oleh camat yang membawahkan daerah tempat yang berkepentingan tinggal.

8) Para pihak dapat Meminta Bantuan atau Mewakilkan Seorang Kuasa

4. Hukum Acara Perdata


Asas asas hukum acara perdata salah satunya ialah para pihak dapat diwakilkan oleh
kuasanya. Orang yang belum pernah berhubungan dengan pengadilan dan harus
berperkara, biasanya gugup menghadapi hakim, maka seorang kuasa sangat berguna.

9) Sifat Terbukanya Persidangan

Sifat terbukanya persidangan merupakan salah satu dari asas asas hukum acara
perdata. Sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum,
terbuka untuk umum maksudnya bahwa setiap orang diperbolehkan untuk hadir dan
menyaksikan pemeriksaan di persidangan. Tujuan dari asas ini tidak lain untuk
memberi perlindungan HAM dalam bidang peradilan.

10) Mendengar Kedua Belah Pihak

Asas asas hukum acara perdata salah satunya adalah mendengar kedua belah pihak.
Di dalam hukum, kedua belah pihak haruslah diperlakukan sama. Menurut hukum,
pengadilan mengadili dengan tidak membedakan orang, ini berarti bahwa pihak yang
berperkara harus sama-sama diperhatikan, berhak memperoleh perlakuan yang sama
dan adil serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberi pendapatnya.

C. Struktur Kekuasaan Pengadilan di Indonesia


1. Mahkamah Agung

Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga tinggi yang memegang kekuasaan


kehakiman di dalam negara Republik Indonesia.Mahkamah Agung membawahi badan
peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan Wewenang MA


adalah:Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan
di bawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
Undang-Undang

Mahkamah Agung memiliki Fungsi sebagai berikut;

5. Hukum Acara Perdata


a. Fungsi Peradilan
1. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan
kasasi yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui
putusan kasasi dan peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-
undang diseluruh wilayah negara RI diterapkan secara adil, tepat dan benar.
2. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang
memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
b. Fungsi Pengawasan
1. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di
semua lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan
Pengadilan-pengadilan diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan
berpedoman pada azas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa
mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan memutuskan perkara (Pasal 4
dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor 14 Tahun 1970).
2. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan :
- Terhadap pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim dan perbuatan Pejabat
Pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
pokok Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam hal menerima, memeriksa, mengadili,
dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya, dan meminta keterangan
tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan,
teguran dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi kebebasan Hakim (Pasal 32
Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
- Terhadap Penasehat Hukum dan Notaris sepanjang yang menyangkut peradilan
(Pasal 36 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985)
c. Fungsi mengatur
1. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi
kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup
diatur dalam Undang-undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk
mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79
Undang-undang No.14 Tahun 1985).
2. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu
untuk mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang.
d. Fungsi nasehat

6. Hukum Acara Perdata


1. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan
dalam bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang
Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat
kepada Presiden selaku Kepala Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi
(Pasal 35 Undang-undang Mahkamah Agung No.14 Tahun 1985).
2. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk
kepada pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Pasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung).
e. Fungsi Administratif
1. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-
undang No.14 Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai
saat ini masih berada dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut
Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah
kekuasaan Mahkamah Agung.
2. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan
organisasi dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun
1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-
ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman).

2. Peradilan Umum
a. Pengadilan Tinggi
Pengadilan Tinggi merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan
Umum yang berkedudukan di ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding
terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi
selaku salah satu kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan umum mempunyai
tugas dan kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang
Peradilam Umum, dalam pasal 51 menyatakan :
1. Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan
perkara perdata di Tingkat Banding.

7. Hukum Acara Perdata


2. Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat Pertama
dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah
hukumnya.
b. Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan sebuah lembaga peradilan di
lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat
pencari keadilan pada umumnya.

3. Peradilan Agama
1. Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan
Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan
Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang untuk
mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat
banding.
2. Pengadilan Agama
Pengadilan Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan
Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan
Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang:perkawinan, warisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam, wakaf dan shadaqah serta ekonomi syari'ah.

4. Peradilan Militer
1. Pengadilan Militer Tinggi
Pengadilan Militer Tinggi merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di
bawah Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan
memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit
yang berpangkat Mayor ke atas. Selain itu, Pengadilan Militer Tinggi juga
memeriksa dan memutus pada tingkat banding perkara pidana yang telah diputus
oleh Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya yang dimintakan banding.

