Anda di halaman 1dari 7

A.

Pengertian Peradilan Agama

Hukum acara peradilan agama adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mentaati
hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim atau cara bagaimana bertindak dimuka
pengadilan agama dan bagaimana hakim bertindak dimuka pengadilan agama dan bagaimana
hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagimana mestinya.

B. Asas-Asas Umum Peradilan Agama

1. Asas Personalitas Keislaman

 Berdasarkan UUPA, asas personalitas keislaman yang melekat pada PA dilandasari oleh tiga
syarat :

a. Agama yang dianut kedua belah pihak saat terjadinya peristiwa hukum adalah agama islam

b. Perkara perdata yang dipersengketakan merupakan kompetensi absolute PA

c. Hubungan hukum yang mereka lakukan berdasarkan hukum islam

Pengertian “ Antara orang-orang yang Beragama islam” disini termasuk orang atau badan hukum
yang menundukkan diri dengan sukarela pada hukum islam tentang hal yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama.

2. Asas Kebebasan

a. Bebas dari campur tangan kekuasaan negara lainnya

b. Bebas dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ektra judicial (Pihak
lain diluar kekuasaan kehakiman)

c. Kebebasan melaksanakan wewenang yudisial (menerapkan, menafsirkan, menemukan hukum)

3. Asas Wajib Mendamaikan

a. Perdamaian lebih utama dari putusan : islah, win-win solution

b. Peradilan agama sebagai peradilan keluarga  tidak hanya melaksanakan kekuasaan


kehakiman yang menerapakan hukum keluarga secara kaku, tetapi lebih diarahkan pada
penyelesaian sengketa keluarga dengan memperkecil kerusakan rohani dan keretakan sosial.
4. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan.

a. Sederhana  prosedur penerimaan sampai dengan penyelesaian suatu perkara

b. Cepat  alokasi waktu yang tersedia dalam proses peradilan

c. Biaya Ringan  keterjangkauan biaya perkara oleh pencari keadilan

5. Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum.

- Bahwa setiap pemeriksaan yang berlangsung dalam sidang pengadilan memperkenankan siapa
saja yang menhadiri, mendengarkan dan menyaksikan jalannya persidangan

- Ada transparansi

- Tidak semua sidang pemeriksaan perkara terbuka untuk umum

Pengecualian asas terbuka untuk umum :

pasal 59 ayat (1) UU No.7 tahun 1989

Pemeriksaaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup, demikian juga untuk cerai
talak

Perkara perceraian  menjaga kerahasian hubungan kerumahtanggaan lebih penting Tertutup


meliputi pemeriksaan dan pembuktian Putusan tetap diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum

6. Asas Legalitas dan Persamaan

Asas legalitas  semua tindakan berdasarkan hukum (rule of law)

Asas Persamaan  setiap orang mempunyai hak dan kedudukan yang sama dimuka hukum.

7. Asas Aktif memberi bantuan.

Pasal 58 ayat (2) UU No.7/1989 : “pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha
sekeras-kerasnya mengatasi hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.

8. Asas Hakim bersifat menunggu


proses berpekara baru akan ada jika yang berkepentingan mengajukan kepada hakim dan oleh
hakim perkara yang masuk diproses sesuai hukum yang berlaku.

9. Asas Ius Curia Novit

Para pihak yang berkepentingan serta tuntutan hak telah diajukan kepada hakim atau pengadilan
 maka hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasasn tidak ada hukumnya atau
hukumnya belum jelas  dalam hal ini hakim dianggap tahu hukumnya.

10. Asas Hakim Aktif dan Pasif

Hakim dalam memeriksa suatu perkara adalah bersikap pasif  ruang lingkup atau luas perkara
yang diajukan ke pengadilan untuk diperiksa oleh hakim adalah ditentukan oleh para pihak yang
berperkara (bukan oleh hakim).

Dalam asas hakim pasif ini mengandung juga asas hakim aktif  misalanya dalam hal hakim
berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak, menjaga agar persidangan berjalan dengan
aman dan lantjar, menunda persidangan, memerintahkan pembuktian, menjelaskan mengenai
upaya hukum dan sebagainya.

14. Asas putusan pengadilan disertai alasan

Hakim dalam menjatuhkan putusan harus disertai dengan alasan  bertujuan agar hakim bersifat
obyektif dengan memberikan alasan dan pertimbangan yang cukup terhadap putusan yang
dijatuhkan.

Dengan disertai alasan yang kuat dalams suatu putusan  berarti putusan mempunyai wibawa
dan tidak mudah untuk dibatalkaan oleh pengadilan yang lebih tinggi.

15. Asas biaya perkara dan prodeo

Biaya-biaya perkara diperuntukkan untuk : biaya kepaniteraan, biaya pemanggilan dan


pemberitahuan, biaya materai dll. Bagi mereka yang tidak mampu  dapat berperkara cuma-
cuma tanpa biaya (prodeo) Pasal 271-274 Rbg/235-238 HIR) Sudah tentu harus dilengkapi
dengan surat keterangan tidak mampu dari aparat yang berwenang untuk itu.

