PENDAHULUAN
1. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara Perdata
2. Sumber-sumber Hukum Acara Perdata
3. Asas-asas Hukum Acara Perdata
II. KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA
1. Kekuasaan Kehakiman yang Mandiri
2. Badan Peradilan Negara
3. Lingkungan Lembaga Peradilan
4. Kompetensi Lembaga Peradilan
III.TATA CARA PENGAJUAN TUNTUTAN HAK
1. Pengertian Tuntutan Hak Keperdataan
2. Pihak-pihak dalam Perkara Perdata
3. Tata Cara Pengajuan Gugatan
4. Penggabungan Tuntutan Hak
5. Upaya-upaya Menjamin Hak
IV.PROSES PEMERIKSAAN PERKARA DI
SIDANG PENGADILAN
1. Pencabutan dan Perubahan Gugatan
2. Putusan Gugur,Verstek dan Putusan Damai
3. Jawaban Tergugat
4. Proses Pembuktian dan Macam-macam Alat Bukti
V. PUTUSAN HAKIM DAN
PELAKSANAANNYA
1. Pengertian Putusan dan Macam-macam Putusan
2. Upaya Hukum Terhadap Putusan Hakim
3. Syarat-syarat Pelaksanaan Putusan Hakim
4. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Hakim
1.1. Pengertian dan Fungsi Hukum Acara
Perdata
HIR,RBg,RV
Undang-undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman
UU No.3 Tahun 2009 dan UU No.5 Tahun 2004 Perubahan atas
Undang-undang No.14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung
UU No. 49 Tahun 2009 danUU No.8 Tahun 2004 Perubahan atas
undang-undang No.2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
UU No 50 Tahun 2009 dan UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan
atas UU No 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Undang-undang No.18 Tahun 2003 Tentang Advokat
Undang-undang Khusus lainnya dan peraturan-peraturan pelaksana
lainnya dalam bidang peradilan
Sumber Hukum Formal
Sumber Hukum Tidak Tertulis
Yurisprudensi
Penafsiran Hukum
Yurisprudensi
Doktrin dan ilmu pengetahuan
Kebiasaan dalam Praktek Peradilan
Asas Hakim Bersifat Pasif
Dalam memeriksa perkara hakim tidak ikut
menentukan luas pokok perkara,luas pokok
perkara ditentukan sendiri oleh para pihak,apa
yang diinginkan untuk diperiksa,diadili dan
diputuskan oleh hakim menjadi hak
sepenuhnya dari para pihak. Pengadilan atau
hakim hanya mempunyai tugas untuk
membantu pencari keadilan dan berusaha
mengatasi segala hambatan dan rintangan
untuk dapat tercapainya peradilan yang
sederhana,cepat dan biaya ringan ( Pasal 4 ayat
(2) UU No.48 Tahun 2009)
Hakim Wajib Memeriksa dan Mengadili
Hakim Wajib memeriksa dan mengadili seluruh
gugatan dan hakim dilarang untuk menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau
lebih dari yang dituntut, dalam hal hakim
memutuskan melampaui batas kewenangannya
maka putusannya dapat dibatalkan oleh
pengadilan yang lebih tinggi, putusan dapat
dimintakan banding,kasasi maupun peninjauan
kembali.
Asas Sidang Terbuka Untuk Umum
Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka
untuk umum,kecuali Undang-undang
menentukan lain ( Pasal 13 ayat (1) UU No.48
Tahun2009) , sidang pengadilan dapat
dihadiri,didengar dan dilihat oleh siapapun
kecuali oleh orang-orang yang memang dilarang
oleh undang-undang, tidak dipenuhinya asas ini
berakibat putusan hakim menjadi batal demi
hukum ( Pasal 13 ayat (3) UU No.48 Tahun 2009 )
Tujuan Sidang Terbuka Untuk Umum
Untuk menjamin terlaksananya sistem peradilan yang
obyektif,adil dan fair serta memungkinkan adanya
control social dari masyarakat.
Pengecualian Asas Sidang Terbuka Untuk
Umum
sidang dapat dilakukan secara tertutup dalam hal:
menyangkut perkara anak-anak,perkara
kesusilaan,perkara yang berkaitan dengan ketertiban
umum dan rahasia negara,perkara perkawinan dan
perceraian.
Asas Mendengar Kedua Belah Pihak ( audi
et alteram partem )
Kedua belah pihak yang bersengketa ,baik
penggugat maupun tergugat harus didengar
keterangannya secara sama dan adil,hakim tidak
boleh memihak dan berat sebelah dalam
memeriksa dan memutus perkara, hakim harus
obyektif,adil dan fair dalam memperlakukan para
pihak yang bersengketa“ Pengadilan mengadili
menurut hukum dan tidak membeda-bedakan
orang ( Pasal 4 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009).