8. Hukum Acara Perdata


Pengadilan Militer Tinggi juga dapat memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Militer dalam daerah hukumnya.
2. Pengadilan Militer
Pengadilan Militer merupakan badan pelaksana kekuasaan peradilan di bawah
Mahkamah Agung di lingkungan militer yang bertugas untuk memeriksa dan
memutus pada tingkat pertama perkara pidana yang terdakwanya adalah prajurit
yang berpangkat Kapten ke bawah.
5. Peradilan Tata Usaha Negara
1. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan di
lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota Provinsi.
Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha
Negara di tingkat banding.
2. Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat: PTUN) merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu
kota kabupaten atau kota. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata
Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
Tata Usaha Negara

D. Kompetensi Peradilan Perdata


Pada dasarnya di setiap kabupaten/kota di bentuk pengadilan negeri. Pengadilan negeri
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota dan daerah hukumnya atau (kompetensi
relatifnya) meliputi wilayah kabupaten/ kota.3Kompetensi terbagi menjadi 2 yakni :
a. Kompetensi Absolut
Yaitu kewenangan mengadili perkara dari suatu pengadilan berdasar pada
kewenangan/beban tugas yang ditetapkan oleh undang-undang. Kewenangan
mengadili perkara yang di beban kan kepada pengadilan negeri meliputi perkara
perdata dan perkara pidana pada tingkat pertama.4 Yang artinya kekuasaan pengadilan
yang berhubungan dengan jenis pekara atau jenis pengadilan. Contohnya: Pengadilan

3
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan umum.
4
Abdulkadir Muhammad.Hukum acara perdata Indonesia.citra Aditya bakti.Bandung.2005.hlm24.

9. Hukum Acara Perdata


Negeri berwenang menyelesaikan perkara perdata umum, perkara pidana, bukan
perkara perdata islam. Dan PN berwenang menyelesaikan masalah perdata non-
muslim.
 Kewenangan Peradilan Umum
Peradilan Umum atau lebih dikenal dengan Pengadilan Negeri memilii
kewanangan untuk mengadili perkara pidana dan perdata. Tetapi dalam hal perkara
permohonan pailit dan sengketa ketenagakerjaan menjadi wewenang peradilan khusus
yang berada di lingkungan peradilan umum yaitu Pengadilan Niaga dan Perngadilan
Hubungan Industrial.
 Kewenangan Peradilan Agama
Kewenangan peradilan agama antara lain mengenai perkara: Perkawinan, yaitu
talak, cerai, pembatalan perkawinan beserta akibat hukumnya; Kewarisan meliputi
waris, wasiat, hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam (berarti bahwa para
pihak tidak harus beragama Islam, tetapi didasarkan pada Hukum Islam); Wakaf dan
Shadaqah.
 Kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara.
Kewenangan PTUN yaitu mengadili sengketa Tata Usaha Negara antara Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan masyarakat, baik orang maupun badan
hukum, akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat Konkret,
Individual, dan Final.
 Kewenangan Peradilan Militer
Peradilan Militer berwenang mengadili perkara pidana yang terdakwanya adalah
anggota TNI, tanpa melihat apakah korban tersebut adalah sesama TNI ataupun warga
sipil.5
Dan apabila apa yang telah ditetapkan menjadi kewenangan suatu badan perdilan
maka mutlak menjadi kewenangannya untuk memeriksa dan memutuskan perkara
yang telah menjadi kekuasaanya. Kalau tidak termasuk kekuasaan absolutnya, setiap
pengadilan negeri, agama, tata usaha negara, maupun militer dilarang menerimanya.
Jika ada pengadilan ada yang menerima di luar kekuasaannya maka pihak tergugat
dapat mengajukan keberatan yang disebut dengan eksepsi absolute.

b. Kompetensi Relatif

5
Kusna Goesniadhie, Tata Hukum Indonesia.2010 (Surabaya : Nasa Media), hlm 180.

10. Hukum Acara Perdata


Yaitu kewenangan mengadili perkara dari suatu pengadilan berdasarkan pada
daerah hukum. Daerah hukum pengadilan negeri meliputi kabupaten/kota.6Artinya
setiap badan peradilan berwenang mengadili perkara yang menjadi kekuasaanya
berdasarkan wilayah hukum yang berlaku.