16. Asas wakil dan kuasa


Menurut sistem HIR/Rbg  setiap orang yang berperkara tidak ada kaharusan menunjuk kuasa
atau wakil yang maju kedalam persidangan. Namun jika memang menginginkannya juga dapat
menunjuk wakil atau kuasa dalam persidangan pengadilan  jika menunjuk kuasa maka sikuasa
tidak dapat mengajukan gugatan tidak tertulis

C. Sumber Hukum Acara Peradilan Agama

Peraturan perundang-undangan yang menjadi inti hukum acara perdata peradilan umum, antara
lain :

1. HIR (Het Herziene Inlandsche Reglement)

2. Rbg (Rechts Reglement Butengenwesten) atau disebut juga reglemen untuk daerah seberang,
maksudnya untuk luar Jawa-Madura

3. Rsv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) yang zaman jajahan Belanda dahulu


berlaku untuk Raad van justitie

4. BW (Burgerlijke Rechtsvordering) yang zaman jajahan Belanda dahulu berlaku untuk Raad
van Justitie

5. UU Nomor 2 Tahun 1968 tentang Peradilan Umum

Peraturan perundang-undangan tentang Acara Perdata yang sama-sama berlaku bagi lingkungan
Peradilan Umum dan Peradilan Agama, adalah sebagai berikut :

1. UUD 1945 Pasal 24

2. UU No.48 Tahun 2009 jo UU No.40 Tahun 2004 jo. UU No.35 Tahun 1999 jo UU No. 14
Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman

3. UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

4. UU Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 9 tahun 1975 tentang Perkawinan dan
Pelaksanaannya.

5. UU No. 50 Tahun 2009 jo UU No.3 Tahun 2006 jo UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama

6. Kompilasi Hukum Islam


D. Susunan Kekuasaan Kehakiman

Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh :

a. Pengadilan Agama  P. Tingkat Pertama

b. Pengadilan Tinggi Agama  P. Tingkat Banding

c. Berpuncak pada MA

E. Tindakan Persiapan Sebelum Sidang

• Membahas mengenai persiapan-persiapan yang harus dilakukan terhadap suatu perkara yang
pemeriksaannya dilakukan melalui proses litigasi

• Persiapan tersebut meliputi proses pembuatan gugatan dan permohonan sebagai bagian dari
tuntutan hak

• Dilanjutkan dengan gugatan dan permohonan sebagai bagian dari tuntutan hak

• Isi gugatan yang mempersyaratkan minimal terdiri dari 3 hal

F. Tuntutan Hak

• Tuntutan Hak (Sudikno Mertokusumo) tindakan yang bertujuan untuk memperoleh


perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya eigenrichting.

• Dalam gugatan minimal terdapat 2 pihak didalamnya yaitu : pihak penggugat dan pihak
tergugat hasilnya akhir berupa putusan pengadilan 

• Dalam permohonan hanya terdapat 1 pihak saja yaitu pihak pemohon dengan hasil akhir berupa
penetapan pengadilan.

G. Gugatan lisan dan tertulis

Ketentuan Pasal 142 ayat (1) R.Bg / 118 ayat (1) HIR menentukan gugatan harus diajukan
dengan surat yang ditanda tangani oleh penggugat atau wakilnya.

Hal ini mengandung arti bahwa gugatan harus diajukan secara tertulis (dengan surat gugatan)

H. Isi permohonan dan isi gugatan


• Pasal 8 no 3 Rv menentukan sedikinya memuat 3 hal :

• Identitas para pihak

• Dalil-dalil tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan –alasan dari
pada tuntutan (fundamentum petendi/ posita /dasar tuntutan)

• Tuntutan atau petitum

I. Komulasi/penggabungan

Komulasi subyektif

 Dalam suatu perkara yang mengadung sengketa tidak jarang penggugatnya terdiri dari
beberapa orang melawan satu orang tergugat, atau beberapa orang penggugat melawan beberapa
tergugat

Komulasi Obyektif

 Merupakan penggabungan dari beberapa tuntutan dalam satu surat gugatan.

 Pada prinsipnya tidak dilarang dan tidak dipersyaratkan adanya koneksitas antara tuntutan
yang satu dengan tuntutan yang lainnya.

J. Kompetensi peradilan

1. Kekuasaaan Relatif

Berkaitan dengan daerah hukum

Kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan dalam perbedaannya dengan
kekuasaaan pengadilanyang sama jenis dan sama tingkatannya : missal pengadilan agama muara
enim dengan pengadilan agama baturaja.

Pasal 4 ayat (1) UU No.7/89 : pengadilan agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota
kabupaten yang daerah hukum nya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.

Penjelasan : pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan agama ada di kotamadya tau ibukota
kabupaten yang daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten, tetapi tidak
tertutup kemungkinan adanya pengecualian.
2. Kekuasaan Absolut

Berkaitan dengan jenis perkara dan jenjang pengadilan

Kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau
tingkatan pengadilan dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau
tingkatan pengadilan lainnya, missal : untuk perkawa perkawinan islam (pengadilan agama)
sedangkan non islam menjadi kuasa peradilan umum.

3. Jenis Perkara yang menjadi Kekuasaan Peradilan Agama

Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang :

a. Perkawinan

b. Waris

c. Wasiat

d. Hibah

e. Wakaf

f. Zakat

g. Infaq

h. Shadaqah

i. Ekonomi Syariah (Ps. 49 UU No.3 Tahun 2006)

Anda mungkin juga menyukai