Asas Putusan hakim Harus Disertai Alasan-
alasan
“ Segala putusan Pengadilan selain harus memuat
alasan dan dasar putusan tersebut,memuat pula pasal
tertentu dari peraturan perundangan yang
bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili ( Pasal 50 ayat (1) UU
No. 48 Tahun 2009 )”
Dasar Alasan Putusan hakim
Alasan Berdasarkan Fakta-faktanya
Contoh :
Wali terhadap anak di bawah perwaliannya
Orang tua terhadap anak-anaknya yang belum dewasa
kurator terhadap orang-orang yang ada di bawah kuratelenya
BHP,Orang atau Badan yang ditunjuk sebagi curator dalam
kepailitan.
Wakil atau kuasa berdasarkan perjanjian
Wakil atau kuasa berdasarkan adanya perjanjian
pemberian kuasa untuk melakukan suatu perbuatan
hukum tertentu ,misalnya kuasa khusus untuk
mengajukan gugatan ke pengadilan negeri antara
seorang penggugat dengan pengacaranya.
Acara Kepailitan
Dalam acara khusus permohonan pernyataan
pailit ,ketentuan asas tidak ada keharusan untuk
mewakilkan menjadi tidak berlaku dengan adanya
ketentuan bahwa setiap permohonan yang
berkaitan dengan kepailitan harus diajukan oleh
seorang kuasa(Advokat) sebagaimana diatur
dalam Pasal 7 UU No37 Tahun 2004 tentang
kepailitan.
. Asas obyektifitas
Hakim dalam menerima,memeriksa,mengadili dan
memutuskan setiap perkara harus berlaku
adil,obyektif dan fair tidak boleh memihak pada salah
satu pihak kedua belah pihak harus diperlakukan
secara imbang.
jaminan penerapan asas obyektifitas
Sebagai jaminan penerapan asas obyektifitas ada beberapa
asas yang terkait dan saling mendukung,misalnya adanya
asas sidang terbuka untuk umum,asas mendengar kedua
belah pihak,asas putusan disertai alasan-alasan,asas hakim
majelis dan lain sebaginya,di samping itu untuk lebih
menjamin asas obyektifitas pada para pihak diberikan
adanya “hak ingkar (recusatie atau hak wraking)”
Nilai-nilai Keadilan;
PENGADILAN PENGADILAN
TINGGI TINGGI AGAMA MAHMILTI PT TUN
PENGADILAN PENGADILAN
NEGERI AGAMAI MAHMIL PTUN
Semua sengketa yang timbul karena perampasan kapal asing dan muatannya
oleh kapal perang RI diputus oleh MA dalam tingkat pertama dan terakhir
( Pasal 33 ayat (2) UU No. 14 / 1985
Isi Gugatan,dalam HIR maupun Rbg tidak mengatur tentang apa yang
harus dicantumkan dalam gugatan,HIR dan RBg hanya mengatur
tentang tata caranya mengajukan gugatan.
untuk mengisi kekosongan hukum ini ketentuan RV (hukum acara
perdata untuk golongan Eropa ) dapat dijadikan rujukan dalam
menyusun surat gugatan dengan merujuk ketentuan Pasal 119 HIR dan
Pasal 143 RBg yang memberi wewenang ketua pengadilan negeri
berkuasa untuk memberi nasehat dan pertolonggan kepada orang
yang mengugat atau kepada wakilnya tentang hal memasukkan
gugatannya.
ISI SURAT GUGATAN ( Pasal 8 No.3 RV):
Identitas dari para pihak,baik penggugat maupun
pihak tergugatnya.
Dalil-dalil Kongkrit adanya hubungan hukum yang
merupakan dasar serta alasan dari tuntutan
(Fundamentum Petendi atau posita)
Tuntutan yang dikehendaki oleh pihak penggugat
(Petitum )
Identitas Para Pihak
Nama Penggugat dan Tergugat;
Umur Penggugat Maupun Tergugat;
Pekerjaan dari Penggugat dan Tergugat
Tempat Tinggal / Domisili / Tempat Kedudukan
Penggugat dan Tergugat,dll
Fundamentum Petendi atau posita
Tentang Faktanya (kejadian atau peristiwanya);
Tentang Hukumnya
Tuntutan (Petitum )
Yaitu tentang apa yang dimintakan atau diharapkan
oleh pihak penggugat untuk diputuskan oleh hakim.