Pasal 118 ayat (2) HIR menyatakan bahwa "Jika yang digugat lebih dari
seorang, sedang mereka tidak tinggal di daerah hukum pengadilan negeri yang sama,
maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri ditempat salah seorang
tergugat yang dipilih oleh penggugat. Jika yang digugat itu adalah seorang debitur
utama dan seorang penanggungnya maka tanpa mengurangi ketentuan pasal 6 ayat (2)
"Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan mengadili di Indonesia", tuntutan
itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal debitur utama atau
salah Seorang debitur utama".

Pasal 118 ayat (3) HIR menyatakan bahwa "Jika tidak diketahui tempat diam
si tergugat dan tempat tinggalnya yang sebenarnya, atau jika tidak dikenal orangnya,
maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal
penggugat atau salah seorang penggugat, atau kalau tuntutan itu tentang barang tetap,
diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak
barang tersebut".

Pasal 118 ayat (4) HIR menyatakan bahwa "Jika ada suatu tempat tinggal yang
dipilih dengan surat akta, maka penggugat, kalau mau, boleh mengajukan tuntutannya
kepada ketua pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya terletak tempat tinggal
yang dipilih itu".

Tiap-tiap pengadilan Negeri mempunyai wilayah hukum tertentu atau


yurisdiksi relatif tertentu yaitu meliputi satu kota madya atau satu kabupaten. Dalam
artinya untuk mengetahui kemana orang akan mengajukan perkaranya dan hubungan
dengan hak eksepsi tergugat.

Contoh persoalan dalam adanya kekompetensian Relatif ialah bagaimana jika


seorang tergugat memiliki beberapa tempat tinggal yang jelas dan resmi. Dalam hal
ini, penggugat dapat mengajukan gugatan ke salah satu PN tempat tinggal tergugat
tersebut. Misalnya, seorang tergugat dalam KTP-nya tercatat tinggal di Tangerang dan

6
Abdulkadir Muhammad.Hukum acara perdata Indonesia.citra Aditya bakti.Bandung.2005.hlm23.

11. Hukum Acara Perdata


memiliki ruko di sana, sementara faktanya ia juga tinggal di Bandung. Dalam hal
demikian, gugatan dapat diajukan baik pada PN di wilayah hukum Tangerang maupun
Bandung. Dengan demikian, titik pangkal menentukan PN mana yang berwenang
mengadili perkara adalah tempat tinggal tergugat dan bukannya tempat kejadian
perkara (locus delicti) seperti dalam hukum acara pidana.7

E. Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata


Adapun Sumber-sumber Hukum Acara Perdata di Indonesia yang berlaku sampai
saat ini adalah sebagai berikut.8
1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) Reglement tentang melakukan pekerjaan
kepolisian, mengadili perkara perdata dan penuntutan hukuman buat bangsa Bumiputera
dan bangsa timur di Tanah Jawa dan Madura, yang merupakan pembaruan dari reglement
bumiputera/ Reglement Indonesia (RIB) dengan Staatsblad 1941 Nomor 44.
2. RBg. (Reglement tot regeling van het rechtswezen in de gewesten buiten java en
Madura) reglement tentang hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah luar jawa dan
Madura dengan Staatsblad 1927 nomor 227.
3. Rv (reglement op de rechtsvordering) reglement tentang hukum acara perdata dengan
staatblad 1847 No. 52 juncto 1849 No. 63.
4. RO (Reglement of de rechterlijke organisatie in het beleid der justitie in Indonesia,
reglement tentang oranisasi kehakiman dengan staatsblad 1847 N0. 23).
5. Ordonansi dengan staatblad 1867 No. 29 tanggal 14 maret 1867 tentang kekuatan
bukti, surat-surat di bawah tangan yang di perbuat oleh orang-orang bangsa bumi putera
atau oleh yang disamakan dengan dia.
6. BW (Burgerlijk Wetboek/ Kitab UU Hukum Perdata / Kitab UU hukum Sipil)
7. Kitab UU Hukum Dagang (wetboek van Koophandel Buku ke satu lembaran Negara
RI No. 276 yang diberlakukan mulai tanggal 17 juli 1938 dan buku kedua lembaran
negara RI No. 49 tahun 1933.
8. UU No. 20 tahun 1947 tentang ketentuan banding (peradilan Ulangan).
9. UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan lembaran negara RI No. 1 tahun 1974
tanggal 2 januari 1974.
10. UU No. 4 tahun 1996 tentang hak tanggung atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah (UUHT).
11. UU NO. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.
7
Yan Apul. Kuliah Hukum Acara Perdata.1976 (Jakarta: Unika Atma Jaya) hlm 144.
8
Sarwono, HUKUM ACARA PERDATA Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, hlm: 10-13

