Hukum acara peradilan agama adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mentaati
hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim atau cara bagaimana bertindak dimuka
pengadilan agama dan bagaimana hakim bertindak dimuka pengadilan agama dan bagaimana
hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagimana mestinya.
Berdasarkan UUPA, asas personalitas keislaman yang melekat pada PA dilandasari oleh tiga
syarat :
a. Agama yang dianut kedua belah pihak saat terjadinya peristiwa hukum adalah agama islam
Pengertian “ Antara orang-orang yang Beragama islam” disini termasuk orang atau badan hukum
yang menundukkan diri dengan sukarela pada hukum islam tentang hal yang menjadi
kewenangan Pengadilan Agama.
2. Asas Kebebasan
b. Bebas dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak ektra judicial (Pihak
lain diluar kekuasaan kehakiman)
- Bahwa setiap pemeriksaan yang berlangsung dalam sidang pengadilan memperkenankan siapa
saja yang menhadiri, mendengarkan dan menyaksikan jalannya persidangan
- Ada transparansi
Pemeriksaaan gugatan perceraian dilakukan dalam sidang tertutup, demikian juga untuk cerai
talak
Asas Persamaan setiap orang mempunyai hak dan kedudukan yang sama dimuka hukum.
Pasal 58 ayat (2) UU No.7/1989 : “pengadilan membantu para pencari keadilan dan berusaha
sekeras-kerasnya mengatasi hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan.
Para pihak yang berkepentingan serta tuntutan hak telah diajukan kepada hakim atau pengadilan
maka hakim tidak boleh menolak suatu perkara dengan alasasn tidak ada hukumnya atau
hukumnya belum jelas dalam hal ini hakim dianggap tahu hukumnya.
Hakim dalam memeriksa suatu perkara adalah bersikap pasif ruang lingkup atau luas perkara
yang diajukan ke pengadilan untuk diperiksa oleh hakim adalah ditentukan oleh para pihak yang
berperkara (bukan oleh hakim).
Dalam asas hakim pasif ini mengandung juga asas hakim aktif misalanya dalam hal hakim
berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak, menjaga agar persidangan berjalan dengan
aman dan lantjar, menunda persidangan, memerintahkan pembuktian, menjelaskan mengenai
upaya hukum dan sebagainya.
Hakim dalam menjatuhkan putusan harus disertai dengan alasan bertujuan agar hakim bersifat
obyektif dengan memberikan alasan dan pertimbangan yang cukup terhadap putusan yang
dijatuhkan.
Dengan disertai alasan yang kuat dalams suatu putusan berarti putusan mempunyai wibawa
dan tidak mudah untuk dibatalkaan oleh pengadilan yang lebih tinggi.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi inti hukum acara perdata peradilan umum, antara
lain :
2. Rbg (Rechts Reglement Butengenwesten) atau disebut juga reglemen untuk daerah seberang,
maksudnya untuk luar Jawa-Madura
4. BW (Burgerlijke Rechtsvordering) yang zaman jajahan Belanda dahulu berlaku untuk Raad
van Justitie
Peraturan perundang-undangan tentang Acara Perdata yang sama-sama berlaku bagi lingkungan
Peradilan Umum dan Peradilan Agama, adalah sebagai berikut :
2. UU No.48 Tahun 2009 jo UU No.40 Tahun 2004 jo. UU No.35 Tahun 1999 jo UU No. 14
Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman
4. UU Nomor 1 Tahun 1974 dan PP Nomor 9 tahun 1975 tentang Perkawinan dan
Pelaksanaannya.
5. UU No. 50 Tahun 2009 jo UU No.3 Tahun 2006 jo UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama
c. Berpuncak pada MA
• Membahas mengenai persiapan-persiapan yang harus dilakukan terhadap suatu perkara yang
pemeriksaannya dilakukan melalui proses litigasi
• Persiapan tersebut meliputi proses pembuatan gugatan dan permohonan sebagai bagian dari
tuntutan hak
• Dilanjutkan dengan gugatan dan permohonan sebagai bagian dari tuntutan hak
F. Tuntutan Hak
• Dalam gugatan minimal terdapat 2 pihak didalamnya yaitu : pihak penggugat dan pihak
tergugat hasilnya akhir berupa putusan pengadilan
• Dalam permohonan hanya terdapat 1 pihak saja yaitu pihak pemohon dengan hasil akhir berupa
penetapan pengadilan.
Ketentuan Pasal 142 ayat (1) R.Bg / 118 ayat (1) HIR menentukan gugatan harus diajukan
dengan surat yang ditanda tangani oleh penggugat atau wakilnya.
Hal ini mengandung arti bahwa gugatan harus diajukan secara tertulis (dengan surat gugatan)
• Dalil-dalil tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan –alasan dari
pada tuntutan (fundamentum petendi/ posita /dasar tuntutan)
I. Komulasi/penggabungan
Komulasi subyektif
Dalam suatu perkara yang mengadung sengketa tidak jarang penggugatnya terdiri dari
beberapa orang melawan satu orang tergugat, atau beberapa orang penggugat melawan beberapa
tergugat
Komulasi Obyektif
Pada prinsipnya tidak dilarang dan tidak dipersyaratkan adanya koneksitas antara tuntutan
yang satu dengan tuntutan yang lainnya.
J. Kompetensi peradilan
1. Kekuasaaan Relatif
Kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan satu tingkatan dalam perbedaannya dengan
kekuasaaan pengadilanyang sama jenis dan sama tingkatannya : missal pengadilan agama muara
enim dengan pengadilan agama baturaja.
Pasal 4 ayat (1) UU No.7/89 : pengadilan agama berkedudukan di kotamadya atau di ibu kota
kabupaten yang daerah hukum nya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten.
Penjelasan : pada dasarnya tempat kedudukan pengadilan agama ada di kotamadya tau ibukota
kabupaten yang daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau kabupaten, tetapi tidak
tertutup kemungkinan adanya pengecualian.
2. Kekuasaan Absolut
Kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau
tingkatan pengadilan dalam perbedaannya dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau
tingkatan pengadilan lainnya, missal : untuk perkawa perkawinan islam (pengadilan agama)
sedangkan non islam menjadi kuasa peradilan umum.
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama islam di bidang :
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infaq
h. Shadaqah