Tuntutan harus lengkap ,jelas dan sempurna,tuntutan
yang tidak lengkap,jelas dan sempurna akan berakibat
tidak diterimanya tuntutan .
Tuntutan atau petitum
Tuntutan pokok atau tuntutan primer
Tuntutan Tambahan
Tuntutan pokok atau tuntutan primer
Yaitu tuntutan yang sifatnya pokok terkait dengan
hubungan hukum yang terjadi di antara para pihak
yang harus dipenuhi oleh pihak tergugat sebagai
bentuk prestasi tertentu.
Tuntutan Pengganti atau tuntutan subsider
Yaitu tuntutan yang diajukan oleh penggugat yang
sifatnya adalah untuk menggantikan tuntutan primer
dalam hal nantinya tuntutan primer tidak dikabulkan
oleh hakim. Tuntutan subsider harus sebanding
dengan tuntutan primer.
Tuntutan Tambahan
Adalah tuntutan yang sifatnya menambah tuntutan pokok atau
tuntutan subsider,tuntutan tambahan dapat berupa:
tuntutan agar tergugat dihukum membayar beaya perkara;
tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar sejumlah bunga
tertentu;
tuntutan agar tergugat dihukum membayar sejumlah uang paksa;
dalam hal gugat cerai,sering disertai dengan tuntutan tambahan atas
nafkah istri,pembagian harta bersama,atau hak pengasuhan atas anak;
tuntutan agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih
dahulu,meskipun ada upaya hukum perlawanan,banding maupun
kasasi (Uit voerbaar bij vooraad )
Syarat-sayarat dapat dikabulkannya
tuntutan Uit voebaar bij voorraad (Pasal
180 HIR,Pasal 191 RBg ) antara lain :
ada surat yang sah (autentik titel )
Revindikatoir beslag ;
Sita Marital
Revindikatoir beslag
Yaitu penyitaan yang dilakukan atas permohonan pemilik
barang bergerak yang ada di tangan pihak orang lain
atau di bawah kekuasaan orang lain (tergugat atau
termohon ) secara lisan maupun secara tertulis ke
pengadilan negeri di tempat orang yang menguasai benda
tersebut bertempat tinggal
Permohonan atas Conservatoir Beslag diajukan dengan surat tertulis, Sedang dalam
Revindikatoir beslag dapat secara lisan maupun tertulis
.
Dalam Conservatoir Beslag bertujuan untuk pembayaran sejumlah uang tertentu,
sedang dalam Revindicatoir Beslag bertujuan untuk penyerahan atas barang atau
benda yang menjadi obyek penyitaan.
Persamaan Conservatoir Beslag dan
Revindicatoir Beslag :
Akta otentik
Akta Di Bawah Tangan
Akta yang sengaja dibuat oleh para pihak sediri
tanpa bantuan seorang pejabat dengan tujuan
untuk pembuktian atas suatu peristiwa atau
hubungan hukum tertentu
Akta di bawah tangan yang memuat hutang
sepihak wajib ditulis tangan sendiri oleh
pembuatnya,atau setidak-tidaknya tentang
keterangan yang menguatkan jumlah atau
besarnya atau banyaknya yang harus dipenuhi
ditulis sendiri dengan huruf seluruhnya.
Kekuatan Pembuktian Akta
Kekuatan pembuktian akta sebagai alat bukti di
pengadilan dapat dilihat dari:
Kekuatan pembuktian Lahir;
Kekuatan pembuktian Formil;
Kekuatan pembuktian material
Kekuatan Pembuktian Lahir Akta Di Bawah
tangan
Akta di bawah tangan tidak memiliki kekuatan
lahir;
Tandatangan akta di bawah tangan dapat diakui
dapat juga diingkari oleh pembuatnya
Akta di bawah tangan yang diakui
tandatangannya oleh para pihak yang membuat
menjadikan akta di bawah tangan memiliki
kekuatan pembuktian yang sempurna;
Dalam hal tandatangan para pihak
diingkari,maka kebenaran akta harus diperiksa
kebenarannya.
Kekuatan Pembuktian Formil akta Di Bawah
tangan
Akta di bawah tangan yang diakui tandatangannya
memiliki kekuatan pembuktian formil;
Telah memberikan kebenaran bahwa keterangan atau
pernyataan dalam akta adalah keterangan atau
pernyataan dari si penandatangan.