12. Hukum Acara Perdata


12. UU No. 2 tahun 1986 tentang peradilan umum.
13. UU No. 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
14. UU No. 37 Tahun 2004 tantang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran
utang.
15. UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama.
16. UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan
agama.
17. UU No. 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara.
18. UU No. 24 tahun 2003 tentang mahkamah konstitusi.
19. UU No. 3 Tahun 2009 tentang perubahan adata UU No. 14 tahun 1985 tentang
mahkamah agung.
20. Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di
pengadilan mahkamah agung.
21. Peraturan mahkamah agung No. 1 tahun 1982 tentang peraturan mahkamah agung
No. 1 tahun 1980 yang disempurnakan.
22. SEMA No. 6 tahun 1992 tentang penyelesaian perkara dipengadilan tinggi dan
pengadilan negeri, SEMA no. 3 tahun 2002, SEMA No. 4 tahun 2001 dan SEMA No. 10
tahun 2005.
23. Yurisprudensi dan sebagainya.

Dengan banyaknya Sumber Hukum Acara Perdata yang berserakan di beberapa


peraturan perundang-undangan sudah barang tentu akan memnyebabkan caolon-calon
yuris di Indonesia mengalami hambatan dan atau kesulitan dalam mempelajarinya, karena
untuk mempelajari hukum acara perdata harus mengeluarkan dana yang cukup banyak
untuk membeli beberapa peraturan perundang-undangan yang merupakan sumber hukum
acara perdata yang realitanya belum tentu dapat dipenuhi caoln-calon yuris yang
disebabkan oleh karena keterbatasan keuangan (finansial seseorang).

BAB III

PENUTUP

13. Hukum Acara Perdata


Kesimpulan

1. Pengertian hukum acara perdata

Hukum Acara Perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana ditegakkannya hukum
perdata materiil, bagaimana orang berhadapan dimuka pengadilan dan bagaimana
pelaksanaan dari putusannya.

2. Asas-asas hukum acara perdata


1. Peradilan bebas dari campur tangan pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman.
2. Asas Objektivitas
3. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
4. Gugatan atau Permohonan Diajukan dengan Surat atau Lisan
5. Inisiatif Berperkara diambil oleh Pihak Yang Berkepentingan
6. Beracara Dikenakan Biaya
7. Keaktifan Hakim dalam Pemeriksaan
8. Para pihak dapat Meminta Bantuan atau Mewakilkan Seorang Kuasa
9. Sifat Terbukanya Persidangan
10. Mendengar Kedua Belah Pihak
3. Struktur Kekuasaan Pengadilan di Indonesia
1. Mahkamah Agung
2. Peradilan Umum
3. Peradilan Agama
4. Peradilan Militer
5. Peradilan Tata Usaha Negara

Saran

Dari penjelasan di atas mengenai Pengertian Hukum acara perdata dan ruang lingkupnya,
kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, untuk
mengetahuai secara komfrehensif, maka sangat dibutuhkan beberapa rujukan-rujukan yang
yang dapat memberikan pengetahuan secara mendalam.

Daftar Pustaka

Apul, Yan. Kuliah Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Unika Atma Jaya), 1976.

14. Hukum Acara Perdata


Goesniadhie, Kusna.Tata Hukum Indonesia, (Surabaya : Nasa Media), 2010.

Muhammad, Abdulkadir.Hukum acara perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya bakti,


2005.

Sarwono, HUKUM ACARA PERDATA Teori dan Praktik, Jakarta: Sinar Grafika, 2011

Taufik, Moh.Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

15. Hukum Acara Perdata

Anda mungkin juga menyukai