Kekuatan Pembuktian Materiil Akta Di
Bawah Tangan
Akta di bawah tangan yang sudah diakui
tandatangannya memiliki kekuatan pembuktian
yang sempurna seperti akta otentik;
Isi keterangan di dalam akta di bawah tangan
yang sudah diakui tandatangannya secara materiil
dianggap benar bagi para pembuatnya dan pihak-
pihak yang diuntungkan dari akta tersebut.
Akta Otentik
Akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh
penguasa berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku,baik dengan bantuan maupun tidak dari pihak yang
berkepentingan,dengan mencatat apa yang dimntakan untuk dimuat
di dalamnya oleh yang berkepentingan;
Suatu akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang diberi
wewenang untuk itu,merupakan bukti yang lengkap (sempurna)
antara para pihak dan para ahli warisnya dan mereka yang mendapat
hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan
tentang yang tercantum di dalamnya sebagai pemberitahuan
belaka,akan tetapi yang terakhir ini hanyalah sepanjang yang
diberitahukan itu erat hubunannya dengan pokok dari akta ( Pasal 165
HIR,Pasal 285 RBg,Pasal 1868 BW)
Kekuatan Pembuktian Akta Otentik
Akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang lengkap
atau sempurna bagi para pihak yang membuat,ahli waris
dan pihak ketiga yang mendapatkan hak dari akta yang
bersangkutan;
Jika tidak ada bukti yang sebaliknya dan sebanding ,maka
akta otentik selalu dianggap benar isinya tanpa
pembuktian lebih lanjut.
Terhadap pihak ketiga akta otentk merupakan alat bukti
yang mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas dan
penilaiannya diserahkan pada pertimbangan hakim;
Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian
lahir,formil maupun kekuatan pembuktian materiil
Alat Bukti Keterangan Saksi
Keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan oleh pihak ketiga di luar
pihak-pihak yang bersengketa yang diberikan secara lisan,langsung dan
pribadi di muka sidang pengadilan tentang apa yang dilihat,didengar,dialami
atau dia ketahui atau dia rasakan terhadap suatu peristiwa,kejadian atau
perbuatan hukum tertentu.
Kesaksian bukan merupakan kesimpulan atau pendapat atau dugaan
dari seseorang.
pada asasnya pembuktian dengan saksi dapat dipakai dalam segala perkara
perdata ,kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 1895 BW,Pasal 139
HIR)
Keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga (Testimonium de auditu) bukan
merupakan keterangan saksi.
Seorang Saksi bukanlah saksi (Unus testis nullus testis) keterangan dari
seorang saksi saja tanpa alat bukti yang lain dianggap tidak cukup dan tidak
boleh dijadikan dasar putusan hakim.
Unsur-unsur Keterangan Saksi
Keterangan saksi diberikan oleh pihak
ketiga;
Keterangan diberikan secara langsung,lisan
dan pribadi di dalam sidang;
Keterangan yang diberikan merupakan
peristiwa,kejadian atau perbuatan yang
dilihat,didengar,dialami atau dirasakan
sendiri;
Kekuatan Pembuktian Saksi
Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi mempunyai
kekuatan pembuktian yang bebas,artinya hakim
mempunyai kebebasab untuk menilai apakah
keterangan saksi itu dapat dipecaya atau tidak sangat
tergantung pada penilaian hakim
Parameter Penilaian Keterangan Saksi(172
HIR)
Kesesuaian atau kecocokan antara keterangan
saksi yang satu dengan yang lainnya
Kesesuaian keterangan saksi dengan apa yang
diketahui dari segi lain tentang perkara yang
disengketakan
Pertimbangan yang mungkin ada pada saksi
untuk memberikan keterangan
kesaksiannya,misalnya cara hidup,adat
istiadat,serta martabat saksi atau segala seuatu
yang munkin dapat mempengaruhi tingkat
kejujuran dari saksi.
Testimonium de auditu
Keterangan yang diperoleh dari pihak ketiga bukan
merupakan keterangan saksi.
Unus testis nullus testis
Seorang Saksi bukanlah saksi ,keterangan dari
seorang saksi saja tanpa alat bukti yang lain dianggap
tidak cukup dan tidak boleh dijadikan dasar putusan
hakim.
Golongan Orang Yang Dianggap Tidak
Mampu Menjadi saksi
Golongan orang yang tidak mampu secara mutlak (hakim
dilarang mendengar mereka sebagai saksi)
Contoh : Pasal 633 BW tentang tembok batas, Pasal 658 BW tentang parit
atau selokan batas, Pasal 1394 tentang 3 Kuitansi pembayaran sewa